• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

ISTIGHFARLAH MUMPUNG ADA WAKTU: RENUNGAN RAMADLAN (5)

ISTIGHFARLAH MUMPUNG ADA WAKTU: RENUNGAN RAMADLAN (5)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Saya bersyukur karena bisa pulang ke Tuban untuk menjenguk Emak dan menyelesaikan beberapa urusan di rumah Tuban. 27/03/2023. Dan seperti biasanya, maka saya bisa memberikan ceramah ba’da shalat Isyak sebelum melaksanakan shalat tarawih berjamaah. Saya beruntung karena Mushalla Raudlatul Jannah itu tepat berada di depan rumah, sehingga bisa melaksanakan shalat jamaah dengan mudah. Tidak perlu pergi ke tempat lain. Jamaahnya relative banyak. Lelaki dan perempuan. Sebelum ceramah saya mulai, maka saya minta kepada para jamaah untuk membacakan Surat Al Fatihah, kepada dua orang jamaah Mushallah Raudlatul Jannah, yaitu Pak Haji Marwan, yang meninggal tiga bulan yang lalu, dan yang baru beberapa hari lalu, Pak Kasang. Syaiun lillah. Lahuma al Fatihah…

Sebagai penceramah, maka saya sampaikan tiga hal, yaitu: pertama, bersyukurlah.  Kita harus bersyukur kehadirat Allah SWT karena masih diberi waktu untuk bisa bertemu dengan puasa tahun ini. Sebagaimana doa kita beberapa bulan terakhir, seperti Allahumma bariklana fi rajaba wa sya’ban wa ballighna ramadlan. Yang artinya: Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikan usia kami pada bulan Ramadlan. Alhamdulillah, kita bisa sampai di bulan Ramadlan. Suatu kenikmatan yang luar biasa, kita bisa menikmati berpuasa pada tahun ini. Kita tetap berharap bahwa kita akan bisa bertemu dengan bulan Ramadlan tahun depan.

Kedua, mumpung masih ada waktu. Kita  ini masih diberi waktu untuk  beribadah kepada Allah SWT. Masih diberi peluang untuk hidup. Coba dibayangkan bahwa tiba-tiba Allah memanggil kita. Seperti saudara-saudara kita yang tiba-tiba meninggal. Inilah peluang bagi kita untuk beribadah semampu kita. Semaksimal dan sebanyak-banyaknya. Terutama pada bulan ini, kita bisa berpuasa. Yang diharapkan tentu adalah dapat menjalankan puasa dengan keimanan yang sepenuhnya dan dengan keikhlasan yang sangat tinggi. Sebab dengan keikhlasan dan keimanan yang sungguh-sungguh, maka Allah akan mengampuni dosa yang pernah kita lakukan. Sebagaimana Sabda Nabi Muhammad SAW: “man shoma ramadlona imanan wa ihtisaban ghufira lahu ma taqaddama min dzanbihi. (Riwayat Bukhori). Yang artinya: “Sesiapapun melakukan puasa Romadlon dengan keimanan dan keikhlasan, maka  akan diampuni dosanya di masa yang lalu”. Subhanallah.

Oleh karena itu, kita harus melaksanakan puasa dengan sungguh-sungguh agar kita diampuni dosa kita oleh  Allah, baik dosa di masa lalu, sebanyak apapun dosa yang pernah kita lalukan,    sehingga nanti kita akan menjadi orang yang suci. Setelah selama sebulan berpuasa dan diikuti dengan zakat fitrah, maka kita akan menjadi manusia yang fitri. Jika dosa-dosa kita diampuni oleh Allah, maka hal itu  merupakan kebahagiaan yang tidak terhingga.

Manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Al insanu mahalul qatha’ wan nisyan. Oleh karena itu, sudah sepantasnya jika kita terus menerus untuk memohon ampunan Allah SWT karena kita merasakan betapa kita memiliki kesalahan dan dosa. Bisa saja kesalahan itu disebabkan karena kita ghibah atau menggunjing orang. Biasa saja sebab terkadang kita tidak merasa ternyata kita melakukan tindakan yang kurang etis tersebut. Sebagai makhluk sosial, maka di dalam relasi kita dengan orang lain terkadang tanpa disadari ada pernyataan yang tidak tepat. Itulah sebabnya kita harus terus menerus untuk memohon ampunan kepada Allah SWT atas kekhilafan yang kita lakukan.

