Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

NABI IBRAHIM, API DINGIN DAN DOA

NABI IBRAHIM, API DINGIN DAN DOA

Prof. Dr. Nur Syam. MSi

Nabi Ibrahim AS merupakan nenek moyang Nabi-Nabi yang hadir di dunia. Nabi Ibrahim merupakan salah satu Nabi yang dijuluki Ulul Azmi atau Nabi pilihan yang memiliki tantangan dan rintangan yang luar biasa di dalam dakwah yang dilakukannya. Nabi Ibrahim AS merupakan Nabi yang menjadi tokoh sejarah agama-agama. Dari keberadaannya, maka memunculkan tiga agama yang sampai hari ini masih eksis. Dua di antaranya menjadi agama besar di dunia, yaitu Nasrani (Katolik dan Protestan) dan Islam, sementara agama Yahudi juga masih eksis dalam jumlah yang terbatas, baik dalam kuantitas maupun wilayah.

Agama Nasrani merupakan agama terbesar di dunia dengan wilayah kepenganutan seperti di Eropa, Amerika, Australia dan juga Afrika. Sedangan Islam berada di Asia, dan Eropa Timur dan sebagian di Afrika terutama Afrika utara. Sedangkan agama Yahudi berada di Timur Tengah dalam jumlah yang terbatas, terutama berada di Israel. Agama Islam menjadi agama dengan jumlah kenaikan penganut yang relative cepat. Di Eropa dan Amerika dan beberapa wilayah lain Islam telah berkembang. Sementara itu juga ada agama Hindu yang pusatnya di India, sementara Buddha berpusat di China dan Jepang serta Asia Tenggara.

Nabi Ibrahim semula diturunkan Allah di Babilonia, sekarang dikenal sebagai Irak,  dan kemudian hijrah di wilayah Arab Saudi. Di kala istri pertamanya belum memiliki putra, maka dinikahkan Ibrahim dengan Hajar  yang kemudian bersama Nabi Ibrahim hijrah di wilayah tanah Arab. Dari istri keduanya, Hajar, Nabi Ibrahim memiliki anak yang bernama Ismail yang kelak menggantikan ayahnya untuk menjadi Nabi dan menetap di Arab Saudi.

Bersama ayahnya, Nabi Ismail merekonstruksi Ka’bah yang dahulu pernah dibuat oleh Nabi Adam AS. Ka’bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Ismail ini yang kemudian menjadi pusat peribadatan di dalam agama Islam. Sesuai dengan ajaran Islam, maka ibadah Haji sesungguhnya adalah ibadah yang di masa lalu pernah dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Tata cara ibadah haji, dengan mengelilingi Ka’bah tujuh kali (thawaf) dan berlari-lari kecil dari Bukit Shafa dan Marwah (Sa’i)  dalam tujuh kali juga mencontoh yang dilakukan oleh Hajar dan dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS. Berdasarkan cerita yang diyakini kebenarannya, bahwa berlari kecil dari Bukit Shafa ke Marwah adalah mencontoh yang dilakukan oleh Hajar di kala mencari sumber air untuk diri dan anaknya. Jadi Nabi Muhammad SAW merupakan generasi penerus Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS.

Sementara itu, dengan Sarah maka melahirkan nabi-nabi, seperti Nabi Musa, Nabi Daud, Nabi Sulaeman AS dan Nabi Isa AS. Agama Yahudi dikaitkan dengan ajaran Nabi Musa AS, sedangkan agama Nasrani dikaitkan dengan Nabi Isa AS.  Makanya kebanyakan Nabi atau utusan Allah itu berada di wilayah sekitar Palestina. Yang secara historis disebut sebagai bangsa Semit. Itulah sebabnya, agama-agama yang berasal dari Nabi Ibrahim disebut sebagai Agama Semitis.

Nabi Ibrahim diutus oleh Allah SWT untuk berdakwah di wilayah kerajaan Namrud. Raja ini merupakan raja yang otoriter dan karena kekuasaannya yang besar dan kuat bahkan dia menganggap bahwa dirinya adalah Tuhan. Mereka adalah kaum pagan atau kaum yang menyembah berhala. Di kerajaan ini terdapat banyak berhala yang dianggapnya sebagai symbol Tuhan. Mereka menciptakan berhala dan kemudian disembahnya.

