Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

SIMBOL POTENSI MASUK NERAKA

SIMBOL POTENSI MASUK NERAKA

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Beberapa saat yang lalu, saya mendengarkan salah satu tayangan di Media Sosial tentang orang-orang yang potensial akan masuk neraka. Nama-nama mereka tercantum di dalam teks suci Alqur’an dan mereka tergolong orang yang mengingkari kebenaran atas apa yang dibawa oleh Nabi dan Rasul yang bersumber dari Allah SWT. Tentu yang tertera secara tekstual di dalam Alqur’an adalah sebuah kebenaran transcendental.   Di  dalam literatur ilmu agama dan ilmu social disebut sebagai kebenaran yang bersumber dari empiris transcendental, yaitu kebenaran yang berbasis pada keyakinan atau kepercayaan atas eksistensi hal-hal yang gaib dan konsekuensi atas keyakinannya tersebut.

Berdasarkan pelacakan atas teks suci dimaksud, maka   terdapat orang yang dipastikan akan masuk neraka. Dosa yang dilakukan sebagai dosa besar yang tidak terampuni, karena mereka memang tidak sempat untuk bertaubat. Tidak ada waktu baginya untuk bertaubat kepada Allah. Mereka semua meninggal pada saat belum sempat bertaubat kepada Allah atas kekhilafan atau dosa yang diperbuatnya.

Di antara mereka yahg dinash akan masuk neraka tersebut adalah: Qabil bin Adam. Qabil adalah saudara Habil. Sebagaimana yang dikehendaki oleh Tuhan, bahwa Nabi Adam menurunkan anak-anak kembar, dan sesuai dengan syariat pada waktu itu, maka harus dinikahkan secara silang. Saudara kembar Habil menikah dengan Qabil dan saudara kembar Qabil menikah dengan Habil. Kecantikan perempuan menjadi penyebab atas kedengkian di antara hamba Allah tersebut. Qabil kecewa karena yang dinikahkan dengannya adalah saudara kembar Habil yang kurang cantik dan saduara kembarnya yang cantik dinikahkan dengan Habil. Ini merupakan awal pertama terjadinya sikap dengki dan iri hati. Ditambah lagi dengan korban Qabil yang terdiri dari buah-buahan yang tidak berkualitas yang menyebabkan Allah tidak menerimanya, sementara kurban Habil berupa kambing yang berkualitas, sehingga diterima Allah. Maka Qabil kemudian membunuh Habil. Inilah pembunuhan pertama umat manusia di dunia.

Berikutnya adalah anak Nabi Nuh, Kan’an. Dalam banjir besar pada masa Nabi Nuh, maka istri dan anaknya termasuk yang lebih percaya kepada kaum Nabi Nuh ketimbang kepercayaan atas Nabi Nuh. Keduanya terkena bencana tenggelam karena air bah yang menyapu daratan. Gunung yang tinggipun terkena efek tenggelam atas banjir dimaksud. Hanya orang yang percaya kepada ajaran Nabi Nuh saja yang selamat.

Lalu, istri Nabi Luth. Istri Nabi Luth adalah orang yang lebih mendengarkan kaumnya Nabi Luth dibandingkan dengan suaminya sendiri. Dia justru menjadi mata-mata kaum musyrikin tentang keadaan Nabi Luth. Yang dipastikan juga masuk neraka adalah Fir’aun yang hidup semasa dengan Nabi Musa. Fir’aun adalah seorang raja yang sangat berkuasa dan karena kekuasaannya yang besar tersebut, maka dia mengaku Tuhan. Dia hidup dikelilingi dengan ahli sihir yang dapat meramal masa depan. Pada masanya, Piramida di Mesir dibangun. Rasanya piramida yang terbesar di Mesir itu adalah karyanya, selain itu juga terdapat piramida yang kecil-kecil.

Kemudian Raja Namrudz yang juga meyakini dirinya adalah Tuhan karena kekuasaannya yang sangat besar. Namrudz adalah seorang raja yang sangat otoriter. Siapa yang tidak mematuhinya pasti akan dihukum mati. Salah satu di antara orang yang menentang keyakinannya adalah Nabi Ibrahim, maka Nabi Ibrahimpun dihukum dengan dibakar hidup-hidup. Nabi Ibrahim dimasukkan dalam api yang menyala selama tujuh hari. Di akhir masa hidupnya, Namrudz dikalahkan oleh seekor nyamuk yang memasuki hidungnya dan menyebabkan sakit kepala tak tertahankan. Termasuk pembuat patung yang dinisbahkan sebagai bapak Nabi Ibrahim, Azar. Pembuat patung ini diyakini akan menjadi penghuni neraka.

