• May 2025
    M T W T F S S
    « Apr    
     1234
    567891011
    12131415161718
    19202122232425
    262728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PAK HARUN DALAM PENGALAMAN BERAGAMA SELAMA 11 HARI

PAK HARUN DALAM PENGALAMAN BERAGAMA SELAMA 11 HARI

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sayang sekali saya datang terlambat dalam acara yang sangat special yaitu ceramah yang dilakukan oleh Pak Dr. Harun, Mantan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, di Masjid Ar Raudhah, Perumahan Sakura, Ketintang Surabaya, 28/04/2025. Acara pengajian tersebut dilakukan secara rutin, hari Sabtu ba’da Shubuh, selama kurang lebih 90 menit dengan peserta jamaah Masjid Ar Raudhah dan juga Masjid Lotus.

Ceramah ini benar-benar khusus sebab mengupas pengalaman beragama yang sangat special, koma atau mati suri. Cerita tersebut terjadi pada tahun 2023 yang lalu. Acara ini dihadiri oleh Pak Mulyanta, ketua RW 08, Pak Abdullah, Ketua RT 02, Pak Bintara, Ketua Takmir Masjid Ar Raudhah, Pak Sahid Sumitro, trainer SDM, dan lainnya yang tidak saya sebutkan namanya. Saya mencoba memahami ceramah Pak Harun dalam tiga aspek, yaitu:

Pertama, bahwa pengalaman untuk mati suri atau koma itu bersifat khusus, tidak bisa diduplikasi oleh orang lain. Pengalaman ini begitu special sebab memberikan pelajaran khususnya terkait dengan apa yang sudah dilakukan di dalam kehidupan. Semua digambarkan dengan transparan, baik dan buruk. Sebuah pengalaman yang bisa diceritakan dan ada yang tidak bisa diceritakan. Ada yang bisa dijadikan pedoman oleh banyak orang dan ada yang khusus untuk pribadi. Pak Harun dinyatakan koma. Jika mati suri maka sudah dinyatakan mati secara klinis, tetapi jika koma itu masih dalam keadaan belum mati secara klinis.

Menurut Pak Harun, berdasarkan kenyataan, bahwa orang yang dimasukkan di dalam ruang utama atau ruang I di Intensive Care Unit, adalah mereka yang sudah tidak ada peluang untuk sembuh. Semuanya wafat. Memang yang dimasukkan di situ adalah orang yang sudah memiliki potensi kematian cukup besar. Di dalam ilmu kedokteran, gerak paru-parunya sudah di bawah 20 persen. tetapi dengan kondisi paru-paru yang seperti itu, maka lama kelamaan fungsi organ lainnya akan semakin menyusut. Makanya, lalu ditopang oleh alat pacu jantung, alat oksigen untuk membantu paru-paru agar tetap normal.

Di dalam 11 hari itulah semuanya dipertontonkan. Amal baik dan buruk ditunjukkan. Yang membuat sakit adalah kala amal kejelekan itu dipertontonkan. Maka terasa ada dentuman besar yang membuat manusia merasakan begitu beratnya. “saya merasakannya”, demikian penuturan Pak Harun. Ada suara bising, dentuman dan terasa fisik ditonjok-tonjok dengan keras. Sakit sekali. Sudah tidak bisa lagi digambarkan bagaimana tingkat kesakitannya. Jika ada orang datang, maka dapat diketahuinya. Bahkan orang bicara apa juga didengarnya. Tetapi badan sama sekali tidak bisa bergerak. Lumpuh. Mulut terkunci. Sepertinya roh sudah terlepas dari badan tetapi masih berada di dekat fisiknya. Itulah sebabnya roh masih bisa melihat apa yang diperlakukan orang terhadap dirinya.

Kedua, melalui mati suri atau koma ini kita dapat mengingat semua kejadian di masa lalu, semenjak kita sudah bisa menalar atau berkesadaran sebagai manusia. Tindakan terhadap kawan dan lawan semuanya dipertontonkan. Relasi social yang baik dan buruk juga tergambar dengan jelas. Yang paling sedih jika relasi kita jelek. Itulah yang terasa menyakitkan. Subhanallah betapa sakitnya kala hubungan sesama manusia jelek. Oleh karena itu jangan melakukan perbuatan jahat kepada sesama manusia.

