• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENGHENTIKAN KORUPSI: ANTARA TUNTUTAN DAN SISTEM POLITIK

MENGHENTIKAN KORUPSI: ANTARA TUNTUTAN DAN SISTEM POLITIK

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Pengajian pada Selasa pagi, 09/07/2025, sungguh Istimewa. Bukan karena penceramahnya tetapi karena diskusi yang disajikannya. Sebagaimana biasanya, pengajian ini diselenggarakan dengan diskusi antara narasumber sebagai pemantik pembahasan dengan audience yang aktif berpendapat. Tema kita pada pagi itu, sesungghnya di seputar relasi antara agama dan negara tetapi dalam level pembahasan yang berada di permukaan. Tidak masuk di dalam kedalaman pembahasan yang benar-benar mendasar. Hanya kulitnya saja.

Ada tiga pembahasan terkait dengan tema ini, yaitu: pertama, Indonesia, sesungguhnya berada di dalam konteks relasi antara agama dan negara yang simbiotik mutualisme. Yaitu negara membutuhkan agama sebagai dasar moralitasnya, dan agama membutuhkan negara untuk mengatur relasi antar warga beragama. Jadi bukan hubungan antara agama dan negara yang bercorak menyatu, misalnya sebagaimana di Iran, yang termasuk negara Islam. Di Timur Tengah banyak negara yang berada di dalam negara Islam, sebab antara agama dan negara merupakan satu kesatuan. Indonesia juga pasti bukan negara sekular karena tidak memisahkan sedemikian kuat atau terdapat garis demarkasi yang memisahkan antara agama dan negara. Negara-negara di Eropa banyak yang menggunakan konsep negeri secular. Agama berada di dalam ruang private dan negara berada di ruang public. Indonesia menempatkan agama di ruang public artinya agama dijadikan sebagai panduan moralitas di dalam bernegara.

Kedua, Indonesia jelas merupakan negara yang berketuhanan artinya bukan negara agama dan juga bukan negara secular. Sebab agama dijadikan sebagai basis moralitas dan bahkan di dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Berbeda dengan Singapura merupakan negara secular yang memisahkan urusan agama dan negara. Di Indonesia bahkan didapatkan beberapa undang-undang dan peratruran daerah yang menjadikan agama sebagai basisna, misalnya ada Perda-Perda Syariah, selain Undang-Undang yang terkait dengan pengamalan agama, misalnya Undang-Undang Zakat, Undang-Undang Wakaf, Undang-Undang Perkawinan dan sebagainya.

Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, akan tetapi terdapat paradoks yang sangat luar biasa, yaitu masih terjadinya korupsi yang nyaris sudah memasuki semua elemen masyarakat. Mulai dari selevel Menteri sampai selevel kepala desa dan bahkan melibatkan masyarakat. Apparat pemerintah bahkan juga orang swasta. Dari dunia birokrasi sampai  pihak pengusaha.

Sampai di sini, maka diskusi terjadi. Pak Dr. Wardi, salah seorang dosen di Universitas Tujuh Belas Agustus Surabaya, menyatakan bahwa “di Indonesia itu agama tidak dijadikan sebagai dasar untuk melakukan tindakan yang benar. Buktinya, banyak sekali korupsi yang dilakukan oleh masyarakat yang sesungguhnya kaum beragama.  Kalau melihat korupsi di Indonesia rasanya sangat sulit diberantas, sebab korupsi itu sudah menjamah semua elemen masyarakat Indonesia, terutama terkait dengan perilaku politik. Sekarang ini orang tidak malu untuk melakukan tindakan menyimpang. Orang tidak malu melakukan korupsi. Jadi dianggap hal yang biasa saja. Sebenarnya dari undang-undang atau regulasi sudah ada semua hal untuk menghentikan korupsi, akan tetapi selalu lemah di dalam implementasinya. Undang-undang atau regulasi hanya di atas kertas belaka tetapi tidak di dalam pelaksanaannya. Law enforcement tidak terdapat di negeri ini”.