Lalu Qarun, seorang yang sangat kaya raya, bahkan untuk membawa kunci gudang-gudangnya diperlukan satu kendaraan khusus. Qarun merupakan orang yang selalu menumpuk harta sehingga kekayaannya tidak dapat digambarkan. Qarun mati dalam keadaan kafir dan dipastikan juga akan menjadi penghuni neraka. Qarun adalah orang kaya di masa lalu yang menjadi gambaran kaum kapitalis. Juga terdapat nama Abu Lahab dan istrinya, Abu Jahal dan lain-lain yang menggambarkan atas orang yang selalu berbuat jahat dan ingin mencelakakan orang lain.

Di  dalam Alqur’an sudah terdapat siapa yang kiranya dapat menjadi penghuni neraka, karena amal perbuatannya. Ada yang kafir, musyrik dan orang yang jahat selama hidupnya. Mereka orang yang tidak mendengarkan seruan untuk memercayai keberadaan Allah SWT dan tidak mengikuti pedoman sebagaimana yang sudah disampaikan oleh para rasulnya. Mereka adalah symbol realitas tentang orang yang berpotensi masuk neraka.

Jika dianalisis secara kasar, maka Fir’aun dan Namrudz adalah symbol atas penguasa yang dzalim yang otoriter dan menyuruh masyarakatnya untuk mengingkari keberadaan Tuhan dengan mengaku dirinya sebagai Tuhan. Bisa jadi, penguasa seperti ini juga ada di zaman sekarang, hanya dengan kadar yang berbeda. Ada pemimpin negara yang menyengsarakan masyarakatnya.

Lambang keserakahan adalah Qarun, seorang kapitalis di masa lalu. Kapitalisme bukan hanya peristiwa di masa kini saja tetapi juga di masa lalu. Orang kapitalis yang serakah dan hanya mementingkan kekayaan tanpa mengingat bahwa di dalam hartanya terdapat hak kaum miskin adalah orang yang berpotensi masuk neraka. Qarun adalah lambang kapitalisme yang tidak berkemanusiaan. Kemudian juga Azar adalah contoh orang yang memberikan peluang orang lain untuk menyembah berhala selain Allah. Para pengkhutbah yang mengajak orang lain melakukan kemusyrikan dan kekafiran disimbolkan dengan Azar sang pembuat berhala.

Kan’an adalah symbol anak yang tidak patuh pada orang tuanya. Kan’an adalah anak yang tidak meyakini akan kebenaran ajakan orang tuanya. Dia menolak ajakan orang tuanya untuk mematuhi perintah Allah. Dianggapnya bahwa dirinya mampu melawan perintah Allah melalui orang tuanya. Lalu istri Nabi Luth adalah lambang atas ketidakpatuhan seorang perempuan akan kebenaran. Dia lebih suka untuk mempercayai orang lain yang kafir ketimbang suaminya yang memperoleh warta kebenaran dari Allah SWT.

Kemudian, Abu Lahab dan Abu Jahal menggambarkan orang yang tidak pernah berlaku kebaikan. Hidupnya dipenuhi dengan pemikiran untuk mencederai dan menghacurkan orang lain. Upayanya untuk terus menerus mencelakai Nabi Muhammad SAW adalah lambang atas orang yang selalu berpikiran dan bertindak kejahatan. Hidupnya dipenuhi dengan iri, dengki dan berbuat jahat kepada orang lain.

Jika Alqur’an menggambarkan dengan sejumlah tokoh yang akan masuk neraka. Sesungguhnya Allah mengajari akan umat Nabi Muhammad jangan melakukan hal yang sama dengan umat-umat terdahulu tersebut. Jika menjadi penguasa harus menjadi penguasan yang adil dan selalu membuat kebijakan yang memihak rakyat. Jika menjadi professional janganlah profesi yang bersearah dengan kejelekan dan upaya untuk membuat orang tidak meyakini akan keberadaan Allah. Jika menjadi manusia jangan selalu berbuat jahat dengan keinginan untuk mencelakai orang lain.

Sekali lagi apa yang dinyatakan di dalam Alqur’an adalah upaya bagaimana Allah menyimbulkan dengan prilaku yang mengarah kepada perbuatan yang potensial ke neraka. Na’udzubillahi min dzalik.

Walahu a’lam bi al shawab.

PIKIR, DZIKIR DAN TAQWA

PIKIR, DZIKIR DAN TAQWA

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Judul ini saya rumuskan atas ceramah agama yang saya sampaikan pada Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya. Kelompok pengajian yang dilabel dengan nama Komunitas Ngaji Bahagia (KNB) itu memang menyelenggarakan ngaji bareng setiap Selasa ba’da Shubuh, dengan prinsip Ngaji Bahagia atau ngaji dengan tertawa dan senyum bareng-bareng. Jadi setiap Selasa kita harus menyiapkan bahan humor agar tetap bisa mengaji dan bahagia. Bukankah tertawa merupakan salah satu indicator kebahagiaan. Ngaji ini dilakukan pada 23/07/2024.

