• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PENDIDIKAN TINGGI BAGI GENERASI MILENIAL DI ERA DISRUPTIF

PENDIDIKAN TINGGI BAGI GENERASI MILENIAL DI ERA DISRUPTIF

Ketika Prof. Clayton Christensen dari School of Business Harvard University menyatakan bahwa dalam jangka 10-15 tahun banyak perguruan tinggi di Amerika Serikat yang akan kolaps, mungkin kita bertanya, apakah benar pernyataan ini, dan apakah sejauh itu pengaruh teknologi informasi terhadap dunia pendidikan tinggi? Dan kemudian pertanyaan bisa dilanjutkan, bagaimana dengan PT di Indonesia?

Inilah yang saya kira akan menjadi tantangan para pengelola pendidikan tinggi, tenaga pendidik dan kependidikan di PT, bahwa ke depan harus terdapat sejumlah inovasi terutama dalam menjawab tuntutan dunia milenial yang di dalamnya terdapat era disruptif. Dan salah satu pemicunya adalah semakin menguatnya era teknologi tinggi dan semakin kuatnya artificial intelligent, yang kehadirannya tidak bisa dihindari di manapun di belahan dunia ini.

Namun demikian, saya merasa senang bahwa respon pendidikan tinggi di era milenial sungguh sangat luar biasa. Terbukti betapa banyaknya tulisan dari berbagai ahli tentang bagaimana merespon tantangan era milenial dengan era disruptifnya tersebut. Di beberapa negara seperti Singapura, Afrika Selatan, Korea Selatan, Jepang, bahkan Malaysia dan lainnya sudah melakukan perubahan-perubahan yang terkait dengan bagaimana menghadapi era teknologi informasi.

Untuk merespon hal di atas, kemarin terdapat tiga tulisan di Jawa Pos (11/11/2019) tentang bagaimana PT di Indonesia menghadapi era milenial. Yaitu tulisan Bagong Suyanto dan Suko Widodo dengan tema “PT di Era dan Generasi Milenial” dan tulisan Prof. Muhammad Nasich, Rektor Universitas Airlangga, yang lebih optimis dalam menyikapi terhadap perubahan di era milenial dengan topik “Optimisme dan Pendidikan Milenial di Era Disrupsi”. Di banyak kesempatan, saya juga selalu menyampaikan bahwa tantangan generasi milenial dengan dunia pendidikan tingginya sungguh merupakan tantangan yang tidak sederhana.

Ada beberapa tantangan yang nyata: pertama, ke depan akan semakin banyak lembaga pendidikan yang harus lebih terfokus pada penerapan teknologi informasi di dalam program pembelajaran. Kolapsnya 50 persen PT di Amerika Serikat disebabkan oleh keterlambatan mereka menerapkan program berbasis IT di dalam pembelajannya. Jadi, siapa yang tidak siap dengan distance learning, maka akan menuai kata: the death of university.

Kedua, Tantangan berikutnya adalah semakin menguatnya penggunaan daring system di dalam proses pembelajaran, sehingga ke depan tidak diperlukan ruang-ruang besar untuk perkuliahan tutorial. Yang diperlukan adalah ruang-ruang yang berisi infrastruktur lengkap dalam program pembelajaran yang berbasis IT. Jadi bisa dibayangkan ke depan bahwa gedung-gedung yang megah dan besar sebenarnya tidak terlalu siginfikan kegunaannya sebab ruang yang relevan dengan program distance learning saja yang diperlukan.

Ketiga, semakin menguatnya aplikasi dalam program pembelajaran. Tidak bisa dipungkiri bahwa ke depan akan semakin menguat penerapan aplikasi dalam program pembelajaran. Di kalangan siswa SMA/SMK/MA sudah terdapat sekian banyak aplikasi yang digunakan di dalam kerangka memberikan kemudahan untuk belajar, misalnya Ruangguru, Edmodo dan sebagainya. Edmodo biasa digunakan di dalam pembelajaran di dalam kelas. Sedangkan ruangguru bisa dilakukan sendiri dengan penggunaan aplikasi tersebut. Bahkan ada sebanyak 15 aplikasi baru yang sudah dilaunching di media sosial. Dewasa ini kita sudah berada di pasar raya aplikasi dan kita bisa memilih mana yang relavan dengan yang dibutuhkan. Inilah era yang disebut sebagai “The Death of Expertise”. Guru dan dosen harus berbagai peran dengan teknologi informasi karena kehadiran aplikasi pembelajaran.

Keempat, Tidak hanya program pembelajaran tetapi juga bagaimana intervensi TI untuk analisis data dalam penulisan karya ilmiah dan juga problem solving. Saya diberitahukan oleh Dr. Lilik Hamidah tentang ditemukannya aplikasi Drone Emprit yang diciptakan oleh Dosen ITB, Ismail Fahmi, PhD. Melalui aplikasi ini, maka seorang pengkaji atau peneliti akan bisa memahami struktur jaringan dalam komunikasi melalui media sosial atau media komunikasi lainnya. Jika ada hoaks, misalnya akan bisa diketahui dari mana mula-mula penyebarnya dan bagaimana persebarannya bahkan struktur persebarannya. Sungguh merupakan aplikasi yang sangat penting di tengah keinginan untuk membangun komunikasi beradab yang sesungguhnya diperlukan di era sekarang dan mendatang, dan juga untuk kepentingan penelitian yang lebih mendasar dengan cakupan yang bermakna.