Ketiga, pada bulan Ramadlan,  Allah menurunkan banyak pahalanya kepada manusia yang menjalankan puasa dan beribadah lainnya, maka sudah sepantasnya kita memohon ampunan kepada Allah. Itulah sebabnya kita diminta berdoa kepada Allah dengan doa sebagai berikut: “Allahumma inni as’alukal ‘afwa  wal ‘afiyah fid dini, waddunya wal akhirah”. Yang artinya: “Ya Allah sesungguhnya saya memohon kepadamu ampunan dan kesehatan di dalam agama, dunia dan akhirat”. Amin.

Doa ini merupakan doa yang sangat perlu untuk dilantunkan. Doa ini sangat luar biasa. Sebagai manusia yang dipastikan ada kekhilafan, kealpaan dan dosa, maka sangat penting untuk membaca do’a yang hebat ini. Doa ini merupakan doa ampunan sapu jagad. Semuanya mengena di dalam doa yang agung ini. Itulah sebabnya sungguh sangat diperlukan untuk membacanya di saat-saat yang diperlukan. bahkan kita juga terbiasa setelah shalat tarawih, kita lalu berdoa kepada Allah: Allahumma innaka ‘afuwwun karim, tuhibbul ‘afwa fa’fu anna Ya Karim”, yang aartinya: “Ya Allah, sesungguhnya Engkau adalah Maha Pemaaf dan menyukai orang yang memohon ampunan, wahai Yang Maha Agung”.

Kita berdoa agar dosa-dosa kita diampuni, tidak hanya sekedar diampuni tetapi masih ada catatannya, akan tetapi diampuni dan dihapus catatannya. ‘Afwan atau maaf itu lebih mendasar dibandingkan dengan maghfirah atau ampunan. Dan selain itu juga memohon agar kita sehat. Sehat di dalam kehidupan keberagamaan  di dunia untuk  akherat. Melalui fisik kita yang sehat dan juga batin kita yang sehat, maka kita bisa bersyukur, bersabar, bertawakkal, berkasih sayang dengan sesama manusia dan memanusiakan manusia.

Jika kita bisa seperti itu, maka inilah makna kebahagiaan yang kita inginkan. Kebahagiaan bukan karena harta kita yang melimpah, bukan karena uang kita banyak, bukan karena pangkat dan jabatan kita yang tinggi, bukan karena status sosial kita yang hebat, akan tetapi karena ketercukupan kita dalam melakukan pengabdian kepada Allah SWT. Siapa yang besar ibadahnya, maka besar pula peluangnya untuk mendapatkan rahmatnya Allah SWT.  Dan dengan rahmat yang besar, maka peluang untuk masuk surga juga besar.

Puasa sebagai bulan penuh ampunan sudah selayaknya dipenuhi dengan bacaan istighfar. Kita tahu bahwa dengan membaca istighfar sebanyak-banyak, maka peluang untuk mendapatkan ampunan dan maaf dari Allah juga sangat besar. Marilah kita beristighfar dan sekaligus berdoa dengan doa ampunan sapujagad, insyaallah kita akan mendapatkan ampunan, kemaafan dan surganya Allah SWT.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

 

 

PUASA YANG MENCERAHKAN EMOSI: RENUNGAN RAMADLAN (4)

PUASA YANG MENCERAHKAN EMOSI: RENUNGAN RAMADLAN (4)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sebagai makhluk social, maka manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan relasi sosialnya, baik dalam relasi khusus maupun relasi pada umumnya. Relasi khusus misalnya dalam hubungan keluarga atau kerabat dan relasi umum terkait dengan masyarakat di sekelilingnya maupun masyarakat secara lebih luas. Seirama dengan kemajuan teknologi informasi, maka manusia juga mengembangkan relasi virtual. Di dalam relasi virtual ini, maka jarak tidak menjadi kendala di dalam relasi social.