Pertama, Islam mengharuskan umatnya untuk berpikir. Di dalam Alqur’an banyak terdapat ayat yang memberikan gambaran tentang berpikir dengan diksi afala tafakkarun atau afala ta’qilun. Biasanya di dalam teks tersebut dikaitkan dengan hal-hal yang bercorak empiris atau non empiris yang memerlukan pemikiran, sehingga di kala kita tidak memikirkannya atau pemikiran kita tidak sesuai dengan apa yang digambarkan oleh Alqur’an atau tidak sesuai dengan petunjuk Tuhan melalui Nabi-Nabinya, maka lalu Allah memperingatkan, apakah kamu tidak berpikir.

Maka yang disentuh oleh tanda-tanda alam atau tanda-tanda ketuhanan adalah pemikiran. Yang menjadi sasarannya adalah otak manusia. Di dalam konteks ayat ini, maka digambarkan bahwa manusia sesungguhnya diberikan kekuatan pemikiran atau kemampuan logika yang dapat dijadikan sebagai instrument untuk menghadirkan keberadaan Allah. Alam yang teratur, manusia yang diciptakan dengan kelengkapan fisik dan jiwa, dengan kemampuan untuk menalar dan sebagainya haruslah menjadi instrument untuk meyakini bahwa Tuhan itu ada. Bisa jadi masing-masing membahasakan Tuhan sesuai dengan bahasanya, tetapi intinya bahwa manusia meyakini keberadaan Dzat Yang Maha Kuasa atau omnipotence dan Yang Maha Tahu atau omniscience. Tidak mungkin manusia dengan kelengkapan yang sempurna untuk hidup dan alam yang sempurna dalam penciptaannya itu terjadi dengan sendirinya. Itulah yang dinyatakan Tuhan agar manusia memikirkan ciptaan Allah dan tidak memikirkan dzatnya Allah SWT.

Jangan kita bertanya Dzat Tuhan terbuat atau terdiri dari partikel apa, akan tetapi berpikirlah tentang penciptaan alam dan seluruh isinya yang sempurna. Tidak boleh berpikir tangan Tuhan dan wajah Tuhan seperti apa, akan tetapi bagaimana Allah menjadi pencipta atas segala kehidupan di dunia. Manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tata surya, galaksi dan sebagainya. Bagaimana binatang yang buas memiliki rasa cinta kepada anak-anaknya, bagaimana tumbuhan bisa beranak pinak untuk menyebarkan keturunannya dan sebagainya.

Kedua,  manusia harus berdzikir kepada Allah sebagai wujud atas hasil pemikirannya bahwa Tuhan itu maujud. Jika seseorang sudah berpikir tentang ciptaan Tuhan dan berkesimpulan bahwa ada Dzat Yang Maha Tahu atas apa yang diciptkannya, dan Dzat yang Maha Kuasa atas semua ciptaannya, maka pada gilirannya manusia diharuskan untuk berdzikir atau mengingat Allah atau mengambil pelajaran dan manfaat atas keyakinannya tersebut. Manusia sudah seharusnya untuk mengambil pelajaran atas bagaimana bumi dihamparkan, bagaimana langit ditinggikan, bagaimana gunung ditegakkan dan seterusnya. Bagaimana bumi dengan tanamannya bisa menjadi sumber kehidupan bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Bagaimana langit menjadi pelindung atas cahaya panas dan bintang-bintang yang jatuh di bumi. Atmosfir dapat membakar atas benda-benda langit yang jatuh, misalnya meteor, sehingga tidak jatuh ke bumi.

Alangkah indahnya Allah menciptakan semua ini. Jika manusia meyakini hal ini, maka dia pasti akan bertasbih, bertahmid,  atau dengan kata lain berdzikir kepada Allah karena kehebatan semua hal tersebut. Berdzikir dikaitkan dengan diksi afala tadzakkarun atau apakah tidak mengambil pelajaran. Jadi manusia diminta oleh Allah untuk selalu menjadikan seluruh alam sebagai pelajaran. Berdzikir dikaitkan dengan qalbun atau hati, yang di dalamnya terdapat emotional intelligent, social intelligent dan spiritual intelligent. Dengan kesadarannya maka manusia bisa memaknai kehadiran Tuhan di dalam kehidupan.