Perkara hubungan dengan Allah dalam bentuk shalat atau dzikir itu urusan persoalan privat atau masalah pribadi kita kepada Allah, tetapi yang paling berat adalah masalah dengan sesama manusia. Makanya, berbuat baiklah kepada sesama manusia agar kita tidak merasakan masalah nantinya di alam kubur. Kita ini sudah melakukan ibadah kepada Allah semenjak kecil dan terus kita lakukan, tetapi hubungan dengan sesama manusia, hablum minallah, itu plus dan minus. Ada kalanya baik dan ada kalanya jelek. Hindari benar perbuatan yang jelek terhadap sesama manusia. Satu musuh terasa berat dibandingkan dengan 1000 kawan. Upayakan agar kita dapat  terus berbuat baik.

Ketiga, amalan terbaik di dalam kehidupan adalah sedekah. Jika kita orang yang rajin sedekah maka itulah yang akan menolong kita di alam kubur. Saya banyak dipertontonkan tentang amalan sedekah di dalam kehidupan. Makanya, ketika sadar, maka yang saya minta kepada istri adalah untuk mensedekahkan uang yang saya miliki. “jangan pulang sebelum uang itu habis untuk sedekah”. Sehari penuh istri saya bersedekah”. Demikian tukas Pak Harun.

Menurut Pak Harun, ada dua hal yang seharusnya dilakukan oleh manusia di kala hidup, yaitu berbuat baik kepada sesama manusia. Jangan ada kebencian, jangan ada rasa ingin menyakiti orang lain, jangan berprasangka buruk kepada orang lain. Hanya ada satu kata: “berbuatlah yang baik kepada sesama manusia”. Titik. Lalu yang sangat penting adalah sedekahlah. Jangan pelit untuk melakukan sedekah kepada orang lain, terutama orang yang tidak beruntung hidupnya. Upayakan untuk bersedekah. Inilah yang akan menolong manusia di alam kubur. Semua rekaman di dalam mati suri itu menggambarkan keduanya. Inilah kenikmatan yang dapat dirasakan. Sedangkan yang perilaku jelek itu juga dirasakan sakitnya.

Pengalaman religious atau di dalam Bahasa psikhologi agama disebut sebagai the experience of the holy memang bersifat individual. Ada orang yang mati suri hanya dalam beberapa jam, maka yang dirasakannya diajak pergi ke suatu tempat akan tetapi dapat kembali karena mendengar jeritan anaknya, dan ada juga yang dipesan agar jangan menyekutukan Tuhan. Jadi memang cerita tentang mati suri adalah cerita individual.

Namun demikian ada pelajaran penting dari peristiwa mati suri atau koma, bahwa dunia kegaiban yang berupa roh adalah realitas transcendental, bahwa pengalaman kematian ini memberikan realitas bahwa kenikmatan dan kesengsaraan bukanlah isapan jempol belaka, akan tetapi realitas empiris transcendental yang nyata adanya.

Jadi kita tidak boleh hanya menggunakan empiris sensual atau penginderaan saja untuk menemukan kebenaran, atau empiris rasional atau pemikiran saja, sebab ada juga kebenaran yang berbasis empiris transcendental yang bersumber dari dunia keyakinan. Alam selain alam dunia ternyata ada. Bukan sesuatu yang gaib, tetapi sesuatu yang nyata adanya. Hanya saja memang didahului oleh keyakinan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

BERTERIMA KASIH KEPADA NON MUSLIM, BAGAIMANAKAH?

BERTERIMA KASIH KEPADA NON MUSLIM, BAGAIMANAKAH?

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Di dalam pengajian ini (Selasa, 22/04/2025), saya juga sempat menyampaikan bahwa berterima kasih itu tentu tidak hanya dikaitkan sengan sesama agama, yang tentu saja jawabannya sudah jelas. Harus dilakukan. Berterima kasih kepada sesama manusia, umat Islam, tentu perbuatan yang sangat terpuji di hadapan Allah SWT. Jika kita berterima kasih kepada manusia, khususnya kepada sesama umat Islam, tentu Allah sangat menyukainya.