Di dalam relasi social tersebut,  manusia tidak hanya menggunakan kemampuan akalnya atau rational intelligent, tetapi juga menggunakan perasaannya atau emotional intelligent. Di dalam dunia psikhologi bisa disebut sebagai kemampuan emosional atau di dalam dunia inteligensi disebut sebagai emotional intelligent. Manusia memiliki kemampuan melebihi makhluk Tuhan lainnya, terutama di dalam konteks kepemilikan emosi atau perasaan, misalnya senang, sedih, susah, marah dan ngambek. Binatang, misalnya tidak memiliki perasaan seperti ini. Sejauh yang dimiliki adalah insting, misalnya mencarikan makan untuk anaknya, melindungi anaknya atau kebutuhan keselamatan untuk dirinya dan harus memenuhi kebutuhan fisiknya.

Manusia sungguh ciptaan Tuhan yang kompleks. Ada kemampuan rasional dan logis yang bersumber dari otak. Ada perasaan yang bersumber dari hati dan ada kemampuan spiritual yang bersumber dari dimensi ketuhanan. Inilah sesungguhnya yang membedakan manusia dengan makhluk paling hebat sekalipun di dunia. Hewan hanya memiliki insting, yang dengan instingnya itu hewan mempertahankan dirinya dan mengembangkan keturunannya. Tetumbuhan juga bisa mengembangkan dirinya melalui biji  yang sengaja ditanam atau tumbuh sendirinya. Binatang atau tetumbuhan bisa bertahan hidup dan mengembangkan keturuan karena ketersediaan bahan makanan sebagai asupan untuk kehidupannya.

Ada sesuatu yang lebih hebat lagi dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya adanya sifat kasih sayang yang dimiliki oleh manusia. Kasih sayang manusia sesungguhnya bersumber dari sifat kasih sayang yang dilabelkan kepada sifat Allah SWT, al Rahman  dan  al Rahim. Allah memiliki sifat yang melazimi seluruh sifat lainnya yaitu sifat kasih sayang kepada hambanya. Allah memiliki sifat-sifat lainnya tetapi pada akhirnya yang dominan adalah sifat kasih sayangnya. Bi ismillah al Rahman al Rahim. Dengan Nama Allah yang maha pengasih dan penyayang. Sifat kasih sayang merupakan pangejawantahan sifat Allah SWT yang ditiupkan kepada umat manusia.

Dalam pandangan saya, bahwa sifat dasar manusia sesungguhnya adalah kasih sayang. Jika kemudian di dalam perjalanan hidup terdapat sifat-sifat yang mengeliminasinya, maka hal tersebut dipengaruhi oleh banyak hal, misalnya factor lingkungan, kepentingan dan pertarungan hidup yang keras di dunia yang semakin kompleks. Tekanan demi tekanan kehidupan menyebabkan tergusurnya sifat kasih sayang menjadi kecemburuan, kebencian, dan kemarahan yang menyebabkan terjadinya disharmoni di dalam kehidupan.

Islam mengajarkan agar manusia saling mengasihi dan saling menyayangi. Tidak terbersit di dalam dirinya untuk memusuhi apalagi mencelakannya. Jika kita resapi akan ajaran kasih sayang itu, maka seakan-akan betapa dholimnya jika kita menyakiti atas orang lain. Bahkan terhadap binatang sekalipun kita tidak boleh semena-mena. Jika kita harus menyembelih hewan untuk kepentingan manusia, maka cara dan metodenya juga diajarkan agar tidak menyakiti. Subhanallah.

Di dalam realitas social, ada banyak orang yang bermusuhan, bahkan membunuh karena kepentingan. Bisa karena pangkat dan jabatan, harta dan kekayaan orang bisa saling berseteru. Bisa karena ketersinggungan masalah individual, lalu a bisa menjadi masalah komunal dan khirnya menjadi masalah masyarakat.

Itulah sebabnya puasa itu mengajarkan agar manusia bisa menjaga hawa nafsunya. Nafsu amarah dan nafsu lawwamah. Menjaga detakan jantungnya. Coba perhatikan jika orang marah pasti jantungnya berdebar-debar. Artinya ada relasi antara detakan jantung, dengan nafsu amarah atau  kemarahan. Puasa itu menjaga agar detak jantung sebagai instrument nafsu amarah bisa terkendali. Islam mengajarkan jika kita marah. Jika kita sedang berdiri, maka agar kita duduk, jika dengan duduk marah kita masih bersemanyam di dalam diri, maka kita diminta berwudlu. Di dalam Hadits Nabi, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dinyatakan: “sesungguhnya amarah itu dari setan dan setan diciptakan dari api. Api akan padam dengan air.  Apabila  salah seorang dari kalian marah, hendaknya berwudlu”. Ini merupakan penjabaran dari hukum berpasangan di dalam Islam. Ada api ada air. Kala api kemarahan berada di dalam diri, maka air wudlu yang akan menihilkannya.

