• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

JADIKAN SHALAWAT SEBAGAI WASHILAH MENCAPAI RAHMAT ALLAH

JADIKAN SHALAWAT SEBAGAI WASHILAH MENCAPAI RAHMAT ALLAH

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Jika saya pulang ke Tuban, selalu ada yang kurang jika saya tidak menyapa para jamaah Shalat di Mushalla depan rumah saya, yaitu jamaah Mushalla Raudhatul Jannah di Dusun Semampir, Desa Sembungrejo, Merakurak,  Tuban. Ketepatan Hari Selasa, 22/10/2024, saya secara sengaja datang di rumah Tuban untuk menjenguk orang tua perempuan saya.

Saya  memang hari itu harus pergi ke Kudus menghadiri undangan Rektor IAIN Kudus, Prof. Dr. Abdurahman Kasdi, Lc.,  dalam rangka Studium General untuk mahasiswa Program Magister dan Doctor IAIN Kudus. Ada sebanyak 30 orang mahasiswa baru program doctor Islamic Studies pada tahun pertama dibukanya Program Studi Islamic Studies. Diharapkan menyusul dibuka juga Prodi Manajemen Pendidikan Islam untuk tahun depan.

Saya selalu merasa senang jika datang di desa saya ini, sebab bisa bertemu dengan kawan-kawan di masa kecil, yang masih sehat dan dapat melakukan shalat berjamaah, khususnya shalat jamaah Shubuh. Shalat jamaah shubuh merupakan shalat jamaah yang sulit dilakukan karena terkadang seseorang belum bangun. Jadi shalat shubuhnya terlambat. Bisa jadi karena ada acara semalam yang padat, sehingga tidurnya lambat.

Ada tiga hal yang saya sampaikan di dalam ceramah ba’da shubuh di Mushalla Raudhatul Jannah, yaitu: pertama, kita harus selalu bersyukur atas nikmat Allah, terutama nikmat iman kepada-Nya. Nikmat terbesar di dalam kehidupan adalah nikmat untuk selalu menjadi umat Islam, yang meyakini keberadaan Allah, meyakini kebenaran kitab suci Alqur’an, kebenaran kehadiran Nabi Muhammad sebagai pembimbing terbesar umat manusia, dan meyakini rukun iman lainnya. Tidak hanya ini tetapi juga dapat melaksanakan ibadah dan berbuat baik untuk sesama manusia. Inilah nikmat terbesar di dalam kehidupan. Kita  juga bisa hidup dalam sehat, sebab kesehatan itu begitu penting agar kita dapat  melakukan ibadah dengan sempurna.

Kedua, para ulama baik ulama Nu maupun ulama Muhammadiyah menganjurkan agar kita membaca shalawat. Kyai Asrori mursyid Taraket Qadiriyah Naqsyabandiyah di Kedinding Surabaya menjelaskan bahwa membaca shalawat yang diniatkan untuk memohon ampunan Allah,  maka hal itu pasti akan diampuni Allah. Jika membaca shalawat untuk ampunan Allah maka ampunan tersebut melalui Nabi Muhammad kekasih Allah. Jika kita membaca istighfar maka kita meminta langsung, yang kita belum bisa memastikannya diterima atau lainnya. Tetapi dengan memohon ampunan melalui bacaan shalawat kepada Nabi Muhammad,  maka shalawat dan permohonan doa tersebut akan diterima Allah SWT. Ustadz Adi Hidayat, ulama Muhammadiyah juga menyarankan yang sama. Intinya, bahwa dengan membaca shalawat yang diniatkan untuk memperoleh ampunan Allah, maka diyakini bahwa Allah akan mengampuni dosanya. Oleh karena itu, marilah kita lakukan keduanya, membaca istighfar yang langsung memohon ampunan kepada Allah dan juga bisa melakukan shalawat yang juga bisa menjadi kepastian akan ampunan Allah SWT.

Ketiga, shalawat akan dapat menjadi washilah untuk memperoleh syafaat Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Memperoleh syafaat dari Nabi Muhammad adalah anugrah yang sangat luar biasa. Siapa yang tidak ingin mendapatkannya. Yang dipastikan untuk memperoleh syafaat Nabi Muhammad SAW adalah orang yang membaca shalat secara istiqamah, yang terus menerus. Mungkin jumlahnya tidak harus banyak tetapi basis istiqamahnya itu yang sangat penting. Amalan yang disukai Allah adalah amalan yang dilakukan secara rutin. Maka beruntunglah orang yang di dalam hidupnya diwarnai dengan bacaan shalawat. Semakin banyak membaca shalawat dan istiqamah, maka semakin besar peluangnya untuk memperoleh syafaat dari Nabi Muhammad SAW.

