Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PUASA SEBAGAI PELATIHAN FISIK DAN JIWA

PUASA SEBAGAI PELATIHAN FISIK DAN JIWA

Prof. Dr. Nur Syam, MSI

Selama bulan puasa ini saya nyaris tidak banyak menulis dengan tema puasa. Hanya beberapa saja. Saya lebih banyak menulis tentang iman dalam konteks kehidupan umat Islam, meskipun bukan dalam konteks kajian teologis atau ilmu kalam. Itulah sebabnya, saya akan menulis tentang puasa dalam kaitannya dengan puasa sebagai medium pelatihan fisik dan jiwa.

Memang bisa terdapat beberapa  pertanyaan, apakah puasa sebagai pelatihan fisik dan jiwa memiliki sejumlah pengaruh di dalam kehidupan seorang muslim, ataukah puasa tidak memiliki dampak bagi kehidupan seorang muslim, apa ada  yang meningkat di dalam keyakinan dan ibadah kita kepada Allah atau stagnan saja iman dan ibadah kita kepada Allah. Tentu saja kita berharap bahwa puasa akan memberikan dampak bagi kehidupan seorang muslim, apakah dalam keimanan, ritual dan relasi sosialnya. Ini harapan kita. Tetapi terkadang harapan itu tinggal harapan dan puasa ternyata tidak mengubah apapun. Puasa menjadi ritual tahunan rutin atau upacara liminal dan kita melakukannya sebatas sebagai upaya untuk menggugurkan kewajiban.

Seharusnya, secara teologis kita menjalankan puasa sebagai kebutuhan. Kita yang memerlukan puasa. Sama sekali bukan Tuhan atau Nabi Muhammad SAW yang membutuhkan kita berpuasa. Puasa itu kebutuhan kita, keperluan kita. Jadi kitalah yang harus proaktif untuk menjalankannya. Puasa akan membuat hidup kita semakin bermakna, baik dari sisi kesehatan fisik, kesehatan mental dan kesehatan roh.

Ada dua  hal yang saya jelaskan di dalam tulisan ini, yaitu: pertama, benarkah puasa dapat menjadi instrument untuk membuat pelakunya semakin sehat. Jawabannya berasal dari para dokter yang melakukan penelitian tentang fasting. Ternyata puasa bisa menjadi perangkat untuk semakin sehat. Dengan perubahan pola makan dari makan di siang hari ke makan di malam hari, maka secara langsung akan membuat pencernaan kita istirahat dari mengolah bahan makanan seperti karbohidrat dan protein untuk dijadikan sebagai nutrisi  lalu diproduk untuk menjadi potensi kekuatan tubuh. Karbohidrat yang berlebihan dan protein yang berlebihan akan bisa menyebabkan terjadinya lemak, termasuk lemah jenuh.

Jika di dalam tubuh terdapat banyak lemak jenuh, maka akan terjadi kolesterol atau asam urat. Dalam jangka panjang akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan akan terjadi penyumbatan. Maka berpeluang terjadinya penyakit jantung coroner atau stroke. Puasa yang dilakukan siang hari akan menyebabkan lemak-lemak jenuh yang berada di pembuluh darah akan dijadikan sebagai bahan makanan. Jadi terdapat proses  pembersihan pada pembuluh darah. Makanya, pembuluh darah akan kembali menjadi bersih. Di kala tidak terdapat protein dan karbohidrat di dalam tubuh karena tidak ada asupan makanan, maka lemak jenuh itulah yang akan dijadikan sebagai asupan oleh tubuh. Itulah sebabnya, tubuh akan menjadi sehat di kala puasa. Hal ini sebagai kenyataan atas sabda Nabi Muhammad SAW bahwa: “shumu tasihhu”  atau berpuasalah agar kamu sehat.

Sekarang dikenal satu system puasa yang disebut sebagai intermitten fasting atau puasa selang seling. Puasa ini dijadikan sebagai sarana bagi orang yang berkeinginan untuk mengurangi lemak darah sebagai penyebab kolesterol atau asam urat atau gula darah berlebih atau diabetes. Berdasarkan pengalaman puasa seperti ini, ada yang 20 jam ada yang 72 jam tidak makan karbohidrat dan protein, hanya boleh minum air putih, maka gula darah akan menurun drastic. Hal ini tentu sesuai dengan hasil penelitian para dokter, bahwa puasa memang signifikan untuk kepentingan menurunkan gula darah dan juga kolesterol. Di antara sunnah Nabi Muhammad SAW dikenal puasa Senin dan Kamis, atau bahkan yang dikenal sebagai puasa Dawud, yakni sehari puasa sehari berbuka. Dengan demikian, ajaran puasa sangat masuk akal atau rasional dan sesuai dengan kajian sains dewasa ini.

