Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

INDAHNYA SALING BERDOA: KESELAMATAN, AMPUNAN DAN JAUH DARI MUSIBAH

INDAHNYA SALING BERDOA: KESELAMATAN, AMPUNAN DAN JAUH DARI MUSIBAH

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Ada satu hal menarik yang dilakukan oleh Imam Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya, khususnya pada saat melakukan shalat Shubuh berjamaah. Masjid Al Ihsan melakukan shalat Shubuh dengan bacaan doa qunut. Tentu saja bisa berbeda dengan masjid lain, yang tidak melakukan shalat jamaah Shubuh dengan doa qunut. Imam Masjid Al Ihsan adalah Ustadz Muhammad Firdaus Ramadlan, SH, Al Hafidz, alumni Fakultas Syariah dan Hukum UINSA.

Di dalam bacaan Qunut tersebut ditambahkan dengan ungkapan “Allahumma sallimna wa muslimin wa ‘afina wal muslimin wa qina qa iyyahum syarra mashaibid dunya waddin”. Yang artinya: “Ya Allah selamatkanlah kami dan kaum muslimin, ampunilah kami dan kaum muslimin dan jauhkan kami dan mereka semua dari musibah dunia dan agama”. Doa ini selalu dikumandangkan di kala Ustadz Firdaus menjadi imam shalat Shubuh berjamaah.

Jika kita maknai secara sosiologis, bukan makna tafsir, maka kita akan mendengarkan betapa indahnya doa tersebut. Sebuah doa yang dipanjatkan pada waktu shalat pada saat Allah melimpahkan pahala bagi pelaku shalat shubuh berjamaah. Doa yang ditujukan kepada semua umat Islam agar memperoleh keselamatan dan ampunan dari Allah SWT dan sekaligus juga memohon agar seluruh umat Islam terhindar dari mushibah dunia dan sekaligus juga musibah agama.

Ada tiga hal yang ingin saya kemukakan di dalam tulisan ini, yaitu: Pertama, keselamatan dan ampunan Allah. Di dalam prinsip kehidupan sebagai makhluk di dunia yang hidup dengan manusia lain dalam suku bangsa, etnis, agama dan golongan, maka keselamatan merupakan hal yang sangat prinsip. Tidak ada yang lebih penting di dalam kehidupan tersebut kecuali keselamatan. Keselamatan adalah segala-galanya. Untuk menjaga keselamatan, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu: selalu berusaha untuk membangun relasi social yang baik antar sesama manusia apapun perbedaannya, lalu juga membangun kebersamaan antara manusia yang satu pada lainnya tanpa membedakan apa latar belakangnya dan bagaimanakah kehidupannya, kemudian agar menghindari keakuan, merasa benar sendiri, merasa hebat sendiri, merasa paling super, padahal sesungguhnya tidak ada orang yang bisa melakukan apa saja dengan dirinya sendiri, dipastikan ada pertolongan atau bantuan orang lain.

Kedua, manusia itu makhluk Tuhan yang di dalam dirinya terdapat potensi melakukan kesalahan dan kekhilafan bahkan dosa. Ada potensi untuk melakukan kekhilafan yang merupakan bagian dari kehidupan manusia. Nabi Adam juga melakukan kekhilafan, Nabi Yunus juga melakukan kekhilafan, Nabi Dawud, Nabi Sulaiman dan bahkan Nabi Muhammad juga pernah khilaf kala tidak memperdulikan orang buta. Semuanya menggambarkan bahwa manusia itu potensial untuk berbuat salah.

Namun hebatnya, Allah memberikan instrument untuk melakukan pertaubatan, seperti melakukan shalat, melakukan puasa dan bahkan juga melakukan haji. Selain itu juga berdoa kepada Allah secara sungguh-sungguh untuk memohon ampunan-Nya. Melalui instrument sebagaimana diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, maka manusia berlomba-lomba untuk melakukan pertaubatan dengan sungguh-sungguh. Dan Allah akan mengampuni karena Allah adalah Tuhan yang tidak akan mengungkari janjinya.

