BERPIKIR KRITIS UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
BERPIKIR KRITIS UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Siang itu, pukul 12.45 WIB, 25/10/2024, saya harus bergegas ke Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, karena diundang oleh Yusria, Kaprodi Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) untuk memberikan pembekalan pada mahasiswa yang sedang mengikuti kegiatan Pra-PKD (Pelatihan Kefasilitatoran Dasar). Mereka adalah mahasiswa yang akan mengikuti Kuliah kerja Nyata (KKN) Pemberdayaan Masyarakat pada wilayah pedesaan di Jawa Timur. Paginya saya mengajar daring untuk mahasiswa program Doktor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dalam Mata Kuliah Metode Penelitian Islamic Studies.
Ada tiga hal yang saya sampaikan kepada para mahasiswa, kader pengembangan masyarakat, yaitu: pertama, Salah satu ciri mahasiswa yang menonjol adalah berpikir kritis. Menjadi orang yang selalu bertanya tentang apa saja di sekelilingnya. Pikirannya tidak diam, tetapi selalu bertanya tentang kehidupan masyarakat di sekelilingnya. Pertanyaan tersebut terkait dengan keadaan stagnan, atau ketidakpastian, atau perlunya perubahan bagi kehidupan masyarakat di sekelilingnya.
Berpikir kritis adalah kebutuhan generasi muda di era milenial. Generasi muda harus memiliki nalar kritis tetapi problem solving. Artinya bahwa kekritisan tersebut dipergunakan untuk menjawab atas pertanyaan yang memerlukan solusi yang tepat. Critical thinking and problem solving. Kemudian yang tidak kalah penting adalah kemampuan berpikir kreatif dan inovatif. Berpikir kreatif tentu tidak berdiri sendiri terkecuali memang dibarengi dengan berpikir kritis. Orang yang memiliki kemampuan berpikir kritis akan lanjut pada kemampuan kreatif dan dari kemampuan berpikir kreatif akan menghasilkan tindakan inovatif. Di dunia ini ada banyak inovasi karena seseorang memiliki kemampuan berpikir kritis.
Thomas Alfa Edison bisa menemukan listrik karena kemampuan berpikir kritis, kreatif dan inovatif. Demikian pula penemu gelombang radio, G. Marconi, penemu gelombang televisi, John Logie Baird, dan bahkan manusia mampu untuk menjelajah angkasa raya juga karena kemampuannya untuk berpikir kritis dan inovatif. Ibn Sina bisa melakukan operasi atas penyakit pasiennya karena kemampuannya. Al Khawarizmi dapat menemukan rumus matematika karena kemampuannya yang luar biasa. Habibi dapat menciptakan paten dalam pesawat terbang karena kecerdasannya dalam berpikir kreatif dan inovatif. Ada banyak orang yang menjadi penemu di dalam ilmu pengetahuan tentu juga karena keahliannya.
Kedua, berpikir kritis tidak harus berangkat dari teori kritis. Berpikir kritis itu dapat berangkat dari kemampuan manusia untuk mengenali dunia sekelilingnya yang dirasakan ada kesenjangan antara fakta denga harapan atau ada kesenjangan antara fakta dengan fakta lainnya atau adanya kendala dan tantangan yang harus diselesaikan dengan pikiran aksi nyata.
Berangkat dari berpikir kritis juga boleh, sebab selama ini teori yang terkait dengan perubahan social memang kebanyakan dari sana. Teori klas social yang menjadi cikal bakal dari teori kritis merupakan teori yang berangkat dari kesenjangan ekonomi yang terlihat di dunia industry yang berkembang pada abad ke 19. Industrialisasi yang diharapkan dapat menjadi cikal bakal bagi kemajuan dan pengembangan ekonomi yang merata justru menghasilkan kenyataan ada klas borjuis yang selalu untung dan kaum proletar yang buntung. Makanya, kemudian diimpikan bahwa akan terjadi pemogokan masal seluruh buruh di dunia internasional, sehingga dunia industry akan hancur dan sebaliknya akan menghasilkan masyarakat tanpa klas, yang kemudian dikenal sebagai masyarakat komunis. Dari Marx kemudian berkembang teori kritis Madzhab Frankfurt, seperti Adorno, Horkheimer, Habermas dan sebagainya. Lalu juga berkembang ke Italia dengan tokohnya seperti Gramsci, Lukacs, dan lain-lain. Semua teori ini dapat digunakan untuk memperkaya wawasan dalam memahami masyarakat di dalam konsepsi perubahan. Mahasiswa tentu tidak salah memahami teori-teori ini sebagaimana kebolehan dan bahkan keharusan untuk mempelajari teori ilmu social dalam konsep keteraturan social maupun teori fenomenologi dengan berbagai variannya.,
Ketiga, Mahasiswa PMI itu calon agen perubahan social. Calon pemberdaya masyarakat. Ada dua hal yang menjadi sasaran kajiannya yaitu pemberdayaan masyarakat atau community development, pengembangan organisasi atau organizational empowerment atau pengembangan organisasi. Misalnya dalam pengembangan organisasi maka dapat digunakan The Cultivate Model of Organizational empowerment, meliputi: Skill, purpose, autonomy, Community and Engagement (SPACE), sedangkan untuk pemberdayaan masyarakat akan dapat digunakan empat hal, yaitu: basic need assessment, social, culture and political analysis, alternative solution, priority program and evaluation.
Tentu ada banyak pilihan di dalam pemberdayaan masyarakat dan pengembangan organisasi yang dapat dipilih dan semuanya harus dikuasai dengan baik. Era sekarang adalam era pemberdayaan masyarakat dalam berbagai aspek, misalnya pemberdayaan ekonomi, pemberdayaan politik, pemberdayaan asset, pemberdayaan SDM dan sebagainya.
Tentu saja kita dapat memilih mana yang menjadi talent kita untuk berkembang sesuai dengan perubahan zaman. Dewasa ini pemerintah sedang berupaya untuk memberdayakan masyarakat, bahkan ada Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat dengan berbagai kementerian yang mendukungnya. Jadi kitab isa berkolaborasi untuk kepentingan tersebut.
Wallahu a’lam bi al shawab.