• April 2025
    M T W T F S S
    « Mar    
     123456
    78910111213
    14151617181920
    21222324252627
    282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MEMPOSISIKAN PUASA RAMADLAN

MEMPOSISIKAN PUASA RAMADLAN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Kali ini saya akan mengulas ceramah agama yang disampaikan oleh Ustadz Firdaus Ramadlan, SHI, Al Hafidz, pada acara Kuliah Tujuh Menit atau kultum yang diselenggarakan di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya, Sabtu, 22/03/2025. Acara kultum dilaksanakan bada shalat Isya’ dalam rangkaian shalat jamaah tarawih, yang diikuti oleh jamaah lelaki dan perempuan di masjid tersebut. Ustadz Firdus membahas tentang Kategori umat Islam yang berpuasa.

Ada tiga hal yang disampaikannya, yaitu: pertama, harapan akan semakin membaiknya amal ibadah kita di saat berpuasa dan setelah berpuasa. Yang menjadi harapan umat Islam adalah agar puasanya akan dapat mengantarkannya memperoleh derajat taqwa di hadapan Allah SWT. Puasa merupakan instrument untuk mawas diri atau ihtisaban. Sebuah Upaya untuk memonitor atas amalan ibadah kita sebelumnya. Jika amalan kita belumlah baik atau lebih baik, maka saatnya untuk memperbaikinya. Inilah makna “man shoma ramadlona imanan wahtisaban”. Orang berpuasa bukan untuk mencegah makan dan minum serta relasi seksual di siang hari, akan tetapi untuk mencegah hawa nafsu dalam melakukan perbuatan yang tercela. Kita berharap semoga puasa kita tahun ini, 1446 H, akan menjadi momentum dalam rangka untuk memperbaiki diri dalam beribadah kepada Allah dan juga memperbaiki diri dalam relasi dengan sesama umat manusia. Antara individu dengan individu, atau antara individu dengan keluarga, dengan komunitas dan dengan masyarakat.

Kedua, berdasarkan pendapat Imam Ghazali di dalam Ihya’ ulumiddin, bahwa kategori orang berpuasa itu dibagi menjadi tiga kategori. Ada yang disebut puasa orang awam. Yaitu puasa pada level terendah sebab puasa ini hanya untuk kepentingan mencegah nafsu fisikal saja. Puasa dijadikan sebagai sarana untuk mencegah makan dan minum, serta relasi seksual pada siang hari, sementara itu amalan lainnya belum diupayakan untuk dilakukan secara optimal. Memang sudah berpuasa, akan tetapi puasa yang sangat minimalis. Puasa badannya saja atau jasmaninya saja. Fisik yang biasanya makan dan minum pada siang hari lalu diubah menjadi malam hari. Tidak kurang tidak lebih. Tetapi aspek lainnya tidak diupayakan untuk dipuasakan. Misalnya ucapannya, telinganya, matanya dan alat inderawi lainnya. Semuanya masih berjalan apa adanya. Orang yang masih puasa dengan seperti ini disebut sebagai puasa orang awam. Perkara pahala, Allah sendiri yang akan memberikannya atau menentukannya.

Kemudian ada puasa orang yang khusus atau puasa orang yang khawash. Orang yang berpuasa melampaui orang awam dan sudah menambahkannya dengan mempuasakan alat pengindraan lainnya. Mata, telinga, mulut, tangan dan kakinya serta segenap perasaannya. Semua sudah dipuasakan. Ini sudah kategori orang yang berpuasa dengan kemajuan. Puasa orang yang khawash atau puasanya orang yang khusus. Tidak hanya kewajiban puasa dengan tidak makan dan minum akan tetapi sudah berpuasa dengan segenap jiwa dan raganya. Fisiknya puasa dan batinnya juga puasa. Maka dilakukanlah upaya untuk menyenangkan Allah dengan membaca Alqur’an, membaca wirid, membaca doa dan sebagainya. Puasa dengan segenap kasih sayang juga kepada sesama manusia artinya dengan mengeluarkan sedekah dan infaq. Puasa yang seperti ini merupakan puasa dengan kategori yang baik dan merupakan puasa hanya pada orang-orang khusus saja.