Ketiga, doa sebagaimana yang dilantunkan oleh Ustadz Firdaus tersebut mengandung makna yang sangat mendalam. Tidak hanya keselamatan dan pengampunan Allah untuk semua umat Islam akan tetapi juga dijauhkan dari musibah. Kata wal muslimin itu merupakan pancaran doa kepada Allah SWT kepada seluruh umat Islam di manapun. Siapapun umat Islam tersebut tidak dibedakan apa golongannya dan apa paham agamanya. Beginilah Islam yang sebenarnya. Islam yang tidak mengkotak-kotakan diri di dalam sekat-sekat organisasi dan paham keagamaannya. Sementara itu masih kita jumpai sekelompok umat Islam yang justru berkesebalikan dengan pesan keselamatan dan pengampunan Tuhan dengan mengancam bahwa orang Islam yang tidak sama paham keagamaannya dengan yang bersangkutan diancam akan masuk neraka. Padahal Islam memberikan instrument untuk saling mendoakan agar semua dan siapa saja yang telah berbaiat dalam syahadat atau  menyatakan tidak ada Tuhan selain Allah akan berpeluang masuk surga.

Yang tidak kalah pentingnya adalah doa, jauhkan dari kejelekan musibah di dunia dan agama. Kita sering tidak menyadari bahwa iman kita tersebut bisa goyang. Bisa berkurang. Bahkan bisa berubah. Coba amati ada orang-orang yang dalam kurun waktu yang panjang berada di dalam Islam bahkan pernah belajar Islam sangat memadai akan tetapi karena factor eksternal lalu menjadi murtad. Ada orang yang merasa kesulitan belajar Islam karena Bahasa Arab, maka berubah menjadi agama lain. Ada yang karena factor keluarga, factor kawan, factor apa saja yang bisa mengubah keyakinannya. Ini yang disebut sebagai musibah agama, musibah keyakinan. Ada juga yang terkena musibah, misalnya karena factor kekayaan, kekuasaan,  dan jabatan lalu menjadi murtad.

Lalu ada musibah dunia, misalnya terkena penyakit, terkena musibah ekonomi, terkena musibah kesehatan, terkena musibah persahabatan, terkena musibah pernikahan dan sebagainya.  Semua ini merupakan bagian dari kehidupan manusia yang terkadang harus terjadi. Oleh karena itu melalui bacaan doa yang kita baca, maka  semua berharap agar kita dan umat Islam terhindar dari musibah dunia dan agama.

Makna doa yang dibacakan di dalam doa qunut itu menyadarkan kita bahwa sebagai sesama umat Islam, maka yang terbaik adalah mendoakan keselamatan dan pengampunan serta mendoakan agar dijauhkan dari musibah dunia dan musibah akherat. Dan itu sudah kita lakukan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

MALAM NISFU SYA’BAN: LADANG AMAL SALEH

MALAM NISFU SYA’BAN: LADANG AMAL SALEH

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Andaikan saya ditanya apa hukum melakukan acara nisfu Sya’ban dengan membaca Surat Yasin  tiga kali dan amalan lainnya yang dianggap penting, maka jawaban saya tidak berbasis pada hukum Islam atau fiqh, tetapi jawaban rasional saja bahwa melakukan upacara Nisfu Sya’ban merupakan amal kebaikan atau fadha’ilul ‘amal. Ada keutamaan-keutamaan yang terdapat di dalam acara Nisfu Sya’ban.

Semalam di Masjid Al Ihsan, Perumahan Lotus Regency, dilakukan acara menyambut Nisfu Sya’ban yang diikuti oleh warga RT 05, RW 08,  Perumahan Lotus Regency.  Acara yang memang disusun berbasis pada tradisi menghadapi malam Nisfu Sya’ban yang selama ini sudah dilakukan dan menjadi tradisi di kalangan sebagian masyarakat Islam Indonesia. Acara ritual tradisional yang bisa saja hanya terdapat di Indonesia dan tidak terdapat pada masyarakat Islam lainnya.

Kita merasa bersyukur menjadi umat Islam di Indonesia. Tidak hanya umat Islam yang mayoritas, 87,2 persen, akan tetapi juga acara ritual social keagamaan yang sangat banyak. Ritual tersebut telah mentradisi dalam kehidupan masyarakat Indonesia semenjak Islam disebarkan di Nusantara hingga hari ini. Acara ritual tersebut telah mandarah daging di dalam kehidupan masyarakat meskipun zaman telah berubah. Nama boleh saja berganti, misalnya pada masyarakat perkotaan, akan tetapi substansi ritual tersebut terus berlangsung.