Oleh karena itu, seharusnya institusi pendidikan tinggi haruslah melakukan beberapa upaya dalam kerangka menyiapkan generasi milenial yang lebih kaya wawasan dan penuh optimisme, yaitu:

  • supaya institusi pendidikan tinggi menyiapkan instrument untuk menyongsong era baru pendidikan berbasis TI. Sudah saatnya dilakukan perencanaan berbasis kebutuhan TI di masa depan. Lima sampai 10 tahun ke depan sudah tidak perlu lagi membangun fisik ruang kelas dan bangunan megah untuk kantor dan sarana prasarana perkuliahan. Akan tetapi yang urgent adalah menyusun perencanaan untuk mengembangkan basis infrastruktur high level untuk information technology.
  • Kemudian dipersiapkan SDM andal yang mampu menggawanginya. Siapkan rekruitmen yang memadai untuk menyongsong era baru ini dengan SDM IT yang berkelas dengan kemampuan programing, pendataan, dan analisis IT yang kuat untuk mempersiapkan kelas dan SDM dosen untuk kepentingan distance learning.
  • Mulai harus diadakan sekurang-kurangnya adalah media track untuk mengetahui arus atau alur berita dan trendnya, sehingga para pimpinan dan dosen memahami trend-trend pemberitaan melalui berbagai media. bagaimana trend berita agama, politik, sosial, budaya, keamanan bahkan gossip. Dengan cara ini maka akan dengan mudah untuk melihat trend berita yang haruis direspon dan mana yang dipinggirkan saja.
  • Jika bisa seharusnya menuju ke media intelligent untuk memahami lebih jauh trend dan struktur pemberitaan di media, baik media sosial maupun media pada umumnya. Sungguh sudah saatnya institusi pendidikan tinggi memiliki infrastrukur seperti ini, sebab hanya dari dunia kampus orang akan mendengarkan tentang kebaikan dan kebenaran sebagaimana kampus seharusnya memang berisi hal-hal luar biasa ini.
  • Untuk hal ini semua, maka kata kuncinya ialah pemihakan. Harus ada yang berani mengambil eksekusi mana yang didahulukan dan mana yang ditangguhkan. Tanpa keberanian ini rasanya semua hanya akan berjalan wajar saja dan easy going.

Wallahu a’lam bi alshawab.

 

TINGKAT TOLERANSI GENERASI MILENIAL

TINGKAT TOLERANSI GENERASI MILENIAL

Studi Persepsi Sosial Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

UIN Sunan Ampel Surabaya

 

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Guru Besar Sosiologi UIN Sunan Ampel Surabaya

 

 

Daftar Pertanyaan:

  1. Dari manakah anda berasal? (cantumkan nama Kabupaten)
  2. Apakah Pendidikan Anda pada tingkat Sekolah Menengah? (SMA/MA/SMK)
  3. Tahun berapa anda memasuki kuliah di FISIPOL UIN Jakarta? (sebutkan tahunnya)
  4. Apakah anda pernah memiliki kawan yang beragama selain agama Islam? (Pernah/tidak pernah)
  5. Apakah anda pernah berkenalan dengan orang yang beragama selain Islam? (pernah/tidak pernah)
  6. Apakah anda suka berteman dengan orang yang beragama selain Islam? (suka/kurang suka/tidak suka)
  7. Bagaimana perasaan anda jika ada teman anda yang berteman dengan nonmuslim? (suka/kurang suka/tidak suka)
  8. Bagaimana perasaan anda jika teman anda menolong orang yang nonmuslim? (suka/kurang suka/tidak suka)
  9. Apakah anda suka bertetangga dengan dengan non muslim? (suka/kurang suka/tidak suka)
  10. Apakah anda bersedia memberikan makan kepada tetangga anda yang non muslim? (bersedia/tidak bersedia)
  11. Apakah anda mau menerima pemberian makanan dari tetangga anda yang diketahui halal makanannya? (suka/kurang suka/tidak suka)
  12. Apakah anda bersedia membantu tetangga anda yang membangun rumah atau sedang punya hajad? (bersedia/kurang bersedia/tidak bersedia)
  13. Apakah anda bersedia menerima tamu nonmuslim di rumah anda? (sedia menerima/kurang menerima/tidak menerima)
  14. Apakah anda bersedia untuk bekerja dalam satu kantor dengan orang yang beda agamanya? (bersedia/kurang bersedia/tidak bersedia)
  15. Apakah anda bersedia untuk membantu pekerjaan kawan kantor yang berbeda agamanya? (bersedia/kurang bersedia/tidak bersedia)
  16. Apakah anda bersedia hadir di rumahnya kalau ada tetangga anda yang nonmuslim meninggal? (bersedia/kurang bersedia/tidak bersedia)
  17. Apakah anda bersedia dating ke rumahnya jika tetangga adan non muslim sakit? (bersedia/kurang bersedia/tidak bersedia)
  18. Apakah anda bersedia bekerja bersama jika yang menjadi pimpinan anda adalah orang nonmuslim? (bersedia/kurang bersedia/tidak bersedia).
  19. Apakah anda menerima jika ada keluarga anda menikah dengan orang nonmuslim? (menerima/kurang menerima/tidak menerima)
  20. Apakah anda menerima jika di rumah anda ada orang nonmuslim indekos di dalamnya? (menerima/kurang menerima/tidak menerima)