Ketiga,  di dalam berpikir dan berdzikir tersebut, maka ada tiga corak manusia dalam memahami teks suci sebagai pedoman utama dalam kehidupan beragama. Ada yang disebut sebagai kaum tekstualis atau kaum fundamentalis. Mereka adalah orang yang memahami agama sebagaimana bunyi teksnya. Jika Allah digambarkan di dalam Alqur’an memiliki wajah maka di dalam pemahamannya bahwa Allah itu berwajah. Jika Allah itu bertangan maka Allah juga bertangan. Tetapi yang mendasar kaum tektualis tersebut lalu menjadi fundamentalis yang beranggapan bahwa orang yang berbeda dengan keyakinannya dianggap sudah bukan lagi sebagai orang Islam.

Lalu ada kaum kontekstualis atau kaum moderat, yaitu kelompok yang memahami atas Alqur’an dengan cara tidak hanya melihat teksnya tetapi juga konteksnya. Jika dinyatakan bahwa Tuhan itu berwajah maka yang dimaksud bahwa Tuhan itu ada di mana-mana sesuai dengan kekuasaannya. Tuhan itu tidak menempati tempat tertentu, misalnya arasy, sebab tentu tidak ada tempat yang dapat menampung dzat Tuhan Yang Maha Agung. Jika ada tempat yang menjadi tempat Tuhan berarti ada yang lebih besar dari Tuhan. Jika Tuhan digambarkan memiliki tangan, maka tangan itu berari kekuasaan. Bukan tangan dalam gambaran manusia. Dipastikan bahwa Allah itu Maha Kuasa dengan kekuasaannya.

Kemudian juga ada kaum liberalis atau kelompok yang bebas untuk bertuhan atau tidak bertuhan.  Semau-maunya. Tentu kala bertuhan juga dengan alasannya dan jika tidak bertuhan juga dengan alasannya. Bisa menjadi theis atau atheis. Bisa juga menjadi agnostic. Orang yang ragu-ragu atas keberadaan Tuhan yang akhirnya justru berpeluang lebih besar untuk tidak meyakini keberadaan Tuhan. Dewasa ini orang yang semakin atheis semakin banyak. Di Eropa, misalnya Belanda, Swedia, Jerman, Perancis, Spanyol, Inggris dan lain-lain, maka orang  yang mempercayai keberadaan Tuhan kurang dari 30 persen. Sementara itu di Italia tinggal 50 persen. Beruntung di Indonesia masih 97 persen yang percaya Tuhan.

Meskipun manusia itu atheis atau tidak meyakini keberadaan Tuhan, namun jika mereka terkena musibah atau penderitaan, dalam banyak hal lalu percaya atas keberadaan Tuhan. Mereka akan menyebut “Oh my God”, atau “Ya Tuhan”, dan lain-lain. Di dalam dunia psikhologis digambarkn bahwa di kala orang sedang dalam mara bahaya, maka yang pertama disebut bukan keluarganya tetapi Tuhan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

BERDZIKIR DALAM ISLAM

BERDZIKIR DALAM ISLAM

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Di dalam Alqur’an sebagaimana pedoman utama dalam ajaran Islam ada banyak ungkapan yang menunjukkan tentang keutamaan dzikir. Di dalam konteks ini, dzikir diartikan sebagai upaya untuk membaca kalimat thayyibah sebagaimana diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW dan diteruskan oleh para ulama sebagai pewaris para Nabi. Ada banyak jenis ucapan di dalam kalimat thayyibah, misalnya la ilaha Illallah, Allahu Akbar, Subhanallah, Alhamdulillah, Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammad, Ya hayyu Ya Qayyum, Ya Lathif, Ya Jalal Ya Qahhar, Ya Rahman Ya Rahim dan sebagainya.

Dzikir secara bahasa berarti mengingat. Dari akar kata dzakara atau mengingat. Makanya berdzikir kepada Allah berarti mengingat akan keberadaan Allah. Berdzikir itu tidak sama dengan berpikir. Artinya bahwa jika berpikir menggunakan kemampuan otak atau akal atau rational intelligent, maka berdzikir itu ada kaitannya dengan perasaan, hati atau qalbun. Makanya sumber dzikir adalah hati. Kata mengingat itu sudah melampau proses kesadaran. Berdzikir itu memanggil kembali atas hal-hal yang pernah diketahui atau dipahami dan sudah bersemayam di dalam gudang inderawi atau sensory storage, lalu pada suatu saat dipanggil kembali.  Di dalam sensory storage itu  terdapat jutaan konsep atau kata atau relasi antar konsep, kata, fakta dan realitas yang saling terhubung secara sistemik.

Dari perluasan makna, maka kata tadzakkarun juga dimaknai mengambil pelajaran. Kata mengambil pelajaran memiliki keterkaitan dengan mengingat. Mengambil  pelajaran berarti atas sesuatu yang sudah dipahaminya atau diketahuinya. Dengan memahami dan mengetahui maka akan dapat mengambil pelajaran. Orang bisa mengambil pelajaran jika yang bersangkutan menyadari atas apa yang menjadi kesadarannya.