Agama itu terkait dengan keyakinan. Maka kita harus memastikan bahwa kita yakin dengan membaca shalawat, maka akan memperoleh syafaat Rasulullah SAW. Nabi Muhammad sebagai kekasih Allah diberikan wewenang untuk memberikan syafaat kepada hambanya yang mencintainya. Dan salah satu cara mencintai Nabi Muhammad SAW adalah dengan membaca:  “Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala ali sayyidina Muhammad”.

Nabi Muhammad SAW adalah kekasih Allah SWT. Tidak ada nabi dan rasul yang melebihi kasih sayang Allah dimaksud. Sebagai konsekuensi atas kasih sayang yang sedemikian besar, maka apa yang dimohonkan oleh Nabi Muhammad SAW akan diperkenankan oleh Allah. Dan salah satu dari perkenan Allah adalah Nabi Muhammad SAW berhak untuk memberikan syafaat. Jika seseorang mendapatkan syafaatnya Kanjeng Rasul, maka juga dipastikan akan mendapatkan rahmat Allah SWT.

Adakah yang lebih besar dari rahmat Allah SWT. Saya rasa tidak ada. Rahmat Allah adalah karunia terbesar yang diberikan Allah SWT kepada hambanya yang mencintai kekasihnya. Muhammad SAW adalah kekasihnya yang sangat layak memperoleh cinta dan kasih sayang. Makanya, jika seseorang bershalawat berarti mencintai kekasih Allah SWT dan akan berujung pada kehadiran rahmat Allah SWT yang sangat didambakan.

Dan di antara yang menjadi penyebab seseorang masuk surga adalah karena rahmat Allah SWT. Beruntunglah orang yang bershalawat sebab akan memperoleh syafaatnya Rasulullah Muhammad SAW dan akhrnya akan mendapatkan rahmat Allah SWT yang berupa menjadi barisan dari ahli surga.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

MENYEIMBANGKAN OLAH RAGA, OLAH PIKIR, OLAH RASA DAN OLAH RUH.

MENYEIMBANGKAN OLAH RAGA, OLAH PIKIR, OLAH RASA DAN OLAH RUH.

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Judul ini diilhami oleh pertanyaan Pak Mulyanta, Ketua RW 08, Kelurahan Ketintang Selatan, Kecamatan Gayungan Surabaya. Pertanyaan yang kelihatannya sederhana tetapi bisa membuka cakrawala yang lebih luas tentang bagaimana membangun keseimbangan antara olah rasa, olah pikir, olah rasa dan olah ruh. Dan membuka cakrawala tentang gradasi dari keempatnya. Juga memberikan pemahaman bahwa manusia sebaiknya tidak hanya mengembangkan salah satunya saja, tetapi harus keempatnya sekaligus.

Pengajian ini diselenggarakan di Masjid Al Ihsan, Perumahan Lotus Regency E8, Ketintang Selatan, Surabaya. Dihadiri oleh Jama’ah atau Komunitas Ngaji Bahagia (KNB) pada Selasa, 15/10/2024. Sebagaimana biasanya, pengajian dilakukan ba’da shalat shubuh berjamaah. Ada tiga hal yang saya sampaikan di dalam pengajian tersebut, yaitu:

Pertama, islam merupakan agama yang komplit di dalam ajarannya, ada ajaran mengenai teologis, ritual, pengetahuan agama, konsekuensi beragama dan juga pengalaman beragama. Dalam pengetahuan beragama, Islam begitu menekankan mengenai manusia harus berpikir tentang ayat-ayat qauliyah dan ayat kauniyah. Ayat qauliyah terdapat di dalam Alqur’an dan hadits atau pendapat atau tafsir agama yang sudah diberikan oleh para ulama yang memiliki otoritas dalam ilmu keislaman. Kita harus belajar tentang Ilmu Alqur’an, Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits, Ilmu Fiqih, Ilmu tasawuf dan sebagainya. Tentu tidak semua orang bisa melakukannya. Dalam hal seperti ini, maka yang ada yang ahli dan ada yang menjadi pengikut. Yang tidak memahami maka harus ittiba’ atau mengikuti kepada yang ahli.

