• October 2024
    M T W T F S S
    « Sep    
     123456
    78910111213
    14151617181920
    21222324252627
    28293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

ENERGI KA’BAH ENERGI DUNIA

ENERGI KA’BAH ENERGI DUNIA

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Meskipun tidak diikuti oleh jamaah yang membludak, akan tetapi Komunitas Ngaji Bahagia (KNB) adalah acara mengaji yang berkualitas. Baik yang memberikan pengajian maupun peserta pengajiannya adalah orang-orang yang sangat terpelajar dan yang paling penting pengajian ini dilakukan dalam two way traffic atau pengajian interaktif. Para peserta pengajian bisa bertanya kapan saja tidak menunggu jeda atau selesainya session mengajinya.

Pada hari Selasa, 01/10/2024,  yang memberikan pengajian adalah Ustadz Sahid Sumitro, seorang  trainer SDM yang mumpuni di dalam pengembangan SDM, baik pada perusahaan, birokrasi dan aktivis LSM. Dan yang menarik bahwa tema yang dibahas adalah tentang energi Ka’bah, yang ternyata bisa menjadi energi alam atau energi dunia. Energi Ka’bah dipancarkan ke seluruh dunia atas kehendak Allah. Energi Ka’bah bisa menyasar siapa saja yang memiliki gelombang yang sama dengan gelombang energi Ka’bah dimaksud.

Akhir-akhir ini semakin banyak yang di masa lalu dianggap sebagai mu’jizat yang hanya dilakukan oleh para Nabi sebagai utusan Allah dan sepertinya tidak masuk akal, akan tetapi temuan akhir-akhir ini memberikan indikasi bahwa apa yang di masa lalu dianggap sebagai mu’jizat yang tidak masuk akal  ternyata ditemukan pembenarannya secara ilmiah. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan, maka yang di masa lalu sebagai misteri sekarang bukan lagi misteri karena bisa ditemukan pembenarannya di dalam alam. Contohnya adalah tenggelamnya, Fir’aun di Laut, terbelahnya bulan di masa Kenabian Muhammad SAW, dan juga bukti tentang Ashabul Kahfi dan sebagainya.

Energi Ka’bah di masa lalu juga dianggap sebagai khayalan belaka. Energi Ka’bah bahkan diremehkan sebagai mengada-ada. Tidak masuk akal. Tetapi kala ditemukan mengenai energi khusus yang ternyata ada di dalam kehidupan dunia, maka  energi Ka’bah sungguh merupakan sesuatu yang nyata adanya. Ka’bah merupakan pusat energi yang didesain oleh Allah bagi seluruh umat manusia.

Semenjak ditemukan gelombang untuk memancarkan suara, seperti gelombang radio dan kemudian ditemukan gabungan suara dan gambar di televisi, maka gelombang di suatu wilayah akan dapat bertemu dengan gelombang dari wilayah lain, sehingga terjadilah kesamaan gelombang dan kemudian menghasilkan suara atau gambar atau keduanya.

Di masa lalu, orang hanya bisa menelpon melewati gelombang telepon, akan tetapi seirama dengan penemuan gelombang melalui sinyal hand phone, maka orang di mana saja akan bisa berkomunikasi. Selama ada signal dari gelombang yang dipancarkan melalui satelit, maka selama itu pula signal akan dapat dipertemukan, sehingga menghasilkan suara dan gambar atau keduanya sekaligus.

Begitu pulalah cara kerja di dalam energi Ka’bah. Energi Ka’bah dapat memancar melampaui tempat dan waktu, dan kemudian energi tersebut akan dapat bertemu dengan energi ibadah yang dilakukan oleh manusia. Ka’bah merupakan sumber energi positif, sehingga hanya akan bisa bertemu dengan energi positif. Dari sini kita bisa memahami mengapa kita harus bersuci kala membaca Kitab Suci Alqur’an. Sebagaimana kita ketahui bahwa Alqur’an yang tercetak adalah kumpulan wahyu Allah, sehingga diyakini mengandung unsur kesucian Tuhan. Jika kita akan memegang Alqur’an yang merupakan kumpulan wahyu Tuhan yang tercetak, maka akan menjadi lebih baik dalam keadaan suci. Yang suci hanya akan dapat bertemu dengan yang suci.