Lalu juga ada puasa yang berkategori khawash lil khawash atau puasa khusus yang khusus. Puasa yang dilakukan oleh orang yang sudah memiliki kedekatan dengan Allah. Orang yang sudah memasuki alam taqarrub ilallah. Orang yang raga, nafsu dan rohnya sudah sedemikian dekatnya dengan Allah. Orang yang sudah memiliki ainun basyirah. Mata batinnya sudah terbuka hijabnya dengan Allah. Bukan melihat Allah dengan fisikalnya akan tetapi merasakan kehadiran Allah di dalam batinnya. Orang yang sudah mengalami perasaan dalam berdekatan dengan Allah. Tidak ada di dalam batinnya atau hatinya kecuali Allah. Keluar masuknya nafas dengan ucapan Allah Allah. Yang bisa melakukan puasa seperti ini adalah para sahabat Nabi, tabiin dan tabiit tabiin, para ulama dan waliyullah, para ahli tasawuf yang sudah masuk dalam dunia batin hanya karena Allah.

Tulisan ini bukan dimaksudkan untuk menjustifikasi puasa orang per orang, akan tetapi hanya sebagai peringatan untuk diri kita masing-masing bahwa ada indicator umum yang bisa dijadikan sebagai ukuran untuk mengevaluasi puasa kita sendiri. Puasa merupakan urusan pribadi manusia dengan Allah, sehingga tidak layak rasanya kita menjustifikasinya. Biarkanlah diri masing-masing yang akan mengevaluasinya.

Sekurang-kurangnya dengan memahami ukuran generalnya ini, maka kita akan dapat mengukur kesungguhan puasa kita, apakah masuk dalam kategori pertama, kedua atau ketiga.

Saya berkeyakinan bahwa dengan apapun puasa kita, maka Allah yang berhak untuk memberi ataupun tidak memberi pahala. Tetapi yakinlah bahwa Allah itu maha pemberi Rahmat sehingga semua orang yang telah beribadah kepadanya tentu akan berpotensi untuk mendapatkan rahmatnya.

Kita telah melakukan puasa dan semoga kita juga menjadi bagian dari orang yang mendapatkan ampunannya dan rahmatnya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

I’TIKAF BAGI UMAT ISLAM

I’TIKAF BAGI UMAT ISLAM

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Saya akan memberikan ulasan atas ceramah agama yang dilakukan oleh Ustadz M. Toha Mahsun, SS, yang memberikan taushiyahnya di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya dalam paket acara Kuliah Tujuh Menit atau Kultum yang diikuti oleh jamaah shalat tarawih, pada Senin, 17/03/2025.

Ustadz Toha, memberikan materi yang sangat penting dalam kaitannya dengan bulan Ramadlan, yaitu penjelasan tentang I’tikaf, yang banyak dilakukan oleh umat Islam terutama pada bulan Ramadlan. Penjelasan ini sangat penting dalam kaitannya untuk menjaga agar sunnah Ramadlan dapat dilaksanakan secara lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Ustadz Toha menjelaskan tiga hal, yaitu: pertama, bulan ramadlan merupakan lahan yang sangat penting di dalam mengamalkan ajaran Islam secara kaffah, terutama dalam beribadah kepada Allah. Bulan ini diyakini  sebagai bulan suci, sehingga banyak orang Islam yang berkeinginan untuk menjumpainya. Doa kita adalah “Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan pertemukan kami dengan bulan Ramadlan”. Alhamdulillah kita dapat menjumpai bulan Ramadlan, sehingga kita dapat  melaksanakan puasa dengan sempurna dan juga mengamalkan berbagai macam kesunahan yang terkait dengan bulan puasa. Doa kita selanjutnya, adalah agar bisa dipertemukan dengan bulan Ramadlan tahun berikutnya.

