• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENYEIMBANGKAN OLAH RAGA, OLAH PIKIR, OLAH RASA DAN OLAH RUH.

MENYEIMBANGKAN OLAH RAGA, OLAH PIKIR, OLAH RASA DAN OLAH RUH.

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Judul ini diilhami oleh pertanyaan Pak Mulyanta, Ketua RW 08, Kelurahan Ketintang Selatan, Kecamatan Gayungan Surabaya. Pertanyaan yang kelihatannya sederhana tetapi bisa membuka cakrawala yang lebih luas tentang bagaimana membangun keseimbangan antara olah rasa, olah pikir, olah rasa dan olah ruh. Dan membuka cakrawala tentang gradasi dari keempatnya. Juga memberikan pemahaman bahwa manusia sebaiknya tidak hanya mengembangkan salah satunya saja, tetapi harus keempatnya sekaligus.

Pengajian ini diselenggarakan di Masjid Al Ihsan, Perumahan Lotus Regency E8, Ketintang Selatan, Surabaya. Dihadiri oleh Jama’ah atau Komunitas Ngaji Bahagia (KNB) pada Selasa, 15/10/2024. Sebagaimana biasanya, pengajian dilakukan ba’da shalat shubuh berjamaah. Ada tiga hal yang saya sampaikan di dalam pengajian tersebut, yaitu:

Pertama, islam merupakan agama yang komplit di dalam ajarannya, ada ajaran mengenai teologis, ritual, pengetahuan agama, konsekuensi beragama dan juga pengalaman beragama. Dalam pengetahuan beragama, Islam begitu menekankan mengenai manusia harus berpikir tentang ayat-ayat qauliyah dan ayat kauniyah. Ayat qauliyah terdapat di dalam Alqur’an dan hadits atau pendapat atau tafsir agama yang sudah diberikan oleh para ulama yang memiliki otoritas dalam ilmu keislaman. Kita harus belajar tentang Ilmu Alqur’an, Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits, Ilmu Fiqih, Ilmu tasawuf dan sebagainya. Tentu tidak semua orang bisa melakukannya. Dalam hal seperti ini, maka yang ada yang ahli dan ada yang menjadi pengikut. Yang tidak memahami maka harus ittiba’ atau mengikuti kepada yang ahli.

Lalu berpikir juga tentang ayat-ayat kauniyah. Ayat-ayat tentang alam. Berpikir tentang bagaimana alam diciptakan oleh Dzat yang Maha Kuasa atau omni potence. Berdasarkan kajian atas keteraturan alam, maka tidak mungkin yang teratur itu terjadi dengan sendirinya. Pasti ada Dzat yang memiliki pengetahuan atau omni science, yang maha hebat dan dari pengetahuannya itu kemudian menciptakannya. Hipotesis tentang keberadaan Tuhan diyakini oleh ahli ilmu pengetahuan.

Ajaran tentang memahami qouliyah dan kauniyah akan memberikan kepastian bahwa iman kita adalah iman yang benar, tidak hanya dari doktrin saja akan tetapi dari pemahaman ilmu pengetahuan yang benar. Ajaran ilmu alam disandingkan dengan kalam Tuhan dalam Alqur’an dan ternyata yang di masa lalu dianggap sebagai mu’jizat dan melalui kajian atas kenyataan empiris ternyata benar. Ada banyak contoh mengenai hal ini.

Kedua, ajaran Islam yang mewadahi mengenai  olah rasa dan olah ruh adalah ajaran tasawuf. Ajaran tasawuf berisi ajaran tentang dimensi perasaan ketuhanan atau olah rasa atau rasa ketuhanan. Di dalam dunia tasawuf ada riyadhah atau lelaku untuk mencapai martabat tertinggi di dalam kebersamaan dengan Allah. Hal seperti ini tidak kita dapati dalam diri kita, sebab kebanyakan di antara kita lebih banyak beragama dengan olah pikir dan belum masuk ke dalam olah rasa. Kita masih beragama secara minimalis. Shalat minimalis, dzikir minimalis, pilantropi minimalis. Serba minimalis. Tetapi kita tetap bersyukur sebab tetap berada di dalam hidayah Allah. Betapa banyak orang yang tidak memdapatkan hidayah Allah. Jika di dunia terdapat sebanyak enam milyar manusia, yang beragama Islam hanya kira-kira satu milyar. Dan yang satu milyar juga belum optimal melakukan ajaran agamanya. Kita bersyukur setiap hari kita melakukan shalat lima kali, tiap pagi kita baca Alquran, kita tahsinan Alqur’an, dan amalan lainnya juga sudah kita amalkan.