Masyarakat Indonesia memiliki ikatan solidaritas social yang sangat kuat. Antar satu keluarga dengan keluarga lain di sekeliling rumah merupakan ikatan social yang unik. Saling mengenal, saling bertegur sapa, dan bahkan saling membantu. Hal ini merupakan modal social dan budaya yang memperkuat tradisi kebersamaan, seperti acara kendurian, acara keagamaan dan acara-acara lain yang tergolong selamatan.

Di dalam upacara malam nisfu Sya’ban, di masyarakat pedesaan disebut upacara megengan, merupakan acara untuk berbuat baik terhadap Allah SWT, Nabi Muhammad SAW dan juga umat Islam lainnya. Upacara malam Nisfu Sya’ban, 24/02/2024  dipimpin oleh M. Firdaus Ramadlan, SH, Al Hafidz, yang selama ini menjadi imam di Masjid Al Ihsan. Acara dimulai dengan membaca washilah kepada Nabiyullah Muhammad SAW, para waliyullah atau ulama, dan ahli kubur serta  hajad kita masing-masing. Diteruskan dengan membaca syahadat 10 kali dan istighfar 10 kali, lalu dilanjutkan dengan membaca Surat Yasin tiga kali dan berdoa. Acara diselenggarakan ba’da magrib dan selesai menjelang shalat Isya’. Para jamaah melaksanakan shalat Isya’ berjamaah lalu diakhiri dengan makan nasi soto bersama-sama.

Ada tiga aspek yang ingin saya sampaikan di dalam tulisan ini, yaitu: pertama, ritual sebagaimana membaca Surat Yasin tiga kali itu tidak hanya berdimensi ketuhanan artinya sebagai instrument untuk persembahan kepada Allah SWT dan juga Nabi Muhammad SAW akan tetapi juga bermakna bagi kehidupan social. Di kala membaca Surat Al Fatihah sebagai washilah kita kepada Allah, maka terdapat washilah doa ila hadrati hajatina wa hajatikum, yang artinya ada untaian doa kepada Allah tentang hajad dari pelaku upacara Nisfu Sya’ban. Hidup rasanya menjadi bermakna di kala sesama umat Islam saling berdoa agar keinginan atau hajad itu dikabulkan Tuhan. Saya membayangkan bahwa melalui doa seperti itu, maka akan terdapat ikatan hati yang luar biasa di antara umat Islam. Saling mendoakan dan saling mengaminkan.

Kedua, melalui upacara ini, maka kita diberi peluang beribadah lebih dari biasanya. Mungkin di antara kita ada yang sudah membaca surat Yasin ba’da magrib sekali,  tetapi melalui upacara ini kita diharapkan bisa membaca Surat Yasin tiga kali. Kita juga diharapkan bisa membaca syahadat 10 kali yang tentu lebih banyak dibandingkan dengan amalan bacaan syahadat setiap hari. Di dalam shalat tentu kita sudah membacanya, akan tetapi pada khusus malam Nisfu Sya’ban, kita dapat membaca lebih banyak. Bahkan juga ada yang membaca syahadat itu satu kali saja pada waktu menikah, dan kala yang bersangkutan sudah sadar untuk memasuki ajaran Islam secara benar, maka dapat tambahan membaca syahadat. Mungkin juga ada yang sudah membaca istighfar 100 bahkan 1000 kali setiap hari, maka melalui upacara Nisfu Sya’ban, maka kita mendapatkan tambahan 10 kali. Jadi upacara Nisfu Sya’ban memberikan peluang beribadah lebih banyak. Inilah yang saya maksudkan dengan  afdholul ‘amal. Keutamaan ibadah.

Ketiga, upacara Nisfu Sya’ban dapat menjadi amalan sedekah. Yang biasanya sudah sedekah, misalnya hari Jum’at memberikan makanan gratis, atau memberi makanan untuk anak-anak yatim, untuk orang yang belajar dan sebagainya, maka melalui upacara Nisfu Sya’ban kita diberi peluang untuk menambah sedekah. Kita dapat memberi sedekah makanan, minuman atau kue-kue. Ni’fu Sya’ban menjadi ajang bagi kita semua untuk bisa bersedekah lebih. Kita dapat bersama-sama berada di dalam tangan di atas, dan bukan tangan di bawah. Dengan demikian indah sekali memperingati Nisfu Sya’ban melalui kebersamaan. Memang kita dapat membaca Surat Yasin di rumah atau beribadah di rumah, tetapi rasa solidaritas social yang dibangun melalui upacara Nisfu Sya’ban itu sungguh agung.