Bulan puasa merupakan bulan yang sangat Istimewa, sebab Allah SWT memberikan pelipatgandaan pahala kepada umat Islam yang melakukan ibadah lebih dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Jika pada bulan lainnya hanya diberikan pahala paling banter sebanyak 10 kali lipat, misalnya membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, akan tetapi pada bulan Ramadlan dilipatgandakan menjadi 700 kali lipat. Makanya, pada bulan Ramadlan mari kita tingkatkan amal ibadah kita. Jika pada bulan lainnya, kita tidak membaca Qur’an, maka pada bulan Ramadlan minimal satu juz sehari. Belum pahala shalat sunnah, dzikir atau wirid dan sedekah.

Kedua, bulan Ramadlan merupakan bulan diturunkannya Alqur’an. Kitab suci umat Islam. Kitab yang dijadikan sebagai sumber hukum Islam, dijadikan sebagai pedoman di dalam melakukan semua tindakan manusia. Alqur’an merupakan Kitab Suci terakhir yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad yang sebelumnya sudah diturunkan Kitab Zabur, Taurat dan Injil. Dengan demikian kitab Suci Alqur’an merupakan Kitab yang paling sempurna. Kitab yang menjadi panduan bagi kehidupan seluruh umat manusia.

Kitab Suci Alqur’an diturunkan pada Bulan Ramadlan. Mengenai tanggalnya  memang terjadi perdebatan di antara para ulama. Ada yang menyatakan tanggal 17 Ramadlan tetapi juga ada yang menyatakan pada tanggal-tanggal bulan ramadlan. 10 hari terakhir  bulan Ramadlan. Yang kita yakini adalah Alqur’an menjadi Kitab Suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan dijadikan sebagai kitab suci terakhir. Oleh karena itu marilah kita galakkan untuk membaca Alqur’an semoga kita dapat menjadi sahabatnya Alqur’an.

Ketiga, yang Istimewa di dalam Bulan Ramadlan adalah diturunkannya malam lailatul qadar. Suatu malam yang lebih baik dari 1000 bulan. Lailatul Qodri khoirum min alfi syahrin. Jadi sesiapapun yang beribadah pada malam yang Allah menurunkan malam lailatul qadar, maka perbuatan baiknya tersebut akan  lebih baik dibandingkan 1000 bulan. Kira-kira sama dengan 82 tahun. Betapa indahnya malam lailatul qadar tersebut, sebuah malam yang menjanjikan kebahagiaan bagi umat Islam yang mendapatkannya.

Para ulama berbeda pendapat tentang kapan diturunkannya malam lailatul qadar tersebut. Ada yang menyatakan diturunkan pada bulan Ramadlan, artinya suatu malam pada bulan Ramadlan, ada yang menyatakan 10 hari terakhir bulan Ramadlan, dan ada yang berpendapat pada malam-malam ganjil dari 10 hari terakhir,  yaitu malam 21, 23, 25, 27, dan 29. Banyak dari orang Indonesia yang meyakini bahwa Malam lailatul qadar turun pada malam-malam ganjil dimaksud.

Dalam konteks ini, maka di dalam ajaran Islam diajarkan untuk I’tikaf. Secara lughawi I’tikaf berarti berdiam diri. Namun dalam pengertian terminologis atau istilah I’tikaf dimaksudkan sebagai Upaya seorang muslim untuk berdiam diri di dalam masjid dalam beberapa saat tergantung kepada kekuatannya. Itulah sebabnya pada bulan Ramadlan terutama pada malam-malam ganjil banyak umat Islam yang memanfaatkan waktunya untuk I’tikaf di masjid.

Coba perhatikan banyak masjid yang penuh sesak dengan orang-orang yang melakukan I’tikaf dalam rangka menjemput hadirnya malam lailatul qadar. Umat Islam berbondong-bondong mendatangi masjid yang terdekat dengan rumahnya. Mereka datang dengan sendirian atau berombongan. Semua berdoa agar mendapatkan rahmat dan berkah Allah dalam malam lailatul qadar.