 

 

MENCERMATI METODOLOGI ILMU DAKWAH

MENCERMATI METODOLOGI ILMU DAKWAH

 

Prof. Nur Syam, M.Si

Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya

 

Saya bersyukur bisa menulis mengenai “Metodologi Penelitian Dakwah, Sketsa Pemikiran Pengembangan Ilmu Dakwah (Ramadlani, Solo, 1990)”. Sayangnya buku ini belum sempat direview untuk memastikan bahwa buku ini masih layak diperbincangkan terutama di era sekarang. Sebenarnya buku ini sudah pernah saya revisi tahun 2005 yang lalu, sayangnya buku yang sudah saya masukkan ke penerbit hilang begitu saja dan yang menyedihkan saya tidak memiliki hard copy atau soft copinya. Sebuah kerugian akademis yang luar biasa.

Buku ini menandai satu era baru penerbitan buku tentang ilmu dakwah, sebab selama ini banyak tulisan yang hanya dicetak menjadi diktat saja dan hanya untuk kalangan terbatas. Dengan diterbitkannya buku ini, maka era publisitas buku menjadi keniscayaan dan bisa dibaca oleh kalangan yang lebih luas. Setelah itu lalu banyak buku tentang ilmu dakwah yang terbit meskipun dalam coraknya sebagai buku pengantar keilmuan.

Sebagaimana yang sering saya paparkan bahwa karya tentang metodologi ilmu dakwah lebih bercorak penelitian kuantitatif. Era tahun 1980-an merupakan era di mana suatu ilmu dianggap ilmiah apabila menggunakan pengukuran dan analisis kuantitatif. Makanya, buku yang saya tulis tersebut juga menggunakan metodologi penelitian kuantitatif. Pada waktu itu belum dikenal, apakah paradigm factor yang baru beberapa tahun kemudian bahwa model penelitian yang mencoba untuk menghubungkan satu factor atau lebih atau satu variabel atau lebih itu bisa dikaitkan dengan paradigm factor sebagaimana dikenal sekarang.

Nyaris semua judul penelitian tentang ilmu dakwah –khususnya di Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel—menggunakan metodologi penelitian kuantitatif. Bahkan untuk mendukung metodologi penelitian ini, seorang mahasiswa harus menempuh perkuliahan statistic sebanyak empat satuan kredit semester (sks), statistic deskriptif dan statistic inferensial. Saya pernah dalam beberapa semester mengajar statistic, sehingga prinsip-prinsip uji statistic cukup saya pahami.

Saya sampai pada kesimpulan bahwa ada banyak buku tentang ilmu dakwah, namun demikian sangat sedikit yang membahas mengenai paradigm keilmuan dakwah. Buku-buku itu lebih banyak bercerita tentang apakah dakwah itu, dan bagaimana dakwah ditrasformasikan kepada masyarakat atau komunitas tertentu. Dan yang paling banyak adalah membahas tentang komponen atau subsistem atau factor dakwah seperti subyek dakwah, pesan dakwah, metode dakwah, media dakwah dan efek dakwah. Misalnya adalah karya Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Prenada, 2014).

Pada tahun 1990 saya mendapatkan tambahan pengetahuan metodologi penelitian melalui Proyek Latihan Penelitian Agama (PLPA) kerja sama antara Badan Penelian dan Pengembangan Departemen Agama (Balitbangdepag) dengan Toyota Foundation Jepang dalam satu paket program penelitian ethnografi, yang diasuh oleh Prof. Parsudi Suparlan, PhD., dalam waktu enam bulan. Saya digemblengnya sehingga mendapatkan ilmu baru, metodologi penelitian kualitatif. Saya meneliti “Ethnografi Kehidupan Penganut Tarekat Syatariyah di Desa Kuanyar Mayong Jepara”. Dari penelitian lapangan selama tiga bulan itu, lalu saya terbitkan buku “Tarekat Petani, Fenomenologi Tarekat Syatariyah Lokal” (LKiS, 2014).