Kemudian, Pak Abdullah, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, juga menyatakan bahwa “korupsi yang paling parah sebenarnya ada di wilayah politik. Bisa dibayangkan bahwa biaya politik untuk menjadi Bupati dan Wakil Bupati itu sebesar Rp70 Miliar. Jika misalnya Yang Calon Bupati mengeluarkan lebih sedikit, misalnya Rp10 milyar dan Wakil Bupatinya mengeluarkan Rp60 miliar, maka dipastikan akan terjadi masalah. Karena masing-masing akan mencari jalan agar biaya politik tersebut tertutupi. Untuk mengembalikan biaya politik tersebut dapat melalui pengangkatan jabatan, pendapatan daerah dan proyek-proyek pemerintah. Jika seperti ini, maka dipastikan akan terjadi rebutan lahan proyek. Yang paling repot adalah bawahan bupati dan wakil bupati, sebab akan terkait kepada siapa kepatuhan akan diberikan. Itulah sebabnya di dalam banyak kasus korupsi pada pemerintah daerah terkait dengan pengangkatan jabatan dan pengadaan barang dan jasa dalam proyek-proyek di pemerintah daerah.”

Ketiga, Orde Reformasi memang bertujuan untuk melakukan koreksi atas penyelewengan di masa Orde Baru, di antaranya adalah koreksi atas penyelenggaraan negara yang dinilai telah melenceng dari tujuan kemerdekaan. Makanya dilakukan perubahan atas Undang-Undang Dasar 1945 dengan melakukan revisi secara mendasar. Di antara yang mendasar adalah perubahan terkait dengan system pemilihan presiden dan wakil presiden dari system pemilihan perwakilan dan permusyawaratan oleh MPR menjadi demokrasi langsung. Tujuannya tentu jelas agar tingkat elektabilitas dan akseptabilitasnya semakin kuat. Tidak dibayangkan bahwa pilihan langsung akan mengarah ke pilihan bebas yang mengandung bias, misalnya politik uang.

Dan itulah yang terjadi sekarang, sebab melalui money politics akan menyebabkan terjadinya korupsi yang semakin transparan. Di dalam pilihan DPRD atau DPR, maka setiap caleg harus merogoh koceknya untuk membeli suara rakyat. Dan rakyat pun merespon dengan menerima uang dari caleg dengan catatan mereka akan memilih yang terbesar. Bagi calon yang tidak membeli suara, maka jangan harap akan memperoleh suara rakyat. Itulah sebabnya  sekarang terjadi pandangan bahwa yang melakukan korupsi adalah rakyat.

Itulah sebabnya ada keinginan sementara para ahli agar kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 yang asli sebab telah terjadi kesalahan arah di dalam demokrasi di Indonesia. Telah terjadi disorientasi politik bagi bangsa Indonesia, yang ditandai dengan paradoks demokrasi. Jauh panggang dari api.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

SYARRUL BARIYYAH: MANUSIA YANG TIDAK BERUNTUNG

SYARRUL BARIYYAH: MANUSIA YANG TIDAK BERUNTUNG

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sungguh selain ada manusia yang diharapkan atau beruntung atau khairul bariyyah atau manusia terbaik, juga ada manusia yang dinyatakan sebagai tidak diharapkan atau disebut syarrul bariyyah. Yaitu manusia yang tidak akan pernah memperoleh keuntungan di dalam kehidupan akherat karena mengingkari keberadaan Tuhan. Mereka dilabel sebagai orang yang akan masuk neraka kelak di akherat.

Inilah kata kunci di dalam ceramah saya di Mushallah Raudhatul Jannah di Dusun Semampir, Desa Sembungrejo, Kecamatan Merakurak, Tuban, Ahad, 06/07/2025. Masjid tersebut berada di depan rumah, masjid wakaf, yang menyelenggarakan shalat wajib berjamaah. Ceramah ini saya sampaikan pada waktu ba’da shubuh berjamaah kepada jamaah mushallah yang aktif melakukan shalat berjamaah di Mushallah Raudhatul Jannah. Mereka aktivis masjid.