Kala datang di masjid maka ucapkan salam kala masuk masjid dengan doa: “Ya Allah bukalah pintu Rahmat bagi kami”. Lalu niat I’tikaf, lalu shalat tahiyatal masjid, lalu shalat taubat, kemudian shalat hajad dua rakat atau empat rakat, atau shalat tahajjud, dan shalat-shalat lain yang dinggap penting. Di saat inilah saatnya untuk berdzikir sebanyak-banyaknya. Misalnya membaca istighfar, membaca tahmid, membaca tahlil, membaca shalawat sebanyak-banyaknya.

Pada Ramadlan 1446 H, ada prediksi berdasarkan atas kitab-kitab yang masyhur, bahwa malam lailatul qadar akan turun pada tanggal 23 bulan ramadlan. Kebenarannya tentu saja wallahu a’lam bi muradihi.

Inilah saat-saat yang ditunggu-tunggu oleh umat Islam dalam memperbaiki kehidupan spiritualnya. Semoga puasa dan amalan-amalan sunnah lainnya diterima oleh Allah sebagai amalan shalihan wa maqbulan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

PEREMPUAN DALAM IBADAH

PEREMPUAN DALAM IBADAH

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Saya akan mengulas ceramah Ustadz Firdaus Ramadlan, SHI, Al Hafidz, dalam ceramah yang dilakukannya pada jamaah Shalat Tarawih di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya, pada Hari Kamis, 20/03/2025. Ceramah dilakukan bada Shalat Isya’ berjamaah dan diikuti oleh jamaah masjid Al Ihsan, baik lelaki maupun perempuan. Hingga hari ke 21, alhamdulillah jamaah tetap sebagaimana adanya. Tidak berkurang, tampaknya puasa kali ini sudah menjadi kesadaran dan kebiasaan untuk melakukan sunnah-sunnahnya puasa.

Ada sebuah pernyataan dari Ustadz Firdaus, bahwa: “ada banyak keluhan di antara kaum perempuan, bahwa kaum lelaki lebih leluasa dalam beribadah baik waktu maupun tempatnya. Berbeda dengan perempuan yang terbatas waktunya, karena urusan rumah tangga yang tidak ada habis-habisnya”. Sebuah pernyataan empiris yang diangkat ke permukaan. Sungguh menarik.

Perempuan memang diciptakan untuk menjadi partner lelaki. Perempuan dan lelaki memang diciptakan Tuhan untuk saling melengkapi. Perempuan dan lelaki merupakan dua entitas yang bisa saling berbagi. Ada tugas yang memang menjadi kewajiban lelaki dan ada tugas yang menjadi kewajiban perempuan. Tidak harus dipertentangkan. Bisa dibedakan tetapi tidak bisa dipertentangkan. Selain itu juga tidak ada perbedaan antara lelaki dan perempuan dalam kewajiban, status dan kedudukannya kecuali ketaqwaannya. Inna akramakum ‘indallahi atqakum.

Di dalam beribadah Allah juga memberikan peluang yang sama. Keduanya dapat melakukan ibadahnya sesuai dengan kapasitasnya. Perempuan bisa dalam waktu panjang untuk beribadah dan lelaki juga memiliki waktu yang panjang dalam beribadah. Semuanya sudah diatur oleh Tuhan dalam kehidupan. Sesungguhnya, setiap individu memiliki peluang untuk berubadah kepada Allah, hanya saja ada yang memanfaatkannya dan ada yang tidak memanfaatkannya.

Allah SWT sudah mengatur bahwa perempuan diberikan rukhshoh atau keringanan oleh Allah SWT, misalnya dalam shalat dan puasa. Ada waktu haidl yang datang setiap bulan, yang mana perempuan tidak boleh melakukan shalat dan puasa. Jika shalat tidak usah diqadla tetapi kalau puasa harus menggantinya di hari lain. Ini ketentuan Allah yang azali, artinya menyangkut desain Allah atas kehidupan manusia. Tidak ada sesuatu yang ditakdirkan Allah kecuali ada sebab musababnya. Perempuan haidl untuk menjaga system tubuh perempuan yang memang harus mengeluarkan darah haidl. Darah haidl harus keluar dari tubuh perempuan agar kesehatan tubuh perempuan terjaga.