Puasa yang kita lakukan adalah untuk membangkitkan kembali perasaan kasih dan sayang. Untuk menghindari nafsu kebinatangan dan nafsu kemarahan. Untuk memperteguh rasa kemanusiaan.  Rasa yang pasti ada di dalam diri manusia. Tidak ada manusia yang tidak memiliki rasa kasih dan sayang meskipun sangat kecil. Puasa merupakan upaya untuk menyemai dan menumbuhkan kembali perasaan manusia yang fitri, yang selaras dengan sifat Tuhan Yang Rahman dan Rahim.

Jika kita dapat  menjadikan puasa sebagai pelatihan jiwa agar berselaras dengan perintah Tuhan, maka manusia dapat menjadi seperti Malaikat atau kal malaikat. Tetapi jika tidak maka kita akan terus berkutat dengan nafsu yang merusak karena sifat kebinatangan dan keamarahan yang tidak terkendali, dan jika seperti ini maka kita akan kal hayawan. Mari kita renungkan mumpung kita masih diberi waktu.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

PUASA YANG MENCERDASKAN AKAL: RENUNGAN RAMADLAN (3)

PUASA YANG MENCERDASKAN AKAL: RENUNGAN RAMADLAN (3)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sesungguhnya salah satu kelebihan manusia atas makhluk Allah lainnya adalah diberinya manusia itu kecerdasan yang berbeda dengan makhluk Allah lain tersebut. Manusia diberikan empat kecerdasan sekaligus. Itulah sebabnya manusia disebutkan di dalam Alqur’an sebagai sebaik-baik cipataan. Inna khalaqnakum fi ahsani taqwim, yang artinya: “sesungguhnya kami telah menciptakan kamu sebagai sebaik-baik ciptaan”.  Manusia adalah sebaik-baik ciptaan Allah dibandingkan dengan binatang, tetumbuhan, fakta alam lainnya dan seluruh cipataan Allah di jagad raya ini.

Manusialah yang unggul di dalam kehidupan di dunia. Manusia diberikan kemampuan dan kapasitas untuk mendayagunakan alam dengan kemampuan akal pikirannya. Dengan kemampuan akalnya manusia bisa melangsungkan kehidupan secara lebih baik dari abad ke abad, dari tahun ke tahun. Melalui akal pikirannya, maka manusia mampu melakukan inovasi secara kontinum untuk mengarahkan kepada kehidupan yang semakin bermakna.

Coba bandingkan dengan binatang, bahkan binatang yang paling cerdas sekalipun. Gorilla, monyet dan binatang lain yang dinyatakan sebagai binatang pintar akan tetapi tidak mampu untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda dengan hal-hal sebelumnya. Memang semut dengan koloninya bisa membuat rumah indah dan bersusun, akan tetapi hanya itu yang bisa dilakukannya. Dia tidak mampu mengerjakan di luar yang dilakukannya. Burung juga dapat membuat sarang yang indah, akan tetapi hanya itulah yang bisa dilakukannya. Singa sebagai binatang buas, maka makanannya hanyalah dari perburuan atas hewan lain secara itu ke itu saja. Tidak ada perkembangan terbaru. Mereka berbuat dengan insting.

Sementara manusia dengan perangkat otak sebagai instrument perintah, hati sebagai perencana perintah atau sumber perintah, dan anggota tubuh lainnya untuk melaksanakan perintah atau melakukan perintah, maka manusia dapat melakukan banyak hal atas kehidupannya. Manusia bisa mengembangkan kuliner semakin variative, manusia bisa mengembangkan teknologi robot untuk mempermudah kehidupan manusia. Manusia bisa melalukan percobaan demi percobaan untuk mempermudah kehidupannya.

Jika di masa lalu, ada mobil ada sopir. Maka sekarang untuk menjalankan mobil tidak lagi harus ada sopir. Dengan perangkat teknologi robotic atau artificial intelligent, maka fungsi sopir bisa digantikan oleh mesin cerdas. Di China sudah dikembangkan mobil tanpa sopir untuk mengantar orang yang membutuhkannya. Ada dua orang lelaki dan perempuan yang pelesiran di China dengan memanfaatkan mobil pintar. Hanya dengan klik kemana tujuan, maka mobil dengan sendirinya akan mengantarkannya ke tempat tujuan.