Kedua, puasa untuk kesehatan rohani atau jiwa dan roh. Di dalam salah satu ungkapan dinyatakan bahwa: qalbun salim fi jismin salim atau hati atau jiwa yang sehat terletak pada badan yang sehat. Artinya bahwa manusia yang sehat rohani atau jiwa dan rohnya adalah orang yang sehat jasmaninya. Secara tidak langsung bisa dinyatakan bahwa puasa  bisa menyebabkan seorang pelakunya menjadi sehat fisiknya tentu juga akan menjadi sehat rohaninya.

Puasa merupakan pelatihan kesabaran, sebab makna puasa adalah menahan diri dari melakukan semua tindakan yang membatalkan puasa. Misalnya nafsu makan, minum dan nafsu seksual akan dapat dieliminasi dengan puasa. Orang diajari untuk bersabar. Jika keinginannya siang hari maka tunggu nanti malam saja. Masih ada waktu yang tersedia untuk memenuhi hasrat biologis dimaksud. Jika seseorang yang sedang berpuasa diajak melakukan kejelekan atau kemungkaran, maka bisa menyatakan bahwa “saya sedang berpuasa”. Tidak berarti bahwa kalau tidak berpuasa boleh melakukannya, akan tetapi puasa dapat menjadi barometer yang membedakannya dengan orang yang permisif dalam tindakan.

Makanya benar apa yang dinyatakan oleh Nabi Muhammad SAW: “ashiyamu junnah” atau “puasa adalah perisai”. Penghalang untuk melakukan tindakan yang tidak berada di dalam koridor ajaran Islam. Dengan demikian, maka sesungguhnya puasa dapat menjadi instrument untuk mengajari fisik dan batin kita agar selalu berada di dalam substansi ajaran Islam, yakni berbuat baik kepada Allah, kepada manusia dan kepada alam sekalipun.

Dengan demikian, orang yang berpuasa akan memperoleh dua kebahagiaan sekaligus, yaitu kebahagiaan fisikal dan rohani dan sekaligus kebahagiaan karena akan berjumpa dengan Allah kelak di alam surga.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

PUASA UNTUK MELATIH KESABARAN

PUASA UNTUK MELATIH KESABARAN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sebagaimana biasa maka setiap bakda Shalat Isya’ sebelum tarawih maka diselenggarakan kultum sebagai upaya untuk memberikan pemahaman agama dalam kaitannya dengan puasa sebagai ibadah yang diwajibkan di dalam ajaran Islam. Pada hari Senin, 01/04/2024, maka yang memberikan pengajian adalah Ustadz Sahid Sumitro, yang sering memberikan pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM) di berbagai instansi pemerintah maupun perusahaan. Tema yang dibawakan dalam acara kultum adalah “Puasa Sebagai Pelatihan Kesabaran”.

Di dalam ceramah tersebut disampaikan tentang pentingnya ucapan syukur kepada Allah SWT karena kita sudah menjalani puasa selama 20 hari, dan malam ini adalah malam sepertiga akhir dalam bulan puasa. Tepatnya malam ke 21. Jika pada sepertiga awal adalah rahmah, maka pada paroh kedua atau pertengahan adalah maghfirah dan pada sepertiga terakhir adalah itqun minan nar.  Mulai dari rahmah kemudian ampunan dan dijauhkan dari api neraka. Semoga puasa kita dalam sepertiga awal dan pertengahan menjadi puasa yang diterima oleh Allah dan akhirnya kita dapat  terhindar dari api neraka. Marilah kita meningkatkan rasa syukur kita semoga puasa kita menjadi yang terbaik. Allahumma amin. Tetapi ada pertanyaan mendasar, apakah puasa yang dilatih langsung oleh Allah dalam bentuk puasa dapat memiliki dampak bagi  kehidupan kita khususnya dalam berhubungan dengan Allah atau hablum minallah dan juga hablum minan nas. Agar puasa kita berdampak pada kebaikan, maka ada dua hal yang mendasar, yaitu:

pertama, menjaga makanan. Ada tiga jenis makanan ialah makanan pikiran, makanan hati dan makanan fisik. Jangan dikira bahwa yang membutuhkan makanan hanya fisik saja. Pikiran dan hati juga membutuhkan asupan. Tentu saja berbeda antara asupan fisik dan asupan pikiran dan hati. Makanan fisik tentu adalah makanan seperti nasi, sayur, buah dan kue-kue. Makanan ini untuk memenuhi kebutuhan fisik yaitu protein dan karbohidrat. Keduanya dibutuhkan untuk menghasilkan kalori sebagai bahan kekuatan fisik. Makanan itu tentu harus halal dan thayib. Makanan yang sesuai dengan hukum islam dan sehat atau yang halal dan menyehatkan.

Kemudian makanan pikiran adalah asupan agama, misalnya mendengarkan ceramah-ceramah atau nasehat-nasehat keagamaan. Melalui nasehat keagamaan tersebut, maka pikiran kita akan menjadi cerdas, yaitu cerdas secara spiritual. Jika seseorang cerdas pikirannya dalam hal keagamaan, maka akan sangat beruntung. Harus diingat bahwa pikiran yang sehat akan membawa kesehatan pada hati dan fisik. Jika pikirannya tidak sehat maka akan berpengaruh pada keinginan untuk melakukan tindakan kejahatan dan sebagainya. Makanya pikiran harus diisi dengan ajaran agama melalui pengajian, ceramah agama dan nasehat keagamaan.

Yang tidak kalah penting adalah makanan hati, yaitu dzikir kepada Allah. Hati kita  harus diisi dengan dzikir kepada Allah misalnya melalui bacaan kalimat tauhid, dengan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, diisi dengan bacaan istighfar atau ucapan-ucapan yang baik yang bersesuaian dengan ajaran Islam.

kedua, menjaga dan mengembangkan kesabaran. Pelatihan selama empat hari yang khusus melatih diri untuk bersabar saja bisa mengubah mindset kita untuk berbuat yang sabar. Jadi artinya kita dilatih untuk bersabar dengan hasil menjadi orang yang sabar. Pelatihan ini dilakukan oleh manusia. Apalagi puasa itu yang melatih adalah Allah melalui ajaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. Seharusnya dengan puasa akan dapat menjadi instrument untuk menjaga kesabaran kita.

Allah itu mengajarkan kepada kita untuk bersabar di dalam menghadapi setiap persoalan, baik yang persoalan yang kecil maupun persoalan yang besar. Ada persoalan diri sendiri, ada persoalan keluarga, misalnya anak, ada persoalan masyarakat, misalnya masalah lingkungan social dan sebagainya. Maka syarat agar bisa menyelesaikan adalah dengan kesabaran. Tidak ada yang bisa mengalahkan kesabaran.

Jika ada orang yang marah maka harus dihadapi dengan kesabaran. Jika ada orang yang usil juga harus dihadapi dengan kesabaran. Jika ada orang yang membuat ulah kepada kita juga harus dihadapi dengan kesabaran. Semuanya dihadapi dengan kesabaran, dan insyaallah dengan kesabaran tersebut maka persoalan demi persoalan akan dapat diselesaikan. Tetapi juga jangan lupa untuk terus berdoa kepada Allah semoga kita diberi kesabaran agar kita dapat  hidup dengan nyaman.

Rasulullah mengajarkan jika marah dalam keadaan berdiri, maka harus duduk, jika dengan duduk masih marah, maka terlentang. Jika dengan terlentang masih juga marah, maka hendaknya berwudlu. Kemarahan itu unsurnya api, maka untuk memadamkan api maka harus dengan air. Dan air wudlulah yang paling cocok untuk menghilangkan kemarahan.

Kita semua yakin bahwa dengan menjaga makanan dan juga diimbangi dengan kesabaran, maka kita akan meraih pesan taqwa untuk orang yang berpuasa. Laallakum tattaqun. Mudah-mudahan kita semua menjadi orang yang bertaqwa kepada Allah.

Wallahu a’lam bi al shawab.   