Dari proyek ini, maka saya kembangkan di Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel. Dan akhirnya banyak penelitian ilmu dakwah yang menerapkan metodologi penelitian kualitatif. Dan hal ini menandai era baru, penerapan penelitian kualitatif pada IAIN Sunan Ampel, Surabaya, khususnya Fakultas Dakwah. Penelitian kualitatif muncul seperti jamur di musim hujan. Banyak mahasiswa yang tertarik untuk meneliti untuk kepentingan skripsinya dengan metodologi baru, penelitian kualitatif. Ada di antaranya yang meneliti Jamaah tabligh, tarekat, pedagang, kaum bisnis, shalawat wahidiyah, masyarakat Tengger, sampai pewarisan nilai dalam keluarga, dan sebagainya. Rasanya saya masih mengenal nama-nama para pemula penulisan skripsi dengan pendekatan baru, metodologi penelitian kualitatif. Ada di antaranya yang menjadi dosen, pejabat, guru, dan juga pengusaha.

Dengan demikian ada dua arus besar yang terus berkembang sampai hari ini adalah penelitian dengan pendekatan metodologi penelitian kuantitatif dan metodologi penelitian kualitatif. Sampai akhir-akhir ini kecenderungan untuk melakukan keduanya masih terjaga. Namun demikian, juga terdapat yang melakukan penelitian teks atau analisis teks, meskipun jumlahnya tidak banyak. Pilihan yang ketiga ini sangat jarang terjadi. Sebenarnya Fakultas Dakwah UIN Sunan Ampel memiliki professor yang secara spesifik melakukan banyak kajian teks. Prof. Dr. Aswadi menulis dengan pendekatan penelitian teks, dengan judul “Teori dan Tehnik Mujadalah dalam Dakwah, Debat, Diskusi musyawarah Perspektif Al Qur’an”, Surabaya: Dakwah Digital Press, 2017.

Sebagaimana saya ungkapkan, bahwa ada lima paradigma ilmu dakwah berdasarkan pemetaan atas pemikiran para ahli keilmuan dakwah dan juga praktik penelitian yang dilakukan oleh para ahli dan peminat ilmu dakwah. Masing-masing tentu saja dapat dikaitkan dengan metodologi penelitian apa yang relevan dengan paradigma yang mengemuka tersebut.

Ada tiga pendekatan yang bisa digunakan di dalam penelitian dakwah, yaitu: pendekatan kuantitatif, pendekatan kualitatif dan pendekatan mixed methods. Pertama, Pendekatan kuantitatif. Penelitian dengan pendekatan ini bertujuan untuk menjelaskan relasi antar factor atau variabel yang berhubungan satu dengan yang lain. Biasanya dalam bentuk relasi asimetris. Yaitu ada satu atau lebih variabel yang mempengaruhi satu variabel lainnya.

Jika menggunakan siklus Walter Wallace, maka penelitian kuantitatif sebenarnya bergerak dari teori ke teori. Dimulai dengan teori, lalu dilogikadeduksikan akan menjadi hipotesis, lalu melalui instrumentation dilakukan penelitian empiris, lalu melalui scaling and measurement menjadi generalisasi empiris dan melalui logika induksi akan menjadi teori lagi. Begitulah seterusnya perkembangan teori tersebut. Jadi teori akan diuji secara terus menerus untuk menghasilkan teori baru meskipun akhirnya membenarkan terhadap grand theory yang sudah ada. Yang berkembang adalah teori-teori berskala menengah dan kecil, sementara itu grand theory selalu immune dari falsification.

Kedua, Pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan suatu realitas sosial yang terdapat di dalam individu, komunitas atau masyarakat. Tidak sebagaimana pendekatan kuantitatif yang bisa memecah konsep-konsep dalam variabel-variabel dan indicator-indikator variabel, maka penelitian kualitatif bercorak sistemik atau holistic atau menyeluruh dan komprehensif. Ibarat melihat suatu kejadian dengan teropong maka dari realitas yang simple menjadi realitas yang kompleks atau realitas yang kecil menjadi besar atau dari realitas yang sempit menjadi realitas yang luas.

Ciri lainnya dari pendekatan kualitatif adalah untuk memahami proses atau makna. Proses adalah realitas yang sistemik dan holistic, tidak bisa dipisahkan antara satu tahap atau prosesi dengan lainnya. Sedangkan makna adalah memahami apa yang berada di balik tindakan individu. Yang dikaji bukanlah fenomena psikhologis atau kejiwaan akan tetapi adalah ide, gagasan dan pemikiran di balik tindakan individu dimaksud. Tindakan juga terkait dengan kesadaran atau sesuatu yang disadari.

Di dalam praktik penelitiannya, maka terdapat tiga metode pengumpulan data, yaitu metode pengamatan terlibat (participant observation), yaitu mengamati terhadap realitas yang terjadi melalui penelitinya sendiri. Seorang peneliti juga sekaligus sebagai instrument penelitian. Lalu, dapat menggunakan metode wawancara mendalam (in depth interview) yaitu wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada subyek sasaran penelitian tanpa menggunakan pedoman wawancara atau kuesioner.  Sebagai instrument penelitian, maka peneliti dapat mengembangkan pertanyaan demi pertanyaan sewaktu penelitian berlangsung.