Di dunia ini ada dua energi, yaitu energi positif dan energi negative. Energi positif datang dari kekuatan positif, Nabi dan malaikat dan yang diridloi oleh Allah untuk memancarkan energi positif. Selain itu juga terdapat energi negative, yang datang dari iblis, dan makhluk yang menjadi sumber energi negative. Jika manusia adalah orang yang musyrik, kafir, munafik,  dan sebagainya. Oleh karena itu, manusia harus belajar mendekati energi positif agar mendapatkan kebaikan.

Ka’baitullah adalah satu kesatuan energi. Dari ka’bahlah energi positif untuk manusia dan alam akan tersebarkan. Jika ka’bah adalah energi positif yang terbuat dari bendawi atau fisikal, maka Nabi Muhammad SAW adalah energi positif yang bersifat kemanusiaan. Dua energi itu menyatu di dalam satu kesatuan untuk membangun energi positif bagi kehidupan duniawi dan kemanusiaan. Di dalam konteks arti yang luas, maka ummatan wahidatan adalah bermakna satu kesatuan energi, yang terpancar dari ka’bah dan menyatu dengan energi manusia yang terwujud dalam diri Nabi Muhammad SAW. Nabi sebagai teladan bisa saja dimaknai sebagai teladan dalam memancarkan energi positif bagi manusia.

Untuk menyambungkan energi positif dalam tubuh manusia, maka Allah menganjurkan agar umat Islam membaca shalawat. Bacaan shalawat: “Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala ali sayyidina Muhammad” merupakan sarana batiniah agar energi positif yang berada di dalam diri Muhammad SAW akan dapat terjaga dan dapat memancarkannya kepada umatnya. Orang yang membaca shalawat artinya adalah orang yang melestarikan energi positif Nabi Muhammad SAW. Allah memberikan otoritas bagi Nabi Muhammad SAW untuk memberikan syafaat kepada umatnya.

Energi positif ka’bah akan terus hadir, sementara energi positif Nabi Muhammad SAW juga akan terus hadir, maka makna shalat dan shalawat adalah poros bagi kontinuitas satu kesatuan umat yang dipastikan terjadi. Sekali lagi satu kesatuan dalam energi positif.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

BERDAKWAHLAH MESKI SATU TANDA KEBAIKAN

BERDAKWAHLAH MESKI SATU TANDA KEBAIKAN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sebagaimana biasanya, maka Hari Selasa adalah waktu ngaji Selasanan, yang diikuti oleh Jama’ah Komunitas Ngaji Bahagia (KNB) yang diselenggarakan di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency. Selasa, 24/09/2024, saya yang mengantarkan perbincangan tentang kehidupan keberagamaan kita, sebagai konsekuensi atas pemahaman kita atas ajaran Islam. Saya yang memberikan taushiyah setelah hari Selasa sebelumnya, Pak Sahid yang memberikan ceramah.

Saya menjadikan topik dakwah sebagai kewajiban kita sebagai umat Islam. Ketepatan yang dibaca oleh Imam Shalat Rawatib di Masjid Al Ihsan, Ustadz Syahwal al Hafidz, pada jamaah shalat Subuh,  adalah ayat yang berbunyi: “waltakum minkum ummatuy yad’una ilal Khairi wa ya’muruna bil ma’ruf wa yanhauna ‘anil munkar wa ulaika humul muflihun”. “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajian, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung”.

Dari ayat ini kemudian dimaknai bahwa dakwah itu adalah kewajiban kifayah atau kewajiban segolongan orang dan bukan semua orang. Jadi dakwah bukanlah kewajiban semua orang atau perorangan. Jika sudah ada yang melakukan dakwah maka lainnya tidak lagi memiliki kewajiban tersebut, namun jika tidak ada satupun yang melaksanakan dakwah maka semuanya bersalah atau berdosa. Sekali lagi berdakwah itu fardhu kifayah. Tidak mengikat kepada semua orang Islam.