Akan tetapi bagaimana dengan terima kasih kepada umat non muslim. Apakah juga harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Maka menurut saya, bahwa konteks Hadits Nabi Muhammad SAW tersebut sangat umum. Konteksnya bersyukur kepada manusia, bukan hanya bersyukur kepada umat Islam saja. “Fa man lam yaskurin nas lam yaskurillah”. Khitab hadits ini adalah kepada manusia dan tidak hanya kepada umat Islam. Jadi bersyukur kepada umat non muslim diperbolehkan. Jika ada umat non muslim yang berbuat baik kepada kita maka kita harus mengucapkan terima kasih.

Di dalam pengajian yang diselenggarakan oleh Komunitas Ngaji Bahagia (KNB) di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya, terdapat sebuah pertanyaan menarik dari jamaah, Pak Suryanto, terkait dengan  apakah mendoakan kepada non-muslim itu boleh atau tidak, sebab saya pernah mendengarkan pengajian bahwa mendoakan orang non muslim itu tidak diperbolehkan. Sebuah pertanyaan yang tidak mudah untuk menjawabnya.

Saya akan mencoba memberikan jawaban sesuai dengan nalar keagamaan yang saya miliki. Jangan dibayangkan saya akan menggunakan dalil-dalil agama yang tentu tidak mudah didapatkan. Setelah saya merenung sampailah saya pada jawaban, bahwa berdoa untuk orang non muslim itu boleh. Dengan catatan, yaitu mendoakan keselamatan untuk kehidupan yang bersifat duniawi tentu tidak ada halangan. Misalnya, selamat ulang tahun, selamat jalan, salam Bahagia, selamat menunaikan pernikahan, selamat memiliki putra atau putri, bahkan selamat beribadah. Yang bisa debatable adalah mengucapkan doa keselamatan untuk akherat, karena di sini ada masalah teologis yang jelas. Jadi misalnya mendoakan agar mereka mendapatkan keselamatan di akherat. Ini bisa jadi sebuah paradoks, sebab muslim dan non  muslim memiliki dimensi teologis yang membatasi dengan tegas, ini agamaku dan itu agamamu. Ini keyakinanku dan itu keyakinanmu. Lakum dinukum waliyadin.

Di dalam relasi antar umat beragama tentu yang dijadikan patokan adalah saling menghargai. Saya menghargai umat yang beragama lain dan umat beragama lain juga menghargai saya. Ini prinsipnya. Melalui cara penghormatan satu dengan lainnya, maka akan terbentuk sikap untuk tidak saling menyalahkan dan membenarkan diri sendiri. Beragama itu urusan keyakinan dan prinsip ini yang harus dipahami. Ada ruang secara internal membenarkan agamanya sendiri atau truth claimed, dan ada ruang eksternal yang kita harus bernegosiasi tentang kebenaran masing-masing. Di dalam ruang internum kita dapat  meyakini dan bahkan harus meyakini keyakinan kita secara bulat, akan tetapi di ruang eksternum maka kita dapat menghargai keyakinan orang lain.

Dengan cara seperti ini, maka kita dapat berkawan dengan siapa saja dan bisa bersahabat dengan siapa saja. Kita akan dapat membangun kehidupan dalam lintas agama, tanpa prasangka dan sikap yang berlebihan. Saya terbiasa untuk saling mengucapkan selamat hari raya, dan saya menjalaninya dengan enjoy saja. Tidak ada perasaan saya berkurang keimanan saya, dan saya juga merasa hal ini sebagai kewajiban kemasyarakatan kewajiban ijtima’iyah.

Mungkin ada di antara kita yang tidak setuju dengan pandangan ini. Bagi sekelompok orang tertentu yang beranggapan keabsolutan relasi social, maka hal seperti ini pasti merupakan kekeliruan berpikir. Tetapi bagi saya yang absolut itu dimensi teologis dan ritual, tetapi di dalam relasi social kemanusiaan tidak mutlak berlaku absoluditas keyakinan tersebut. Bagi saya bahwa umat Islam boleh berhubungan dengan sesama muslim dan tentu juga boleh berhubungan social dengan umat non muslim. Ada ukhuwah insaniyah atau persaudaraan sesama manusia yang  menjadi kewajiban kita.