Nabi Ibrahim menemukan Tuhan setelah melalui proses pencarian yang mendalam. Kala melihat rembulan dianggapnya sebagai Tuhannya, kala melihat matahari juga dianggap Tuhannya. Tetapi di saat  bulan atau matahari tersebut tenggelam, maka tidak lagi dipercayainya. Dan akhirnya Ibrahim melalui wahyu Allah SWT  mempercayai hanya ada satu Tuhan yang sangat berkuasa. Allahlah Tuhannya. Dan dengan mempercayai atas Tuhan yang Maha Esa, maka Nabi Ibrahim AS di dalam Alqur’an disebut sebagai orang mu’min, orang yang mempercayai keesaan Tuhan, Allah SWT.

Nabi Ibrahim AS lahir di tengah masyarakat pagan. Makanya kala Nabi Ibrahim AS merusak berhala di sekitar Ka’bah, maka Nabi Ibrahim AS diadili di kerajaan. Strategi yang digunakan oleh Nabi Ibrahim adalah dengan merusak berhala yang kecil-kecil, sehingga di kala ditanya oleh penegak hukum di kerajaan, maka dijawabnya bahwa yang merusak berhala yang kecil adalah berhala yang besar. Nabi Ibrahim akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dan dihukum dengan hukuman yang sungguh tidak manusiawi. Dibakar hidup-hidup. Demikian keputusan raja Namrud. Selama tujuh hari,  Nabi Ibrahim AS  berada di dalam api yang menyala-nyala. Semua orang meyakini bahwa Nabi Ibrahim AS sudah mati. Hukum api adalah membakar apa saja yang ada di tengah-tengah dirinya yang sedang menyala.

Namun demikian, yang terjadi justru sebaliknya. Meskipun api itu menyala di luar, akan tetapi kala akan menyentuh tubuh Nabi Ibrahim AS, maka api menjadi dingin. Di dalam tradisi Jawa dikenal ada ajian lembu sekilan. Apa saja yang akan menyentuh dirinya dan membuatnya celaka, maka sesuatu itu tidak akan mempan. Semua terjadi karena Allah semata. Allah di dalam Alqur’an menjelaskan dengan pernyataan yang indah dalam Surat Al Anbiya’ ayat 69: “kuni bardan wa salaman ‘ala Ibrahim”. Wahai Api menjadilah dingin dan menyelamatkan atas diri Nabi Ibrahim. Dibakar selama tujuh hari tetapi selamat. Itulah Nabi Ibrahim AS.

Pada  tanggal 10  Muharram, Nabiyullah Ibrahim diselamatkan oleh Allah SWT. Kala tubuh Nabi Ibrahim dilemparkan ke dalam api yang menyala, maka  doa Nabi Ibrahim  berbunyi “Hasbunallah wa ni’mal wakil”. Cukuplah  Allah  (menjadi penolong kami) dan Dia sebaik-baik Pelindung.

Doa ini menjadi doa penting bagi umat Islam yang selalu merindukan pertolongan Allah dalam segala hal. Tidak hanya di kala mendapatkan musibah akan tetapi juga di kala dalam keadaan lainnya. Jika Nabi Ibrahim melakukannya berarti bahwa hal tersebut untuk diamalkan oleh umat Islam sekarang.

Wallahu a’lam bi al shawab.

NABI ISA, RIZKI KHUSUS DAN DOA

NABI ISA, RIZKI KHUSUS DAN DOA

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Di antara sekian banyak Rasul sebanyak 25 orang dan Nabi sebanyak 124.000,- maka yang paling banyak menuai pro-kontra adalah Nabi Isa AS. Berdasarkan keyakinan agama, Nabi Isa dikaitkan dengan Agama Katolik dan Kristen Protestan atau disebut sebagai agama Nasrani. Nabi Isa AS merupakan keturunan Nabi Ibrahim AS dari jalur Sarah termasuk juga Nabi Musa AS. Kemudian dari jalur Hajar, maka melahirkan Nabi Muhammad SAW. Semua agama yang dilahirkan dari Nabi-Nabi ini disebut sebagai Agama Semitis, artinya lahir dari bangsa Semit yang dikaitkan dengan Nabi Ibrahim AS. Ketiganya dilabel sebagai agama monoteis sebagai pokok dalam ajaran Nabi Ibrahim, yang disebut sebagai Millah Ibrahim.