Sebagaimana biasa, saya sampaikan tiga hal terkait dengan ceramah ini, yaitu: pertama, tidak bosan-bosannya saya menyampaikan dan mengajak agar para jamaah Mushallah Raudhatul Jannah untuk bersyukur kepada Allah SWT. Sebagaimana yang pernah saya sampaikan bahwa kesyukuran kita yang tertinggi adalah disebabkan karena Allah SWT sudah memberikan hidayah untuk beriman kepada-Nya. Nikmatul udzma. Nikmat terbesar, sebab tidak semua manusia di dunia ini memperoleh nikmat menjadi umat Islam yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Iman itu kunci beragama, jika imannya baik maka rumah agama akan menjadi baik, dan sebaliknya. Kita bisa melaksanakan shalat tentu karena ada iman di dalam pikiran dan hati kita. Ashshalatu ‘imaduddin. Shalat itu tiang agama. Jadi dengan mendirikan shalat berarti rumah agama akan menjadi kuat atau menjadi kokoh.

Kedua, di dalam Alqur’an dijelaskan selain ada khairul bariyyah juga ada syarrul bariyyah. Yang Khairul bariyyah adalah orang yang beruntung dan yang syarrul bariyyah adalah orang yang celaka. Tentu kita semua tidak ada yang berkeinginan untuk menjadi manusia yang celaka. Baik celaka di dunia maupun celaka di akherat. Semua di antara kita ingin menjadi manusia yang beruntung dan bahagia, baik di dunia maupun di akherat.

Alqur’an menjelaskan bahwa orang yang kafir yang terdiri dari ahli kitab dan kaum musyrik itu akan menjadi penghuni neraka selamanya. “Innal ladzina kafaru min ahli kitabi wal musyrikina fi nari jahannama khalidina fiha abada ulaika hum syarrul bariyyah”. Yang artinya: “sesungguhnya orang kafir dari golongan ahli  kitab dan golongan musyrik ada di dalam neraka selama-lamanya, dan mereka adalah orang yang sengsara.” Yang disebut sebagai ahlu kitab adalah orang yang tidak mempercayai kebenaran Alqur’an sebagai kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Bahkan mereka juga tidak mempercayai akan kenabian Nabi Muhammad SAW. Mereka adalah orang Nasrani dan Yahudi. Termasuk tentu saja adalah orang beragama lain yang tidak mempercayai atas kesucian Kitab Suci Alqur’an. Jika manusia itu berjumlah enam milyar, maka yang satu milyar adalah umat Islam, dan yang lima milyar lainnya beragama selain Islam.

Orang musyrik adalah orang yang menyekutukan Tuhan. Yang menyatakan bahwa Allah bukan Tuhan Yang Maha Esa atau Maha Tunggal. Di kala orang menyembah selain kepada Allah, maka orang tersebut juga menyekutukan Allah. Misalnya orang yang bersesaji dengan harapan yang diberi sesaji adalah yang akan mengabulkan keinginan atau harapannya, maka yang bersangkutan itu dinyatakan sebagai musyrik. Dengan demikian, indicator orang yang disebut syarrul bariyyah adalah orang yang menjadi ahli kitab dan orang yang musyrik.

Ketiga, semua agama memiliki klaim kebenaran atau pernyataan kebenaran yang mutlak. yang tidak boleh ditawar. Kebenaran iman. Keyakinan akan ketuhanan itu sedemikian mendasar bagi semua agama. Seseorang tidak akan beribadah kepada Tuhan jika tidak memiliki iman yang kuat. Ada banyak orang yang menyatakan beriman kepada Allah tetapi tidak melakukan amal ibadah. Ada di semua agama. Di dalam Islam ada, di dalam Nasrani ada dan di dalam Yahudi juga ada.

Kita sungguh bersyukur mendapatkan hidayah dari Allah karena factor keturunan dan lingkungan. Orang tua dan seterusnya ke atas beragama Islam, dan lingkungan kita beragama Islam, maka kita menjadi beragama Islam. Ada banyak orang yang berusaha secara mati-matin untuk menjadi Islam. Misalnya Ustadz Waloni, yang baru saja wafat, maka dia menjadi Islam karena mempelajari semua kitab suci dan akhirnya menemukan kebenaran di dalam agama Islam. Ada juga orang Barat, Namanya Fritjof Schuon, yang menjadi muslim setelah mempelajari Alqur’an dan menemukan kebenaran di dalamnya. Bahkan menjadi pengikut tasawuf.

