• March 2025
    M T W T F S S
    « Feb    
     12
    3456789
    10111213141516
    17181920212223
    24252627282930
    31  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENJADI PRIBADI MUSLIM YANG BAIK

MENJADI PRIBADI MUSLIM YANG BAIK

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Kali ini, saya akan mengulas tentang ceramah yang dilakukan oleh Ustadz Dr. Cholil Uman, MPd., yang memberikan ceramahnya di Masjid Ali Ihsan Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya. Ceramah tersebut dilakukan pada 16/03/2025, bada shalat Isya’. Ceramah agama ini diselenggarakan untuk memberikan taushiyah keagamaan kepada jamaah shalat tarawih di masjid tersebut. Inti ceramah Ustadz Cholil mengenai bagaimana menjadi Pribadi Muslim yang utuh. Ada tiga hal yang diceramahkannya, yaitu:

Pertama, kita harus mengucapkan Syukur kepada Allah SWT. Sebab Allah sudah memberikan kenikmatan yang berupa kesehatan sehingga kita semua bisa melaksanakan puasa dengan sebaik-baiknya. Insyaallah jika puasa dilakukan dengan penuh keikhlasan dan perhitungan atas masa lalu, maka puasa kita menjadi puasa yang diterima oleh Allah SWT. Puasa itu perisai atau benteng untuk kita semua agar terus berprilaku baik sepanjang hayat. Jika kita akan melakukan perbuatan yang jelek, maka kita ingat bahwa saya sedang berpuasa. Inilah yang dimaksud dengan perisai atau junnah.

Kedua, setiap orang yang beragama Islam tentu mengharapkan agar memiliki  pribadi muslim yang sempurna. Menjadi muslim yang kaffah atau menjadi pribadi muslim yang utuh. Untuk menjadi pribadi muslim utuh tersebut persyaratan utamanya adalah hendaknya berkata yang baik atau lebih baik diam. Di dalam tradisi kita ada sebuah pernyataan “diam itu emas”. Itulah sebabnya di dalam sebuah hadits dinyatakan bahwa diam atau berkata baik ada kaitannya dengan iman kepada Allah dan hari akhir. Artinya bahwa diamnya seseorang dan berkata yang baik tersebut ada kaitannya dimensi keimanan. Jadi bukan hanya persoalan duniawi belaka tetapi mengandung dimensi ketuhanan. Hadits tersebut menyatakan: “barang siapa yang mempercayai Allah dan hari akhir, maka hendaknya berkata yang baik atau lebih baik diam”.

Sesuai dengan perkembangan zaman, maka yang bisa berbicara tidak lagi mulut tetapi juga tangan. Melalui media social, maka tangan kita akan bisa dijadikan alat untuk membicarakan sesuatu, bahkan juga menggunjingkan orang lain. Ada banyak masalah yang timbul dari percakapan di media social, bisa melalui WA, tiktok, Instagram, facebook dan sebagainya. Oleh karena itu jika di masa lalu ada sebuah pernyataan: “mulutmu harimaumu, maka sekarang menjadi tanganmu harimaumu”. Kita semua harus hati-hati di dalam berkata baik melalui mulut langsung atau melalui tulisan di media social.

Ketiga, muslim sempurna juga ditandai dengan kecenderungan untuk berdzikir kepada Allah. Di mana dan kapan saja melakukan dzikir. Misalnya dengan membaca istighfar, membaca hamdalah, membaca tahlil, membaca takbir dan sebagainya. Lesan dan hatinya selalu terkait dengan kekuatan dan kekuasaan Allah SWT. Tidak juga lupa untuk membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW atau membaca Alqur’an. Lesan dan hatinya dipenuhi dengan bacaan-bacaan kalimat thayyibah yang sangat penting di dalam kehidupannya.

Dzikir tidak hanya dilakukan pada waktu pagi, siang atau sore akan tetapi juga pada malam hari. Diupayakan agar sepertiga malam bisa bangun dan melakukan dzikir kepada Allah. Allah SWT sangat menyukai orang yang selalu berdzikir kepada-Nya, terutama pada sepertiga malam tersebut. Di saat orang lain sedang menikmati tidurnya, maka ada seseorang yang sudah bangun yang menyuarakan dengan batinnya tentang kekuasaan dan keagungan Allah SWT.

Seseorang yang berlabel sebagai muslim yang berkepribadian sempurna juga seseorang yang melakukan ajaran agamanya dengan penuh kesungguhan. Dilakukan ajaran Islam dengan kedamaian, ketenangan dan ketentraman. Dilakukannya pengamalan agama dengan penuh kasih sayang. Ajaran agama dipahami sebagai jalan keselamatan. Bukan jalan Islam yang mengajak dan membangun permusuhan. Disharmoni social bisa terjadi karena paham beragama kita yang cenderung membenarkan pemahaman dan prilaku beragama sendiri. Sama sekali tidak didapatkan kebenaran beragama pada orang lain.

Orang Islam yang kamil adalah orang Islam yang menyadari betapa para pemeluk agama itu menjalankan agama berdasar atas tafsiran para ulama tentang agama. Kebanyakan orang tidak memahami sendiri atas kemampuannya sendiri tentang agama yang dipeluknya. Makanya, tidak seharusnya kita berlebihan dalam membenarkan paham dan prilaku keagamaan, sejauh itu tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip mendasar di dalam beragama.

Orang muslim yang berkepribadian juga orang Islam yang suka untuk menerbarkan kasih sayang, baik secara lesan atau tindakan. Di antaranya adalah suka berderma. Islam mengajarkan untuk berzakat, berinfaq, bersedekah dan berwakaf. Oleh karena itu instrument untuk berbuat baik ini harus ditindaklanjuti dengan pengamalannya. Kebaikan seseorang dapat diukur dari kebaikan lesannya dan kebaikan amalnya. Jika kita dapat melakukannya, maka kita adalah orang yang beruntung.

Kita semua berharap semoga puasa kita kali ini akan lebih baik dibandingkan dengan puasa sebelumnya dan kemudian dapat menjadi alat untuk mendapatkan derajat taqwa kepada Allah SWT.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

Categories: Opini
Comment form currently closed..