Di dalam surat An Nahl ayat 17 dijelaskan: ”afamay yakhluqu kamal la yakhliqu afala tadzakkarun”, yang artinya: “Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa), maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran.” Ayat ini sesungguhnya merupakan cara Allah untuk mengingatkan kepada kaum musyrik tentang perilaku mereka dalam menyembah berhala. Mereka yang menciptakan berhala dan kemudian disembahnya. Di sini Allah mengajarkan bahwa yang seharusnya disembah adalah Dzat yang Maha Pencipta, bukan benda-benda yang tidak dapat menciptakan apa-apa.

Dengan menggunakan logika, maka tidak mungkin manusia menyembah berhala yang diciptakannya. Mestinya berhala yang menyembah manusia yang menciptakannya. Jika diperdalam, maka manusia tidak jadi atau eksis dengan sendirinya, alam juga tidak terjadi dengan sendirinya, alam yang teratur dalam perjalanannya dipastikan ada Dzat yang Maha Kuasa untuk menciptakannya. Ada creator yang Maha Tahu dan Maha Kuasa untuk menciptakan keteraturan alam. Kecanggihan  penciptaan manusia dan kecanggihan dalam menjaga bagaimana agar alam berjalan sesuai dengan kodratnya merupakan obyek yang diciptakan oleh subyek yang hebat tak tertandingi. Tidak mungkin keteraturan terjadi dengan tiba-tiba tanpa ada yang menciptakannya. Ada kebenaran dari hipotesis tentang “The Supreme Being” atau “agen utama penciptaan alam” atau “ada akal sempurna sebagai pencipta alam semesta”.

Di dalam ayat di atas dijelaskan bahwa tidak sama antara yang dicipta dan mencipta.  Di dalam berbagai cerita tentang kenabian, maka dapat dipahami bahwa pada saat manusia berada di dalam masa yang jauh dari Nabi sebagai penyebar ajaran agama, maka manusia lalu membuat kreasi untuk menciptakan berhala-berhala yang disembahnya. Mereka menyatakan bahwa berhala adalah lambang atau symbol Tuhan. Mereka menyembah simbolnya dan bukan menyembah atas hakikat Tuhannya. Bagi mereka berhala adalah lambang Tuhan di dunia, sehingga mereka menyembahnya. Berhala dibuat oleh ahlinya, dan kemudian ditempatkan di suatu tempat yang dianggap sacral lalu disembahnya.

Fir’aun menciptakan patung dirinya untuk disembah oleh masyarakatnya. Fir’aun adalah Tuhan dan patungnya adalah simbolnya. Sama dengan Namrudz yang mengaku dirinya Tuhan, dan kemudian ahli patung diminta untuk membuat patungnya dan masyarakat dipaksa menyembahnya. Di dalam cerita tentang Nabi Ibrahim, maka ada patung besar dan patung-patung kecil, semua ditempatkan di tempat yang dianggap suci dan kemudian mereka melakukan upacara keagamaan di tempat tersebut. Kala patung yang kecil dirusak oleh Nabi  Ibrahim AS, maka Ibrahim AS menyatakan bahwa yang merusak patung kecil adalah patung yang besar, maka mereka beranggapan bahwa patung tidak dapat merusak lainnya. Jadi, sesungguhnya mereka paham dan mengerti bahwa patung tidak dapat melakukan apapun. Akan tetapi karena doktrin yang dipaksakan atas masyarakat maka mereka melakukannya.

Afala tadzakkarun sesungguhnya merupakan teguran Allah kepada manusia agar bisa memahami dan belajar atas berbagai realitas social yang ada di sekelilingnya. Ayat ini secara spesifik memberikan pemahaman kepada manusia agar bisa membedakan antara yang benar dan yang salah. Antara yang rasional dan tidak rasional. Antara yang haq dan bathil. Manusia dengan akal dan rasio yang dimilikinya selayaknya bisa membedakannya. Dari pembelajaran atas akal tersebut maka akhirnya dapat dijadikan sebagai pencerahan batin. Dari pencerahan pikiran ke pencerahan batin. Sebuah system yang diciptakan oleh Tuhan hanya untuk manusia dan bukan untuk makhluk lainnya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

BERPIKIR DALAM ALQUR’AN

BERPIKIR DALAM ALQUR’AN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Alqur’an sebagai teks suci memberikan gambaran tentang bagaimana pentingnya untuk membaca. Hal tersebut tercantum di dalam wahyu pertama yang diberikan Allah melalui Malaikat Jibril. Pada waktu Nabi Muhammad melakukan semedi atau kontemplasi di Gua Hira’ selama 40 hari, maka pada hari ke 40, Beliau didatangi Malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyu Allah SWT.