Jadi, apa yang diwariskan oleh leluhur kita, para waliyullah dan para ulama, merupakan modal social, modal budaya dan modal agama yang luar biasa, dan itu hanya terdapat di dalam agama Islam, khususnya masyarakat Islam Indonesia.

Sesungguhnya ajaran agama Islam itu momot kebaikan, tidak hanya kebaikan kepada Tuhan, Allah SWT tetapi juga untuk manusia dan alam seluruhnya. Islam itu sungguh rahmatan lil alamin.

Wallahu a’lam bi al shawab.

TEOLOGI CINTA DI TENGAH RELASI SOSIAL

TEOLOGI CINTA DI TENGAH RELASI SOSIAL

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Salah satu di antara misi yang diemban oleh Komunitas Ngaji Bahagia (KNB) adalah ngaji sambil tersenyum lepas yang diwujudkan dalam kegiatan ngaji bareng dalam tema-tema yang disesuaikan dengan realitas empiris dan dikaitkan dengan ajaran agama, khususnya ajaran Islam. Selasa, 20 Pebruari 2024, yang memberikan pengajian adalah Ustadz Sahid, seorang motivator yang andal dan memiliki pengalaman yang sangat banyak dalam menangani masalah-masalah personal, keluarga maupun organisasi. Tema kita adalah “Teologi Cinta Pasca Pilpres 2024”.

Ada tiga hal yang akan saya sampaikan berdasar atas ceramah Ustadz Sahid pada Ngaji Selasanan kemarin, yaitu: pertama, cinta itu terkait dengan perasaan dan hati yang abstrak dan kemudian terwujud di dalam prilaku, baik di dalam diri sendiri, keluarga, maupun komunitas dan masyarakat. Cinta itu telah mengilhami banyak hal, misalnya dalam penciptaan lagu, film, novel, bahkan sekarang mengilhami pelaku Tiktok. Cinta telah menghidupkan kehidupan manusia secara umum, dan masing-masing pribadi secara khusus.

Manusia diciptakan Allah melalui cinta antar jenis, lelaki dan perempuan, yang mengejawantah dalam kasih sayang dan cinta. Manusia bisa membedakan melalui akal pikiran, perasaan dan hati terkait dengan cinta. Manusia mengekspresikan cinta dalam berbagai variasi sesuai dengan obyek cinta. Cinta kepada suami atau istri berbeda dengan cinta kepada anak, cucu atau orang-orang khusus. Jika cinta seorang suami atau istri biasanya terkait dengan obyek hati dan fisik, maka cinta atas anak, cucu atau lainnya biasanya terkait dengan hati. Di dalam dunia rumah tangga tidak cukup hanya rahmah akan tetapi juga sakinah dan mawaddah. Mawaddah adalah cinta yang berbalut perasaan, hati dan fisik, sedangkan rahmah lebih banyak dimensi psikhologis atau mental, misalnya menyayangi berbasis hati dan perasaan. Semakin lama relasi suami istri adalah relasi rahmah dan bukan hanya mawaddah. Tetapi harus diyakini dan dilakukan bahwa baik rahmah maupun mawaddah itu berakhir pada sakinah atau ketentraman lahir dan batin.

Kedua, kita mencintai orang atau barang atau apa saja karena ada nilai yang terdapat di dalamnya. Misalnya kita mencintai Allah dan Rasulnya, maka ada nilai di dalamnya yaitu nilai spiritual yang tak terhingga, tak dapat  dihitung. Mencintai Allah itu mencintai hal yang bersifat gaib yang tidak dapat dilihat dengan mata kepala atau tidak observable. Allah itu merupakan bagian dari ajaran tentang “kegaiban” yang harus diyakini kebenarannya. Manusia yang beriman kepada Allah tidak boleh ragu. Kita harus yakin secara sungguh-sungguh. Kita beriman kepadanya dengan iman yang teguh. Kita harus percaya bahwa Allah itu Maha Kuasa dan Maha Esa. Dan kita harus yakin bahwa dengan kekuasaannya maka seluruh kosmos itu diciptakannya. Bahkan menurut Ibnu Sina, bahwa alam seluruhnya itu diciptakan oleh Allah karena Allah mencintainya. Seluruh jagat raya harus diyakini sebagai ciptaan Allah dan tidak ada makhluk lainnya yang bisa menciptakannya. Jagad raya tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi diciptakan oleh Dzat yang sangat berkuasa atas semua hal. Wujud dari cinta kepada Allah adalah dengan melakukan kebaikan-kebaikan.