Kemudian juga menggunakan studi dokumen atau metode documenter, yaitu data sekunder yang sudah dikumpulkan peneliti lain, baik dalam bentuk statistic, karya akademis, tesis, disertasi, atau artefaks. Peneliti dapat menggunakan arsip-arsip atau teks-teks yang berkaitan dengan focus penelitiannya. Sebagai contoh, peneliti akan datang ke kantor kelurahan atau desa untuk mendapatkan data dokumen kependudukan sebagai latar hasil penelitiannya.

Ketiga, pendekatan mixed methods, yaitu penelitian yang menggunakan dua pendekatan sekaligus, yaitu penelitian kuantitatif dan kualitatif sekaligus. Tentu tidak dilakukan secara bersamaan, tetapi berdasar atas urutan waktu. Misalnya penelitian kuantitatif terlebih dahulu dan kemudian penelitian kualitatif. Proses perubahan dari penelitian kuantitatif ke kualitatif atau sebaliknya disebut sebagai trianggulasi atau jembatan antar pendekatan.

Penelitian kuantitatif menghasilan hubungan antar variabel, mana yang berpengaruh atau berkorelasi dan mana yang tidak berpengaruh atau berkorelasi, dan peneliti dapat menentukan mana yang akan dikaji lebih lanjut melalui studi kualitatif. Contoh, ada lima variabel yang dijadikan sebagai variabel bebas dan ada satu variabel terikat. Dari lima variabel tersebut, ada satu variabel yang tidak berpengaruh atau berkorelasi, maka peneliti dapat mempertanyakan mengapa satu variabel ini tidak berpengaruh atau tidak berkorelasi. Dan hal ini memancingnya untuk melakukan penelitian kualitatif menjawab mengapa tidak berpengaruh atau berorelasi.

Bisa juga berangkat dari penelitian kualitatif dan menghasilkan tipologi-tipologi atau hipotesis-hipotesis, lalu hipotesis atau tipologi tersebut kemudian diuji dengan menggunakan penelitian kuantitatif. Dari penelitian tentang kyai, maka menghasilkan tipologi: kyai kampong, kyai panggung, kyai politik dan sebagainya, lalu peneliti berehendak untuk mengujinya dengan penelitian kuantitatif untuk memahami, mana yang lebih acceptable di kalangan masyarakat. Maka dapat dilakukan uji beda tentang akseptabilitas kyai-kyai dimaksud.

Penelitian dakwah dapat dengan paradigma-paradigmanya dapat menggunakan pendekatan penelitian kualitatif atau kuantitatif. Ada paradigm yang hanya dapat didekati dengan penelitian kuantitatif dan ada paradigma yang hanya dapat didekati dengan penelitian kualitatif. Namun demikian juga terdapat paradigma yang dapat didekati dengan dua pendekatan kuantitatif dan kualitatif.

  • Studi-studi dalam paradigm factor tentu merupakan bagian penting di dalam praktik metodologi penelitian kuantitatif. Setiap faktor dakwah (subyek, pesan, media, metode dakwah) memiliki efek pada obyek dakwah. Masing-masing bisa dijadikan variabel-variabel yang lebih kecil cakupan atau indikatornya dan saling direlasikan dengan lainnya. Penelitian ilmu komunikasi dengan metodologi kuantitatif dapat diterapkan untuk penelitian dakwah. Secara structural ilmu dakwah menjadi kerabat dekat ilmu komunikasi dilihat dari unsur, komponen dan subsistemnya.

Jika menggunakan The Bullet Theory dalam ilmu komunikasi, maka dapat dinyatakan bahwa masing-masing unsur atau komponen dakwah tersebut dapat mempengaruhi obyek dakwah sebagaimana peluru yang melesat dari senapan atau anak panah yang melesat dari busurnya. Di antara judul penelitiannya, misalnya adalah “pengaruh Dakwah Ustadz Abdus Shomad melalui media sosial terhadap peningkatan paham keagamaan komunitas media sosial di Surabaya”, “Pengaruh media sosial terhadap kecenderungan berperilaku radikal para pelaku media sosial di Solo”, “Pengaruh metode ceramah melalui youtube terhadap pemahaman tentang jihad pada komunitas youtuber di Yogyakarta”. Jika penelitian korelasional, misalnya “Studi Korelasi antara Usia Kaum Milenial dengan Kecenderungan bersosial media di bidang agama di Semarang”, dan sebagainya.

Penelitian lain, misalnya adalah Rena Latifa, dkk., dinyatakan bahwa pola kognitif dan religiositas memiliki pengaruh terhadap sikap disagreement dalam pemilihan Gubernur DKI, 2017. Efira Nova Kamil, “Sikap Mahasiswa Terhadap Pemberitaan Kekerasan Wartawan Indonesia: Studi Korelasional tentang Hubungan Antara Sikap Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi “Pembangunan” (STKIP-P) Medan dan Pemberitaan Kekerasan Terhadap Wartawan Indonesia di Metro TV” dan lain-lain.