Di dalam keadaan ketakutan, Nabi Muhammad diminta untuk membaca, maka Nabi Muhammad menyatakan: “ma ana biqariin”, Muhammad menjawab: “saya tidak dapat membaca”. Lalu dituntun oleh Malaikat Jibril untuk mengikutinya, sebagaimana di dalam Alqur’an Surat Al Alaq, 1-5,  yaitu:  Iqra’ bismi rabbikal ladzi khalaq, khalaqal insana min ‘alaq, iqra’ warabbukal akramul ladzi ‘allama bil qalam. ‘allamal insana malam ya’lam”.  Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dan telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang Maha Mulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”.

Inilah yang menjadi wahyu pertama di dalam  Islam. Nabi Muhammad kemudian pulang ke rumah dalam keadaan menggigil.  Kala sampai di rumah, Nabi Muhammad minta diselimuti oleh istrinya, Khadijah. Nabi Muhammad menikah pada usia 25 tahun, sementara Khadijah usia 40 tahun. Nabi Muhammad memperoleh wahyu pertama pada usia 40 tahun. Nabi Muhammad memperoleh wahyu di kala usianya secara psikhologis dan fisiknya sudah matang. Usia dewasa secara psikhologis dan fisikal pada usia 40 tahun. Di dalam pepatah Bahasa Indonesia dinyatakan hidup dimulai usia 40 tahun.

Nabi Muhammad diselimuti oleh Istri tercintanya di rumahnya. Ada perasaan takut di dalam dirinya yang menyebabkan tubuhnya menggigil. Tetapi kemudian justru Malaikat Jibril datang lagi dan menyampaikan wahyu agar Nabi Muhammad bangun sebagaimana tercantum di dalam Surat Al Mudatstir, ayat 1-3 yang berbunyi: “Ya ayyuhal muddatsir, qum faandzir, wa rabbaka fakabbir”. Sekali lagi Khadijah menenangkan Muhammad dan memperkuat batinnya bahwa yang diterimanya dari Allah SWT.

Apa yang dialami Nabi Muhammad merupakan bukti kebenaran sebagaimana yang diceritakan oleh Waraqah, pendeta Nasrani, paman Khadijah, yang menyatakan bahwa tanda-tenda kenabian itu ada pada diri Muhammad. Ayat tersebut menegaskan agar Muhammad jangan takut, sebab apa yang disampaikan oleh Malaikat Jibril adalah kebenaran, wahyu yang datang dari Tuhan, Allah SWT. Melalui wahyu ini menegaskan bahwa Muhammad telah terpilih menjadi Nabi akhir zaman, Nabi penutup, khatamul ambiya, wal mursalin”.

Ayat pertama sebagai wahyu Tuhan tersebut yang mengindikasikan bahwa Islam adalah agama yang sangat menghargai ilmu pengetahuan. Agama yang mengedepankan rasio atau  pikiran dan juga mengedepankan rasa atau emosi dan spiritual. Islam tidak hanya kumpulan dogma yang harus diyakini dan ditaati, akan tetapi juga kumpulan pengetahuan yang rasional. Islam begitu menghargai orang yang berilmu. Orang yang memiliki kecerdasan rasional, kecerdasan emosional, kecerdasan social dan kecerdasan spiritual.

Betapa banyak ayat Alqur’an yang diakhiri dengan pernyataan: “afala ta’qilun atau afala tatafakkarun”. Di dalam Surat Albaqarah, ayat 44 dinyatakan: “mengapa kamu menyuruh orang lain untuk (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab Suci (Taurat), tidakkah kamu mengerti”. Di dalam Alqur’an terdapat sebanyak 13 ayat yang dinyatakan dengan afala ta’qilun. (NU Online, https://islam.nu.or.id diunduh 19/07/24). Ayat tersebut adalah Surat Albaqarah 44, Surat Albaqarah 76, Surat Al Imran 65, Aurat Al An’am 32, Surat Al A’raf 169, Surat Yunus 16, Surat Hud 51, Surat Yusuf 109, Surat Al Anbiya’ 10, Surat Al Ambiya’ 67, Surat Al Mu’minun 80, Surat Al Qashash 60, Surat Al Shaffat 138.

Di dalam teks afala ta’qilun memberikan gambaran dimensi pengertian atau pemahaman yang berbasis pada rasio. Mengerti berada di dalam konteks pemikiran. Yang menjadi sasaran ayat ini adalah dimensi rasio. Jika dikaitkan dengan ayat 44 dalam Surat Albaqarah, maka secara logical bahwa jika seseorang menyuruh melakukan kebaikan maka seharusnya yang bersangkutan sudah melakukan kebaikan. Akal orang lain akan menerimanya. Orang yang kelakuannya bejad lalu bercerita tentang kebaikan, maka orang dengan akal akan menolaknya.