Dimensi internum memang mutlak atau absolut, tidak boleh bergeser sedikitpun, akan tetapi di dalam relasi eksternum bisa plus dan minus. Ada ruang hablum minallah yang pasti tidak bisa digeser, dan ada ruang hablum minan nas yang bisa dilakukan negosiasi antar manusia. Orang bisa saling menghormati, orang bisa saling berterima kasih dan orang bisa saling berbagi kebaikan untuk kepentingan duniawi.

Inilah prinsip yang sebaiknya digunakan di dalam membangun persaudaraan sesama umat manusia. Islam  sudah mengajarkannya dengan sangat baik. Saya yakin bahwa dengan cara seperti ini, maka kehidupan di dunia akan penuh dengan kebaikan, kebahagiaan dan keselamatan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

ENERGI, KUANTITI DAN VIBRASI

ENERGI, KUANTITI DAN VIBRASI

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Selasa, 15/04/2025 merupakan hari yang membahagiakan. Tentu saja karena ada acara ngaji pada Komunitas Ngaji Bahagia (KNB), yang setiap Selasa menyelenggarakan acara mengaji di Masjid Al Ihsan, Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya. Kegembiraan tersebut terlihat karena di dalam acara ngaji ini selalu diwarnai dengan tertawa lepas karena joke-joke yang tersaji di dalam acara ceramah selasanan dimaksud. Kali ini yang memberikan taushiyah adalah Ustadz Sahid Sumito, seorang trainer SDM yang andal dan banyak memberikan pelatihan baik di birokrasi, Perusahaan dan juga Lembaga non pemerintah.

Temanya memang agak berat sebab mengupas tentang energi yang tentu tidak mudah dipahami oleh orang yang tidak terbiasa mendengarkan konsep-konsep di dalam ilmu fisika. Tetapi energi yang dimaksud di dalam taushiyah ini mencakup energi atau kekuatan yang dimiliki oleh manusia yang di dalam dirinya terdapat roh atau tiupan roh dari Tuhan. Energi atau daya kekuatan manusia untuk menyerap dan mengeluarkan kekuatan yang berasal dari kekuatan roh dari Tuhan. Setiap manusia sesungguhnya memiliki kekuatan ini, hanya saja ada yang berselaras dengan kekuatan kebaikan dan ada yang terkait dengan kekuatan kejelekan.

Ada kekuatan di atas garis demarkasi dan ada kekuatan di bawah garis demarkasi. Garis demarkasi itu yang sering saya sebut sebagai jiwa atau nafsu. Ada jiwa yang berselaras ke atas dan ada yang berselaras ke bawah. Berdasarkan cerita Pak Sahid, bahwa setiap hari sebaiknya manusia selalu menarik garis itu ke atas dengan kuantiti sebesar 300 daya  ke atas. Jangan sampai kuantitinya itu di bawah 300 daya. Jika di bawah 300 daya kuantitinya, maka doa-doa yang kita lantunkan kepada Allah akan kembali turun ke bawah sehingga doa tidak sampai ke hadirat Allah SWT.

Setiap kita berdoa, maka doa tersebut akan naik ke langit. Tetapi doa tersebut berhenti untuk didorong lebih ke atas lagi. Untuk mendorong tersebut maka kuantiti nilainya atau dayanya harus di atas 300 nilai. Nilai akan semakin besar jika kita dapat mengedepankan rasa Syukur, tawakkal, dan sabar dan semua yang berresonansi kebaikan. Semakin besar perasaan tersebut, maka akan semakin kuat dorongan untuk naik ke atas.

Namun jika dorongannya lemah bahkan nyaris tidak ada, maka doa akan tertarik kembali ke bawah. Selesai berdoa lalu sedih, putus asa, tidak ada harapan, tidak mengembangkan sikap positif kepada Allah,  maka doa tersebut akan tertarik ke bawah dan akibatnya doa tersebut akan tertolak. Oleh karena itu kita harus berusaha untuk merasa senang, happy, bersyukur, sabar,  tawakkal dan menerima takdir Tuhan apa adanya, sehingga doa akan dapat naik ke langit tertinggi, ke Sidratul Muntaha, ke Mustawa dan sampai ke haribaan Allah SWT.