  • Dalam paradigma sistem dakwah, maka dapat menggunakan penelitian kasus (case study). Penelitian kasus bertujuan untuk mengungkapkan masalah-masalah yang dihadapi oleh suatu masyarakat atau komunitas dalam ruang lingkup khusus atau luas dengan menemukan solusi yang tepat atas permasalahan yang dihadapi. Dalam kenyataannya bisa hanya mengungkap satu kasus atau multi kasus. Misalnya penelitian, “studi kasus untuk menangani masalah belajar, sosial dan ekonomi pada anak-anak berkebutuhan khusus”. Selain ini juga penelitian tentang “kebutuhan obyek dakwah dalam pengembangan keagamaan” dan sebagainya.

Paradigma Sistem dapat menggunakan metode penelitian kasus. Misalnya untuk mengetahui perubahan yang terjadi dari keberagamaan obyek dakwah karena sentuhan system secara berkelanjutan dalam proses yang sangat komprehensif. Sebagaimana diketahui bahwa dua unsur penting dalam paradigm system terpenuhi, yaitu problem solving dan proses yang ketat atau komprehensif terlihat di dalamnya.

Penelitian yang termasuk dalam kategori multikasus biasanya diindikasikan dua atau lebih kasus yang dihadapai oleh individu, komunitas atau masyarakat. Tentu saja penelitian seperti ini akan lebih rumit, sebab tidak hanya memerlukan berbagai pendekatan atas solusi masalahnya akan tetapi juga keterlibatan banyak ahli di dalam solusi problemnya. Kasus bimbingan keagamaan, misalnya bisa disebabkan oleh banyak factor, maka setiap factor penyebab tentu harus diselesaikan dengan cara-cara yang berbeda. Bisa jadi misalnya menggunanakan pendekatan humanisme dan behavioralisme sekaligus. Hal ini dapat dilakukan terkait dengan multikasus yang dihadapi oleh obyek dakwah.

  • Dalam  paradigma developmental, maka dapat menggunakan penelitian penelitian pengembangan atau developmental research, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan atau menemukan perubahan melalui penerapan pola-pola atau model-model dakwah baik yang dilakukan sendiri oleh penelitinya atau pengkajinya maupun sebagai pengamat perubahan.

Penelitian pengembangan bisa dalam waktu jangka panjang (longitudinal), yang mengkaji tentang masalah sosial keagamaan obyek dakwah yang kompleks sehingga membutuhkan waktu panjang untuk menyelesaikannya. Penelitian dilakukan dalam waktu yang panjang dengan sampel yang terbatas, sehingga bisa dipantau perubahan dan perkembangan penyelesaian masalahnya. Penelitian dalam coraknya seperti ini akan menghasilkan problem solving dalam berbagai perspektif, dan kemudian bisa dipilih mana yang paling urgen untuk dijadikan sebagai solusi yang lebih relevan.

Penelitian pengembangan juga bisa dalam waktu pendek (cross-sectional), yaitu melakukan kajian dalam corak variabel yang banyak dalam waktu yang bersamaan sehingga bisa ditarik hasilnya yang memiliki akurasi yang tepat. Penelitian seperti ini membutuhkan banyak sampel, banyak aspek atau perspektif sehingga masalah yang dihadapi oleh masyarakat dapat dicarikan solusinya. Meskipun dalam waktu bersamaan, namun karena cakupan masalah dan sampelnya yang lebih besar, sehingga akurasinya juga dapat dipertanggungjawabkan.

  • Paradigm interpretif mengharuskan penggunaan penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan suatu realitas sosial yang terdapat di dalam individu, komunitas atau masyarakat. Misalnya seorang da’i dengan dakwahnya dapat diteliti dengan pendekatan penelitian kualitatif, yaitu untuk memahami proses dan makna dakwahnya. Untuk memahami makna dakwahnya tersebut peneliti harus bertanya dan mengikuti dakwah kyai dimaksud dan juga menanyakan kepada jamaah pengajiannya tentang bagaimana sesungguhnya dakwah yang dilakukannya. Demikian pula tentang makna dakwah melalui media sosial, dakwah melalui penerapan dan penguatan tradisi-tradisi masyarakat, dakwah dengan metode bilhal, billisan atau bilqalam dan sebagainya. Yang penting yang ingin digali adalah proses dan makna dakwahnya.
  • Paradigma partisipatoris, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses pelibatan masyarakat dalam suatu aktivitas dan bagaimana hasilnya. Penelitian seperti ini biasanya menggunakan empat prosedur yang lazim digunakan untuk community development. Misalnya, bagaimana menemukan masalah sosial keagamaan dalam suatu masyarakat melalui need assessment, lalu menganalisis situasi sosial budaya dan politiknya, kemudian menganalisis alternatif-alternatif yang dapat dipilih, lalu memilih mana program yang paling urgent dilakukan, melaksanakan program dan kemudian melakukan evaluasi untuk mengetahui keberhasilan atau kegagalannya. Metode penelitian Participatory Action Research (PAR) sudah banyak digunakan oleh para penggerak perubahan sosial kemasyarakat di kalangan NGO atau LSM namun demikian sekarang sudah diadopsi oleh perguruan tinggi dengan nama dan semangat yang bermacam-macam.