Lalu berpikir juga tentang ayat-ayat kauniyah. Ayat-ayat tentang alam. Berpikir tentang bagaimana alam diciptakan oleh Dzat yang Maha Kuasa atau omni potence. Berdasarkan kajian atas keteraturan alam, maka tidak mungkin yang teratur itu terjadi dengan sendirinya. Pasti ada Dzat yang memiliki pengetahuan atau omni science, yang maha hebat dan dari pengetahuannya itu kemudian menciptakannya. Hipotesis tentang keberadaan Tuhan diyakini oleh ahli ilmu pengetahuan.

Ajaran tentang memahami qouliyah dan kauniyah akan memberikan kepastian bahwa iman kita adalah iman yang benar, tidak hanya dari doktrin saja akan tetapi dari pemahaman ilmu pengetahuan yang benar. Ajaran ilmu alam disandingkan dengan kalam Tuhan dalam Alqur’an dan ternyata yang di masa lalu dianggap sebagai mu’jizat dan melalui kajian atas kenyataan empiris ternyata benar. Ada banyak contoh mengenai hal ini.

Kedua, ajaran Islam yang mewadahi mengenai  olah rasa dan olah ruh adalah ajaran tasawuf. Ajaran tasawuf berisi ajaran tentang dimensi perasaan ketuhanan atau olah rasa atau rasa ketuhanan. Di dalam dunia tasawuf ada riyadhah atau lelaku untuk mencapai martabat tertinggi di dalam kebersamaan dengan Allah. Hal seperti ini tidak kita dapati dalam diri kita, sebab kebanyakan di antara kita lebih banyak beragama dengan olah pikir dan belum masuk ke dalam olah rasa. Kita masih beragama secara minimalis. Shalat minimalis, dzikir minimalis, pilantropi minimalis. Serba minimalis. Tetapi kita tetap bersyukur sebab tetap berada di dalam hidayah Allah. Betapa banyak orang yang tidak memdapatkan hidayah Allah. Jika di dunia terdapat sebanyak enam milyar manusia, yang beragama Islam hanya kira-kira satu milyar. Dan yang satu milyar juga belum optimal melakukan ajaran agamanya. Kita bersyukur setiap hari kita melakukan shalat lima kali, tiap pagi kita baca Alquran, kita tahsinan Alqur’an, dan amalan lainnya juga sudah kita amalkan.

Dengan setiap pagi kita membaca Surat Al Waqi’ah, maka kita berharap mendapatkan rejeki Allah baik yang berupa rejeki yang tangible maupun yang intangible. Rejeki yang berupa materi dan rejeki hidayah Allah untuk melakukan kebaikan, untuk bisa mengamalkan ajaran Allah SWT. Kita sudah membaca shalawat yang merupakan washilah antara kita dengan Allah. Bukankah Nabi Muhammad SAW adalah perantara terbaik di dalam dunia. Jika kita banyak membaca shalawat insyaallah kita akan bisa menjadi kekasih Rasulullah dan ujung akhirnya akan dikenal oleh Allah SWT.

Ketiga, ajaran tasawuf mengenal istilah tahalli, takhalli dan tajalli. Menghindari perbuatan jelek dan masuk kepada perbuatan yang baik dan kemudian dapat bertemu secara simbolik di dunia ini dengan Allah. Setidak-tidaknya kita sudah berada di dalam konteks mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan kapasitas dan kekuatan kita. Tentu yang diharapkan adalah kemudian munculnya keridlaan Allah melalui washilah kita kepada Nabi Muhammad SAW.

Konsep olah raga diajarkan Islam sebagaimana maqalah “qalbun salim fi jismin salim” atau hati yang sehat dan selamat berada di dalam tubuh yang sehat. Kalau tubuh kita sehat, maka hati kita akan seharusnya penuh kesyukuran kepada Allah SWT. Kita tidak mengeluh karena sakit yang diderita. Islam mengajarkan agar kita bersyukur atas nikmat Allah. Seandainya kita menghitung nikmat Allah, maka kita tidak sanggup untuk menghitungnya.

Konsep olah pikir atau berusaha untuk terus menerus berpikir mengajarkan kita bahwa jangan sampai kita berada di ruang kosong. Jika kita tidak berpikir maka berarti pikiran kita hampa dan ini yang tidak diinginkan oleh Islam. Olah pikir bukan berarti semuanya dipikir atau terus menerus kepikiran akan tetapi olah pikir tersebut ditujukan untuk berpikir ciptaan Allah, dan mengakibatkan kita semakin bersyukur kepadanya. Islam selaras dengan kenyataan bahwa sakit maag terkadang disebabkan oleh factor berpikir yang tidak ada ujung selesainya dan factor fisik.