IMAN TANPA KERAGUAN

IMAN TANPA KERAGUAN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Akhir-akhir ini ada keenderungan yang kuat untuk menulis tentang iman,  tetapi bukan dalam perspektif ilmu kalam, tetapi lebih kurang dari perspektif sosiologis atau antropologis. Tentu saja, sebab saya bukanlah ahli ilmu kalam dengan kerumitan tentang bagaimanakah Allah itu. Biarlah hal ini menjadi pembicaraan di kalangan ahli teologi saja. Saya akan lebih menyoroti hal yang doktriner atau yang empiris, bagaimana orang mengekspresikan tentang keyakinannya dimaksud.

Iman itu sesuatu yang misterius, sebagaimana ajaran agama juga mesti harus ada hal-hal yang misterius. Jika ajaran agama lalu semuanya masuk akal atau rasional, maka agama akan menjadi ilmu pengetahuan. Jika demikian, maka agama tidak lagi menjadi ajaran Tuhan yang penuh dengan kesakralan dan kemisteriusan. Para ahli antropologi, sosiologi dan psikhologi juga sampai pada pandangan bahwa agama itu sesuatu yang misterium tremendum et fascinosum. Agama itu penuh dengan misteri yang menyenangkan dan menakutkan.

Sebagai yang misterius tentu tidak semuanya bisa dirasionalkan. Harus tetap ada yang tersisa. Yang tersisa itu adakah bagaimana dzat Tuhan, Sifat da af’al Tuhan atas dunia dan seisinya. Bagaimana Tuhan menciptakan tata surya yang sedemikian hebat, teratur dan mengagumkan. Bagaimana Tuhan merekayasa keberadaan manusia dari tidak ada menjadi ada. Bagaimana proses awalnya dan bagaimana proses akhirnya.

Manusia diciptakan Allah dari sari pati tanah. Jika di masa sesudahnya melalui pembuahan benih sperma ke ovum dalam rahim perempuan, maka bagaimana kala penciptaan manusia pertama. Di sini lalu banyak teori, misalnya teori evolusi Darwin, yang menyatakan bahwa ada proses perubahan dari jenis primate yang kemudian berevolusi menjadi manusia. Meskipun ada missing link dari makhluk non manusia kemudian menjadi manusia, namun ini adalah ijtihad yang dilakukan oleh seorang manusia untuk memberikan penjelasan atas asal usul manusia.

Kajian ilmiah seperti ini ternyata tidak mampu menjelaskan asal usul manusia yang berasal dari primate dan kemudian menjadi manusia. Berbagai kajian berikutnya tidak mampu menjawab atas missing link yang terputus. Misalnya, perkembangan otak dan fisik yang menjadi sempurna, dan sebagainya. Tetap menyisakan misteri yang tak terjawab.

Kemudian manusia mengembangkan cara untuk memahami Tuhan lewat ciptaannya. Ditemukan berbagai teleskop untuk menjawab akan keteraturan alam dan kerumitannya sekaligus. Dari kajian sains ditemukan bahwa alam memang teratur dan sesuatu yang teratur tentu tidak bisa terjadi dengan sendirinya.  Dipastikan  ada supreme being atau rasio agung yang menciptakannya atau super intelek atau super mind, yang tentu harus melebihi apa yang diciptakannya.

Meskipun kajian-kajian sains telah membuktikan tentang adanya Tuhan sebagai pencipta, tetapi tetap saja ada orang yang meragukan keberadaan atau eksistensi Tuhan. Mereka masih beranggapan bahwa Tuhan tidak bisa diyakini keberadaannya, atau sekurang-kurangnya memberikan alternatif orang boleh percaya boleh tidak. Bagi yang percaya tentang Tuhan adalah kaum beragama dan yang tidak percaya atau meragukan keberadaannya tentu bisa disebut seorang atheis atau agnostic.

Iman kepada Tuhan memang bukan dan tidak akan pernah bisa dibuktikan secara empiris, karena Tuhan adalah Yang Maha Gaib. Ghaibul ghuyub. Kegaiban dari seluruh kegaiban. Sains tidak akan mampu menjelaskan Tuhan berbasis pada kajiannya. Yang dikaji dalam sains adalah wujud-wujud yang alami atau natural yang bersifat luar biasa, sejauh akal bisa menjangkaunya melalui peralatan seperti teleskop, bagaimana alam dan tata suryanya tersebut diadakan. Meskipun dengan telescope yang paling canggihpun tentu tidak akan dapat mendeteksi bagaimana Tuhan tersebut dan dimanakah Tuhan tersebut. Sejauh yang bisa dikaji adalah jejak-jejaknya yang berupa tata surya dengan segenap galaksi  dan keberadaan benda-benda langit dan lainnya di dalam jagat raya.