Meskipun terdapat perbedaan secara teologis dan tentu ritual, akan tetapi secara hakikat ketiga agama ini meyakini akan Tuhan yang satu dengan berbeda-beda penyebutan. Agama Yahudi menyebutnya dengan Yahweh, Agama Nasrani menyebutnya dengan Allah, dan Islam menyebutnya dengan Allah. Antara Nasrani dan Islam hanya berbeda dalam ucapan saja. Sebagai agama yang dinisbahkan dengan keturunan Nabi Ibrahim, sebagai Bapak monoteisme, maka ketiga agama juga mengusung semangat monoteisme meskipun dengan ekspresi yang berbeda-beda. Masing-masing penganut agama juga berkeyakinan bahwa agamanyalah yang paling monoteis.

Bagi umat beragama tentu saja beranggapan bahwa agamanyalah yang paling benar, sehingga dalam hal teologis juga ritual agamanya yang paling benar. Ada truth claimed. Cerita tentang Nabi Isa AS juga mengandung kontradiksi yang mendasar berbasis pada keyakinan tentang kitab sucinya. Di dalam agama Katolik dan Protestan, maka Nabi Isa AS itu disalib dan mati di tiang gantungan,  akan tetapi hidup lagi setelah tiga hari. Isa bangkit dari kematiannya dan menemui murid-muridnya.

Tetapi bagi umat Islam berdasarkan teks suci berkeyakinan bahwa Isa tidak mati di tiang gantungan tetapi diselamatkan Allah dengan diangkat ke langit. Yang disalib adalah orang yang diserupakan dengan Nabi Isa AS. Ada yang menyatakan bahwa yang diserupakan adalah Yudas Iskariot. Memang ada ragam penafsiran tentang kata mutawaffika. Ada yang menyatakan memang diwafatkan dan ada yang menafsirkan diangkat derajadnya. Tetapi yang jelas di dalam Alqur’an Allah SWT menyatakan di dalam Surat Ali Imran, ayat 55: “idz Qalallahu  ya Isa inni mutawaffika wa rafi’uka  ilayya  wa muthahhiruka minal ladzina kafaru”. Yang artinya secara lughawi adalah “(ingatlah) tatkala Allah berkata: wahai Isa,  sesungguhnya Aku akan mewafatkan engkau dan mengangkat engkau kepadaku, dan membersihkan engkau dari orang-orang yang kafir”.

Biarkanlah ahli teologi yang memberikan kepastian mana yang benar. Dan umat beragama meyakininya sesuai dengan agamanya. Yang Islam meyakini seperti itu dan yang Nasrani meyakini seperti ini. Di dalam Islam dinyatakan “bagimu agamamu dan bagiku agamaku”. Umat beragama tidak boleh untuk konflik atau bahkan perang tentang keyakinan tersebut. Biarkan masing-masing berjalan sesuai dengan keyakinannya. Sesama umat beragama meskipun berbeda keyakinan harus tetap bisa membangun harmoni dalam kehidupan social.

Setiap Nabi memiliki doa khusus sebagaimana yang terekam di dalam teks suci Akqur’an. Nab Isa AS juga memiliki doa khusus, misalnya doa untuk menyembuhkan penyakit, doa untuk menghidupkan orang yang mati dan doa untuk memohon rezeki kepada Allah. Doa ini harus dipandang khusus karena doa untuk menggambarkan konteksnya. Doa Nabi Isa AS untuk memohon rezeki kepada Allah adalah doa khusus sebab doa ini memohon kepada Allah untuk rezeki yang khusus dan untuk menandai kerasulannya. Kekhususan doa tersebut  adalah permohonan langsung agar Allah menurunkan makanan dari langit tanpa proses untuk memasak. Doa ini dikabulkan Allah SWT dengan menurunkan makanan yang langsung bisa disantap.

Rezeki yang berupa makanan matang tersebut untuk menandai kerasulannya. Doa ini memang diminta oleh para sahabatnya untuk meyakinkan tentang  kerasulannya.  Rezeki tersebut  sekaligus juga untuk menandai peringatan hari raya bagi Nabi Isa AS dan sahabatnya. Melalui rezeki yang hadir tersebut akhirnya dijadikan sebagai Hari Raya di kalangan umat Nasrani. Diyakini bahwa Hari Raya tersebut hadir pada hari Minggu.