Olah rasa juga menjadi perhatian Islam. Ajaran Islam itu tidak hanya mengajarkan ajaran ibadah yang bercorak fisikal, seperri shalat, dan haji  tetapi juga ibadah yang memasuki ruang “rasa”. Di dalam dunia tasawuf disebut sebagai dzikir atau wirid. Misalnya Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang “mewajibkan” penganutnya untuk wirid sebanyak 165 kali setiap selesai shalat. Wirid seperti ini bagi pemula, dan jika sudah memasuki proses yang panjang maka seseorang bisa membaca wirid dalam ribuan jumlahnya.

Olah roh adalah kebiasaan tertinggi dalam dunia taasawuf yang disebut sebagai tajalli atau menyatunya secara simbolik antara Tuhan dan manusia. Kala seseorang sudah sampai maqam ini, maka sudah tidak ada “jarak” antara Tuhan dan manusia. Tentu saja bukan Tuhan dalam dzatnya yang masuk ke dalam diri seseorang atau roh manusia masuk ke dalam dzatnya Tuhan, akan tetapi menyatunya roh manusia dengan Rahman dan Rahim Tuhan. Yaitu roh manusia yang mendapatkan kerahiman dan kerahmatan Allah SWT.

Di dalam konteks ini, maka olah raga, olah pikir, olah rasa dan olah roh adalah sebuah gradasi. Badan digerakkan untuk menjaga agar badan menjadi sehat, lalu ke olah piker atau berpikir tentang ciptaan Tuhan, lalu memasuki alam rasa atau alam yang mencintai sesama manusia, mencintai Nabi Muhammad SAW dan berujung pada kecintaan kepada Allah SWT.

Dan yang terakhir setelah rasa menyatu dengan Nabi Muhammad SAW dan Allah SWT, maka akan terjadi puncak kehidupan yaitu olah ruh, di mana sudah tidak terdapat lagi hijab yang membatasi Allah dengan diri, yang hanya bisa dijelaskan oleh orang yang sudah memasuki alam tersebut.

Tidak semua orang bisa sampai tahapan ini, sebab riyadhahnya sangat berat dan mungkin kita tidak memiliki kapasitas untuk sampai ke sana.

Wallahu a’lam bi al shawab.

ENERGI KA’BAH ENERGI DUNIA

ENERGI KA’BAH ENERGI DUNIA

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Meskipun tidak diikuti oleh jamaah yang membludak, akan tetapi Komunitas Ngaji Bahagia (KNB) adalah acara mengaji yang berkualitas. Baik yang memberikan pengajian maupun peserta pengajiannya adalah orang-orang yang sangat terpelajar dan yang paling penting pengajian ini dilakukan dalam two way traffic atau pengajian interaktif. Para peserta pengajian bisa bertanya kapan saja tidak menunggu jeda atau selesainya session mengajinya.

Pada hari Selasa, 01/10/2024,  yang memberikan pengajian adalah Ustadz Sahid Sumitro, seorang  trainer SDM yang mumpuni di dalam pengembangan SDM, baik pada perusahaan, birokrasi dan aktivis LSM. Dan yang menarik bahwa tema yang dibahas adalah tentang energi Ka’bah, yang ternyata bisa menjadi energi alam atau energi dunia. Energi Ka’bah dipancarkan ke seluruh dunia atas kehendak Allah. Energi Ka’bah bisa menyasar siapa saja yang memiliki gelombang yang sama dengan gelombang energi Ka’bah dimaksud.

Akhir-akhir ini semakin banyak yang di masa lalu dianggap sebagai mu’jizat yang hanya dilakukan oleh para Nabi sebagai utusan Allah dan sepertinya tidak masuk akal, akan tetapi temuan akhir-akhir ini memberikan indikasi bahwa apa yang di masa lalu dianggap sebagai mu’jizat yang tidak masuk akal  ternyata ditemukan pembenarannya secara ilmiah. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan, maka yang di masa lalu sebagai misteri sekarang bukan lagi misteri karena bisa ditemukan pembenarannya di dalam alam. Contohnya adalah tenggelamnya, Fir’aun di Laut, terbelahnya bulan di masa Kenabian Muhammad SAW, dan juga bukti tentang Ashabul Kahfi dan sebagainya.

Energi Ka’bah di masa lalu juga dianggap sebagai khayalan belaka. Energi Ka’bah bahkan diremehkan sebagai mengada-ada. Tidak masuk akal. Tetapi kala ditemukan mengenai energi khusus yang ternyata ada di dalam kehidupan dunia, maka  energi Ka’bah sungguh merupakan sesuatu yang nyata adanya. Ka’bah merupakan pusat energi yang didesain oleh Allah bagi seluruh umat manusia.