Dengan akalnya, manusia bisa menciptakan robot rumah tangga. Tidak perlu pembantu. Seluruh urusan rumah tangga bisa dikerjakannya. Bahkan China sudah membuat boneka persis seperti manusia. Kulitnya, kemampuan berbicara dan kemampuan lainnya mirip manusia. Hori itu robot perempuan pertama di dunia. Hori bisa mengerjakan segala urusan rumah tangga bahkan bisa menjadi pemuas nafsu seks. Tahun depan sudah bisa dipasarkan di negara lain. Harganya memang masih mahal sekitar 10.000 dollar US. Melalui teknologi cloning, maka manusia bisa dilahirkan persis sama dengan yang diidamkan. Maka bisa terjadi manusia hasil cloning atas tokoh-tokoh yang rela untuk diduplikasi tubuhnya.

Begitulah manusia dengan kecerdasan rasionya.  Terkadang akal bisa bergerak untuk menciptakan sesuatu yang bisa menjadi saingan manusia. Itulah sebabnya agama mengajarkan agar kehebatan akal itu harus digunakan untuk kebaikan dan membangun kebahagiaan manusia. Akal tidak boleh berkembang liar tanpa kendali yang berakibat pada kerusakan kehidupan di dunia.

Islam mengajarkan agar kehidupan manusia itu dalam keseimbangan. Tidak boleh berlebihan. Di dalam filsafat Jawa disebut sebagai sak madyo atau dalam keseimbangan. Manusia tidak boleh melampaui batas kemanusiaannya. Di dalam Alqur’an banyak diceritakan di kala manusia sudah melebihi batas toleransi yang diperbolehkan, maka adzab Tuhan akan datang. Kaum Sodom di Timur Tengah hancur berantakan di kala kerusakannya sudah tidak bisa lagi ditoleransi. Mereka melakukan sodomi atau menyukai sesama jenis dan sudah melampaui batas. Di kala seperti itu,  Kota Sodom yang indah dan megah maka hancur karena terkena gempa bumi yang dahsyat. Kota ini kemudian menjadi riwayat sejarah tentang kerusakan moral yang pernah terjadi di masa lalu.

Allah mengingatkan: “afala tatadzakkarun” atau “afala ta’qilun”. Kita diminta oleh Allah untuk berpikir dengan melihat berbagai ibrah di dalam kehidupan. Ada cerita tentang Qarun, manusia kapitalis yang serakah dan akhirnya harta dan dirinya ditelan bumi. Ada Fir’aun manusia yang merasa sangat berkuasa dan akhirnya tenggelam di laut. Dan ada banyak lagi cerita-cerita tentang masa lalu yang bisa menjadi pelajaran bagi kita.

Islam mengajarkan kepada kita untuk berpuasa. Menahan hawa nafsu, yang sumber utamanya adalah akal pikiran. Kita hidup itu terkadang hanya untuk memanjakan pikiran melalui instrument hawa nafsu.

Melalui puasa, maka relasi antara pikiran rasional dengan hawa nafsu bisa dieliminasi. Jika pikiran yang selalu berakhir dengan perhitungan untung rugi, dan lebih mementingkan aspek bendawi, maka dengan puasa dapat diredam dengan menahan hawa nafsu. Jika selama ini kita ingin terus memenuhi keinginan kebinatangan untuk memenuhi kebutuhan biologis dan sosial, maka diperlukan upaya untuk mengekangnya. Nafsu makan, minum, dan nafsu menguasai dapat dieliminasi dengan nafsu berbasis pada pemikiran yang berisi kebaikan dan kemanfaatan. Tidak hanya manfaat pada diri sendiri akan tetapi juga manfaat bagi orang lain.

Jika puasa itu bisa seperti ini, maka inilah barangkali makna puasa yang imanan wa ihtisaban, puasa yang tulus ikhlas penuh dengan keimanan dan penyucian diri, sehingga pahalanya sangat luar biasa.

Wallahu a’lam bi al shawab.