Doa Nabi Isa AS, sebagaimana tercantum di dalam Alqur’an Surat Al Maidah, ayat 114: “Qala Isa ibnu Maryam: Allahumma Rabbana anzil ‘alaina maidatam minas samai takunu lana  ‘inda li awwalina wa akhirina wa ayatam minka warzuqna wa anta khairur raziqin”, yang artinya: “Isa ibnu Maryam berdoa:  Ya Tuhan kami turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan-Mu, beri rezekilah, engkau adalah sebaik-baik pemberi rezeki”.

Jika kita memperhatikan doa Nabi Isa AS tersebut, maka lalu harus menjadi perhatian bahwa Nabi Isa AS yang Rasulullah saja berdoa atau memohon kepada Allah. Maka alangkah baiknya jika kita sebagai umat Muhammad SAW juga selalu berdoa kepada Allah SWT.

Mari kita yakini bahwa Allah pasti mendengarkan doa yang kita lantunkan. Hanya saja ada kalanya doa tersebut  langsung dikabulkan dan ada yang ditunda. Bersabarlah jika doa tersebut  tertunda dikabulkannya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

NABI NUH, MASALAH DAN DOA

NABI NUH, MASALAH DAN DOA

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Kita sedang berada di Bulan Muharram dalam kalender Islam atau di dalam kelender Jawa disebut sebagai Bulan Suro, ternyata banyak peristiwa yang menggambarkan tentang relasi antara doa dan masalah yang dihadapi oleh para Nabi. Mungkin kita sebelumnya beranggapan bahwa para Nabiyullah itu tidak ada masalah alias oke-oke saja. Tetapi ternyata problem yang dihadapi oleh para Nabi itu jauh lebih besar dibandingkan dengan problema masyarakat pada umumnya.

Itulah sebabnya para Nabipun juga ada yang diberikan gelar Ulul Azmi, Nabi dengan sejumlah tantangan yang sangat luar biasa. Tantangan tentu saja berasal dari umatnya dan bagaimana beratnya medan perjuangan yang dilakukannya. Di antara Nabi yang mendapatkan julukan Ulul Azmi adalah Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa dan Nabi Muhammad SAW. Tantangan tersebut terutama datang dari umatnya yang begitu menolak ajakan untuk beriman kepada Allah SWT.

Di antara Nabi yang dikenal sebagai Ulil Azmi adalah Nabi Nuh yang berdasarkan catatan di dalam Alqur’an mengalami tantangan yang sangat luar biasa. Sudah 1.000 tahun melakukan dakwah akan tetapi umatnya selalu menolaknya. Kaum Nabi Nuh selalu beranggapan bahwa apa yang disampaikan oleh Nabi Nuh adalah kebohongan belaka. Mereka tetap menyembah berhala dan sama sekali tidak mematuhi ajakan Nabi Nuh. Bahkan mereka menantang Nabi Nuh agar menurunkan adzab yang besar.

Pada suatu ketika Nabi Nuh mengeluh kepada Allah tentang betapa bengal umatnya. Allah kemudian memberikan arahan agar Nabi Nuh membuat kapal  yang besar untuk menampung umatnya yang percaya dengan ajarannya. Di tanah Iraq akan diturunkan musibah banjir besar yang akan menenggelamkan seluruh orang kafir tanpa tersisa. Pada  saat Nabi Nuh membuat kapal besar itu, maka umatnya menertawakannya. Mereka tidak meyakini bahwa akan terjadi banjir besar yang akan meluluhlantakkan kehidupan masyarakat.

Setelah kapal selesai,  Nabi Nuh mengumumkan bahwa bagi yang mau dan percaya akan kekuasaan Allah, maka dipersilahkan masuk kapal sambil membawa binatang ternak yang kelak akan menjadi cikal bakal ternak di tempat yang baru. Nabi meminta anaknya yang bernama Kan’an akan tetapi menolaknya. Kan’an akan naik gunung yang tidak akan terjangkau oleh banjir besar dimaksud. Demikian pula istrinya. Mereka tidak meyakini akan kebenaran perkataan Nabi Nuh yang berasal dari firman Tuhan. Padalah adzab tersebut sungguh terjadi. Semuanya bertumbangan dan yang tersisa hanyalah orang-orang mu’min yang mengikuti petunjuk Nabi Nuh.