Banyak perempuan yang harus menyiapkan makanan dan minuman, baik untuk dirinya, dan keluarganya. Dipastikan bahwa setiap kegiatan yang dilakukannya mendapatkan pahala dari Allah SWT. Tanpa kehadiran perempuan yang menyiapkannya maka anggota keluarga akan mengalami sakit. Maka kedudukan perempuan yang mempersiapkan makanan untuk keluarga mendapatkan hitungan pahala dari Allah SWT. Tuhan Maha Tahu, Tuhan Maha Paham, Tuhan Maha Pemberi Pahala dan Tuhan Maha Pemberi Ampunan. Oleh karena itu jangan pernah khawatir untuk tidak mendapatkan pahala.

Jika Allah SWT menjadikan seorang perempuan untuk bekerja di rumah tidak berarti bahwa peran di dalam keluarganya menjadi minimalis. Dan ketika perempuan bekerja di luar rumah lalu peranannya menjadi maksimalis. Semua sudah ada hitungannya. Semua sudah ada desainnya. Allah dipastikan memberikan yang terbaik untuk kita semua. Bukanlah sebuah kelebihan bagi perempuan yang bekerja di ruang public dibandingkan dengan perempuan yang bekerja di dalam ranah domestic. Semua dipastikan ada manfaatnya masing-masing.

Islam sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat perempuan. Ditempatkannya perempuan dalam kedudukan dan status Istimewa. Perempuan dapat melahirkan artinya hanya perempuan yang bisa menjadi penyambung keberlangsungan generasi berikutnya. Lelaki yang memberikan benihnya dan perempuan yang menjadikannya sebagai manusia. Bukankah ini sebuah keindahan yang tiada taranya. Desain seperti ini hanya dapat dilakukan oleh Allah Dzat Yang Maha Kuasa.

Jika di dalam ajaran Islam terdapat ajaran yang menyatakan bahwa lelaki menjadi pemimpin bagi para perempuan karena kelebihannya, maka jangan dimaknai ayat tersebut secara implementatif, sebab hal itu merupakan teks simbolik yang menggambarkan bahwa kedudukan lelaki dan perempuan itu sejajar, hanya lelaki diberikan tugas tambahan untuk menjadi pemimpin di dalam rumah tangga. Hanya tugas tambahan bukan tugas hakiki. Bukan kewajiban yang mutlak tetapi kewajiban simbolik. Yaitu kewajiban yang melekat kepada lelaki selama memang memiliki kapasitas untuk melakukannya.

Justru di dalam rumah tangga yang dominan justru pihak perempuan. Kaum perempuan yang lebih banyak memutuskan untuk urusan rumah tangga. Tugas Ibu untuk mengatur rumah tangga dan dipastikan hal itu karena kapasitas yang diberikan oleh Allah SWT bahwa perempuan memang lebih memahami urusan domestic. Dengan demikian, Allah SWT sudah mengatur peran lelaki dan perempuan sedemikian canggihnya.

Oleh karena itu jangan ragu bahwa perempuan memiliki waktu yang lebih sedikit dalam beribadah, sebab apapun yang dilakukan perempuan di dalam mengatur dan membina rumah tangga adalah lahan pahala yang sedemikian besar pahalanya di dalam pandangan Allah SWT.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

MARI KITA BACA ALQUR’AN

MARI KITA BACA ALQUR’AN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Kali ini,  saya ingin  memberikan ulasan atas ceramah agama dalam Kuliah Tujuh Menit atau kultum yang diselenggarakan di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya. Ceramah ini dilakukan oleh Al Ustadz Husnur Rofiq, Drs, SH, MH, pada Hari Rabo, 19/03/2025 bada Shalat Isya berjamaah. Ceramah ini mengupas tentang turunnya Alqur’an sebagai pedoman atau kitab suci yang merupakan rukun iman. Tema yang dibawakan oleh Ustadz Rofiq adalah  “Pentingnya Membaca Alqur’an”.