Berdakwah itu mengajak kepada alkhairu atau kebaikan umum artinya bahwa yang didakwahkan adalah kebaikan yang bersifat “kebaikan” bagi semua. Pesan yang tertuang di dalam alkhairu adalah semua orang memahami sebagai kebaikan. Misalnya menolong orang, maka semua memiliki pemahaman yang sama tentang pemberian pertolongan dimaksud. Memberi makan bagi manusia, siapa saja, adalah kebaikan umum. Memberikan keadilan bagi siapa saja adalah kebaikan umum. Kebaikan yang dimensinya duniawi. Akan tetapi kita juga wajib berdakwah dalam konteks alma’ruf, kebaikan khusus, yang terkait dengan agama. Misalnya mendakwahkan tentang kebenaran Islam, mendakwahkan kebenaran Alqur’an, mendakwahkan kebenaran ajaran ritual di dalam Islam. Dakwah khusus tersebut dikaitkan dengan truth claimed atau klaim kebenaran akan ajaran Islam.

Kita juga diminta oleh Allah untuk melakukan nahi mungkar atau melarang dilakukannya tindakan kejahatan, kejelekan, keburukan dan sebagainya. Semua tindakan yang dapat merugikan diri dan masyarakat harus dilarang. Kemungkaran itu banyak sekali jenisnya. Bisa keburukan dalam perspektif agama, negara dan masyarakat. Agama melarang, negara melarang dan masyarakat juga melarang, misalnya berjudi.  Ketiganya merupakan satu kesatuan system. Jika masyarakat dan negara melarang maka agama juga melarangnya. Inilah yang disebut sebagai antara negara, masyarakat dan agama itu memiliki relasi yang symbiosis atau saling membutuhkan.

Lalu jika yang bisa berdakwah adalah orang yang memiliki pengetahuan dan kemampuan yang baik tentang Kitab Suci Alqur’an atau Al Hadits, lalu bagaimana umat Islam yang lain, yang hanya bisa mengamalkan ajaran Islam dan tidak memiliki sejumlah pengetahuan yang memadai tentang Islam, maka jawabannya adalah bahwa semua umat Islam memiliki kemampuan berdakwah dengan caranya dan sesuai dengan kemampuannya. Yang bisa berdakwah dengan hartanya, maka berdakwah dengan hartanya, yang bisa berdakwah dengan perilakunya maka berdakwahlah dengan perilakunya, yang bisa berdakwah dengan kebaikan maka berdakwah dengan kebaikannya, yang bisa bisa berdakwah dengan kekuasaan, maka bisa berdakwah dengan kekuasaannya.

Salah satu hadits yang sering dijadikan acuan adalah “Ballighu ‘anni walau ayatan” atau “sampaikan ajaran Islam walaupun satu ayat”. Ayat ini sering diterjemahkan dalam pemahaman ayat Alqur’an atau hadits. Jadi artinya dakwah itu menyampaikan ayat Alqur’an atau hadits. Pemahaman seperti ini tentu mereduksi atas makna ayat yang general yang memiliki cakupan sangat luas. Makanya kata ayatan ini saya coba memahaminya bermakna “walaupun satu tanda kebenaran atau kebaikan”.

Ayat dengan demikian dimaknai sebagai tanda, baik yang bercorak kauniyah maupun qauliyah. Bagi yang bisa berdakwah dengan ayat-ayat qauliyah, maka diminta untuk berdakwah dengan ayat-ayat qauliyah yaitu Alqur’an dan hadits. Tetapi bagi yang bisanya berdakwah dengan cara lain, melalui ayat-ayat kauniyah, tanda-tanda alam, tanda-tanda kemanusiaan dan tanda-tanda yang observable atau dapat dipahami dari pancaindera, maka dakwah tentu bisa menggunakan hal seperti itu.

Orang bisa membaca tanda-tanda kebaikan pada diri seseorang. Misalnya orang yang selalu berpuasa Sunnah Senin dan Kamis, lalu melihatnya bahwa orang tersebut memiliki kesabaran dan rasa syukur atas semua yang didapatkannya. Maka secara empirik, orang akan dapat menarik kesimpulan bahwa hal itu disebabkan oleh perilaku keberagamaannya. Hal ini dapat diperkuat dengan pembicaraan antara pelaku dengan pelaku. Jika memang benar bahwa puasa itu yang menyebabkannya, maka itulah dakwah dalam bentuk percontohan. Tidak perlu dalil dari Alqur’an dengan hadits, tetapi perilaku itulah yang didakwahkannya. Ada banyak contoh lain yang bisa ditampilkan.