Sesungguhnya untuk menjadi muslim atau lainnya itu sudah ada takdirnya atau ketentuannya. Takdir tersebut sudah terekam di alam roh atau alam azali. Jadi sudah ada ketentuannya. Makanya, kita semua ini beruntung karena mendapatkan takdir yang baik, sebab menjadi muslim semenjak awal. Kita lahir sudah menjadi muslim, bahkan sudah dibacakan adzan dan iqamah. Hal ini yang harus menjadikan kita bersyukur kepada Allah SWT.

Dengan menambah kesyukuran kepada Allah, insyaallah kita akan mendapatkan semakin banyak kenikmatan yang tidak terhingga. Dan kita telah mendapatkannya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

KHAIRUL BARIYYAH: SOSOK MANUSIA YANG BERUNTUNG

KHAIRUL BARIYYAH: SOSOK MANUSIA YANG BERUNTUNG

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Saya sungguh-sungguh bersyukur dapat memanfatkan waktu di rumah  Tuban. Saya bisa setiap pagi memberikan ceramah agama kepada para jamaah shalat shubuh.  Para  jamaah yang usianya sudah tidak lagi dapat disebut sebagai muda. Ada kawan-kawan saya semasa di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Sembungrejo, dan ada sebagian lainnya yang adik kelas saya bahkan yang jauh lebih muda. Lelaki dan Perempuan. Ceramah ini diselenggarakan pada Sabtu, 05/07/2025.

Di dalam ceramah kali ini saya menyampaikan tiga hal yang penting terkait dengan ciri-ciri orang yang disebut sebagai khairul bariyyah, atau orang yang beruntung. Ternyata ada orang yang beruntung dan ada orang yang tidak beruntung di dalam pandangan agama Islam. Ada tiga hal yang saya sampaikan, yaitu:

Pertama, insyaallah kita semua adalah orang yang mendapatkan kebaikan dari Allah SWT, karena kita telah menjadi orang yang beriman dan melakukan amal kebaikan sebesar apapun kebaikan yang kita lakukan tersebut. Salah satu di antara bukti bahwa kita adalah orang baik adalah kita melaksanakan shalat shubuh berjamaah. Suatu waktu yang bagi orang lain berat untuk melangkahkan kaki ke masjid atau mushallah,  akan tetapi kita semua dapat melakukan shalat shubuh berjamaah. Apalagi kita juga melaksanakan shalat sunnah qabliyah shubuh sebanyak dua rakaat. Dengan bukti-bukti seperti ini, maka sama sekali tidak diragukan bahwa kita adalah orang yang beruntung. Sungguh tidak banyak orang yang seperti kita. Iman kepada Allah dan juga melaksanakan amal ibadah sebagaimana yang diwajibkannya atau disunnahkannya. Alhamdulillah.

Kita ini juga sudah melakukan amal kebaikan, misalnya dengan menggembirakan sesama umat Islam, sesama saudara dalam Islam atau berada di dalam ukhuwah Islamiyah. Kita sudah menjaga mulut kita, agar tidak melukai seseorang. Saya yakin tidak ada di antara jamaah shalat shubuh yang suka mengolok-olok orang. Bahkan di dalam setiap bertemu saling memberikan support untuk sehat agar dapat melakukan ibadah dengan baik,  dalam kadar yang dapat kita lakukan.  Kita  sudah bersedekah dan berinfaq atas harta yang kita miliki. Kalaupun tidak memiliki uang,  maka kita sudah saling menyenangkan hati sesama sahabat.