Jika Tuhan kemudian bisa dibuktikan dengan perangkat sains,  maka keberadaan Tuhan itu sudah bukan misteri lagi. Tuhan tidak lagi menempati ruang kegaiban karena kegaiban tersebut telah diacak-acak oleh sains yang diciptakan manusia. Inilah ketidakmungkinan bagi Tuhan untuk dikaji secara empiris, karena Tuhan bukan sesuatu yang empiris. Jadi biarkanlah Tuhan berada di dalam ruangnya yang misterius agar manusia terus mencari dan mencarinya. Sekali lagi, ada manusia yang menemukannya dan ada manusia yang tidak mampu menemukannya.

Di sinilah factor hidayah atau petunjuk atau bisikan gaib tersebut berperan. Ada orang yang sudah dibentangkan tanda-tanda kekuasaan Allah melalui sains dan kemudian berikrar untuk menyatakan:  “la ilaha illallah Muhammadur Rasulullah”, atau “Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah”, dan ada yang tidak sampai kepada perolehan bisikan gaib di dalam hatinya sehingga hatinya tetap berada di dalam keyakinan sebelumnya, baik keyakinan adanya Tuhan dalam konsepsi agama selain Islam dan ada yang tetap berada di dalam keraguan.

Allah sudah membentangkan tanda-tanda keberadaannya melalui hipotesis keberadaan-Nya, dengan ayat-ayat Alqur’an yang “rasional” atau ayat-ayat kauniyah atau ayat alam semesta dan juga ada ayat-ayat yang hanya dapat dipahami dengan penglihatan mata batin atau ainun bashirah, yang tidak semua orang bisa mendapatkannya. Hanya orang-orang khusus yang memiliki kedekatan khusus dengan Allah saja yang bisa melakukannya, karena mendapatkan keridlaan dari-Nya.

Bagi orang awam seperti kita, maka yang penting adalah meyakini dengan sepenuh hati dengan segenap pikiran, rasa, hati dan batin  bahwa Allah itu adalah Tuhan Yang Maha Esa, Yang Maha Rahman dan Rahim, Yang Maha Pencipta, Yang Maha Kuasa dan sebagainya. Tuhan yang memiliki kekuasaan yang berbeda dengan hambanya, Tuhan yang Maha Kasih Sayang yang berbeda dengan hambanya, Tuhan yang Maha Pencipta yang berbeda dengan ciptaannya dan Tuhan yang Maha Tunggal sama sekali tidak berbilang, “qul huwallahu ahad”, “Katakan Muhammad bahwa Tuhan itu esa”.

Saya ingin menyatakan bahwa jangan pernah ada keraguan sebiji dzarrah pun tentang keberadaan Allah sebagai Rab dan Ilah dari kita semua. Tuhan yang selamanya akan tetap misterius, sampai nanti kala di surga,  maka Allah berjanji akan menemui orang yang berpasrah diri kepada-Nya atau menjadi muslim.

Wallahu a’lam bi al shawab.

MEMOHON KEPADA ALLAH DENGAN DOA

MEMOHON KEPADA ALLAH DENGAN DOA

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Pada Sabtu malam di Masjid Al Ihsan diselenggarakan acara tarawih, witir dan ceramah agama. Sesuai jadual,  30/03/2024, seharusnya yang memberikan taushiyah adalah Ustadz Drs. Ahmad Rofiq, SH, MH. Akan tetapi ternyata Ustdz Rofiq berhalangan hadir, sehingga saya yang diminta oleh takmir masjid untuk menggantikannya. Tentu saja perintah ini saya laksanakan sebagai konsekuensi atas keberadaan masjid yang berada di dekat rumah.

Oleh karena itu, di dalam acara kultum ini, saya menyampaikan beberapa hal terkait dengan kehidupan kita sebagai muslim di Indonesia. Ketiga hal tersebut saya kaitkan dengan doa yang lazim dibaca oleh Imam Shalat Rawatib di Masjid Al Ihsan. Yaitu Ustasdz Firdaus, Ustdz Alief dan Ustadz Syawwal, Ustadz Alief Rifqi dan Syawwal  adalah mahasiswa UINSA, sedangkan Ustdz Firdaus adalah  alumnus UINSA. Ketiganya  hafidz Alquran.

