TAAWUN SEBAGAI PRINSIP RELASI SOSIAL
TAAWUN SEBAGAI PRINSIP RELASI SOSIAL
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Di dalam bulan Ramadlan ini, saya memang diberikan kesempatan beberapa kali untuk memberikan ceramah agama di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya. Saya memberikan ceramah bada shalat Isya tersebut pada hari Senin, 10/03/2025. Sebagaimana biasa, maka ceramah tersebut saya bagi menjadi tiga bagian. Adapun tema di dalam ceramah tersebut adalah “Taawun Sebagai Prinsip Relasi Sosial”. Inti ceramah tersebut adalah:
Pertama, ungkapan rasa Syukur karena Allah memberikan kekuatan fisik kepada kita semua untuk menjalankan ajaran Islam, yang berupa puasa. Puasa merupakan ibadah fisik, artinya ibadah yang bisa dilakukan oleh orang yang sehat secara fisikal. Selain itu juga orang yang sehat secara mental. Hanya orang yang sehat fisik dan sehat mental saja yang bisa melakukan ibadah puasa.
Sudah jamak diketahui bahwa ibadah puasa merupakan ibadah yang mengandung dimensi kesehatan. Dengan melakukan puasa, maka pada siang hari banyak lemak jenuh yang dikonsumsi oleh pencernaan, sehingga lemak jenuh tersebut tidak menjadi kolesterol atau asam urat. Makanya kita akan menjadi sehat karena puasa tersebut.
Kedua, terdapat suatu prinsip agung yang diajarkan oleh ajaran Islam. Prinsip tersebut sebagaimana digambarkan di dalam Alqur’an Surat Al Maidah ayat 2, yang artinya adalah: “Bertolong menolonglah di dalam kebaikan dan takwa, dan janganlah bertolong menolong dalam dosa dan kejelekan”. Inilah prinsip utama di dalam upaya membangun relasi social di antara sesama manusia, baik sebagai individu, anggota keluarga maupun anggota masyarakat.
Sesungguhnya puasa dapat menjadi medium untuk membangun amal kebaikan berbasis pada prinsip taawun. Setiap sore kita menyediakan nasi atau kue dan minuman untuk ta’jil. Jumlahnya memang tidak banyak, sekitar 25-30 kotak makanan. Tetapi itu dilakukan oleh semua anggota masyarakat di sekitar masjid. Maka, kita bisa bersedekah kepada orang yang memerlukan ta’jil. Ada mahasiswa, ada tukang ojek, ada orang yang berjamaah shalat magrib dan semuanya dapat mengambil manfaat dari sedekah yang kita lakukan. Sementara itu, mereka yang memanfaatkan sedekah juga memberikan sejumlah pahala kepada kita. Mereka menjadi medium agar kita mendapatkan pahala dari Allah SWT. Di sini ada upaya timbal balik antara pemberi shadaqah dan penerima manfaat shadaqah.
Sebagaimana dijelaskan oleh Ustadzah Luluk, bahwa pernah suatu ketika sahabat Nabi Muhammad SAW tidak memiliki barang yang bisa disedekahkan, maka Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa sedekah dengan seuntai kurma atau sesendok minuman itu sudah merupakan shadaqah. Oleh karena itu kita bersyukur bisa bersedekah dengan lumayan mewah, yaitu sekotak nasi dan minuman manis yang sangat menyejukkan. Ini yang harus disyukuri oleh kita semua, bahwa Allah SWT sudah memberikan rejeki yang cukup untuk kita semua.
Kita memang diminta oleh Allah SWT untuk bertolong menolong dalam kebaikan. Saling memberikan kebaikan. Kita memberikan kebaikan dan orang lain menerima kebaikan, sementara itu orang lain memberikan kebaikan dan kita menerima kebaikan. Satu contoh kecil saja, kita mengikuti Komunitas Ngaji Bahagia, dan kita saling tersenyum gembira. Maka saling tersenyum dalam kegembiraan adalah sebuah sedekah atau sebuah kebaikan. Bukankah menyenangkan orang lain adalah sedekah. Dan bahkan hal ini kita lakukan setiap hari di Masjid kita ini.
Ketiga, yang dilarang oleh Allah SWT adalah saling tolong menolong dalam dosa dan kejelekan. Misalnya kita tahu ini bulan puasa, tetapi ada di antara kita yang tidak berpuasa, lalu mengajak ke café untuk minum kopi. Ini tentu ajakan yang tidak dikehendaki oleh ajaran Islam. Yang seperti ini termasuk bagian dari kemungkaran. Janganlah kita lakukan. Jika ada ajakan seperti itu tentu harus ditolak dengan cara sehalus-halusnya. Perlakukan dia dengan sikap yang tidak menyakiti hatinya. Bayangkan bahwa dia sebagai orang yang tidak tahu.
Islam mengajarkan kepada kita semua untuk berprilaku yang baik, berprilaku yang memberikan kenyamanan kepada orang lain, dan tidak boleh menyakiti orang lain. Jadi meskipun ada yang mengajak kepada kemungkaran tetapi harus tetap dibalas dengan kebaikan.
Ada banyak kemungkaran di dunia ini. Misalnya ghibah atau meggunjing orang lain. Ini yang sering tidak kita sadari. Tanpa sengaja kala berkumpul lalu kita membicarakan aib orang lain. Bahkan juga menyatakan kejelekan orang lain. Sering ini kita lakukan. Oleh karena itu agar di bulan puasa ini benar-benar kita jaga jangan sampai melakukan hal seperti itu. Dan yang juga penting jangan juga dilakukan di bulan yang lain.
Di dalam relasi social terkadang ada banyak hal yang dibicarakan. Ada saja yang bisa membuat kita membicarakan orang lain. Di sinilah diperlukan kehati-hatian ekstra, sebab sering kali hal seperti ini tidak kita sadari. Semula kita berbicara hal-hal yang normal akan tetapi lama kelamaan jatuh pada pembicaraan yang mengandung ghibah. Mudah sekali hal ini kita lakukan.
Puasa merupakan sebuah instrument yang diciptakan oleh Allah agar seseorang dapat melakukan relasi social berbasis taqwa dan kebaikan. Al birr itu artinya kebaikan yang mengandung dimensi spiritual atau dimensi religiositas atau dimensi keagamaan. Dengan demikian, di dalam kebaikan atau birr dipastikan ada nilai ketuhanannya.
Semoga saja kita bisa memanfaatkan puasa sebagai medium untuk melatih diri kita untuk saling tolong menolong dalam kebaikan dan menjauhi tolong menolong dalam dosa dan kejelekan. Kita harus yakin bahwa kita bisa melakukannya.
Wallahu a’lam bi al shawab.