Paradigm System dan Paradigma Developmentalisme hakikatnya dapat menggunakan dua pendekatan, baik kuantatif maupun kualitatif. Paradigm system yang sangat kuat dari sisi keterkaitan antar subsistem dan prosesnya tentu saja bisa diteliti dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Proses dan kaitan antar subsistem yang bercorak integrated tentu sangat memungkinkan penggunaan pendekatan kualitatif.

Sementara itu, paradigm deveopmentalisme dengan penelitian yang memerlukan waktu panjang untuk mengamati dan memahami perubahan-perubahan dan penerapan model-model inovatif juga dapat penggunakan pendekatan kualitatif. Jadi tetap ada pilihan untuk melakukan penelitian di dalam paradigm ini. jika ingin mengukur hasil yang dicapai maka sebaiknya menggunakan pendekatan kuantitatif dan jika ingin memahami bagaimana perubahan terjadi, maka sebaiknya menggunakan pendekatan kualitatif.

 

Wallahu a’lam bi al shawab.

RHOMA IRAMA DAN MUSIK DAKWAH

RHOMA IRAMA DAN MUSIK DAKWAH

Ketertarikan saya pada Bang Haji Rhoma Irama sudah lama, semenjak saya Sekolah di SMEPN Tuban dan berlanjut hingga sekarang. Kira-kira saya adalah fans setianya. Makanya, jika Beliau itu sedang manggung di televisi, jika tidak ada aral yang penting, saya sempatkan untuk menontonnya.

Saya tentu masih ingat saat ulang tahun saya yang ke 60, saya diberi kenang-kenangan –bukan dalam bentuk uang atau barang—oleh Saudari Poppy Ramadlani, akan tetapi berupa pigura bergambar Bang Haji Rhoma Irama lengkap dengan tanda tangannya. Kemudian pada ulang tahun Bang Haji Rhoma Irama saya membalasnya dengan memberikan kenangan sebuah foto saya dan tanda tangan. Kenangan tersebut saya berikan pada waktu beliau akan manggung di Taman Impian Jaya Ancol kerja sama dengan Indosiar, kalau tidak salah menjelang HUT RI ke 72.

Kemarin malam saya menyempatkan melihat dan mendengarkan Beliau dalam acara di Indosiar (07/11/2019). Dan beliau membuka dendang lagunya dengan sedikit pengantar yang saya kira luar biasa. Tidak panjang beliau menyampaikannya, tetapi sangat mengena. Beliau menyatakan: “sekarang ini lagi menjadi trending topic tentang radikalisme, di Indonesia adakah radikalisme itu, maka serentak penonton menjawab ada dan itu dibenarkan oleh Bang Haji”. Beliau lalu melanjutkan: “apa tanda-tanda radikalisme itu”, lalu beliau jelaskan: “mula-mula membidh’ah-bidh’ahkan, lalu mengkafir-kafirkan, lalu lama-lama menghalalkan darahnya”.

Selanjutnya beliau menandaskan “Mari kita nyanyikan lagu Ukhuwah Islamiyah”. Saya tentu tiak hafal syair lagu ini. tetapi jika dirasakan betapa sarat dengan pesan-pesan agar umat Islam tidak mudah dipecah belah, tidak mudah diadu domba, dan jangan bertikai untuk hal-hal yang sudah diyakini bersama-sama. Kalau saya rasakan, misalnya ungkapan “Tuhan kita sama, Nabi kita sama, Kitab suci kita sama”, maka hendaknya terus berada di dalam kesamaan.  Di dalam shalat ada yang membaca ushalli ada yang tidak, ada yang membaca qunut pada waktu shubuh dan ada yang tidak, semua itu sama diterima oleh Allah swt. Untuk itu jangan sampai saling mencibir dan menyalahkan antara satu dengan lainnya.

Karena saya ingin tahu secara tepat bagaimana syair lagu Bang Haji, maka saya harus membuka Google Search. Dan inilah syairnya: “Tuhan kita sama, Nabi kita sama, Qur’an kita sama, Kiblat kita sama, Kenapa harus saling mengkafirkan? Sholat kita sama, puasa kita sama, zakat kita sama, haji kita sama, Kenapa harus saling memfitnahkan? Baca qunut dan tidak baca, semunya benar (baca qunut dan tidak baca qunut semuanya benar), berbeda rakaat tarawih, semuanya benar (berbeda rakaat tarawih semuanya benar), Yang tidak benar yang tidak sembahyang, Wahai umat Islam, yang terlanjur tersesat jalan (Wahai umat Islam yang terlanjur tersesat jalan), Kembalilah pada, jalan yang digariskan Tuhan (pada jalan yang digariskan Tuhan), Wahai umat Islam, jangan kita diadu domba (Wahai Umat Islam jangan kita diadu domba), wahai umat Islam Jangan kita dipecah belah (jangan kita dipecah belah), Kita tak bisa maju, kalau tidak bersatu, kita jalan di tempat karena selalu berdebat. Fikirkanlah…”.