Selain itu juga mencintai Rasulullah yang dimanifestaikan dengan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, sebanyak-banyaknya. Makin banyak makin baik. Nabi Muhammad SAW adalah washilah terbaik untuk amal kita kepada Allah SWT. Cinta itu digambarkan sebagai berjenjang dari level perilaku, yakni orang yang mencintai maka akan melakukan sesuatu sesuai dengan cintanya itu. Lalu ada level cinta karena kewajiban dan kemudian level cinta karena kebutuhan. Kita bukan wajib mencintai Allah tetapi butuh untuk mencintai Allah. Dalam level kebutuhan maka cinta itu sudah berkategori cinta spiritual sebagaimana yang dilakukan oleh ahli tasawuf Rabi’ah Al Adawiyah, dengan tasawuf hub atau tasawuf cinta.

Ketiga, kita mengharuskan diri kita untuk membutuhkan cinta terhadap orang lain atau sesama manusia. Kita baru saja melakukan pilihan presiden dan juga memilih wakil-wakil rakyat. Di masa sebelum pemilu atau masa kampanye kita dapat berbeda dalam pilihan,  akan tetapi kita harus tetap berada di dalam satu kesatuan sebagai umat Islam atau sebagai bangsa Indonesia.  Oleh karena itu, jangan sampai bercerai berai karena pilpres. Harus tetap kita kembangkan persatuan dan kesatuan bangsa. Caranya adalah dengan mengembangkan saling cinta sebagai warga negara dan sebagai bangsa Indonesia.

Ada empat S yang bisa dikembangkan yaitu: S pertama adalah kependekan dari Safety. Bahwa orang merasa selamat dalam pergaulan kita. Di dalam relasi social,  keselamatan merupakan aspek penting yang harus terus diperjuangkan. Jika kita ingin selamat, maka harus ada sikap saling mencintai dan menyayangi. S kedua adalah secure atau aman. Kita merasa aman dalam pergaulan dan keamanan dalam pergaulan itu dasarnya adalah saling mencintai. Jika di antara manusia yang berbeda-beda itu terdapat sikap saling mencintai, maka akan terdapat keamanan. S ketiga adalah seen atau tampak atau terlihat, apa yang baik itu baik dan apa yang jelek itu juga jelek. Kita harus bergaul dengan apa adanya tanpa tanpa basa-basi. Melalui sikap seperti ini akan menimbulkan trust yang juga akhirnya akan menimbulkan rasa cinta dalam pergaulan. S keempat adalah soul atau jiwa yang tenang. Cinta akan tumbuh dalam jiwa yang tenang, jiwa yang sabar dan jiwa yang halus. Jika seseorang dapat mengembangkan jiwa muthmainnahnya, maka di dalamnya pasti akan tumbuh subur rasa cinta kepada sesama manusia.

Oleh karena itu  apapun perbedaan di antara kita, jika kita dapat  mengembangkan rasa cinta yang medasar karena Allah, maka akan kita dapat kebaikan-kebaikan di dalam diri, keluarga, komunitas dan masyarakat. Dan kita pasti bisa melakukannya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

BERDOA UNTUK KETETAPAN IMAN

BERDOA UNTUK KETETAPAN IMAN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Iman itu sesuatu yang abstrak dan bahkan mengandung kegaiban. Manusia harus meyakini adanya kegaiban Tuhan, kegaiban Malaikat, meyakini adanya utusan Tuhan, harus mempercayai adanya takdir yang belum berlaku dan juga adanya hari akhir atau kiamat. Salah satu di antara indicator orang yang meyakini kebenaran Islam adalah dengan meyakini tentang hal-hal gaib yang harus diyakini kebenarannya.