Dengan setiap pagi kita membaca Surat Al Waqi’ah, maka kita berharap mendapatkan rejeki Allah baik yang berupa rejeki yang tangible maupun yang intangible. Rejeki yang berupa materi dan rejeki hidayah Allah untuk melakukan kebaikan, untuk bisa mengamalkan ajaran Allah SWT. Kita sudah membaca shalawat yang merupakan washilah antara kita dengan Allah. Bukankah Nabi Muhammad SAW adalah perantara terbaik di dalam dunia. Jika kita banyak membaca shalawat insyaallah kita akan bisa menjadi kekasih Rasulullah dan ujung akhirnya akan dikenal oleh Allah SWT.

Ketiga, ajaran tasawuf mengenal istilah tahalli, takhalli dan tajalli. Menghindari perbuatan jelek dan masuk kepada perbuatan yang baik dan kemudian dapat bertemu secara simbolik di dunia ini dengan Allah. Setidak-tidaknya kita sudah berada di dalam konteks mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan kapasitas dan kekuatan kita. Tentu yang diharapkan adalah kemudian munculnya keridlaan Allah melalui washilah kita kepada Nabi Muhammad SAW.

Konsep olah raga diajarkan Islam sebagaimana maqalah “qalbun salim fi jismin salim” atau hati yang sehat dan selamat berada di dalam tubuh yang sehat. Kalau tubuh kita sehat, maka hati kita akan seharusnya penuh kesyukuran kepada Allah SWT. Kita tidak mengeluh karena sakit yang diderita. Islam mengajarkan agar kita bersyukur atas nikmat Allah. Seandainya kita menghitung nikmat Allah, maka kita tidak sanggup untuk menghitungnya.

Konsep olah pikir atau berusaha untuk terus menerus berpikir mengajarkan kita bahwa jangan sampai kita berada di ruang kosong. Jika kita tidak berpikir maka berarti pikiran kita hampa dan ini yang tidak diinginkan oleh Islam. Olah pikir bukan berarti semuanya dipikir atau terus menerus kepikiran akan tetapi olah pikir tersebut ditujukan untuk berpikir ciptaan Allah, dan mengakibatkan kita semakin bersyukur kepadanya. Islam selaras dengan kenyataan bahwa sakit maag terkadang disebabkan oleh factor berpikir yang tidak ada ujung selesainya dan factor fisik.

Olah rasa juga menjadi perhatian Islam. Ajaran Islam itu tidak hanya mengajarkan ajaran ibadah yang bercorak fisikal, seperri shalat, dan haji  tetapi juga ibadah yang memasuki ruang “rasa”. Di dalam dunia tasawuf disebut sebagai dzikir atau wirid. Misalnya Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang “mewajibkan” penganutnya untuk wirid sebanyak 165 kali setiap selesai shalat. Wirid seperti ini bagi pemula, dan jika sudah memasuki proses yang panjang maka seseorang bisa membaca wirid dalam ribuan jumlahnya.

Olah roh adalah kebiasaan tertinggi dalam dunia taasawuf yang disebut sebagai tajalli atau menyatunya secara simbolik antara Tuhan dan manusia. Kala seseorang sudah sampai maqam ini, maka sudah tidak ada “jarak” antara Tuhan dan manusia. Tentu saja bukan Tuhan dalam dzatnya yang masuk ke dalam diri seseorang atau roh manusia masuk ke dalam dzatnya Tuhan, akan tetapi menyatunya roh manusia dengan Rahman dan Rahim Tuhan. Yaitu roh manusia yang mendapatkan kerahiman dan kerahmatan Allah SWT.

Di dalam konteks ini, maka olah raga, olah pikir, olah rasa dan olah roh adalah sebuah gradasi. Badan digerakkan untuk menjaga agar badan menjadi sehat, lalu ke olah piker atau berpikir tentang ciptaan Tuhan, lalu memasuki alam rasa atau alam yang mencintai sesama manusia, mencintai Nabi Muhammad SAW dan berujung pada kecintaan kepada Allah SWT.

Dan yang terakhir setelah rasa menyatu dengan Nabi Muhammad SAW dan Allah SWT, maka akan terjadi puncak kehidupan yaitu olah ruh, di mana sudah tidak terdapat lagi hijab yang membatasi Allah dengan diri, yang hanya bisa dijelaskan oleh orang yang sudah memasuki alam tersebut.

Tidak semua orang bisa sampai tahapan ini, sebab riyadhahnya sangat berat dan mungkin kita tidak memiliki kapasitas untuk sampai ke sana.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..