Jika kita memahami bahwa makna ballighu ‘anni walau ayatan seperti ini, maka siapapun umat Islam akan bisa melakukan dakwah, baik yang diniatkan maupun tidak diniatkan secara langsung. Jadi tanpa disadari bahwa perilaku yang tampil di permukaan tersebut dapat menjadi media dakwah yang luar biasa.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

PARA PECINTA RASUL DALAM   MULUDAN DI DESA KUTOGIRANG

PARA PECINTA RASUL DALAM   MULUDAN DI DESA KUTOGIRANG

Prof. Dr. Nur Syam, MSi.

Jika ada yang  bertanya, manakah masyarakat kita yang sangat mencintai Rasulullah Muhammad SAW, maka jawabannya adalah masyarakat pedesaan. Mereka mengekspresikan rasa cintanya tersebut melalui  ritual muludan yang diselenggarakan di Masjid atau Mushalla. Acara ini diikuti oleh masyarakat desa atau para jamaah shalat maghrib. Acara memang diselenggarakan ba’da maghrib sampai menjelang shalat Isya’. Tokoh-tokoh  Islam dan masyarakat berkumpul untuk bersama-sama membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW.

Setiap warga masing-masing rumah membawa makanan untuk dikendurikan di Masjid. Ada yang membawa buah, ada yang membawa jajan pasar, ada yang membawa nasi uduk dan ada juga yang membawa roti dan minuman. Di masa lalu, yang dibawa masyarakat ke masjid adalah nasi uduk. Makanan khusus yang dihidangkan di dalam acara Muludan adalah nasi uduk.

Nasi uduk adalah nasi yang terdiri dari beras ditambah dengan santan sehingga rasanya menjadi khas. Gurih. Di Malaysia disebut sebagai nasi lemak. Bagi sebagian masyarakat Islam, untuk memasak nasi uduk harus orang yang sudah terbebas dari haidh. Di pedesaan disebut  wong wis luwas. Orang yang sudah tidak haidl diyakini sebagai orang yang sudah terbebas dari kotoran fisik atau badan  atau suci badannya.

Memang untuk upacara ritual muludan tidak dilakukan dengan cara yang hura-hura, maksudnya dengan acara besar-besaran sebagaimana orang kota, misalnya dengan mengundang penceramah hebat dari luar daerah atau da’i televisi, akan tetapi cukup dengan selamatan atau kundangan biasa saja. Mereka datang ke masjid lalu dilakukan acara membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Acara yang dikemas dengan sangat sederhana. Yang penting meramaikan ritual muludan. Ada kue, buahan-buahan dan makanan khas pedesaan, seperti nasi uduk atau nasi kuning dan secukupnya. Satu keluarga membawa satu baki dan kemudian dimakan bersama-sama. Jika ada kelebihannya baru dibawa pulang.

Susunan acaranya juga sederhana. Pada acara Muludan di Masjid Raudhatul Jannah, di desa Kutogirang, Ngoro, Mojokerto, maka cukup diberi kata pengantar oleh Mas Andik, lalu saya yang bertepatan mengikuti acara muludan diberi kesempatan untuk memberikan sekedar taushiyah, dan kemudian dilanjutkan dengan membaca shalawat Nabi Muhammad SAW. Yang penting ada mahalul qiyam, karena ini adalah bagian penting dari acara Muludan dimaksud.

Diyakini jika orang melakukan kegiatan berdiri dalam membaca shalawat dalam acara kebersamaan, maka kanjeng Nabi Muhammad SAW hadir. Bukan hadir secara fisikal dan rohaniyah akan tetapi hadir syafaat yang dimilikinya. Di dalam masyarakat pedesaan diyakini bahwa Nabi Muhammad SAW dapat memberikan syafaat pada  siapa saja yang mendawamkan membaca shalawat.