Iman merupakan seperangkat keyakinan tentang eksistensi Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT, meyakini akan kebenaran adanya Rasul Muhammad  SAW, Kitab Suci AlQUR’n, meyakini adanya Malaikat, meyakini adanya ketentuan Tuhan yang bercorak azali dan meyakini akan datangnya hari kiamat. Hal tersebut tersimpul di dalam hadits Nabi Muhammad SAW mengenai arkanul Iman.

Semua agama mengajarkan tentang eksistensi Tuhan sesuai dengan ajaran agamanya. Semenjak Nabi Adam AS yang diajarkannya adalah tentang keesaan Allah, dan kala Nabi Ibrahim AS, maka dikenal agama dalam corak ketuhanannya yang monoteis, artinya keyakinan bahwa hanya ada satu Tuhan di dalam agama sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim AS. Agama Hanif adalah agama yang mengajarkan tentang Ketuhanan yang monoteistik. Lalu dalam perjalanan sejarah, maka kemudian muncul agama yang diturunkan melalui Nabi Musa AS, lalu Nabi Isa AS dan Nabi Muhammad SAW. Ajaran yang dinisbahkan kepada Nabi Muhammad SAW disebut sebagai agama Islam merupakan agama yang paling akhir dan penutup semua Nabi dan rasul. Muhammad SAW adalah khatamul anbiya’ wal mursalin.

Kita sungguh harus bersyukur kepada Allah SWT karena telah menjadi umat Islam yang mempercayai keberadaan-Nya, mempercayai Rasulnya, meyakini keberadaan Malaikat, meyakini kebenaran Alqur’an sebagai kitab Suci, dan meyakini akan hadirnya akhir dan takdir atau kepastian azali yang telah ditentukan Tuhan. Coba kalau dipikirkan, jarak kita dengan Nabi Muhammad SAW itu berbilang tahun. Kita hidup pada tahun 1445 H, sementara Nabi Muhammad hidup pada tahun 1 hijrah. Lamanya waktu tersebut tidak menghalangi akan keyakinan tentang kebenaran ajaran Islam.

Jika para sahabat hidup bersama Nabi Muhammad SAW, lalu para tabiin hidup bersama sahabat Nabi Muhammad SAW, lalu para tabiit-tabiin hidup bersama para tabiin, maka kita memiliki rentang waktu ribuan tahun. Dan kita meyakini akan kebenaran Islam. Oleh karena itu kita harus bersyukur kepada para pendahulu kita, umat Islam generasi awal di Nusantara yang telah mengenalkan Islam sebagai agama Allah yang terakhir.

Tanpa kehadiran para pendakwah generasi awal Islam di Nusantara, para waliyullah, maka rasanya kita  tidak seperti ini. Islam sebagai agama yang datang di kala Nusantara telah memiliki agama-agama besar, Hindu dan Buddha, lalu juga keyakinan-keyakinan local, Nusantara kemudian menjadi Islam. Oleh karena itu jasa para Waliyullah itu sangat luar biasa dalam proses Islamisasi di Nusantara. Mereka adalah  pejuang-pejuang Islam yang sangat pantas jika jasanya dikenang oleh para generasi berikutnya termasuk generasi kita sekarang.

Ada banyak orang yang bisa masuk Islam melalui perjuangan panjang, baik melalui kajian sains atau pengalaman dan pembelajaran yang panjang, namun kita dapat  menjadi muslim karena factor keluarga. Kita menjadi muslim karena lingkungan. Kita menjadi muslim karena factor keturunan. Itulah sebabnya kita mesti melantunkan rasa syukur bil lisan, bil qalbi dan bil fi’li. Semua dikerahkan untuk mensyukuri nikmat Allah SWT.

Makanya, sudah sangat pantas kalau kita terus melantunkan do’a kepada Allah SWT agar iman kita terjaga. Iman kita kepada Allah SWT, iman kita kepada kebenaran ajaran Islam, dan tidak hadir keraguan di dalam hati dan pikiran kita untuk mempertanyakan akan kebenaran Islam. Kita sungguh sudah dimanjakan untuk menjadi umat Islam. Islam menjadi agama yang dipeluk oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, 87,2 persen. Sungguh  suatu “keajaiban” bahwa umat Islam bisa seperti ini.