PUASA YANG MENCERAHKAN HATI: RENUNGAN RAMADLAN (2)

PUASA YANG MENCERAHKAN HATI: RENUNGAN RAMADLAN (2)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sebenarnya saya ceramah Ramadlan pada malam ini. Akan tetapi karena kemarin malam itu adalah hari pertama untuk shalat tarawih, maka saya yang harus memberikan ceramah Ramadlan. Ini merupakan bonus bagi saya. Yang  jelas ini merupakan lahan pahala bagi saya karena saya bisa mentransfer sedikit pengetahuan saya tentang ibadah puasa yang kita kerjakan tahun ini. Takmir masjid menjadwalkan ceramah puasa akan dimulai pada kamis, 23 Maret 2023, namun karena permulaan puasa Ramadlan dimulai hari Kamis, maka akhirnya saya yang ketiban sampur untuk ceramah awal Ramadlan.

Ada tiga hal yang saya sampaikan di dalam acara ceramah Ramadlan 1444 H pada malam kedua, yaitu: Pertama, mengedepankan rasa syukur kepada Allah. Kita semua tentu harus tetap bersyukur kepada Allah SWT yang memberikan kekuatan fisik kepada kita semua untuk melakukan puasa sehari tadi. Tentu saja badan sedikit lemas, karena asupan gizi yang biasanya didapatkan pada pagi dan siang hari, tetapi karena puasa, maka asupan gizi hanya didapatkan pagi hari sebelum imsak dan subuh dan baru memperoleh asupan gizi lagi pada saat ifthar atau berbuka puasa. Bagi orang awam yang tidak terbiasa puasa, maka bisa jadi merupakan hal berat tetapi bagi para perindu puasa mungkin justru saat yang tepat untuk melakukan ibadah sebanyak-banyaknya.

Kita ini rasanya masih orang awam dalam berpuasa, belum menjadi orang khusus dalam pengamalan berpuasa. Ada orang yang hanya puasa Ramadlan saja dengan mengabaikan puasa-puasa sunnah lainnya, akan tetapi juga ada yang berpuasa Ramadlan dan juga puasa-puasa sunnah lainnya. Namun yang jelas bahwa kita sudah termasuk orang yang mengindahkan ajaran agama karena kita sudah melaksanakan puasa Ramadlan sebagai puasa wajib bagi umat Islam.

Kedua, tujuan puasa adalah Allah ingin menjadikan hambanya sebagai orang yang taqwa. Di dalam tradisi kaum arif billah, taqwa itu ada kaitannya dengan taqarrub ilallah. Artinya ada perasaan  untuk  menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya, dan semua itu dilakukan agar manusia dapat berdekatan dengan Allah SWT. Jadi sesungguhnya Allah memberikan peluang kepada hambanya untuk mendekat kepada-Nya.

Tentu saja ada yang bisa mendapatkan peluang dan memanfaatkannya dan ada yang berpeluang tetapi tidak mampu memanfaatkannya. Ada orang yang dengan mudah bisa mengakses kedekatan dengan Allah dan ada yang sangat sulit. Tetapi tentu semuanya harus dengan usaha yang sungguh-sungguh. Man jadda wa jadda. Siapa yang berusaha sungguh-sungguh untuk menggapai kedekatan dengan Allah, maka peluang untuk mendapatkannya tentu jauh lebih besar.

Di sini tidak ada hak-hak istimewa dalam berdekatan dengan Allah. Tuhan membuka dengan lebar peluang untuk mendapatkannya. Status dekat atau jauh dengan Allah bukan karena factor keturunan akan tetapi karena factor usaha. Memang factor genealogis itu ada pengaruhnya, akan tetapi bukan berarti bahwa genealogis itu segala-galanya. Semua tergantung dengan amal perbuatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Itulah sebabnya para waliyullah itu adalah orang yang hebat di dalam tirakat atau ikhtiar agar memperoleh pencerahan dari Allah SWT. Di dalam tradisi Jawa disebut gentur tapane atau kuat mujahadah kepada Allah SWT. Gemar puasa dan ibadah lainnya agar bisa sampai kepada Allah SWT.

Ketiga, puasa adalah sarana pencerahan jiwa. Puasa itu merupakan upaya untuk mencerahkan jiwa manusia agar lebih terang pandangannya terhadap Allah swt. Melalui pelatihan untuk sabar, syukur, tawakkal dan mengekang diri dari hawa nafsu, maka  hal tersebut sesungguhnya merupakan cara agar kita berada di dalam cahaya Allah SWT.