Di dalam taushiyah yang yang saya sampaikan, maka ada tiga hal penting, yaitu: pertama,  rasa syukur kepada Allah SWT yang sudah menjadikan kita semua sebagai pemeluk Islam. Berkat orang tua kita, maka kita menjadi umat Islam. Islam menjadi agama yang paling benar karena factor keluarga kita. Ada orang yang belajar tentang agama Islam tetapi tidak menemukan kebenaran Islam. Sedangkan kita bisa menjadi umat Islam karena agama Islam itu sudah dipeluk oleh orang tua kita, tetangga kita dan keluarga kita. Kita mendapatkan hidayah dari Allah menjadi umat Islam.

Kedua,  syukur kita juga terkait dengan kemampuan kita untuk melaksanakan peringatan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW. Kita telah menjadi umat Nabi Muhammad SAW. Kita bisa menjadi umat yang berbakti kepada Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah SWT. Nabi Muhammad SAW adalah Nabiyullah terakhir yang tugas kenabiannya adalah untuk menyempurnakan agama-agama sebelumnya. Agama Islam diturunkan untuk memberikan penjelasan kepada umat manusia atas agama sebelumnya. Islam merupakan agama yang mendapatkan kerelaan atau keridlaan dari Allah SWT. Nabi menyatakan bahwa Islam adalah agama yang diridhai oleh Allah, waradhitu lakumul  islama dina. Nabi Muhammad SAW dinyatakan sebagai Nabi penutup atau  la nabiyya ba’dahu.

Dengan melakukan peringatan atas kelahiran Nabi tentu menggambarkan akan kecintaan kita kepada Nabi Muhammad SAW. Peringatan maulid yang kita rayakan secara sederhana ini tetap menggambarkan betapa besarnya rasa cinta itu. Kita semua meyakini dengan haqqul  yaqin bahwa  dengan mencintai Rasulullah dipastikan kita bisa mendapatkan syafaatnya kelak fi yaumil qiyamah.

Ketiga,  untuk mencintai Rasulullah, maka salah satu di antaranya adalah dengan membaca shalawat. Yang membaca shalawat tidak hanya manusia tetapi juga Allah SWT dan para malaikat. Di dalam Alqur’an dinyatakan: innallaha wa malaikatahu yushallina ‘alan Nabiyyi ya ayyuhal ladzina amanu shallu ‘alaihi wasallimu taslima”. Sesungguhnya Allah dan malaikatnya bershalawat kepada Nabi Muhammad, wahai orang-orang yang beriman bershalawatlah kepada-Nya”.

Barang siapa yang selalu membaca shalawat, maka akan diberikan pahala yang sangat besar. Jika kita bershalawat sekali maka diberi pahala lipat 10, jika kita shalawat 10 kali diganjar dengan pahala 100 kali dan jika kita membaca shalawat 100 akan diganjar 1000 kali. Hal ini memberikan pemahaman bahwa membaca shalawat itu luar biasa pahalanya. Sebagaimana kita ketahui bahwa Nabi Muhammad SAW adalah teladan sempurna. Insan kamil mutlak. Nabi  Muhammad SAW adalah manusia seperti kita, akan tetapi sikap dan tindakannya tidak seperti kita. Rasulullah itu manusia yang segala sesuatunya di dalam wahyu Allah. Wa ma yantiqu ‘anil haw aini huwa illa wahyuy yuha”. “Dan tidak berucap (tentang Alqur’an dan penjelasannya) berdasarkan hawa nafsu (nya), tidak lain (Alqur’an) itu adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (Surat An Najm, ayat 3-4).

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW bukanlah menurut hawa nafsunya akan tetapi yang disampaikan semata-mata wahyu Allah. Oleh karena itu, sudah sepantasnya bahwa setelah kita meyakini kehadiran Nabi Muhammad SAW sebagai rasul terakhir dan meyakini apa yang disampaikannya merupakan kebenaran, maka menjadi penting bagi kita untuk mendapatkan syafaatnya. Dan salah satu cara untuk mendapatkan syafaat adalah melalui kelaziman membaca shalawat.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

 

CARA SEDERHANA MENCINTAI RASUL

CARA SEDERHANA MENCINTAI RASUL

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Pada hari Selasa,  17 September 2024, jama’ah Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency yang tergabung dalam Komunitas Ngaji Bahagia (KNB) mendapat asupan bergizi secara spiritual dalam ngaji Bahagia yang pencerahnya adalah Ustadz Sahid, trainer Sumber Daya Manusia (SDM) di berbagai tempat. Di birokrasi, perusahaan maupun Organisasi Non Pemerintah (ORNOP).