Kedua, Alqur’an menjelaskan tentang khairul bariyyah. Yaitu orang dengan indicator “manusia yang beriman dan beramal kebaikan”. Memang hanya dua indicator tetapi indicator iman itu tidak sederhana. Iman itu menuntut kepatuhan total tanpa tanda tanya. Yang boleh dipikirkan dan direnungkan adalah ciptaan Tuhan. Orang yang mengedepankan ratio tidak akan menemukan Tuhan,  sebab Tuhan itu berbasis pada spirit atau keyakinan mendalam bahwa Tuhan itu eksis di dalam kehidupan manusia. Tuhan adalah dunia spiritual atau keyakinan yang mendalam dan bisa merasakan kehadiran Tuhan bagi yang mampu memahami kehadiran Tuhan. Iman itu menuntut keyakinan total dan kepatuhan mutlak. Ada banyak orang yang semula iman kepada Allah, lalu justru kemudian mengingkarinya. Ada   seorang ahli agama Islam, pernah belajar di Mesir dan Saudi Arabia, dia penduduk Saudi Arabia, yang semula mempelajari Islam secara tuntas, tetapi akhirnya menjadi kafir atau atheis. Namanya Abdullah al Qarni. Di penghujung hidupnya terkena kanker dan akhirnya meninggal dalam suul khatimah, mati dalam kekafiran. Tetapi juga ada orang yang semula kafir lalu menjadi beriman kepada Allah setelah mempelajari kebenaran ajaran Islam. Misalnya Angelina Sondakh, Ratu Kecantikan Indonesia, yang kemudian menjadi Muslimah, atau Dondy Tan yang menjadi muallaf karena mempelajari kebenaran Alqur’an.

Ketiga,  indicator yang kedua adalah mengamalkan ajaran Islam yang berupa kelakuan yang baik. Amalan shalihan. Perbuatan baik yang relevan dengan ajaran Islam yang dipastikan diterima oleh Allah. Standart utamanya adalah iman. Jadi perbuatan yang tidak didasari oleh iman hanya menjadi amalan perbuatan duniawi atau kebaikan duniawi. Sedangkan amalan baik yang didasari oleh iman kepada Allah adalah perbuatan baik yang mendapatkan pahala dari Allah SWT dan mendapatkan kebaikan di dunia. Jika seseorang menjalankan perintah amalan baik yang wajib atau sunnah, maka yang bersangkutan  tentu sudah masuk dalam kategori beramal kebaikan. Pasti.

Ada banyak ragam amalan kebaikan, misalnya memberikan gagasan atau ide untuk mengamalkan kebaikan, melaksanakan amalan kebaikan dan membantu orang lain untuk berbuat kebaikan. Dan juga menolong orang lain agar tidak melakukan kejelekan atau kejahatan. Semua ini dapat dimasukkan dalam amalan shalihan. Sesungguhnya peluang untuk mengamalkan kebaikan itu banyak sekali. Selama perbuatan tersebut merupakan perintah berbuat baik dan melarang berbuat jelek dan hal tersebut dilakukan, maka hal itu disebut sebagai amal kebaikan.

Ayat tentang khairul bariyyah merupakan ayat tabsyir atau memberikan kabar kegembiraan. Orang yang melakukan dua hal ini dijanjikan oleh Allah akan memasuki surga selama-lamanya. Surga itu digambarkan sebagai tempat yang menyenangkan fisik dan batin. Misalnya terdapat air mengalir dengan air yang kejernihannya tidak terukur, atau pun didapatkan minuman yang rasanya tidak terperikan, dan juga kenikmatan lainnya sebagaimana digambarkan di dalam Alqur’an.

Kita sungguh beruntung sebab telah menjalankan ajaran Islam yang luar biasa. Indicator atau tanda pertama, iman, sudahlah kita yakini kebenarannya, lalu indicator kedua atau amalan shalihan juga sudah kita lakukan. Semoga kita menjadi orang yang khusnul khatimah atau wafat dalam kebaikan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

BERKATALAH YANG BAIK AGAR SELAMAT

BERKATALAH YANG BAIK AGAR SELAMAT

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Kali ini, Jum’at ba’da magrib, 03/07/2025, saya menyempatkan untuk memberikan taushiyah keagamaan sesuai dengan audience di Mushallah Raudhatul Jannah di Dusun Semampir, Desa Sembungrejo, Kecamatan Merakurak, Tuban. Saya sengaja menyampaikan ceramah ini sebab jamaah shalat maghrib jauh lebih banyak dibandingkan jamaah shalat Shubuh. Ibaratnya, orang yang menjadi jamaah Shalat Shubuh adalah orang khusus, sebab berjamaah shalat Shubuh itu lebih sulit.