Manusia memiliki cahaya Allah karena manusia merupakan tiupan ruh dari Allah SWT. Artinya, manusia memiliki peluang untuk mendekatkan diri kepada Allah. Hanya saja untuk mendekat tentu harus ada gelombang yang sama. Ibaratnya, jika Allah itu berada di dalam gelombang kesucian, maka yang mendekati harus berada di dalam gelombang kesucian. Suci badan dapat dibersihkan dengan berwudlu, tetapi yang lebih penting adalah suci pikiran, perasaan dan hati.

Suci pikiran artinya di dalam pikiran kita tidak terdapat benih-benih pikiran jahat, pikiran ingin melakukan kejelekan,  tidak ingin mencelakakan orang, tidak ada pikiran untuk menghina orang, tidak adan pikiran untuk mendeskreditkan orang dan tidak ada pikiran untuk menghancurkan kemanusiaan. Pikiran  kotor  yang bersumber dari nafsu amarah dan nafsu lawwamah. Sebaliknya pikiran berbuat baik  berbasis pada nafsu muthmainnah.

Perasan yang suci adalah perasaan yang berada di dalam keinginan untuk berempati atas orang lain dan bukan perasaan untuk membenci orang lain. Yang paling susah adalah bagaimana mengubah rasa benci menjadi cinta, mengubah rasa antipati menjadi simpati, dan menempatkan diri dalam nuansa empati. Ada orang yang lama menyimpan rasa benci dan ada orang yang cepat membuang rasa benci. Allah tidak bisa didekati jika perasaan kita berada di dalam kubangan kebencian atas yang lain.

Hati yang suci adalah hati yang didasari oleh bersemayamnya nafsu muthmainnah atau hati yang tenang, yang penuh  rasa syukur, rasa tawakkal, rasa pengabdian kepada Allah dan keinginan untuk terus berada di  jalan Allah. Hadits Nabi Muhammad SAW menyatakan: “inna fil jasadi mudghatan, faidza shalaha shalahal jasadu kulluhu, wa idza fasadat fasadal jasadu kulluhu, ala wa hiya qalbu”. Hati adalah segumpal darah yang akan menyelamatkan manusia dan juga mencelakakan manusia. Jika hatinya baik maka baiklah seluruh kehidupannya dan jika jelek maka jeleklah seluruh kehidupannya.

Puasa merupakan sarana untuk memilih, apakah kita akan berusaha dengan puasa untuk memperoleh pencerahan atau sebaliknya akan biasa-biasa saja seperti tidak ada apa-apa. Semuanya tergantung kita semua.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

BERIMANLAH SEPERTI  SAYYIDINA ABU BAKAR: RENUNGAN RAMADLAN (1)

BERIMANLAH SEPERTI  SAYYIDINA ABU BAKAR: RENUNGAN RAMADLAN (1)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sebagaimana biasa terjadi di Masjid Al Ihsan, maka malam tarawih pertama selalu saya yang diminta untuk memberikan kuliah umum selama 10 menit tentang puasa dan hal ihwal yang terkait dengan puasa. Pada malam pertama tarawih, Rabo 22 Maret 2023 atau malam kamis, saya memberikan ceramah tentang puasa dan kali ini temanya terkait dengan “janganlah kita mempertanyakan hal-hal yang mubadzir. Berimanlah sebagaimana Sayyidina Abu Bakar, yang imannya kepada Allah dan kepercayaannya kepada Nabi Muhammad SAW itu tidak pernah berada di dalam keraguan”.