Saya mengawali ceramah ini dengan menjelaskan mengenai salah satu doa yang sering kita panjatkan kepada Allah SWT. Nyaris setiap berdoa,  imam masjid Al Ihsan membaca doa tersebut. Memang doa tersebut  merupakan permohonan kepada Allah SWT agar doa tersebut dikabulkan. Doa menjadi mujarab, dan pemohonan kita tentang apa yang didoakan diterima oleh Allah SWT. Doa tersebut adalah: Rabbana taqabbal minna du’a ana , innaka antas sami’un ‘alim, wa tub alaina innaka antat tawwabur rahim”. Yang  artinya: Wahai Tuhan kami terimalah doa kami, sesungguhnya Engkau adalah Dzat yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui, dan engkau adalah Dzat yang memberi ampunan, sesungguhnya Engkau Dzat yang maha pengampun”.

Doa ini sangat luar biasa dan memang harus sering kita baca seirama dengan doa apa saja yang kita panjatkan kepada Allah SWT. Jangan pernah ragu untuk memohon kepada Allah dengan permohonan yang tulus dan mengharap dengan sebenar-benarnya tentang permohonan tersebut. Jika kita sungguh-sungguh dalam berdoa tentu tidak ada halangan Allah untuk mengabulkannya. Tetapi yang penting bahwa kita harus dalam keadaan suci atau sedang dalam keadaaan berwudhu. Allah itu Maha Suci dan tentu akan senang jika orang yang berdoa dalam kesucian. Doa tersebut akan bisa menggambarkan siapa sesungguhnya manusia.

Pertama, doa dapat menggambarkan bahwa manusia adalah makhluk yang dhaif. Makhluk yang lemah. Manusia merupakan makhluk yang tidak memiliki daya dan kekuatan yang hebat sehingga bisa menaklukkan alam. Berhadapan dengan sesama makhluk, misalnya harimau saja manusia akan kalah jika manusia tidak memiliki kelebihan khusus. Coba kalau kita datang ke Kawah Bromo lalu berdirilah di bibir kawahnya, maka akan menunjukkan betapa kecilnya manusia itu di hadapan alam. Belum lagi berhadapan  dengan kekuasaan dan kekuatan Allah SWT.

Tentu ada manusia khusus yang bisa menundukkan binatang buas,  misalnya Syekh Abdul Jalil di kala berguru kepada Pendeta Buddha, Namanya Samsitawratah, lalu Syekh Abdul Jalil dan kawan-kawannya pergi ke hutan lalu bertemu dengan seekor harimau yang besar. Kawan-kawannya melarikan diri, sedangkan Syekh Abdul Jalil sendiri bertemu. Maka dengan doa yang dibacanya, maka harimau itu justru menunduk lalu menjilati Syekh Abdul Jalil dan menghormatinya. Karena kelebihan ilmu itu,  Syekh Abdul Jalil justru bisa berteman dengan Harimau.

Tetapi secara umum manusia itu lemah. Tetapi Allah memberinya kemampuan akal yang luar biasa. Allah memberikan Rational intelligent, sehingga dapat menciptakan senjata untuk bisa membunuh harimau bahkan untuk membunuh sesama manusia. Manusia dengan kemampuan akalnya dapat menciptakan hal-hal baru, misalnya teknologi sehingga manusia dapat hidup lebih baik. Makanya yang Maha Kuat adalah Allah SWT. Kita sebagai umat Islam harus menyatakan: la haula wa la quwwata illa billah”. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali daya dan kekuatan Allah SWT.

Kedua, melalui doa tersebut, maka kedudukan manusia adalah pemohon. Bukan kita sebagai makhluk yang menentukan apakah doa kita diterima atau ditolak oleh Allah. Dalam  hal ini, maka Allahlah yang menentukan. Manusia berusaha Tuhan yang menentukan. Man proposes God disposes. Manusia adalah makhluk yang memohon pertolongan. Ada syaratnya orang memohon, yaitu sebagaimana di dalam teks Surat Al Fatihah: iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in. kepada MU ya Allah kami menyembah dan kepada MU ya Allah kami memohon. Jadi harus mengabdi dulu, harus menyembah dulu dan baru memohon kepada Allah. Jadi jangan berkali-kali memohon tetapi tidak pernah mengabdikan diri kepada Allah SWT. Jalani dulu ibadahnya dan baru memohon kepada Allah SWT. Jika kepada manusia, maka kita harus bertolong menolong dalam kebaikan dan taqwa, artinya kita harus saling berwasiat untuk berbuat baik dan mengingatkan agar terus bertaqwa kepada Allah SWT. Dilarang oleh Allah untuk saling menolong dalam kejahatan dan keburukan.