Tema yang disampaikan tentang Maulid Nabi Muhammad SAW tetapi perspektif lain, yaitu bagaimana cara-cara sederhana mencintai Nabi Muhammad SAW. Tema ini lebih banyak dikaitkan dengan dimensi religious mengenai cara mencintai Rasulullah Muhammad SAW. Hal-hal yang sederhana sebagai penanda atas kecintaan kita kepada Nabiyullah Muhammad SAW. Mungkin kita lebih konsentrasi pada meniru Nabi Muhammad SAW dalam hal-hal yang besar, tetapi ternyata yang kecil-kecil dan sederhana tetapi sangat mendasar kita melupakannya.

Ada tiga hal yang disampaikan oleh Pak Sahid, yaitu: pertama, bersyukur kepada Allah SWT karena kita bisa menjadi umat Islam, yang hingga hari ini masih sangat setia kepada Allah SWT dan juga mencintai Nabi Muhammad SAW. Rasa cinta tersebut dihadirkan dengan banyaknya masyarakat lewat masjid menyelenggarakan acara Mauludan dengan tujuan untuk mencintai Nabi Muhammad SAW. Di antara bukti mencintai Rasul adalah dengan menggelar peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Sungguh Bahagia kita hari ini, karena Allah masih memberikan kita nyawa. Dengan nyawa yang masih menempel di badan, maka kita masih bisa bertaubat atas kekhilafan kita di masa lalu dan juga menambah ibadah di masa yang akan datang. Selain itu pada sisa usia kita juga dikaruniai semakin religious dengan bukti adanya ngaji rutin, tahsinan Alqur’an dan merutinkan bacaan Alqur’an dan shalat berjamaah.

Kedua, mencintai Nabi Muhammad SAW itu dengan hal-hal yang kelihatannya sepele. Kita ini mencontoh Nabi Muhammad SAW dalam kehidupan sehari-hari. Bukankah Nabi Muhammad SAW itu teladan bagi kita. Sebagaimana dijelaskan di dalam Alqur’an: “laqad kana lakum fi rasulillahi uswatun hasanah. Sesungguhnya di dalam diri Rasulullah itu teladan kebaikan”. Semua kebaikan Rasul itu merupakan teladan bagi kita.

Coba kita perhatikan diri, apakah kita sudah mencontoh Rasulullah dalam doa-doa sehari-hari. Misalnya mau makan, kita berdoa sebagaimana doa Rasulullah. Selesai makan apakah kita berdoa seperti Rasulullah. Apakah kalau mau masuk toilet kita berdoa kepada Allah dan demikian juga kala keluar. Apakah kita mendahulukan kaki kiri untuk masuk toilet dan keluar dengan kaki kanan. Apakah kalau mau tidur kita juga berdoa kepada Allah dan jika bangun tidur juga berdoa kepada Allah SWT. Kalau kita mau memakai baju atau celana atau sepatu dimulai dengan kaki atau tangan kanan, dan melepasnya dengan kaki atau tangan kiri.

Inilah contoh kita mencintai Rasulullah Muhammad SAW. Jika Rasulullah mengutamakan shalat jamaah, apakah kita juga melakukannya. Terutama shalat Shubuh seperti ini. Sangat luar biasa. Dan yang bisa melakukannya tidak banyak. Kita tentu bersyukur sebab kita dikaruniai usia yang Panjang dan bisa melakukan shalat jamaah. Masyaallah ini merupakan nikmat Allah SWT yang tiada tiaranya. Semoga kita semua mendapatkan rahmat Allah SWT agar kita dapat memasuki surganya.

Ketiga, ada yang juga sangat hebat di dalam mencintai Rasulullah yaitu dengan membaca shalawat kepada-Nya. Sesungguhnya Allah SWT dan para Malaikat bershalawat atau mengucapkan salam kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW. Di dalam Alqur’an dinyatakan: innallaha wa malaikatahu yushalluna ‘alan Nabiyyi ya ayyuhal ladzina amanu shallu ‘alaihi wasallimu taslima”. Sesungguhnya Allah dan malaikatnya bershalawat kepada Nabi Muhammad, wahai orang-orang yang beriman bershalawatlah kepada-Nya”.