Jamaah shalat maghrib tersebut bervariasi dalam usianya. Ada yang anak-anak, pemuda dan orang tua. Berbeda dengan jamaah shalat shubuh yang kebanyakan adalah usia di atas 40 tahunan. Relative homogin. Tetapi sebagaimana ceramah saya lainnya, maka saya tetap menekankan tentang kabar gembira kepada para jamaah, ataupun jika harus menyampaikan sesuatu contoh  yang sehari-hari banyak dilakukan,  maka dengan menggunakan bahasa humor. Tidak menghakimi tetapi memberikan pencerahan. Ada tiga hal yang saya sampaikan, yaitu:

Pertama, kita semua harus meyakini bahwa apa yang kita lakukan dengan shalat berjamaah maghrib ini adalah kebenaran sesuai dengan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Nabi melakukan shalat  berjamaah, dan kita mengikuti sunnah atau contoh yang dilakukan-Nya. Rasulullah pasti senang dengan yang kita lakukan ini. Jangan ada keraguan sedikitpun. Shalat berjamaah itu pahalanya sebanyak 27 derajat. Jadi jika kita dapat shalat berjamaah tiga kali saja, shalat maghrib, shalat Isya’ dan Shalat Subuh, maka pahalanya jauh lebih banyak dibandingkan dengan shalat sendirian lima kali sehari. Kebanyakan shalat dhuhur dan ashar dilakukan di rumah karena jika siang hari kita masing-masing bekerja.

Keuntungan melakukan shalat berjamaah selain pahalanya yang banyak juga dapat saling bertemu dan bersalaman. Dengan sering kita bersalaman, maka jarak atau sekat di antara para jamaah tidak ada. Kita dapat saling mendoakan dan bahkan bersedakah. Bukankah dengan kita saling tertawa dan menyenangkan merupakan sebuah shadaqah. Jadi jangan berpikir bahwa yang bisa bersedekah hanyalah orang yang kaya, sebab shadaqah dapat dilakukan dengan saling membahagiakan. Momentum begini yang tidak didapatkan di dalam kehidupan bertetangga, dan berkawan. Alhamdulillah.

Kedua, tetapi ada satu hal yang bisa merusak perhabatan dan perkawanan atau ukhuwah sesama umat Islam, yaitu kita melakukan ghibah atau ngerasani sesama kawan atau tetangga. Saya yakin pada jamaah shalat maghrib ini tidak ada yang melakukannya. Dipastikan bahwa yang melakukannya adalah orang-orang di sebelah desa. Orang sini dipastikan baik-baik. “Ada tidak yang suka menggibah?”,  Maka secara spontan mereka menyatakan: “ada”. Disertai tertawa lepas. Menggunjing itu terkadang tidak kita sadari. Ada lawan bicara kita, baik berdua, bertiga atau banyak, tiba-tiba ada kawan kita yang memulai melakukan pergunjingan. Tanpa sadar kita menyatakan sependapat. Iya, iya. Begitulah seterusnya dan semakin seru. Lalu, semakin asyik, sehingga apa yang kita dengar dan apa yang kita lihat menjadi bahan untuk menggunjing. Jika sudah begini, maka sulit berhenti. Semua dibicarakan dan semua digunjingkan.

Ada yang lebih parah, yaitu mendoakan jelek atau di dalam bahasa Jawa disebut nyosotne. Yaitu sebuah ungkapan misalnya dengan menyatakan: “biar mati ketabrak mobil, atau biar disambar petir, semoga cepat mati, atau biar makin miskin, dan sebagainya”. Banyak sekali ungkapannya. Terkadang melalui ungkapan begini lalu menjadi pertengkaran. Akibatnya dalam beberapa bulan mereka tidak saling menyapa atau meneng-menengan. Padahal Nabi Muhammad SAW, memberikan toleransi untuk tidak saling berbicara itu hanya tiga hari. Jika lebih, maka dosanya semakin banyak. “Suka atau tidak jika jamaah memperoleh dosa?”. Serentak mereka menjawab: “tidak suka”. Jika kita melakukan hal ini berarti kita telah merusak persahabatan atau pertetanggaan.

Usahakan jangan melakukan umpatan atau mendoakan jelek. Sebab bisa jadi nanti pernyataan itu akan Kembali kepada diri kita sendiri. Doanya atau umpatannya akan kembali kepada dirinya sendiri. harus dihindari. Hadits Nabi Menyatakan: “falyaqul khairan auw liyasmut”, yang artinya “berkatalah yang baik atau lebih baik diam”. Mari kita teladani apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad agar kita memperoleh kebaikan.