Semenjak ditemukan gelombang untuk memancarkan suara, seperti gelombang radio dan kemudian ditemukan gabungan suara dan gambar di televisi, maka gelombang di suatu wilayah akan dapat bertemu dengan gelombang dari wilayah lain, sehingga terjadilah kesamaan gelombang dan kemudian menghasilkan suara atau gambar atau keduanya.

Di masa lalu, orang hanya bisa menelpon melewati gelombang telepon, akan tetapi seirama dengan penemuan gelombang melalui sinyal hand phone, maka orang di mana saja akan bisa berkomunikasi. Selama ada signal dari gelombang yang dipancarkan melalui satelit, maka selama itu pula signal akan dapat dipertemukan, sehingga menghasilkan suara dan gambar atau keduanya sekaligus.

Begitu pulalah cara kerja di dalam energi Ka’bah. Energi Ka’bah dapat memancar melampaui tempat dan waktu, dan kemudian energi tersebut akan dapat bertemu dengan energi ibadah yang dilakukan oleh manusia. Ka’bah merupakan sumber energi positif, sehingga hanya akan bisa bertemu dengan energi positif. Dari sini kita bisa memahami mengapa kita harus bersuci kala membaca Kitab Suci Alqur’an. Sebagaimana kita ketahui bahwa Alqur’an yang tercetak adalah kumpulan wahyu Allah, sehingga diyakini mengandung unsur kesucian Tuhan. Jika kita akan memegang Alqur’an yang merupakan kumpulan wahyu Tuhan yang tercetak, maka akan menjadi lebih baik dalam keadaan suci. Yang suci hanya akan dapat bertemu dengan yang suci.

Di dunia ini ada dua energi, yaitu energi positif dan energi negative. Energi positif datang dari kekuatan positif, Nabi dan malaikat dan yang diridloi oleh Allah untuk memancarkan energi positif. Selain itu juga terdapat energi negative, yang datang dari iblis, dan makhluk yang menjadi sumber energi negative. Jika manusia adalah orang yang musyrik, kafir, munafik,  dan sebagainya. Oleh karena itu, manusia harus belajar mendekati energi positif agar mendapatkan kebaikan.

Ka’baitullah adalah satu kesatuan energi. Dari ka’bahlah energi positif untuk manusia dan alam akan tersebarkan. Jika ka’bah adalah energi positif yang terbuat dari bendawi atau fisikal, maka Nabi Muhammad SAW adalah energi positif yang bersifat kemanusiaan. Dua energi itu menyatu di dalam satu kesatuan untuk membangun energi positif bagi kehidupan duniawi dan kemanusiaan. Di dalam konteks arti yang luas, maka ummatan wahidatan adalah bermakna satu kesatuan energi, yang terpancar dari ka’bah dan menyatu dengan energi manusia yang terwujud dalam diri Nabi Muhammad SAW. Nabi sebagai teladan bisa saja dimaknai sebagai teladan dalam memancarkan energi positif bagi manusia.

Untuk menyambungkan energi positif dalam tubuh manusia, maka Allah menganjurkan agar umat Islam membaca shalawat. Bacaan shalawat: “Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala ali sayyidina Muhammad” merupakan sarana batiniah agar energi positif yang berada di dalam diri Muhammad SAW akan dapat terjaga dan dapat memancarkannya kepada umatnya. Orang yang membaca shalawat artinya adalah orang yang melestarikan energi positif Nabi Muhammad SAW. Allah memberikan otoritas bagi Nabi Muhammad SAW untuk memberikan syafaat kepada umatnya.

Energi positif ka’bah akan terus hadir, sementara energi positif Nabi Muhammad SAW juga akan terus hadir, maka makna shalat dan shalawat adalah poros bagi kontinuitas satu kesatuan umat yang dipastikan terjadi. Sekali lagi satu kesatuan dalam energi positif.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

BERDAKWAHLAH MESKI SATU TANDA KEBAIKAN

BERDAKWAHLAH MESKI SATU TANDA KEBAIKAN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sebagaimana biasanya, maka Hari Selasa adalah waktu ngaji Selasanan, yang diikuti oleh Jama’ah Komunitas Ngaji Bahagia (KNB) yang diselenggarakan di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency. Selasa, 24/09/2024, saya yang mengantarkan perbincangan tentang kehidupan keberagamaan kita, sebagai konsekuensi atas pemahaman kita atas ajaran Islam. Saya yang memberikan taushiyah setelah hari Selasa sebelumnya, Pak Sahid yang memberikan ceramah.