Akal memiliki kekuatan untuk memilah dan memilih. Di dalam sensory storage manusia terdapat sejumlah pengalaman tentang kebaikan dan keburukan, tentang manfaat atau kerugian, tentang keletadanan dan ketidakteladanan, serta kecocokan ucapan dan perbuatan. Semua terekam di dalam gudang inderawi. Makanya, jika seseorang mendengarkan ungkapan dari seseorang, maka saraf-saraf di dalam gudang inderawi akan bekerja secara langsung tentang relevansi pernyataan dengan tindakan.

Akal merupakan karunia Allah yang luar biasa. Dengan akal, maka manusia berbeda dengan binatang dan ciptaan Tuhan lainnya. Dengan akal maka manusia dapat menciptakan sesuatu yang baru. Dengan akal manusia dapat membuat inovasi-inovasi yang unggul. Perkembangan zaman dari Era Revolusi Industri (ERI) pertama dengan ditemukannya listrik, ERI kedua dengan ditemukannya mesin uap, ERI ketiga ditemukannya computer dan ERI keempat dengan teknologi informasi merupakan kreasi manusia karena kecerdasan otak atau pemikirannya.

Melalui pemikiran,  manusia dapat menciptakan produk yang membahagiakan tetapi juga dapat  menghasilkan produk yang menyakitkan bahkan menghancurkan. Pikiran yang membahagiakan yang kita dorong maju dan yang menyakitkan atau menghancurkan kita nihilkan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

NABI YUNUS, WASHILAH IKAN  DAN DOA

NABI YUNUS, WASHILAH IKAN  DAN DOA

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Nabi Yunus AS dikenal sebagai bagian dari 25 Rasul yang diutus Allah untuk kaumnya. Secara berurutan, Nabi Yunus hadir pada masyarakatnya setelah kehadiran Nabi Ilyasa. Secara berurutan, nama-nama Nabi dan rasul tersebut adalah Nabi Adam AS, Nabi Idris AS, Nabi Nuh AS, Nabi Hud AS, Nabi Shaleh AS, Nabi Ibrahim AS, Nabi Luth AS, Nabi Ismail AS, Nabi Ishaq AS, Nabi Yakup AS, Nabi Yusuf AS, Nabi Ayyub AS, Nabi Syuaib AS, Nabi Musa AS, Nabi Harun AS, Nabi Zulkifli AS, Nabi Daud AS, Nabi Sulaiman AS, Nabi Ilyas AS, Nabi Ilyasa AS, Nabi Yunus AS, Nabi Zakariya AS, Nabi Yahya AS, Nabi Isa AS, dan Nabi Muhammad  SAW.

Jika dilakukan analisis kasar, Jarak antara Nabi Isa dan Nabi Muhammad adalah 500 tahun. , maka antara Nabi Muhammad dan Yunus diperkirakan 1200 tahun. Nabi Zulkifli kira-kira 1500 tahun. Nabi Zulkifli   ditugaskan oleh Allah pada kaum Amoria di Damaskus. Ada juga yang menyatakan bahwa Nabi Ibrahim lahir pada tahun 2295 SM. Nabi Ibrahim adalah  keturunan Sam bin Nuh.

Nabi Yunus AS dilahirkan pada tahun 820 SM. Beliau diperintahkan berdakwah pada masyarakat Ninawa di Palestina. Ia diutus untuk kaum Bani Israel. Di berbagai riwayat diceritakan bahwa Nabi Yunus AS merupakan seorang Nabi yang diutus kepada kaum Bani Israel yang telah jauh meninggalkan ajaran Nabi Musa AS, Nabi Dawud AS dan Nabi Sulaiman AS. Masyarakat Israel merupakan masyarakat yang dikaruniai kecerdasan yang hebat akan tetapi banyak digunakan untuk melakukan kesalahan, misalnya dengan mengingkari ajaran agama Nabi-Nabi sebelumnya. Ajaran di dalam shuhuf Nabi Ibrahim AS dan Nabi Musa AS telah ditinggalkannya dan mereka mengembangkan keyakinannya sendiri sesuai dengan tradisi kaum pagan dengan melakukan penyembahan kepada berhala atau arca yang dibikinnya sendiri dan kemudian disembahnya.