Energi terbesar di dalam kehidupan dunia adalah energi ka’bah. Itulah sebabnya manusia diminta untuk bertemu dengan ka’bah. Shalat diarahkan ke ka’bah sebab kita ingin menyerap energi yang besar tersebut. Di sinilah kemudian akan muncul vibrasi atau getaran jiwa yang terhubung dengan energi ka’bah. Dipastikan bahwa ada pengalaman religious di kala kita melakukan shalat atau berdzikir kepada Allah. Masing-masing individu memiliki pengalaman tersebut. Di dalam tulisan saya terdahulu (nursyam.uinsaby.ac.id 28/03/2025), saya nyatakan bahwa ada orang yang merasakan ada keajaiban di dalam kehidupan. Dan keajaiban itulah yang dimaksud dengan vibrasi, yang memamg bercorak individual, tidak bisa diulang dan sangat special.

Vibrasi akan datang di kala kita memang bisa melakukan relasi yang optimal dengan energi besar di dunia. Energi ka’bah. Itulah sebabnya banyak orang yang berkeinginan berulang-ulang untuk mendatangi ka’bah karena peluang untuk merasakan vibrasi ka’bah yang sedemikian besar. Tetapi jangan khawatir sebab Allah menyediakan vibrasi tersebut bagi siapa saja dan di mana saja. Bisa di daratan, di lautan dan bahkan di udara.

Ada beberapa pengalaman para astronaut yang mengamati gerakan atau pusaran ka’bah dan menemukan ada energi yang muncul dari situ. Putaran orang di dalam mengelilingi  ka’bah atau thawaf ternyata juga memiliki energi yang sangat luar biasa. Bahkan nuansa malam Lailatul Qadar juga dapat diamati dari luar ungkasa. Nuansa keheningan dan kebeningan malam itu sungguh menakjubkan dan dapat diamati secara langsung. Demikianlah Allah menunjukkan kepada hambanya tentang energi alam yang mengagumkan.

The experience of the holy bukan isapan jempol belaka, akan tetapi adalah sebuah keajaiban. Allah dapat memberikan keajaiban tersebut kepada orang yang memang dikehendakinya. Tentu tidak semua orang dapat menerimanya. Namun demikian juga ada potensi bagi seseorang untuk mendapatkannya. Di dalam cerita-cerita tasawuf banyak dijumpai pengalaman spiritual yang khas tersebut. Di dalam dunia tasawuf dikenal konsep kasyaf yaitu suatu momentum di mana Allah dapat bertemu secara energi yang menghasilkan vibrasi yang tidak bisa dibuka oleh orang awam. Hanya orang khas yang bisa merasakannya.

Adakah peluang kita untuk mendapatkannya? Tentu sangat terkait dengan riyadhah yang kita lakukan. Semakin besar riyadahnya maka semakin besar peluang mendapatkannya. Semoga sekali di dalam kehidupan ini, kita dapat merasakannya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

 

MEMBANGUN RUMAH INDAH DI SURGA, MUNGKINKAH?

MEMBANGUN RUMAH INDAH DI SURGA, MUNGKINKAH?

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Keberadaan surga sebagai tempat untuk membalas atas orang yang berprilaku baik atau beramal yang shaleh saja masih diragukan orang. Begitulah kira-kira “keraguan” tentang kemungkinan orang beriman dan beramal shaleh dapat membangun rumah indah di surga. Bagi orang atheis atau agnostic, jawabannya pasti tidak dapat. Tetapi bagi umat Islam, maka jawabannya yakin bahwa umat Islam yang menjalankan ajaran Islam dipastikan bisa.