Saya menjadikan topik dakwah sebagai kewajiban kita sebagai umat Islam. Ketepatan yang dibaca oleh Imam Shalat Rawatib di Masjid Al Ihsan, Ustadz Syahwal al Hafidz, pada jamaah shalat Subuh,  adalah ayat yang berbunyi: “waltakum minkum ummatuy yad’una ilal Khairi wa ya’muruna bil ma’ruf wa yanhauna ‘anil munkar wa ulaika humul muflihun”. “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajian, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung”.

Dari ayat ini kemudian dimaknai bahwa dakwah itu adalah kewajiban kifayah atau kewajiban segolongan orang dan bukan semua orang. Jadi dakwah bukanlah kewajiban semua orang atau perorangan. Jika sudah ada yang melakukan dakwah maka lainnya tidak lagi memiliki kewajiban tersebut, namun jika tidak ada satupun yang melaksanakan dakwah maka semuanya bersalah atau berdosa. Sekali lagi berdakwah itu fardhu kifayah. Tidak mengikat kepada semua orang Islam.

Berdakwah itu mengajak kepada alkhairu atau kebaikan umum artinya bahwa yang didakwahkan adalah kebaikan yang bersifat “kebaikan” bagi semua. Pesan yang tertuang di dalam alkhairu adalah semua orang memahami sebagai kebaikan. Misalnya menolong orang, maka semua memiliki pemahaman yang sama tentang pemberian pertolongan dimaksud. Memberi makan bagi manusia, siapa saja, adalah kebaikan umum. Memberikan keadilan bagi siapa saja adalah kebaikan umum. Kebaikan yang dimensinya duniawi. Akan tetapi kita juga wajib berdakwah dalam konteks alma’ruf, kebaikan khusus, yang terkait dengan agama. Misalnya mendakwahkan tentang kebenaran Islam, mendakwahkan kebenaran Alqur’an, mendakwahkan kebenaran ajaran ritual di dalam Islam. Dakwah khusus tersebut dikaitkan dengan truth claimed atau klaim kebenaran akan ajaran Islam.

Kita juga diminta oleh Allah untuk melakukan nahi mungkar atau melarang dilakukannya tindakan kejahatan, kejelekan, keburukan dan sebagainya. Semua tindakan yang dapat merugikan diri dan masyarakat harus dilarang. Kemungkaran itu banyak sekali jenisnya. Bisa keburukan dalam perspektif agama, negara dan masyarakat. Agama melarang, negara melarang dan masyarakat juga melarang, misalnya berjudi.  Ketiganya merupakan satu kesatuan system. Jika masyarakat dan negara melarang maka agama juga melarangnya. Inilah yang disebut sebagai antara negara, masyarakat dan agama itu memiliki relasi yang symbiosis atau saling membutuhkan.

Lalu jika yang bisa berdakwah adalah orang yang memiliki pengetahuan dan kemampuan yang baik tentang Kitab Suci Alqur’an atau Al Hadits, lalu bagaimana umat Islam yang lain, yang hanya bisa mengamalkan ajaran Islam dan tidak memiliki sejumlah pengetahuan yang memadai tentang Islam, maka jawabannya adalah bahwa semua umat Islam memiliki kemampuan berdakwah dengan caranya dan sesuai dengan kemampuannya. Yang bisa berdakwah dengan hartanya, maka berdakwah dengan hartanya, yang bisa berdakwah dengan perilakunya maka berdakwahlah dengan perilakunya, yang bisa berdakwah dengan kebaikan maka berdakwah dengan kebaikannya, yang bisa bisa berdakwah dengan kekuasaan, maka bisa berdakwah dengan kekuasaannya.

Salah satu hadits yang sering dijadikan acuan adalah “Ballighu ‘anni walau ayatan” atau “sampaikan ajaran Islam walaupun satu ayat”. Ayat ini sering diterjemahkan dalam pemahaman ayat Alqur’an atau hadits. Jadi artinya dakwah itu menyampaikan ayat Alqur’an atau hadits. Pemahaman seperti ini tentu mereduksi atas makna ayat yang general yang memiliki cakupan sangat luas. Makanya kata ayatan ini saya coba memahaminya bermakna “walaupun satu tanda kebenaran atau kebaikan”.