Jika Allah SWT Tuhan seru sekalian alam dan para Malaikat yang patuh kepada Allah SWT membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, bagaimana kita yang hambanya Allah lalu tidak mengikuti petunjuk dan pedoman yang sudah diberikan oleh Allah SWT.

Jadi alangkah indahnya jika kita semua dapat mengikuti apa yang dicontohkan oleh Allah dan para malaikat tersebut. Allah memerintahkan kepada kita, bukan perintah wajib tetapi sunnah muakkad, agar kita selalu membaca shalawat. Prinsipnya tiada hari tanpa bacaan shalawat. Perkara banyaknya tergantung kepada kemampuan, tetapi lazimkan memnaca shalawat. Allah sangat mencintai orang yang beribadah dengan sitiqamah.

Rasulullah diberi kekuasaan oleh Allah untuk memberikan syafaat pada hari kiamat. Dan salah satu kata kunci untuk membuka kran syafaat itu adalah bacaan shalawat. Artinya, semakin rutin membaca shalawat maka akan semakin besar peluang kita untuk mendapatkan syafaat agung dari Nabi Agung Muhammad SAW.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

HINDARI KESOMBONGAN

HINDARI KESOMBONGAN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Tiada yang lebih indah dan membahagiakan di usia yang tidak lagi bisa disebut muda, kecuali  secara bersama-sama dalam usia yang dewasa lalu kita dapat  memperbaiki bacaan Alqur’an atau tahsinan Alqur’an dan juga sedikit memahami terjamah Alqur’an sesuai dengan ayat di dalam Surat yang dibaca. Kami adalah komunitas Ngaji Bahagia (KNB) di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency yang nyaris setiap pagi belajar membaca Alqur’an secara benar.

Pada hari Rabo, 11/09/2024, Jamaah KNB terlibat di dalam tahsinan: Pak Mulyanta, Pak Hardi, Pak Suryanto, Pak Rusmin, Pak Budi, saya dan Ustadz Alief Rifqi, Al Hafidz, dan beberapa orang lainnya berhalangan hadir. Kita belajar Alqur’an dan telah sampai pada Surat Alqiyamah, ayat 33-35.

Ayat ini membahas tentang kesombongan dan perintah dengan tegas agar kita jangan melakukannya. Bunyi ayat tersebut adalah: “tsumma dzahaba ila ahlihi yatamattha. Aula laka fa aula. Tsumma aula laka fa aula”. Yang artinya: “Kemudian dia pergi kepada keluarganya dengan kesombongan. Celakalah kamu maka celakalah. Sekali lagi celakalah kamu (manusia), maka celakalah”. Ayat ini menggambarkan betapa Allah SWT memberi peringatan yang sedemikian kerasnya kepada manusia agar jangan sombong, karena kesombongan akan membawa kepada kecelakaan, terutama kecelakaan di alam akherat.

Sombong adalah penyakit hati yang sering tanpa kita sadari. Sebuah penyakit yang menghinggapi hati manusia bahwa ada kelebihan di dalam dirinya, atau ada kelebihan pada dirinya yang tidak dimiliki oleh orang lain. Ada di dalam diri kita penyakit sombong dan hal itu merupakan bagian tidak terpisahkan dari “perasaan” bahwa kita memiliki kelebihan dibandingkan dengan orang lain.

Kelebihan tersebut bisa kelebihan akan ilmu yang kita miliki. Kita merasa bahwa kita memiliki ilmu yang melebihi orang lain. Ilmu kita lebih hebat dibandingkan dengan orang lain. Ilmu kita lebih banyak dan konprehensif dibandingkan dengan orang lain. Kita serba lebih. Makanya kita lalu menganggap orang lain dipastikan kalah dengan kita. Contoh yang sederhana misalnya dengan kemampuan berbahasa yang lebih banyak maka kita dapat menyombongkan diri bahwa kita yang paling hebat. Orang lain berada di bawah kita. Bahkan kita bisa  menghina orang lain karena kelebihan yang kita miliki tersebut. Ini merupakan kesombongan iblisiyah. Iblis merasa lebih tahu dan lebih baik, maka Iblis menentang Tuhan kala akan menjadikan Adam sebagai khalifahnya.