Nabi Nuh dan umatnya yang patuh diberhentikan di Bukit Judiy atau Bukit Ararat, tempat ini masih debatable, tetapi yang jelas bukit Judiy merupakan sebuah bukit yang diyakini oleh umat beragama sebagai tempat yang diperuntukkan Allah untuk Nabi Nuh AS. Kapal Nabi Nuh mengarungi banjir besar selama 40 hari. Gunung Ararat diyakini berada di Wilayah Turki Timur berdasarkan atas bukti-bukti mengenai bangkai kapal yang diperkirakan berumur 4.500 tahun atau 5.000 tahun sebelum Masehi. Cerita mengenai Kapal Nabi Nuh terdapat di semua agama Samawi, yaitu Yahudi, Nasrani dan Islam. Dan sudah dilakukan berbagai penelitian tentang adanya banjir besar dan kapal Nabi Nuh meskipun hasilnya tentu masih merupakan hipotesis sampai nanti akan terbukti benar secara ilmiah. Bukankah banyak hal yang semula mu’jizat lalu menjadi kenyataan secara empiris.

Diyakini bahwa peristiwa selamatnya Nabi Nuh dari banjir besar dalam sejarah umat manusia tersebut terjadi pada 10 Muharram. Artinya bulan Muharram merupakan bulan diselamatkannya rasul Allah dari berbagai marabahaya yang menimpanya. Dari hijrah Nabi Nuh ini akhirnya terlahir secara turun temurun manusia hingga hari ini. Nabi Nuh memiliki tiga putra yang menjadi nenek moyang umat manusia, yaitu Ham, Syam dan Yafit. Ketiganya melahirkan etnis Kaukasoid, Negroid dan Mongoloid.

Meskipun Nabi itu memiliki privilege dalam kehidupannya, akan tetapi para Nabi seperti Nabi Nuh tidak melupakan berdoa kepada Allah SWT. Di kala terjadi kegalauan dan kesedihan, maka Nabi itu mengadu kepada Allah. Sebagaimana Nabi Nuh yang mengadu kepada Allah tentang kelakuan umatnya. Bayangkan berdakwah tidak kurang dari 1.000 tahun dan hanya sedikit yang beriman kepada Allah.

Nabi Nuh berdoa kepada Allah: “Wa qur Rabbi anzilni munzalam mubarakaw wa anta khairul munzilin”, (QS. Almu’minun ayat 29) yang artinya: “Dan berdoalah: Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkati, dan Engkau adalah sebaik-baik yang memberi tempat”.  Doa ini dibaca di kala banjir mulai surut dan Nabi Nuh memohon  kepada Allah agar diberikan tempat yang layak dan diridhainya.

Di kala Nabi Nuh akan memulai perjalanannya dengan kapal dan umatnya, Nabi Nuh berdoa: “yursilis sama’a ‘alaikum madrara”, yang artinya: “niscaya Dia (Allah) akan mengirimkan  hujan kepadamu dengan lebat (QS. Nuh ayat 11).

Jika Nabi saja berdoa kepada Allah, maka sangat pantas jika manusia juga berdoa kepada Allah untuk meminta kesehatan, keselamatan dan keberkahan. Dan satu hal yang pasti bahwa Allah akan mengabulkan doa tersebut sesuai dengan waktu yang ditentukan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

PERISTIWA MENARIK PADA BULAN SURO

PERISTIWA MENARIK PADA BULAN SURO

Saya berkesempatan untuk memberikan asupan rohani pada jamaah Shalat Shubuh di Mushalla Raudlatul Jannah di Dusun Semampir, Desa Sembungrejo, Merakurak Tuban, Selasa, 09/07/2024. Pengajian temporer ini sengaja saya lakukan untuk para jamaah yang rata-rata orang tua. Di dalam  shalat shubuh memang jamaahnya terbatas. Kebanyakan orang tua atau kawan-kawan saya di masa lalu. Berbeda dengan jamaah shalat Maghrib atau Isya’ yang jamaahnya relative lebih banyak dengan usia yang bervariasi.