Ketiga, memang tidak mudah untuk melakukan kebaikan itu. Ada banyak tantangannya dan godaannya. Dan Allah terkadang menguji kita di dalam kesabaran. Orang ini sabar betul, maka kemudian didatangkan orang yang akan menguji. Oleh karena disadari betul bahwa jika ada orang yang melakukannya berarti kita sedang diuji mengenai kesabaran tersebut. Kesabaran itu mudah diucapkan tetapi sulit dilakukan.

Ada cara yang paling mudah dilakukan adalah dengan  mendoakannya. Ini juga berat dilakukan. Tetapi sekali lagi bukan tidak bisa. Jika ada orang yang mengatai kita dengan kejelekan, maka doakan kepada Allah supaya disadarkan. Kita pasti bisa. “Ya Allah berikan kesadaran atas orang yang seperti itu”. Kita yakin dan benar-benar percaya, bahwa Allah pasti akan mengabulkan doa yang kita bacakan.

Jika kita dapat melakukannya, maka kita sudah setapak lebih baik, membalas umpatan dengan doa. Alangkah indahnya jika umat Islam, kita semua, bisa melakukannya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

HADIAH  TERBAIK UNTUK ORANG TUA DI ALAM BARZAKH

HADIAH  TERBAIK UNTUK ORANG TUA DI ALAM BARZAKH

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Di kalangan masyarakat awam bahwa sedekah terbaik bagi orang tua yang sudah wafat adalah dengan melakukan tahlilan dan selamatan. Bagi mereka bahwa di dalam kerangka merawat atas roh para leluhur adalah dengan mengirimkan bacaan kalimat thayyibah kepada leluhur yang sudah meninggal. Pandangan ini tentu bukan salah. Tetapi jangan hanya ini yang dilakukan akan tetapi sedekah terbaik bagi orang tua yang sudah wafat adalah dengan melakukannya sendiri. Bukan oleh orang lain.

Seiring dengan kedatangan saya di desa kelahiran saya, maka ba’da shubuh, saya dapat memberikan ceramah sekedarnya terkait dengan amalan-amalan terbaik yang bisa dilakukan. Pada hari Senin, 30/06/2025, saya memberikan ceramah kepada jamaah shalat shubuh di Mushalla Raudhatul Jannah Dusun Semampir, Desa Sembungrejo, Kecamatan Merakurak Tuban. Temanya melanjutkan tema sehari sebelumnya, yaitu tentang amalan-amalan ibadah yang terbaik yang penting dilakukan. Ada tiga hal yang saya sampaikan, yaitu:

Pertama, perintah mengeluarkan sedekah bukan perintah sebagai kewajiban akan tetapi sunnah saja. Sunnah muakkad. Berbeda dengan zakat yang merupakan kewajiban sebagai seorang muslim, sedekah tidak seperti itu. Perintah di dalam Alqur’an, khudz min amwalihim shadaqatan tuthahhiruhum wa tuzakkihin biha. Yang artinya: “ambillah sebagian hartamu sebagai sedekah, untuk mensucikan dan membersihkannya”. Jadi, dengan mengeluarkan sedekah maka harta  akan menjadi bersih dan suci.

Yang diwajibkan oleh Allah adalah sebagaimana yang tertera di dalam hadits Nabi Muhammad SAW, yaitu membaca syahadat, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, melakukan puasa dan berhaji bagi yang mampu. Meskipun tentang sedekah itu terdapat perintah yang tegas tetapi tidak termasuk perintah yang wajib akan tetapi sunnah saja. Jadi orang yang mengeluarkan sedekah berarti telah melakukan sunnah di dalam ajaran Islam.

Perintah sedekah terkait dengan dua kebaikan sekaligus, yaitu untuk mengamalkan ajaran Islam sebagaimana kepatuhan atas perintah Allah. Jadi ada dimensi vertikalnya, akan tetapi juga ada dimensi horizontalnya. Yaitu ibadah yang memiliki cakupan untuk membangun relasi kepada sesama umat manusia. Ada dimensi kebaikan bagi kehidupan social kemasyarakatan. Sesiapapun  yang memberikan sedekahnya, berarti telah melakukan kebaikan kepada Allah dan juga kebaikan untuk umat manusia.