Dewasa ini ada banyak factor yang menyebabkan orang bisa murtad atau keluar dari agama Islam, selain juga banyak orang yang menjadi mualaf atau memasuki ajaran Islam. Di antara yang murtad itu adalah Lukman Sardi, yang mengikuti agama Istrinya. Dia murtad bahkan setelah melakukan umrah di tanah Suci. Lalu ada Sukmawati yang kemudian menjadi pemeluk Hindu setelah banyak dipersalahkan karena ucapan-ucapannya yang dianggap tidak sesuai dengan Islam. Tetapi juga ada para pengusaha besar yang menjadi muslim, misalnya Djohari Zein, Jusuf Hamka, Fitria Yusuf, Lee Kang Hyun, Herman Halim dan Hermanto Wijaya.

Ada orang yang memperoleh cahaya kebenaran Islam, dan ada orang yang memperoleh kebenaran agama lain. Kita tidak bisa mencela atas orang yang kemudian murtad. Kita harus menghargai pilihan hidup dan keyakinannya. Kita tetap memiliki prinsip sebagaimana diajarkan di dalam ajaran Islam yaitu membangun relasi social berbasis ukhuwah basyariyah.

Sungguh menjadi penting untuk selalu berdoa kepada Allah SWT agar iman kita tetap terjaga, jangan ada sesuatu yang menggoyahkannya, jangan ada yang membelokkannya dan jangan ada yang merusaknya. Iman kita harus tetap dalam Islam. Iman kita harus tetap di dalam keyakinan kepada Allah dan keyakinan akan kenabian Muhammad SAW. Kita tetap menjadi umat Islam yang mencintai Allah melalui shalat  dan mencintai Muhammad Rasulullah melalui shalawat yang kita lantunkan.

Doa utama yang penting adalah:  “Allahumma  tsabbit imanana,” yang artinya: “Ya Allah tetapkanlah iman kami”. Doa ini layak untuk dilantunkan agar kita tetap berada di dalam keimanan dan keislaman.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

PERLU QAULAN MAYSURAN DALAM RELASI SOSIAL

PERLU QAULAN MAYSURAN DALAM RELASI SOSIAL

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sebagai makhluk social, homo sapien, maka manusia dipastikan akan hidup bersama orang lain, baik dalam kerabat maupun bukan kerabat atau masyarakat umum. Manusia akan selalu hidup di tengah-tengah kehidupan social yang tidak akan terelakkan. Manusia tidak bisa hidup dalam kesendirian. Manusia membutuhkan orang lain untuk membangun kehidupan yang bermakna.

Semenjak manusia menghuni kehidupan di maya pada atau alam dunia, maka manusia sudah berada di dalam lingkungan social, meskipun semula terbatas. Secara antropologis, mula-mula manusia hidup dalam kelompok kecil dan dalam kerangka mempertahankan kelompoknya maka mereka menikah secara indogami atau menikah antar keluarga. Perkawinan indogami tidak hanya dikenal di masa lalu kala penduduk masih terbatas jumlahnya, akan tetapi juga di masa modern. Perkawinan antar kerabat masih dijumpai hingga dewasa ini. Misalnya pernikahan dalam marga yang sama, sebagaimana terjadi di Sumatera Utara, contohnya sesama Batak dalam satu marga.

Sesuai dengan perkembangan zaman dan semakin kompleksnya pertalian kekerabatan, perkawanan dan komunitas, maka juga terjadi perubahan dalam system perkawinan dan system kekerabatan serta system perkawanan. Sekarang sudah menjadi kelaziman dalam perkawinan eksogami, yang melibatkan relasi antar manusia secara lebih luas. Lalu kemudian muncul keluarga inti atau nuclear family dan keluarga batih atau extended family. Kemudian juga muncul persabatan virtual yang diakibatkan oleh semakin menguatnya media social sebagai bagian dari model relasi social.