Di antara yang sangat mendasar di dalam turunnya Alqur’an adalah dilakukan secara bertahap sesuai dengan kepentingan.  Wahyu  Allah tersebut turun kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril. Alqur’an memang diturunkan secara berangsur-angsur setelah turunnya ayat pertama di Gua Hira pada waktu Nabi Muhammad SAW bermunajat di Gua Hira tersebut. Ayat pertama, sebanyak lima ayat,  yaitu: Iqra’ bismi rabbikal ladzi kholaq, kholaqol insana min ’alaq. Iqra’ warabbuka akramul  ladzi ‘allama bil qalam. ‘allamal insana ma lam ya’lam”.

Ustadz Rofiq menjelaskan tiga hal, yaitu: pertama, alqur’an diturunkan oleh Allah dari Lauh Mahfudz ke Baitul Izzah dan kemudian melalui Malaikat Jibril  diterima oleh Nabi Muhammad SAW baik melalui mimpi atau secara  langsung. Ayat-ayat tersebut ada yang turun di Mekkah atau disebut sebagai ayat Makkiyah dan ada yang turun di Madinah atau disebut sebagai ayat Madaniyah.

Mengenai permulaan turunnya Alqur’an disepakati oleh para ulama yaitu pada bulan Ramadlan. Tentang tanggalnya debatable. Ada perbedaan di kalangan para ahli atau ulama. Sementara di Indonesia mengikuti pendapat yang menyatakan bahwa permulaan turunnya Alqur’an pada tanggal 17 Ramadlan. Kita tentu tidak perlu berdebat tentang kapan datangnya Alqur’an, yang penting kita meyakini bahwa Alqur’an adalah Kitab Suci yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril dan kemudian menjadi pedoman bagi umat manusia untuk melakukan kebaikan-kebaikan dan menghindari keburukan-keburukan.

Alqur’an merupakan kitab suci yang sangat lengkap, mulai dari aspek keyakinan, ritual atau ibadah dan akhlak. Jika ada hal-hal yang umum atau mujmal, maka hadits Nabi Muhammad SAW yang menjelaskannya. Oleh karena itu,  Alqur’an dan hadits merupakan dua sumber ajaran Islam yang menjadi dasar di dalam agama Islam. Sesungguhnya untuk menjadi Islam yang sempurna sumber hukumnya sudah jelas, yaitu mengamalkan apa yang diajarkan oleh Allah SWT melalui Alqur’an dan hadits Nabi Muhammad SAW.

Bulan puasa ini menjadi sangat penting. Allah akan menurunkan pahala berlipat-lipat. Makanya pada bulan ramadlan banyak orang yang berupaya untuk melakukan ibadah lebih dibandingkan bulan-bulan lainnya. Banyak orang yang membaca Alquran. Membaca satu huruf di dalam Alqur’an akan dinilai 10 kali lipat bahkan 700 kali lipat. Membaca alif lam mim, bukan dihitung satu huruf akan tetapi tiga huruf. Bayangkan jika membaca satu juz dari Alqur’an, maka pahalanya tidak terhitung. Di masjid-masjid banyak acara tadarrusan dalam kerangka untuk mendapatkan pahala berlipat karena membaca Alqur’an. Hal ini terjadi pada bulan puasa dan sayangnya tidak terjadi di bulan-bulan lainnya.

Kedua, di dalam realitasnya, kita belum menjadi sahabatnya Alqur’an. Di rumah kita saja, berapa orang dari anggota rumah tangga yang membaca Alqur’an. Ternyata masih sangat sedikit. Masih banyak dari anggota keluarga yang belum memiliki kesadaran membaca Alqur’an. Harapan kita tentu saja, setelah pada bulan Ramadlan kita bisa one day one juz, semoga pada bulan-bulan berikutnya kita dapat beristiqamah di dalam membaca kitab suci Alqur’an.

Di dalam membaca Alqur’an juga penting untuk diperhatikan tajwidnya, makharijul hurufnya, dan tartilnya. Diupayakan agar dapat membaca Alqur’an dengan tenang, membaca dengan hati-hati atau jangan tergesa-gesa. Agar bisa diresapi maknanya bagi yang bisa memahaminya, atau dibaca dengan baik meskipun tidak paham artinya. Jangan khawatir bahwa kita tidak paham Alqur’an lalu apa yang kita baca tidak diterima oleh Allah SWT. Jangankan membacanya, orang yang mendengarkan atau menyimak bacaan Alqur’an itu mendapatkan pahala juga di sisi Allah SWT.