Kedua, Di dalam sebuah hadits Nabi yang sudah sangat lama dipahami, bahwa ada amalan yang terus ikut meskipun orangnya sudah meninggal. Yaitu sedekah jariyah, anak shalih yang mendoakan kepada orang tuanya dan ilmu yang bermanfaat. Dengan demikian, meskipun ada seseorang yang sudah meninggal,  akan tetapi amalnya akan terus terjaga jika yang bersangkutan di dalam hidupnya melakukan sedekah.

Sedekah yang diterima Allah dan pahalanya akan terus berlangsung meskipun yang bersangkutan sudah wafat adalah sedekah yang dilakukannya sewaktu yang bersangkutan masih hidup. Jadi jika ada orang yang mengeluarkan sebagian kecil hartanya untuk fakir miskin dan kaum mustadh’afin lainnya, maka amal itulah yang akan dibawanya sampai ke liang lahat. Bahkan sampai di alam akhirat. Sedekah  tersebut,  banyak atau sedikit akan menjadi bagian dari kehidupan manusia di alam barzakh dan alam akherat. Tetapi syaratnya bahwa amal sedekah tersebut haruslah dilakukan dalam keadaan Ikhlas karena Allah semata, bukan karena factor lainnya.

Ketiga, jika kita mengeluarkan harta untuk orang yang sudah wafat maka hal tersebut bukanlah sedekah akan tetapi hadiah. Yaitu mengirimkan amal kebaikan untuk orang yang sudah wafat dengan harapan hadiah tersebut akan dapat sampai kepada yang bersangkutan. Jadi ada peluang, yaitu diterima pahalanya dan dikirimkan kepada orang yang telah wafat atau tidak diterima pahalanya dan tidak disampaikan kepada yang bersangkutan. Persyaratan yang paling mendasar adalah keikhlasan. Pelaku harus Ikhlas dan yang membantu juga harus Ikhlas. Untuk bisa Ikhlas, maka syaratnya berat, yaitu sama sekali tidak ada keberatan secara ekonomi tentang pemberian hadiah dimaksud. Yang punya hajad harus Ikhlas karena sama sekali tidak memberatkannya, dan yang membantu juga harus Ikhlas tanpa ada sedikitpun perasaan kurang puas. Jangan mengada-adakan karena tradisi atau kebiasaan yang sudah berlangsung turun temurun.

Pertimbangkan benar kekuatan kita untuk mengirimkan hadiah dimaksud. Banyak atau sedikit itu relative, tetapi semuanya harus tercukupi dengan kemampuan ekonomi. Jangan khawatir dianggap kurang menghormati roh orang yang sudah wafat, karena kita tidak memberi hadiah berlebihan. Yang diterima oleh Allah secara langsung hanya tiga, sebagaimana hadits di atas, yaitu sedekahnya sendiri, doa anaknya sendiri dan ilmunya sendiri yang bermanfaat.

Jika kita ingin memberikan hadiah kepada orang tua, kerabat dan leluhur kita yang sudah almarhum, maka berikan hadiah langsung kepadanya, misalnya dengan membaca surat Alfatihah, membaca tahlil sendiri atau membaca kalimat thayyibah atau membaca Alqur’an. Jika orang-orang ini yang membacanya, insyaallah dipastikan ada keikhlasan. Dipastikan  diterima oleh Allah. Oleh karena itu janganlah berbangga dengan banyaknya orang yang hadir saat ada peristiwa kematian dengan membaca yasin atau tahlil, sebab besar peluang mereka yang hadir hanya untuk memenuhi tugas social dan bukan tugas untuk memberikan hadiah kepada arwah yang sudah meninggal.

Berbahagialah jika kita sendiri yang berdoa kepada Allah sebab di dalamnya dipastikan ada keikhlasan dan kesenangan. Dan semoga keikhlasan dan kesenangan tersebut berimbas pada kebahagiaan orang yang diberikan hadiah.

Wallahu a’lam bi al shawab.