Kelebihan lainnya misalnya terkait dengan kekayaan atau harta. Kita merasa bahwa kitalah yang paling kaya. Kita merasa  memiliki kelebihan harta dibandingkan dengan orang lain. Harta yang kita miliki itu lebih banyak dan lebih besar dibandingkan orang lain. Dengan harta yang kita miliki maka semua yang kita inginkan akan dapat dicapai. Dengan kelebihan harta itu lalu kita menganggap rendah orang lain bahkan menghina orang lain. Penyakit ini bisa dikaitkan dengan Qarun, seorang kapitalis di zaman baheula. Ini merupakan kesombongan qaruniyah. Kekayaannya itu luar biasa banyaknya, sehingga dia bisa melakukan apa saja. Dia menyombongkan diri dengan kelebihan hartanya tersebut. Pada akhirnya dia mati di dalam gempa bumi yang menenggelamkan diri dan hartanya. Ternyata harta tidak dapat menyelamatkannya.

Kelebihan berikutnya adalah jabatan. Jabatan ada kaitannya dengan kekuasaan. Dengan jabatannya itu dapat membuat kesombongan karena  dia merasa memiliki kekuasaan yang dapat menentukan apa saja. Kekuasaan sering membuat orang terlena. Merasa bahwa kekuasaan tersebut akan selamanya dimilikinya. Dengan kekuasaan yang menjadi efek jabatan tersebut maka orang bisa melakukan apa saja. Bisa semena-mena atas lainnya. Bisa meminggirkan orang lain. Bahkan juga bisa membikin aturan untuk melestarikan kekuasaannya. Bisa melestarikan kekuasaan untuk keluarganya. Penyakit hati seperti ini bisa dikaitkan dengan prilaku Fir’aun atau prilaku Namrud. Hal ini bisa disebut kesombongan fir’auniyah atau kesombongan Namrudiyah. Sedemikian besar kekuasannya sampai-sampai dia merasa sebagai Tuhan. Kehidupannya  berakhir tragis di kala jabatan dan kekuasaannya tidak dapat menyelamatkannya.

Allah sampai dua kali mengulang kata “celakalah bagi orang yang sombong”. Itu berarti betapa pentingnya larangan Allah untuk melakukan kesombongan. Jangan sombong. Jangan sombong. Begitulah Allah mengingatkan kepada manusia akan adanya penyakit hati di dalam diri manusia dimaksud. Allah juga menyatakan agar kita tidak berjalan di muka bumi dengan kesombongan. Wa la tamsyi fil ardhi maraha”. Allah melarang agar manusia tidak berjalan di muka bumi dengan kesombongan. Meskipun manusia memiliki kelebihan di dalam ilmu, kekayaan dan kekuasaan.

Di atas langit ada langit. Di atas kemampuan kita ada kemampuan orang lain. Makanya janganlah menjadi manusia yang merasa paling pintar sendiri, paling kaya sendiri, paling berkuasa sendiri. Di atas kepintaran, kekayaan dan kekuasaan kita ada kekuasaan orang lain yang lebih tinggi. Yang boleh sombong hanya Allah saja, sebab Allah itu Maha Kuasa, Maha Perkasa, Maha Kaya tetapi juga Maha Rahman dan Rahim.

Manusia itu diciptakan untuk saling memperkuat satu dengan lainnya. Ada yang ahli bahasa, ada yang ahli matematika. Ada yang ahli ilmu social tetapi juga ada yang ahli antropologi. Ada yang ahli ekonomi dan ada yang ahli agama. Oleh karena itu, selayaknya manusia harus menghargai kelebihan yang lain, dan jangan menganggap dirinya yang paling segalanya.

Adakah di antara kita yang seperti itu? Marilah kita muhasabah atas diri kita agar kita bisa selamat menuju ke surganya Allah yang penuh dengan kenikmatan.

Wallahu a’lam bi al shawab.