Untuk mengawali ceramah ini saya nyatakan bahwa “kita semua ini beruntung sebab bisa melakukan shalat shubuh berjamaah. Tidak banyak orang yang bisa melakukan shalat berjamaah di waktu shubuh. Apalagi bisa shalat malam, lalu shalat qabilyah shubuh dan diakhiri dengan shalat subuh. Jika kita melakukannya, kita termasuk orang yang beruntung karena dijamin untuk mendapatkan surganya Allah.

Ada tiga hal yang saya sampaikan, yaitu: Pertama, bulan Suro itu bagi orang Jawa disebut sebagai bulan prihatin. Bulan yang di dalamnya terdapat keprihatinan sebab di dalam bulan Suro terdapat peristiwa-peristwa yang membuat kita harus prihatin. Maka salah satu caranya adalah dengan melakukan tirakatan.

Bulan Suro di dalam kalender Jawa dirumuskan oleh Kanjeng Sultan Agung Hanyakrakusuma, dari Mataram, yang menciptakan kalender Saka. Nama bulan Suro kiranya dapat dikaitkan dengan Asyuro di dalam tradisi di Islam di Timur Tengah. Asyuro dikaitkan dengan peristiwa Karbala, di mana cucu Rasulullah Sayyidina Hussein dan kerabat serta pengikutnya sebanyak 72 orang dibantai oleh pasukan Muawiyah dibawah pimpinan Umar bin Said bin Abi Waqash. Sebanyak 4000 pasukan yang disiapkan untuk menangkap atau membunuh terhadap Sayyidina Hussein Radiyallahu anhu. Panah yang mengenai tenggorokannya dan tahapan berikutnya ditebas kepalanya dan diserahkan kepada Umar bin Abi Waqash. Tongkatnya kemudian dijadikan alat untuk memainkan kepala Sayyidina Hussein yang suci.

Kiranya peristiwa ini yang menjadikan bulan Suro itu dijadikan sebagai bulan tirakatan. Bulan yang penuh dengan ritual yang utama di antaranya adalah puasa dalam tradisi Islam Jawa. Puasa mutih dalam tradisi Islam Jawa kebanyakan dilakukan pada bulan Suro. Orang yang melakukan puasa mutih selama 40 hari dengan membaca Kidung Rumekso ing Wengi kreasi Kanjeng Eyang Sunan Kalijaga akan dapat memperoleh kemampuan “ainun bashirah” dibandingkan orang tidak mampu melakukannya. Achmad Chodjim banyak bercerita tentang hal ini.

Kalender Jawa atau Kalender Saka memang mirip dengan kalender Islam. Nama-nama bulannya juga ada yang sama dan ada yang berbeda. Misalnya Bulan Suro, Sapar, mulud, Ba’da Mulud, Rejeb, Ruwah, Pasa, Sawal, Selo dan  Besar. Bandingkan dengan nama bulan dalam Kalender Islam, yaitu Muharram, Safar, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya’ban, Ramadlan, Syawal, Dzulqa’dah dan Dzylhijjah”. Di dalam penyusunan  kalender Jawa, Kanjeng Sultan Agung diinspirasikan oleh kalender Islam.

Kedua, Bagi orang Jawa bulan Suro juga menjadi saat untuk memandikan pusaka atau wesi aji. Jamas wesi aji. Dulu, ayah saya selalu memandikan pusaka yang dimilikinya pada bulan Suro. Sayangnya pusaka-pusaka tersebut diberikan kepada kerabat dan sudah diketahui di mana rimbanya. Ada yang diminta orang. Ada sebanyak 10 pusaka yang disimpan di rumah. Sayangnya di saat saya kuliah di Surabaya dan berlanjut menjadi dosen di IAIN Sunan Ampel, maka pusaka-pusaka tersebut diberikan kepada kerabat saya, dan tidak ada satupun yang masih disimpannya. Bulan Suro juga dihindari untuk melakukan hajadan, misalnya mengkhitan anak atau melakukan perkawinan. Sirikan. Masyarakat Jawa sangat meyakini ketidakbolehan melakukan hajatan pada bulan Suro.

Di dalam tradisi Jawa, maka bulan baik untuk melakukan hajadan adalah Bulan Mulud, Safar, Ba’da Mulud, Rejeb, Ramadlan, Syawal, dan Besar. Bulan Suro,  ruwah dan Selo. Tiga bulan ini seharusnya dihindari di kala ingin melakukan hajadan, misalnya pindah rumah, masuk rumah baru, menikahkan anak, mengkhitankan anak, membeli barang berharga termasuk rumah, mencari pekerjaan dan sebagainya.