Surga memang bagian dari kegaiban di antara kegaiban-kegaiban lainnya di dalam ajaran Islam. Selain itu juga terdapat neraka, alam kubur, dan alam akherat. Semuanya ini termasuk misteri di dalam agama yang manusia harus meyakini dengan tidak mempertanyakannya. Ini merupakan wilayah doktrin agama yang mutlak. Wilayah iman, yaitu wilayah yang manusia hanya bisa percaya dan tidak menolaknya. Yang diharapkan adalah iman sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Bakar As Shddiq, sosok pelaku iman yang tidak diragukan.

Sebagaimana diceritakan oleh Prof. Nasaruddin Umar, Menag, bahwa Nabi Muhammad SAW memiliki sahabat-sahabat yang hebat. Ada sahabat Abu Bakar yang beriman dengan segenap rasa keberagamaannya, ada sahabat Umar yang beragama secara rasional, ada sahabat Usman yang beragama dengan kedermawanaanya dan keikhlasannya dan ada sahabat Ali yang beriman dengan kecerdasannya. Oleh karena itu, mereka mengawali imannya yang sesuai dengan pendekatannya, tetapi pada ujung akhirnya semua meyakini secara total akan Ketuhanan Allah SWT dan Kenabian Muhammad SAW.

Ada tiga alasan mengapa manusia akan bisa mendapatkan rumah indah di surga, yaitu: pertama, alasan teologis. Semua teks suci dalam agama-agama  menyatakan bahwa nanti akan  terdapat kehidupan di akherat. Agama-agama Semitis, Yahudi, Nasrani dan Islam, semuanya mengabarkan hal tersebut. Artinya berdasar atas kajian intertext, maka semua agama membenarkan keberadaan surga. Agama Hindu dan Budha juga menggambarkan hal yang sama. Dengan demikian agama-agama yang dipeluk oleh umat manusia mengakui akan keberadaan surga dengan nama yang berbeda-beda sesuai dengan Bahasa kitab sucinya.

Islam memberikan gambaran bahwa surga atau Jannah di dalam Bahasa Arab merupakan tempat yang dijanjikan oleh Allah SWT kepada umat Islam yang patuh dan taat kepada ajaran agamanya. Mereka meyakini akan kebenaran rukun iman dan juga menjalankan rukun Islam serta berakhlak yang baik kepada sesama umat manusia. Di dalam Surat Al Kahfi ayat 110, dijelaskan sebagai berikut: “Maka barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia  mengerjakan Kebajikan dan janganlah dia menyekutukan dengan sesuatupun dalam beribadah kepada Tuhannya”.

Ayat ini memberikan kabar gembira kepada umat Islam, bahwa manusia kelak di alam akherat, bagi yang masuk surga, maka akan bertemu dengan Allah, Dzat Rabbul izzati, dengan catatan orang tersebut berbuat Kebajikan dan tidak menyekutukan Tuhannya. Mereka adalah ahli surga, sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah SWT. Makanya umat Islam yang melakukan amal kebaikan dijanjikan untuk masuk surga dari berbagai macam pintu yang disediakannya.

Salah satu kegembiraan bagi umat Islam adalah Allah SWT akan membangunkan rumah di surga. Nabi Muhammad SAW menyatakan “barang siapa yang membangun masjid maka Allah akan membangunkan rumah baginya di surga”. Jadi manusia akan memiliki rumah di surga, khususnya bagi yang bisa membangun masjid. Oleh karena itu jika ada banyak umat Islam yang memiliki harta yang lebih, maka yang diutamakan adalah membangun masjid. Orang Arab Saudi yang kaya banyak membangun masjid di Indonesia. Tentu diilhami oleh pernyataan Nabi Muhammad SAW tersebut.

Kedua, secara sosiologis, manusia mengakui bahwa ada orang yang baik dan ada orang yang jahat. Pengakuan tersebut tentu didasari oleh realitas yang dihadapinya. Ada sebuah peribahasa: “macan mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, dan manusia mati meninggalkan nama”. Jadi orang baik itu ada secara sosiologis. Tentu saja kebaikan tersebut tergantung dari cara pandang masing-masing. Ada yang menggunakan ukuran agama dan ada yang menggunakan ukuran lainnya.