Meskipun terjadi berbagai perubahan social, akan tetapi hakikat kemanusiaan tersebut terletak pada bagaimana yang bersangkutan dapat melakukan relasi social yang berkeseimbangan. Baik relasi karena kekerabatan, relasi persahabatan, dan relasi di dalam komunitas dan masyarakat. Ada pepatah yang menyatakan “lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya”, artinya bahwa setiap masyarakat itu memiliki tradisi dan tata cara yang berbeda yang merupakan ciri khas kemasyarakatannya. Ada pedoman di dalam kebudayaannya, baik pedoman tersebut berbasis pada consensus kemasyarakatan atau berbasis ajaran agama. Di dalam dunia antropologi maka ada pola umum berlaku mendasar dan pola khusus berlaku mendalam. Pola khusus dalam relasi social bisa sama karena ada pedoman umum yang berlaku secara universal, akan tetapi ada juga yang bersifat khusus dan berlaku pada komunitas atau masyarakat itu sendiri.

Bagi yang menggunakan agama sebagai pedomannya, maka ada satu konsep yang sangat penting di dalam membangun relasi social, yaitu konsep qaulan maysuran. Secara istilah, qaulan maysuran adalah perkataan yang mudah, artinya perkataan yang mudah dipahami oleh lawan bicara atau mitra percakapan. Pernyataan yang memberikan kemudahan dan bukan kesulitan. Pernyataan yang membuat orang lain secara jelas menerima apa yang dinyatakan.

Qaulan maysuran dapat digunakan di dalam situasi dan tempat apapun. Bukankah doa kita: “Allahumma yassir wa la tu’assir”, yang artinya: “Ya Allah berikan kemudahan  dan jangan berikan kesulitan”.  Doa ini tentu saja menjadi sangat mendalam maknanya bahkan jika dikaitkan dengan relasi social di dalam kehidupan masyarakat. Di dalam cerita Alqur’an, bahwa Nabi Musa itu ucapannya sulit dipahami oleh lawan bicaranya. Maka Allah menurunkan Nabi Harun untuk menjelaskan maksudnya. Melalui penjelasan Nabi Harun maka mitra bicaranya menjadi paham apa yang diungkapkannya. Nabi Musa memahami dirinya sehingga memohon kepada Allah agar diberikan sahabat yang lebih fasih di dalam berbicara.

Di dalam dunia organisasi baik formal maupun informal, dunia birokrasi dan bisnis, maka qaulan maysuran itu betapa pentingnya. Pada setiap segmen kehidupan yang melibatkan banyak orang, banyak kepentingan, banyak pola dalam relasi social, maka qaulan maysuran tersebut menjadi sangat penting. Setiap perintah harus dapat dilakukan oleh para pelakunya. Bayangkan kalau pernyataan perintah sulit dipahami oleh mitra kerja, sehingga mitra kerja tidak bisa melakukannya, maka akan terjadi kegagalan. Dan kegagalan tersebut bukan dari mitra kerja tetapi berasal dari pemberi perintah.

Di dalam dunia birokrasi, terdapat prinsip dalam bekerja sama untuk mengerjakan pekerjaan dengan hasil optimal, yang saya sebut sebagai berikut: perintahnya jelas pekerjaannya jelas, perintahnya jelas pekerjaannya bisa dilakukan, perintahnya jelas pekerjaannya berpeluang diselesaikan, dan perintahnya jelas hasil akhirnya membawa kepada kesuksesan. Oleh karena itu ada korelasi yang jelas antara kejelasan perintah dan kemudahan dalam memahami perintah yang berkorelasi dengan kemudahan dalam menyelesaikan pekerjaan. Atau secara singkat dapat dinyatakan dengan tiga  J yaitu:  jelas perintahnya, jelas pekerjaannya dan jelas hasilnya.

Qaulan maysuran adalah prinsip di dalam komunikasi, baik verbal maupun non verbal. Di tengah social media exposure, maka prinsip kejelasan pernyataan sangat penting. Pernyatan tersebut tentu berisi upaya tidak menyakiti orang lain, tidak menghina orang lain, tidak membully orang lain, dan yang penting juga tidak berisi berita palsu.

Sebagaimana yang telah saya jelaskan sebelumnya di dalam artikel saya, bahwa prinsip di dalam komunikasi merupakan satu kesatuan atau prinsip yang sistemik dan bukan yang parsial. Di dalam prinsip qaulan maysuran terdapat qaulan layyinan, qaulan sadidan, qaulan balighan dan qaulan ma’rufan. Dengan menerapkan prinsip tersebut secara sistemik, maka akan didapatkan komunikasi yang saling membahagiakan.

Wallahu a’lam bi al shawab.