Ayat dengan demikian dimaknai sebagai tanda, baik yang bercorak kauniyah maupun qauliyah. Bagi yang bisa berdakwah dengan ayat-ayat qauliyah, maka diminta untuk berdakwah dengan ayat-ayat qauliyah yaitu Alqur’an dan hadits. Tetapi bagi yang bisanya berdakwah dengan cara lain, melalui ayat-ayat kauniyah, tanda-tanda alam, tanda-tanda kemanusiaan dan tanda-tanda yang observable atau dapat dipahami dari pancaindera, maka dakwah tentu bisa menggunakan hal seperti itu.

Orang bisa membaca tanda-tanda kebaikan pada diri seseorang. Misalnya orang yang selalu berpuasa Sunnah Senin dan Kamis, lalu melihatnya bahwa orang tersebut memiliki kesabaran dan rasa syukur atas semua yang didapatkannya. Maka secara empirik, orang akan dapat menarik kesimpulan bahwa hal itu disebabkan oleh perilaku keberagamaannya. Hal ini dapat diperkuat dengan pembicaraan antara pelaku dengan pelaku. Jika memang benar bahwa puasa itu yang menyebabkannya, maka itulah dakwah dalam bentuk percontohan. Tidak perlu dalil dari Alqur’an dengan hadits, tetapi perilaku itulah yang didakwahkannya. Ada banyak contoh lain yang bisa ditampilkan.

Jika kita memahami bahwa makna ballighu ‘anni walau ayatan seperti ini, maka siapapun umat Islam akan bisa melakukan dakwah, baik yang diniatkan maupun tidak diniatkan secara langsung. Jadi tanpa disadari bahwa perilaku yang tampil di permukaan tersebut dapat menjadi media dakwah yang luar biasa.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

PARA PECINTA RASUL DALAM   MULUDAN DI DESA KUTOGIRANG

PARA PECINTA RASUL DALAM   MULUDAN DI DESA KUTOGIRANG

Prof. Dr. Nur Syam, MSi.

Jika ada yang  bertanya, manakah masyarakat kita yang sangat mencintai Rasulullah Muhammad SAW, maka jawabannya adalah masyarakat pedesaan. Mereka mengekspresikan rasa cintanya tersebut melalui  ritual muludan yang diselenggarakan di Masjid atau Mushalla. Acara ini diikuti oleh masyarakat desa atau para jamaah shalat maghrib. Acara memang diselenggarakan ba’da maghrib sampai menjelang shalat Isya’. Tokoh-tokoh  Islam dan masyarakat berkumpul untuk bersama-sama membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW.

Setiap warga masing-masing rumah membawa makanan untuk dikendurikan di Masjid. Ada yang membawa buah, ada yang membawa jajan pasar, ada yang membawa nasi uduk dan ada juga yang membawa roti dan minuman. Di masa lalu, yang dibawa masyarakat ke masjid adalah nasi uduk. Makanan khusus yang dihidangkan di dalam acara Muludan adalah nasi uduk.

Nasi uduk adalah nasi yang terdiri dari beras ditambah dengan santan sehingga rasanya menjadi khas. Gurih. Di Malaysia disebut sebagai nasi lemak. Bagi sebagian masyarakat Islam, untuk memasak nasi uduk harus orang yang sudah terbebas dari haidh. Di pedesaan disebut  wong wis luwas. Orang yang sudah tidak haidl diyakini sebagai orang yang sudah terbebas dari kotoran fisik atau badan  atau suci badannya.

Memang untuk upacara ritual muludan tidak dilakukan dengan cara yang hura-hura, maksudnya dengan acara besar-besaran sebagaimana orang kota, misalnya dengan mengundang penceramah hebat dari luar daerah atau da’i televisi, akan tetapi cukup dengan selamatan atau kundangan biasa saja. Mereka datang ke masjid lalu dilakukan acara membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Acara yang dikemas dengan sangat sederhana. Yang penting meramaikan ritual muludan. Ada kue, buahan-buahan dan makanan khas pedesaan, seperti nasi uduk atau nasi kuning dan secukupnya. Satu keluarga membawa satu baki dan kemudian dimakan bersama-sama. Jika ada kelebihannya baru dibawa pulang.

Susunan acaranya juga sederhana. Pada acara Muludan di Masjid Raudhatul Jannah, di desa Kutogirang, Ngoro, Mojokerto, maka cukup diberi kata pengantar oleh Mas Andik, lalu saya yang bertepatan mengikuti acara muludan diberi kesempatan untuk memberikan sekedar taushiyah, dan kemudian dilanjutkan dengan membaca shalawat Nabi Muhammad SAW. Yang penting ada mahalul qiyam, karena ini adalah bagian penting dari acara Muludan dimaksud.