Manusia memang hidup dalam suatu komunitas dan suatu Masyarakat, sehingga kebaikan atau keburukan tersebut tentu saja dapat diketahui oleh orang lain. Dalam hal yang sangat realistis, misalnya ada orang yang dermawan dan ada orang yang pelit. Ada orang yang sabar dan ada orang yang pemarah. Ada orang yang keras  dan ada orang yang lemah lembut dan sebagainya. Semua dapat diukur oleh ukuran manusia.

Diyakini oleh Masyarakat beragama bahwa orang yang baik nanti akan mendapatkan balasan di surga dan orang yang jahat akan mendapatkan balasan di neraka. Masyarakat meyakini hal itu. Pengetahuan seperti itu bisa didapatkan dari berbagai penjelasan para ulama yang tersebar di berbagai platform. Baik platform digital maupun platform konvensional lainnya. Semua menggambarkan betapa orang baik itu akan memperoleh kebaikan dan orang yang jahat juga akan berakibat bagi dirinya. Di dalam filsafat Jawa dikenal konsep “ngunduh wohing pakarti” yang di dalam Bahasa Indonesia dapat diterjemahkan: “memanen atas usaha yang dilakukannya”.

Ketiga, Dari uraian secara teologis maupun sosiologis ini menggambarkan bahwa kebaikan akan berbuah kebaikan dan kejahatan akan berbuah kejahatan. Oleh karena itu manusia akan bisa memilih, apakah akan menjadi orang yang baik atau menjadi orang yang jahat. Orang yang baik, berdasarkan atas pandangan teologis maupun sosiologis akan mendapatkan balasan di surga, dan orang yang berbuat jahat akan menjadi penghuni neraka. Dari sinilah akan bisa dipahami makna manusia memiliki rumah di surga atau bahkan secara provokatif dapat  disebut bahwa manusia dapat mendirikan rumah di surga. Mendirikan tentu dalam makna simbolik, sebab Tuhan memang sudah menyediakan rumah-rumah indah di surga.

Wallahu a’lam bi al shawab.

HAKIKAT SYUKUR  PADA MANUSIA

HAKIKAT SYUKUR  PADA MANUSIA

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Syukur dengan ungkapan alhamdulillah mungkin sudah menjadi kebiasaan kita. Nyaris setiap hari kita bersyukur kepada Allah, terutama dalam bentuk ungkapan atau bacaan alhamdulillah. Kita masuk rumah dari bepergian jauh atau dekat, maka kita mengucapkan syukur dengan ungkapan alhamdulillah. Selesai menyelesaikan tugas baik yang ringan maupun yang berat, maka mulut kita juga berucap alhamdulillah. Selesai makan atau minum juga mengucapkan alhamdulillah. Demikian pula selesai melakukan ritual, maka kita juga mengucapkan alhamdulillah. Pokoknya serba alhamdulillah.

Syukur memang kebanyakan diungkapkan dengan lesan. Dengan ucapan. Bahkan ada orang yang sedikit-sedikit alhamdulillah. Semua itu menggambarkan bahwa ucapan Syukur telah menjadi kelaziman di dalam kehidupan kita semua. Memang syukur kebanyakan diungkapkan di kala mendapatkan kesenangan atau mendapatkan kenikmatan, baik kenikmatan fisik atau kenikmatan jiwa. Kenikmatan fisik adalah kebaikan yang dirasakan secara fisikal sedangkan kenikmatan jiwa dirasakan dalam bentuk ketenangan, rasa damai, rasa senang dan sebagainya melalui instrument hati.

Kenikmatan atau ketenangan merupakan suatu system yang menyelimuti fisik dan jiwa. Senang adalah gabungan antara dunia fisikal dan dunia kejiwaan. Biasanya diawali dengan kenikmatan fisik dan kemudian menjalar ke dalam jiwa. Di dalam Islam terdapat sebuah ungkapan bahwa jiwa atau hati yang senang berada di dalam fisik yang senang, atau jiwa yang sehat berada di dalam tubuh yang sehat. Relasinya memang timbal balik. Di dalam jiwa yang senang terdapat fisik yang sehat dan di dalam fisik yang sehat juga terdapat mental yang sehat. Hati merupakan sumber mental  dan jiwa yang merupakan satu kesatuan.