Ketiga, Alqur’an memang berbahasa Arab dan bukan dalam Bahasa Indonesia. itu dimaksudkan agar umat Islam belajar tentang Bahasa Alqur’an. Tetapi jangan khawatir karena kita tidak bisa berbahasa Arab atau berbahasa Alqur’an sebab sekarang sudah dengan mudah didapatkan Alqur’an yang menggunakan terjemahnya di dalam Bahasa Indonesia. Bahkan  juga didapatkan Alqur’an berbahasa daerah. Ada Alqur’an dalam terjemah Bahasa Osing, Bahasa Jawa, Bahasa Mandar, Bahasa Makasar dan sebagainya.

Berkat kemajuan zaman, maka kita dapat  membaca Alqur’an dalam aplikasi Alqur’an dan sekaligus terjemahnya di dalam Bahasa Indonesia, kata perkata, sehingga dengan mudah kita dapat  membaca Alqur’an dan memahami artinya. Di hand phone kita ada Alqur’an.

Kita semua berharap semoga dengan kehadiran Bulan Ramadlan ini akan semakin meningkatkan taqwa kita kepada Allah SWT, sehingga kelak kita akan dapat menjadi hambanya Allah yang muflihun atau orang yang beruntung.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

DAHSYATNYA ISTIGHFAR

DAHSYATNYA ISTIGHFAR

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Saya akan membahas tentang ceramah Ustadz Alief Rifqi, Al Hafidz, pada waktu acara ceramah atau kuliah tujuh menit atau kultum yang diselenggarakan di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya. Ceramah singkat tetapi memberikan makna mendalam tentang bagaimana kehebatan kalimat Astaghfirullah al adhim atau di dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan “ampunilah kami ya Allah yang Maha Agung”. Kalimat yang pendek tetapi luar biasa dahsyat khasiatnya untuk dilakukan umat Islam. Ceramah ini dilakukan pada hari Kamis, 13/03/2025, yang diikuti oleh jamaah shalat tarawih dengan tema: “Mari membaca Istighfar”.

Ada tiga hal yang disampaikan oleh Ustadz Alief, yaitu: pertama, pada bulan puasa, Allah SWT melipatgandakan amal ibadah yang kita lakukan. Oleh karena itu terdapat keyakinan bahwa para jamaah shalat tarawih sudah melakukannya. Jika biasanya kita tidak membaca Alqur’an, maka sekarang sudah melakukannya. Ada yang membaca one day one juz atau satu hari satu juz, seperti yang dilakukan di Masjid Al Ihsan. Setiap hari para jamaah membaca satu juz. Ini sesuatu yang penting dan merupakan ekspressi kesadaran bahwa bulan puasa merupakan bulan untuk melipatgandakan amal ibadah kepada Allah. Dengan amalan yang baik tersebut semoga Allah menjadikan kita semua sebagai hambanya yang bertaqwa.

Kedua, di dalam kehidupan yang memang penuh dengan kesalahan dan kekhilafan bahkan dosa, maka salah satu ucapan yang penting untuk dirutinkan adalah membaca istighfar. Memohon ampun kepada Allah SWT. Tidak ada manusia yang sempurna tanpa dosa. Kecuali para Nabi, khususnya Nabi Muhammad SAW. Beliau dijamin sebagai orang yang ma’shum atau manusia tanpa dosa. Kita sebagai manusia mestilah memiliki sifat lupa dan khilaf bahkan lebih dari itu yaitu berdosa kepada Allah SWT. Bisa jadi yang disengaja atau tidak disengaja. Dan salah satu cara untuk menghapusnya adalah dengan membaca istighfar. Astaghfirullah al adhim. Istighfar merupakan doa yang diharuskan dibaca oleh umat Islam. Dengan doa tersebut kita berharap bahwa Allah SWT akan mengampuni dosa-dosa kita. Insyaallah dengan membaca istighfar maka Allah akan mengampuni dosa-dosa dimaksud. Yang penting membaca dengan lisan dan hati. Jangan hanya di lisan saja tetapi yang penting adalah dengan hati. Permohonan yang tulus dan sungguh-sungguh. Bisa juga memohon kepada Allah SWT melalui shalawat kepada Nabi Muhammad SAW yang diniatkan untuk memohon kepada Allah SWT bi washilati Nabi Muhammad SAW melalui bacaan shalawat. Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad. Rasulullah merupakan satu-satunya Rasul yang diberikan otoritas oleh Allah SWT untuk menjadi pensyafaat bagi umatnya.  Rasulullah adalah syafi’an li ashhabihi.