Diyakini jika orang melakukan kegiatan berdiri dalam membaca shalawat dalam acara kebersamaan, maka kanjeng Nabi Muhammad SAW hadir. Bukan hadir secara fisikal dan rohaniyah akan tetapi hadir syafaat yang dimilikinya. Di dalam masyarakat pedesaan diyakini bahwa Nabi Muhammad SAW dapat memberikan syafaat pada  siapa saja yang mendawamkan membaca shalawat.

Di dalam taushiyah yang yang saya sampaikan, maka ada tiga hal penting, yaitu: pertama,  rasa syukur kepada Allah SWT yang sudah menjadikan kita semua sebagai pemeluk Islam. Berkat orang tua kita, maka kita menjadi umat Islam. Islam menjadi agama yang paling benar karena factor keluarga kita. Ada orang yang belajar tentang agama Islam tetapi tidak menemukan kebenaran Islam. Sedangkan kita bisa menjadi umat Islam karena agama Islam itu sudah dipeluk oleh orang tua kita, tetangga kita dan keluarga kita. Kita mendapatkan hidayah dari Allah menjadi umat Islam.

Kedua,  syukur kita juga terkait dengan kemampuan kita untuk melaksanakan peringatan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW. Kita telah menjadi umat Nabi Muhammad SAW. Kita bisa menjadi umat yang berbakti kepada Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah SWT. Nabi Muhammad SAW adalah Nabiyullah terakhir yang tugas kenabiannya adalah untuk menyempurnakan agama-agama sebelumnya. Agama Islam diturunkan untuk memberikan penjelasan kepada umat manusia atas agama sebelumnya. Islam merupakan agama yang mendapatkan kerelaan atau keridlaan dari Allah SWT. Nabi menyatakan bahwa Islam adalah agama yang diridhai oleh Allah, waradhitu lakumul  islama dina. Nabi Muhammad SAW dinyatakan sebagai Nabi penutup atau  la nabiyya ba’dahu.

Dengan melakukan peringatan atas kelahiran Nabi tentu menggambarkan akan kecintaan kita kepada Nabi Muhammad SAW. Peringatan maulid yang kita rayakan secara sederhana ini tetap menggambarkan betapa besarnya rasa cinta itu. Kita semua meyakini dengan haqqul  yaqin bahwa  dengan mencintai Rasulullah dipastikan kita bisa mendapatkan syafaatnya kelak fi yaumil qiyamah.

Ketiga,  untuk mencintai Rasulullah, maka salah satu di antaranya adalah dengan membaca shalawat. Yang membaca shalawat tidak hanya manusia tetapi juga Allah SWT dan para malaikat. Di dalam Alqur’an dinyatakan: innallaha wa malaikatahu yushallina ‘alan Nabiyyi ya ayyuhal ladzina amanu shallu ‘alaihi wasallimu taslima”. Sesungguhnya Allah dan malaikatnya bershalawat kepada Nabi Muhammad, wahai orang-orang yang beriman bershalawatlah kepada-Nya”.

Barang siapa yang selalu membaca shalawat, maka akan diberikan pahala yang sangat besar. Jika kita bershalawat sekali maka diberi pahala lipat 10, jika kita shalawat 10 kali diganjar dengan pahala 100 kali dan jika kita membaca shalawat 100 akan diganjar 1000 kali. Hal ini memberikan pemahaman bahwa membaca shalawat itu luar biasa pahalanya. Sebagaimana kita ketahui bahwa Nabi Muhammad SAW adalah teladan sempurna. Insan kamil mutlak. Nabi  Muhammad SAW adalah manusia seperti kita, akan tetapi sikap dan tindakannya tidak seperti kita. Rasulullah itu manusia yang segala sesuatunya di dalam wahyu Allah. Wa ma yantiqu ‘anil haw aini huwa illa wahyuy yuha”. “Dan tidak berucap (tentang Alqur’an dan penjelasannya) berdasarkan hawa nafsu (nya), tidak lain (Alqur’an) itu adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (Surat An Najm, ayat 3-4).

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW bukanlah menurut hawa nafsunya akan tetapi yang disampaikan semata-mata wahyu Allah. Oleh karena itu, sudah sepantasnya bahwa setelah kita meyakini kehadiran Nabi Muhammad SAW sebagai rasul terakhir dan meyakini apa yang disampaikannya merupakan kebenaran, maka menjadi penting bagi kita untuk mendapatkan syafaatnya. Dan salah satu cara untuk mendapatkan syafaat adalah melalui kelaziman membaca shalawat.

Wallahu a’lam bi al shawab.