Syukur sesungguhnya tidak hanya di dalam ucapan atau yang disebut sebagai syukur secara lesan. Tetapi juga harus terdapat juga syukur secara hati atau jiwa. Dan lebih dari itu syukur juga berupa kelakuan atau tindakan. Marilah kita bahas syukur tersebut, yaitu:

Pertama, Syukur secara lesan adalah wujud syukur yang bercorak individual. Atas nama capaian pribadi yang berhasil, maka kita menyatakan syukur secara lesan. Demikian pula syukur dengan jiwa, juga kebanyakan syukur yang dilakukan secara lesan karena prestasi individu atau capaian individu. Bisa juga kesenangan secara individual atau kenikmatan yang dirasakan secara individu. Ucapan-ucapan syukur berada di dalam kawasan dimaksud.

Kedua, Syukur yang dilakukan dengan amalan shalihan. Syukur dalam bentuk prilaku inilah yang merupakan syukur dalam kategori terbaik. Bersyukur tidak hanya dalam ungkapan dan batin atau hati atau jiwa akan tetapi dengan amalan nyata. Syukur dalam bentuk ini merupakan bentuk syukur yang ditujukan kepada orang lain, agar orang lain juga bisa bersyukur atas kenikmatan Allah. Memberi makan orang miskin, memberi makan kepada orang yang sedang berada di jalan Allah, memberikan minum kepada orang yang haus dan memberikan pertolongan kepada orang yang membutuhkan merupakan bentuk syukur yang tertinggi.

Di Gapura Makam Kanjeng Eyang Syekh Ibrahim Asmaraqandi terdapat ungkapan di dalam Bahasa Jawa yang bunyinya: “wenehono  mangan marang wong kang keluwen, wenehono klambi wong kang kawudan, wenehono payung wong kang kepanasan”, yang artinya: “berikan makan kepada orang yang kelaparan, berikan baju atas orang yang telanjang dan berikan payung kepada orang yang kepanasan”. Betapa mendalamnya ajaran Kanjeng Eyang Syekh Ibrahim Asmaraqandi ini. Inilah sesungguhnya perwujudan rasa syukur dengan cara memberi  kepada orang lain.

Ketiga, Di dalam ajaran Islam terdapat sebuah konsep yang patut menjadi perhatian kita semua. Dinyatakan di dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam At Tirmidzi, sebagai berikut: wa man lam yaskurin nas, lam yaskurillah, yang artinya: “barang siapa yang tidak bersyukur kepada manusia, maka tidak bersyukur kepada Allah”. Mengapa kita harus bersyukur kepada manusia dan kenapa tidak cukup bersyukur kepada Allah? Inilah hakikat dari rasa syukur. Allah memang dipastikan akan memberi rezeki kepada semua hambanya. Apapun hambanya. Tetapi rezeki tersebut terkadang harus melalui perantara atau washilah orang lain. Ada orang yang mendirikan Perusahaan dan kita bekerja di dalamnya, kita mendapatkan gaji untuk menghidupi keluarga. Maka sudah sepantasnya kita bersyukur kepada orang tersebut. Maksudnya berterima kasih, dan dari rasa terima kasih tersebut hakikatnya adalah bersyukur kepada Allah.

Ucapan terima kasih memiliki power yang luar biasa dalam relasi social. Seseorang akan merasa terhormat karena pekerjaannya atau usahanya lalu dihargai orang meskipun hanya dengan ucapan terima kasih. Ucapan terima kasih secara psikhologis masuk dalam kebutuhan akan pengakuan atau rekognisi. Dengan memberikan ucapan terima kasih atas upaya atau pekerjaan orang yang terkait dengan diri kita, maka di situ akan terdapat rasa bahagia.

Di sinilah rahasia kenapa Allah melalui Nabi Muhammad SAW memberikan tekanan pada pentingnya bersyukur atau berterima kasih kepada sesama manusia. Bahkan dinyatakan jika kita tidak bisa berterima kasih kepada sesama manusia, maka hakikatnya kita tidak berterima kasih kepada Allah.

Wallahu a’lam bi al shawab.