Di dalam syair lagu “Ukhuwah Islamiyah” ini terdapat identifikasi sebagai umat Islam, yang digambarkan dengan kesamaan Tuhan, Nabi, Kitab Suci, shalat, zakat, puasa dan haji. Semua sama dan jika ada perbedaan hanya pada aspek furu’iyahnya atau cabangnya saja. Shalat wajib semuanya lima kali dalam sehari semalam. Jika ada perbedaan hanyalah pada bacaan atau doa dan beberapa gerakan dalam shalat. Tetapi hakikatnya tetaplah sama sebagai upaya untuk mengabdikan diri sebagai hamba Tuhan. Dalam syair Bang Haji, kita bisa berbeda, ada yang membaca qunut dan ada yang tidak, semuanya benar. Semua memiliki basis referensi yang jelas dan praktik agama yang tegas. Semuanya memiliki genealogi praksis keberagamaan yang sampai kepada Rasulullah Muhammad saw. Jangan saling mengejek dan jangan menyatakan yang dilakukannya sendiri yang benar. Semua benar dan yang tidak benar adalah yang tidak melakukan shalat.

Kata indah yang disampaikan Bang Haji tentang menjaga persatuan dan kemajuan juga sangat mengena. Dinyatakannya bahwa jangan kita mudah diadu domba, jangan mudah dipecah belah, sebab tidak ada kemajuan tanpa persatuan dan kesatuan. Kita tidak bisa maju kalau tidak bersatu dan kita akan jalan di tempat jika terus berdebat. Untuk maju, maka harus maju bersama dan saling membangun kerja bersama.

Di dalam syair lagu ini, saya melihat terdapat semangat yang luar biasa dari Bang Haji untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, khususnya umat Islam. Jika umat Islam bersatu, maka kemajuan akan bisa diraih. Saya mendengar ada ethos yang kuat dari Bang Haji di dalam lagunya itu untuk membangun kemajuan umat Islam, sebab dengan kemajuan umat Islam maka kemajuan Indonesia juga bisa diraih.

Akhirnya, untuk hidup bahagia, salah satu yang diperlukan adalah agar orang merekreasikan diri dan salah satunya dengan mendengarkan musik. Dan lagu yang baik menurut saya bukan hanya sekedar paduan alat musikalnya yang hebat, tetapi juga syairnya yang mendidik dan membangun moralitas yang benar. Di sinilah saya kira kekuatan syair Bang Haji dalam lagunya “Ukhuwah Islamiyah”

Wallahu a’lam bi al shawab.

SURVEY PELAYANAN ADMINISTRASI:

 

SURVEY PELAYANAN ADMINISTRASI:

Studi Customer Satisfaction pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya tahun 2019

 

 

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

 

 

 

Daftar Pertanyaan:

  1. Dari manakah anda berasal?
  2. Apakah pendidikan anda waktu pendidikan menengah?
  3. Tahun berapa anda memasuki pendidikan di FEBI UIN Sunan Ampel Surabaya
  4. Lewat jalur apakah anda memasuki FEBI UIN Sunan Ampel Surabaya.
  5. Saudara sedang berada di Semester berapa?
  6. Apa Program studi yang anda ikuti sekarang ini?
  7. Selama anda mengikuti pendidikan di UIN Sunan Ampel, pernahkah saudara mengurus administrasi pendidikan?
  8. Jenis administrasi pendidikan apa yang anda lakukan?
  9. Apakah anda dilayani oleh karyawan FEBI UIN Sunan Ampel dengan ramah (tentukan berapa scorenya jika rentang penilaian 1-10).
  10. Apakah anda dilayani oleh karyawan UIN Sunan Ampel dengan cepat (tentukan berapa scorenya jika rentang penialai 1-10)
  11. Apakah anda dilayani tepat waktu (tentukan berapa scorenya jika rentang nilai 1-10)
  12. Apakah anda dilayani dengan bersemangat (tentukan berapa scorenya jika rentang nilai 1-10)
  13. Apakah terdapat tempat pelayanan yang relatif tetap (tidak pindah-pindah)
  14. Apakah terdapat jadwal waktu pelayanan yang tetap (jam 07.30-14.00 WIB atau jam 07.30- 16.50 WIB)
  15. Apakah terdapat prosedur pelayanan yang jelas (ada petunjuk di dalam manual book atau brosur tentang prosedur pelayanan)
  16. Apakah pelayanan tersebut menggunakan biaya?
  17. Dari manakah anda memperoleh informasi tentang FEBI UIN Sunan Ampel?
  18. Apakah ada di antara saurdara atau kerabat anda yang kuliah di FEBI UIN Sunan Ampel.
  19. Apakah anda ingin menyampaikan informasi tentang FEBI UIN Sunan Ampel kepada orang lain?
  20. Apa saran anda tentang pengembangan FEBI UIN Sunan Ampel ke depan?