Nyaris seluruh nabi yang diturunkan oleh Allah SWT pada masyarakat yang  memiliki tindakan penyimpangan atas ajaran agama yang dibawa oleh Nabi sebelumnya. Nabi Yunus AS  harus mengembalikan keyakinan kepada agama semula sesuai dengan wahyu Allah. Bukannya mereka menerima ajaran agama sebagaimana dibawakan oleh Nabinya, akan tetapi justru menantang jika para Nabi itu benar, agar Tuhan  menurunkan adzab yang luar biasa. Nabi Nuh As, Nabi Luth AS dan nabi-nabi lainnya juga mengalami hal yang sama.

Nabi Yunus AS juga ditantang oleh kaumnya agar Tuhan menurunkan adzab. Dan Nabi Yunus AS  menyatakan bahwa dalam 30-40 hari yang akan datang Allah akan menurunkan adzab pada orang yang ingkar akan kebenaran Allah SWT. Akan tetapi sebelum adzab tersebut datang, Nabi Yunus AS sudah pergi karena tidak tahan akan kelakukan umatnya. Nabi Yunus AS  naik kapal yang sebenarnya sudah penuh penumpangnya. Kala terjadi badai dan kapal akan tenggelam, maka dilakukanlah undian siapa penumpang yang harus dibuang ke laut untuk menyelamatkan penumpang kapal. Dalam tiga kali undian, tetap saja yang terkena undian harus dibuang ke laut adalah Nabi Yunus AS. Maka dilemparkanlah Nabi Yunus AS  ke laut. Nabi Yunus AS akhirnya ditelah oleh ikan paus. Akan tetapi karena pertolongan Allah, maka Nabi Yunus AS bisa bertahan selama 40 hari di dalam perut ikan. Kala di perut ikan itulah Nabi Yunus AS  terus menerus mengumandangkan dzikir dan berdoa kepada Allah.

Nabi Yunus AS bersemadi di dalam perut ikan untuk membaca istighfar dan doa serta penyesalan yang luar biasa. Nabi Yunus AS merasa bersalah karena mengikuti hawa nafsunya untuk meninggalkan kaumnya. Kepergian dari umatnya bukan karena perintah Tuhan. Itulah yang disesalinya. Di dalam dunia kewalian, ada banyak wali yang melakukan semedi atau tapa brata untuk menghadirkan ilmu yang berbasis pada ainun bashirah, sehingga menghasilkan kedekatan yang luar biasa kepada Allah. Sunan Kalijaga bertapa selama tiga tahun dan Sunan Geseng juga bertapa dalam waktu tahunan. Keduanya menghasilkan ilmu yang tidak bisa dimiliki oleh orang lain.

Berkat kekuasaan Allah SWT dan juga permohonan para Malaikat, maka Allah mengampuninya. Nabi Yunus AS akhirnya dilemparkan ke daratan atau tepi laut di tanah yang gersang dan tidak ada tanaman apapun. Allah kemudian menurunkan tanaman yang bisa menjadi makanan Nabi Yunus AS. Berdasarkan riwayat disebut  makanan  seperti labu, yang bisa dimakan oleh manusia dan menyehatkan. Setelah sehat dan kuat, maka Nabi Yunus AS kembali ke kampung halamannya. Betapa senangnya bahwa umat yang dahulunya durhaka kepada Allah akhirnya sekarang sudah berbakti kepada Allah SW. Tampaknya, sesudah diturunkan adzab kepada penduduk Bani Israel, maka sebagian yang selamat akhirnya menjadi umat beragama yang meyakini keberadaan Allah dan ritual yang benar sesuai dengan ajaran Nabi-Nabi Allah.

Perhatikan betapa mendalamnya doa Nabi Yunus AS kala di dalam perut ikan Paus. Dalam keadaan semedi itulah tak terlepas mulut dan hatinya untuk menyebut asma Allah dan menyesali kekeliruannya. Doa tersebut adalah: “La ilaha illa Anta subhanaka inni kuntu minadh dhalimin”. Yang artinya secara general adalah: “Tidak ada Tuhan selain Engkau Ya Allah, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku menjadi orang dhalim”.

Sebuah lantunan doa yang luar biasa, penyesalan yang luar biasa, permohonan ampunan yang luar biasa, dan pengakuan atau perasaan  menjadi orang yang dhalim yang sangat mendalam. Dari lantunan kalimat ini selama 40 hari, dan dilakukan dengan penuh keikhlasan, kepasrahan dan tawakkal kepada Allah SWT, akhirnya Allah mengampuninya dan menyelamatkannya.

Peristiwa penyelamatan itu terjadi pada tanggal 10 Muharram. Oleh karena itu tanggal 10 Muharram menjadi tanggal istimewa bagi umat beragama, tidak hanya umat Islam tetapi juga umat Yahudi dan Nasrani. Tetapi Islam menjadikan tanggal 10 Muharram sebagai hari istimewa dengan melakukan upacara ritual puasa sebagaimana ang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Wallahu a’lam bi al shawab.