Ketiga, sebagai umat Islam Jawa, maka sebaiknya memang kita harus melakukan amalan-amalan yang baik pada bulan Muharram. Misalnya banyak melakukan dzikir, wirid atau infaq dan sedekah. Melakukan amalan baik tentu merupakan pertanda kebaikan yang dilakukan. Pada bulan ini, kita bisa banyak membaca doa sebagaimana yang dibaca oleh para Nabiyullah yang diselamatkan pada tanggal 10 Muharram. Misalnya doa Nabi Ibrahim yang berbunyi “Hasbunallah wa ni’mal wakil”, atau doa Nabi Yunus “La ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minadh dhalimin” atau doa Nabi Adam: “Rabbana dhalamna anfusana wain lam taghfirlana wa tarhamna la nakunanna  minal khasirin”. Semoga kita semua dapat melakukannya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

TAHUN BARU HIJRIYAH 1446: AMALKAN AJARAN AGAMA

TAHUN BARU HIJRIYAH 1446: AMALKAN AJARAN AGAMA

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Untuk pekan ini ketepatan saya berada di rumah Tuban. Tempat kelahiran saya. Dusun Semampir, Desa Sembungrejo, Kecamatan Merakurak, Kabupaten Tuban. Itulah sebabnya kala awal tahun Hijrah, maka saya sempatkan untuk memberikan sekadar pemahaman tentang tahun baru hijriyah, yang di dalam system kalender Islam disebut sebagai Bulan Muharram atau di dalam tradisi Jawa disebut sebagai Bulan  Suro. Hal ini saya sampaikan pada jamaah Shalat Magrib di Mushalla Raudhatul Jannah, 06/07/2024.

Perubahan tahun di dalam tradisi Islam memang tidak terdapat hura-hura. Tidak sebagaimana pergantian tahun di dalam Tahun Masehi, yang biasanya disambut dengan hingar bingar. Penuh dengan keramaian. Ada hiburan music, bahkan siaran televisi juga menyambutnya dengan berbagai acara yang menarik. Bahkan ada sekelompok orang yang rela begadang untuk menyambut tahun baru masehi.

Islam justru menyambutnya dengan berbagai acara ritual, seperti membaca Surat Yasin tiga kali, lalu berdoa untuk menyambut tahun baru dan mengakhiri tahun yang telah berlalu. Sungguh Islam memberikan pelajaran kepada umatnya untuk menyambut tahun baru dengan semakin banyak membaca kalimat thayibah dan berdoa untuk keselamatan diri dan keluarga agar pada tahun baru dan tahun berjalan terdapat kehidupan yang semakin baik dalam banyak aspek kehidupan.

Ada tiga hal yang dapat saya sampaikan di dalam acara menyambut tahun baru tersebut, yaitu: pertama, menjelaskan tentang makna tahun baru hijriyah. Tahun hijriyah mengacu pada perjalanan bulan selama 29 atau 30 hari. Berbeda dengan tahun baru masehi yang menggunakan peredaran matahari selama 29 atau 30 hari atau 31 hari. Dalam empat tahun sekali, maka bulan Pebruari yang biasanya berusia 29 hari lalu hanya berusia 28 hari atau disebut sebagai tahun kabisat.

Tahun baru hijriyah dimulai dengan hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah. Setelah melalui perdebatan panjang, karena ada usulan tahun kelahiran Nabi Muhammad  atau tahun hijrah, maka ditetapkan bahwa tahun baru hijrah dimulai semenjak hijrah Nabi Muhammad SAW dimaksud. Jika dihitung sekarang, maka hijrah Nabi Muhammad sudah berusia 1446 tahun.