Ketiga,  di dalam berdoa kita meyakini bahwa Allah yang Maha Besar. Allahu Akbar. Dengan berdoa itu akan meneguhkan bahwa manusia adalah makhluk yang dhaif dan Allah adalah Dzat yang Maha Besar. Jadi tidak salah jika itu berdzikir dengan ucapan Allahu Akbar, Allahu Akbar sebanyak 33 kali setelah selesati sholat maktubah. Dzikir ini untuk meneguhkan akan kekuasaan dan kekuatan Allah SWT. Allah itu Maha Besar. Allah itu Maha Kuasa. Tidak ada satu makhluk pun yang melebihi kekuasaan dan kekuatannya.

Oleh karena itu di dalam berdoa agar hati kita meyakini bahwa hanya Allah saja yang akan mengabulkan doa dan permohonan kita. Yakin dan tawakkal kepadanya. Hanya saja tentang doa tersebut adakalanya memang segera dikabulkan, ada yang ditunda bahkan ada yang dikabulkan nanti kala di akherat. Yang penting jangan berputus asa untuk berdoa kepada Allah SWT.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

 

 

AMAL SHALIH SEBAGAI TOLOK UKUR KEHIDUPAN

AMAL SHALIH SEBAGAI TOLOK UKUR KEHIDUPAN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sebagaimana biasanya, maka setiap malam pada malam Ramadlan dilakukan acara kultum atau kependekan dari kuliah tujuh menit sebagai bagian dari acara ritual shalat tarawih dan witir yang nyaris dilakukan oleh  masyarakat di seluruh Indonesia. Saya tidak tahu kapan istilah kultum itu dipakai sebagai istilah public untuk menandai ceramah agama yang dilakukan secara rutin dalam waktu yang tidak panjang. Kira-kira berkisar 15-20 menit saja.

Di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya juga diadakan acara kultum pada setiap malam pada Bulan Ramadlan. Acara yang melekat pada ritual tarawih dan witir. Kali ini, 27/03/2024, yang memberikan ceramah agama adalah Ustdz Dr. Cholil Umam, Dosen Program Studi Bimbingan Konseling Islam pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya. Ceramahnya tidak panjang tetapi mengena dan sesuai dengan kebutuhan siraman rohani pada jamaah masjid tersebut. Tema ceramahnya adalah kata ahsan. Disampaikannya ahsan itu mirip nama masjid ini, Al Ihsan. Ada tiga hal yang disampaikannya, yaitu:

Pertama, fi Ahsani taqwim. Manusia itu diciptakan Allah sebagai sebaik-baik makhluk. Manusia itu dibandingkan makhluk lainnya di dunia ini dinyatakan oleh Allah sebagai sebaik-baik makhluk. Karena manusia memiliki kelengkapan inteligensi yaitu inteligensi rasional, inteligensi emosional, inteligensi social dan inteligensi spiritual.

Jadi kita ini makhluk terbaik. Makanya manusia itu juga harus berpenampilan yang baik. Supaya menjadi lebih baik. Kita punya baju yang baik, kita punya sarung yang baik, kita punya kopyah yang baik, kita punya celana yang baik, maka yang baik-baik tersebut harus dipakai. Yang baik tidak mesti yang baru. Yang baik di dalam agama itu adalah kebersihannya dan keterbebasannya dari najis. Kalau sarung tidak harus bermerek BHS.

Oleh karena itu, jika kita shalat hendaknya dipakai pakaian yang terbaik, yang bersih dan tidak ada najisnya. Islam mengajarkan: “annadhofatu minal iman”, kebersihan merupakan sebagian dari iman. Kita menjadi senang jika melihat seseorang yang pakaiannya bersih, rapi, potongan rambutnya rapi, jika berkumis ditata yang rapi, kalau berjenggot juga rapi.  Tentu  saja semua itu menggambarkan tampilan terbaik bagi umat Islam.