Ketiga, ada sebuah ibrah untuk kita renungkan tentang betapa dahsyatnya bacaan istighfar. Di dalam kisah disebutkan bahwa salah seorang ulama pemuka Madzhab, Imam Malik, pergi ke suatu tempat. Sampailah Imam Malik di suatu daerah dan berhenti. Sebagai ulama yang sangat terkenal, maka tentunya berhenti di sebuah masjid. Setelah shalat tahiyatal masjid, shalat sunnah lalu shalat wajib. Shalat magrib dan shalat Isya’. Karena perjalanan jauh, maka Imam Malik berniat untuk istirahat. Belum sempat istirahat, maka Imam Malik diminta untuk keluar karena masjid akan dikunci. Maka keluarlah Imam Malik tetapi berhenti di ruang luar masjid. Oleh takmir masih diminta untuk keluar. Tidak boleh untuk menginap di masjid. Maka keluarlah Imam Malik, dan tiba-tiba ada seorang lelaki yang memintanya untuk tinggal di rumahnya. Tentu saja dengan hati yang sangat senang Imam Malik menerima tawaran tersebut. Jadilah imam Malik menginap di rumah orang itu. Dia tentu orang yang sangat baik, karena memberikan tempat bagi orang yang tidak dikenalnya.

Orang yang memberikan penginapan tersebut adalah seorang pembuat roti. Setiap hari orang itu bekerja untuk membuat roti, dari proses awal sampai akhir. Dari mengolah bahan sampai memanggang atau menggoreng roti. Ada satu hal yang diperhatikan oleh Imam Malik, yaitu setiap pekerjaan yang dilakukan itu selalu membaca istighfar. Ucapan itu diulang-ulang sampai rotinya selesai. Imam Malik bertanya: “semenjak kapan membaca istighfar itu dilantunkan”. Dijawabnya: “sudah 30 tahunan”. Imam Malik pun bertanya: “apa yang diinginkan sehingga terus membaca istighfar”. Tukang roti itu menjawab: “saya meminta ampun kepada Allah dan memohon agar keinginan saya dikabulkan”. Imam Malik lalu bertanya lagi: “apa semua keinginanmu sudah dikabulkan Allah”. Tukang roti menjawab: “semua keinginanku sudah dikabulkan oleh Allah, kecuali satu saja yaitu ingin bertemu dengan ulama besar yang bernama Imam Malik”. Imam Malik pun secara spontan berkata: “Subhanallah, rupanya berkat engkau Allah  menjalankan kakiku sampai di tempat ini dan saya harus diusir oleh ta’mir masjid tadi. Masyaallah, Allah telah mengabulkan keinginanmu. Akulah Imam Malik yang engkau inginkan bertemu”.

Tukang roti itu lalu mencium tangan Imam Malik dan kemudian Imam Malik merangkulnya. Ini sebuah ibrah yang luar biasa. Sebuah pertemuan yang penuh keharuan karena terkabulnya doa seseorang. Tukang roti itu menghormat kepada Imam Malik dengan mencium tangannya dan Imam Malik memberikan penghargaan atas hamba Allah yang suka beristighfar dengan merangkulnya. Masyaallah, subhanallah.

Keistiqamahan dalam berdoa merupakan salah satu prasyarat agar doa dikabulkan oleh Allah SWT. Marilah kita mengambil manfaat dari cerita atau kisah ini, semoga kita dapat mencontohnya.

Wallahu a’lam bi al shawab.