Kedua, pada bulan Muharram banyak terjadi kejadian di dalam sejarah umat Islam. Ada beberapa peristiwa yang menjadi ingatan kolektif masyarakat Islam. Salah satu di antaranya adalah peristiwa Karbala. Suatu pembunuhan sadis yang dilakukan oleh pasukan Muawiyah bernama  Sinan bin Anas bin Amr Nakhai lalu dipenggal lehernya dan diserahkan kepalanya kepada Khawali bin Yazid (Ibnu Katsir). Umar bin Said Abi Waqash adalah Panglima perang Muawiyah yang sangat kejam dan menjadi catatan hitam dalam sejarah umat Islam. Sayyidina Husein dengan kerabat dan pengikutnya sebanyak 72 orang dibantai.  Padahal Sayyidina Hussein dan kerabatnya berhenti di wilayah Karbala karena  akan dilakukan perjanjian damai. Tetapi tiba-tiba Sayyidina Hussein diserang dan seluruh kerabatnya dibunuh. Termasuk Sayyidina Hussein yang dipenggal kepalanya dan dijadikan sebagai mainan. Masyaallah. Cucu Nabi Muhammad SAW yang mulia ini harus meninggal dengan cara yang seperti ini. Subhanallah. Untunglah kepala Sayyidina Hussein berhasil diselamatkan dan akhirnya dikuburkan di Kota Kairo, dan sampai hari ini, makam tersebut masih dimuliakan oleh umat Islam.

Di kalangan penganut Syiah, maka bulan Muharram terdapat peristiwa pilu dan kemudian diperingati dengan upacara Hari Asyura atau hari ratapan dengan melakukan upacara menyakiti diri sendiri, misalnya dengan memakai cambuk dan sebagainya sehingga tubuhnya berdarah. Upacara Asyura untuk mengenang peristiwa kesedihan luar biasa bagi umat Islam. Bagi kaum ahli sunnah wal jamaah, maka hari wafatnya Sayydina Hussein, 10 Muharram,  diperingati dengan berpuasa dan beramal jariyah atau sedekah terutama kepada anak-anak yatim dan orang miskin. Bahkan beberapa peristiwa di dalam sejarah kenabian,  Nabi Yunus selamat setelah ditelan ikan  pada tanggal 10  Muharram, Nabi Ibrahim selamat kala dibakar oleh Raja Namrudz juga pada tanggal 10  Muharram, termasuk diampuninya  Nabi Adam pasca diturunkan di  dunia juga terjadi pada tanggal 10  Muharram.

Ketiga, bagi orang Jawa, maka bulan Muharram disebut sebagai bulan Suro, berdasarkan kalender yang pernah dibuat oleh Kanjeng Sultan Agung Hanyakrakusuma, Mataram. Bulan Suro dianggap sebagai bulan penuh keprihatinan. Suatu bulan yang mengharuskan orang Jawa melakukan tapa brata atau bertapa. Banyak di antara orang Jawa yang melakukan puasa dalam tradisi Jawa, misalnya upacara puasa  mutih selama 40 hari, upacara puasa ngrowot, dan upacara puasa pendem. Upacara mutih dilakukan dengan hanya makan nasi putih dalam waktu 40 hari dan diakhiri harus terjaga semalam suntuk di luar rumah, puasa pendem yaitu puasa di dalam tanah dan puasa ngrowot yang hanya boleh memakan buah-buahan atau sayur-sayuran.

Tradisi seperti ini masih banyak dilakukan oleh Orang Islam Jawa. Tentu saja yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Mereka meneladani atas yang dilakukan oleh para leluhur penyebar Islam, misalnya Kanjeng Eyang Sunan Kalijaga, yang berpuasa dalam waktu panjang untuk menggapai “kearifan” atau “ainun bashirah”  dengan Dzat yang Maha Kuasa, sehingga memperoleh “kelebihan” dibandingkan dengan manusia pada umumnya.  Para Waliyullah adalah ulama yang memiliki pengalaman religious lebih hebat dibandingkan dengan umat Islam lainnya.

Oleh karena itu, di kala kita berada di dalam bulan Muharam atau bulan Suro, maka sebaiknya kita memperbanyak amalan shalihan, memperbanyak wirid atau dzikir dengan kalimat thayyibah atau berdoa sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Yunus. Doa tersebut misalnya adalah: “la ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minadh dhalimin”. “Tidak ada Tuhan selain Allah, Maha Suci Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang dhalim atas diriku sendiri”.

Sebagai umat Islam, yang terpenting di dalam memperingati tahun baru Hijriyah tentu bukan dengan hura-hura atau bersenang-senang akan tetapi dengan keprihatinan dalam rangka menghadapi tahun yang akan berjalan. Upayakan dengan dzikir, wirid atau doa kepada Allah SWT.

Wallahu a’lam bi al shawab.