Kedua, ahsanu qaulan atau perkataan yang terbaik atau sebaik-baik perkataan. Islam itu mengajarkan kepada  kita agar tutur kata kita merupakan  perkataan yang baik. Perkataan yang membuat orang lain sebagai lawan bicara  menjadi senang dan bahagia. Kalau kita berkata, maka  perkataan kita adalah perkataan yang lemah lembut yang membuat orang yang menjadi lawan pembicaraan itu menjadi senang dan bahagia. Kita memang harus berhati-hati di dalam berbicara. Terkadang tidak kita sadari bahwa pembicaraan kita ternyata menyakitkan hati orang. Pembicaraan tersebut dapat membuat orang tidak nyaman. Oleh karena itu setiap pembicaraan harus selalu  terukur kebaikannya. Perkataan demi perkataan yang kita ucapkan harus sesuai dengan berutur kata yang baik. Terkadang kita juga harus diam. Sebagaimana hadits Nabi  Muhammad SAW: falyaqul  khairan auliyasmuth, berkatalah yang baik atau lebih baik diam. Makanya ada yang menyatakan diam itu emas. Kita itu hidup dalam relasi social yang kompleks. Makanya kita harus hati-hati dan menjaga diri terutama dalam bertutur kata agar persahabatan atau perkawanan dengan orang lain itu akan terus berlangsung dengan kebaikan-kebaikan.

Ketiga, ahsanu amalan atau sebaik-baik amal perbuatan. Amal perbuatan itu tidak hanya amal perbuatan yang ditujukan kepada umat manusia tetapi juga amal perbuatan untuk Allah SWT. Amal perbuatan yang ditujukan kepada manusia adalah amal perbuatan yang berupa kebaikan yang mendahulukan kemaslahatan umum artinya bahwa perbuatan tersebut bisa membuat orang yang terkenai perbuatan menjadi senang.

Perbuatan yang kita lakukan tersebut memiliki makna kebaikan tidak hanya untuk diri kita tetapi juga untuk orang lain. Di dalam Bahasa Jawa dinyatakan: “wong liyo melu gumuyu” atau orang lain ikut menikmati dengan tersenyum. Perbuatan  kepada orang lain tersebut didasari oleh ajaran Islam. Sebuah perbuatan yang tidak menyakitkan orang, yang tidak menyusahkan orang dan perbuatan yang tidak membawa dampak buruk bagi orang lain. Jika kita ditakdirkan kaya, maka dalam relasi social kita tidak angkuh, sombong atau merasa yang paling hebat. Jika ditakdirkan menjadi pejabat, maka yang dilakukan adalah untuk kepentingan umat. Jika membuat kebijakan public, maka kebijakan tersebut berguna dan bermanfaat bagi orang lain atau rakyat.

Contoh lainnya, jika kita kaya maka kita mengeluarkan sedekah, infaq dan zakat. kita dapat  berbagi dengan orang lain yang membutuhkan. Sebagian harta kita  ada milik kaum dhuafa’, maka harus dikeluarkan sesuai dengan kadar kemampuan yang dimiliki. Contoh lainnya, jika ada orang yang kesulitan ekonomi maka bisa dibantu sesuai dengan kemampuan. Sedekah itu bisa menghilangkan bala’ sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW: ashshadaqatu tadfa’u lil bala’ atau sedekah itu dapat dapat menghindarkan dari bala’ atau menghilangkan kesulitan, kesusahan dan mara bahaya. Orang yang bahagia adalah orang yang bisa terhindar dari kesulitan besar atau kecil.

Ketiganya tidak berdiri sendiri-sendiri tetapi three in one. Ketiganya merupakan system yang saling terkait. Tidak bisa dipisah-pisah tetapi harus menjadi satu kesatuan. Oleh karena itu, orang yang baik adalah orang yang penampilannya baik atau menyenangkan orang, perkataan yang terbaik sehingga merasa senang bergaul dengannya dan perilakunya juga yang terbaik atau membawa manfaat bagi orang lain.

Sesungguhnya Allah menciptakan manusia untuk saling bergaul dengan kebaikan. Manusia harus mengedepankan kebaikan-kebaikan dalam relasi social. Oleh karena itu, jika kita menginginkan kebaikan dari orang lain, maka kita juga harus melakukan kebaikan kepada orang lain. Jika kita dapat melakukannya, maka kehadiran kita akan dirindukan orang, kehadiran kita dinantikan orang dan kita akan dapat merasakan kebahagiaan bersama-sama.

Wallahu a’lam bi al shawab.