Ada tiga hal yang saya sampaikan di dalam ceramah Ramadlan, 1444 Hijriyah, yaitu: pertama, marilah kita bersyukur kepada Allah karena kita diberi usia panjang dan bisa bertemu kembali dengan puasa tahun ini. Doa kita yang selalu dibacakan oleh Imam Masjid Al Ihsan dikabulkan oleh Allah SWT. Doa yang berbunyi: “Allahuma bariklana fi rajaba wa sya’ban wa ballighna ramadlan” yang artinya: “Ya Allah berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah kami pada bulan Ramadlan”. Semoga kita bahkan diberi usia panjang sehingga bisa bertemu kembali dengan puasa yang akan datang. Doa kita adalah Allahumma thawwil umurana, wa shahhih  ajsadana, wa nawwir qulubana wa tsabbit imanana”, yang artinya: “Ya Allah panjangkan usia kami, berikan kami kesehatan, cahayailah kehidupan kami dengan kebaikan dan tetapkanlah iman kami”. Usia panjang yang bermakna adalah usia yang panjang tetapi sehat, berkelakuan baik, dan terus berada di dalam keimanan kepada Allah SWT. Jika tidak seperti itu, maka usia panjang itu mubadzir.

Kedua,  malam hari ini kita memulai beribadah dalam serangkaian ibadah pada bulan Ramadlan. Kita melaksanakan tarawih berjamaah. Kita besuk akan melaksanakan puasa sebagai kewajiban bagi  umat Islam. Firman Allah: “ya ayyuhal ladzina amanu, kutiba alaikumush shiayamu kama kutiba alal ladzina min qablikum, la’allakum tattaqun”. Yang artinya: “wahai orang-orang beriman, diwajibkan berpuasa bagi  kamu sekalian sebagaimana telah diwajibkan bagi kaum sebelum kamu, semoga kamu semua menjadi orang yang bertaqwa”. Allah itu jika memerintahkan kepada umatnya, terkadang menggunakan ungkapan “ya ayyuhan nas” dan juga menggunakan kata “ya ayyuhal ladzina amanu”. Ada perintah umum kepada semua manusia, dan ada perintah khusus kepada umat Islam atau orang yang beriman. Untuk puasa ini, maka Allah menjadikan umat Islam sebagai khithabnya atau sasarannya. Jadi yang diwajibkan berpuasa adalah umat Islam saja.

Jadi yang harus melakukan puasa adalah orang yang beriman kepada Allah. Amantu billah. Saya beriman kepada Allah SWT. Iman yang utuh. Iman yang sepenuhnya. Iman yang tidak ragu-ragu. Iman yang sepenuh pikiran, perasaan dan  hati. Tashdiqu lil lisan wa tashdiqu bil qalbi. Lisannya iman kepada Allah dan hatinya juga beriman kepada Allah. Bahkan juga beriman kepada Kitab Allah atau al Qur’an al karim, percaya kepada rasul Allah, Muhammad SAW sebagai penutup para Nabi, percaya kepada takdir dan hari qiyamat.

Kita diminta untuk beriman kepada Allah dan rasulnya itu seperti imannya Sayyidina Abu Bakar. Kala Rasulullah menyatakan telah diperjalankan oleh Allah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dan lanjut mi’raj ke Sidratul Muntaha ke Arasy dan bertemu dengan Allah SWT untuk menerima perintah melakukan shalat, maka Sayyidina Abu Bakar tidak menyatakan ini atau itu, akan tetapi langsung percaya, bahwa yang dinyatakan Nabi Muhammad SAW itu benar adanya. Tidak bertanya: “kok iso”. Beliau tidak bertanya bagaimana Nabi diperjalankan dan diangkat ke langit untuk mi’raj tetapi langsung menyatakan: “amantu bika ya Rasulallah”. Iman yang seperti ini yang belum kita miliki seutuhnya. Diminta puasa saja masih bertanya, apa manfaat puasa, bikin sehat atau sakit, dapat pahala atau tidak. Subhanallah indahnya andaikan kita  bisa beriman sebagaimana Sayyidina Abu Bakar. Itulah sebabnya Abu Bakar ditambah Namanya menjadi Abu Bakar Ash Shiddiq. Orang yang jujur dengan lesan dan hatinya.

Kita sekarang ini beriman kepada Allah masih bertanya-tanya: “Gusti Allah sekarang sedang apa, bekerja atau nganggur, Allah itu di arasy, seperti apa arasynya, Gusti Allah itu turun ke bumi dalam sepertiga malam, turun fisiknya atau kekuasaannya. Ini pertanyaan mubadzir, apalagi itu disampaikan di media social yang ramainya tidak ketulungan. Masyaallah. Marilah kita contoh Sayyidina Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu.

Ketiga, ibaratnya malam ini kita  ketemu dengan kekasih dan menikah. Maka malam ini adalah malam pertama. Malam yang indah. Malam yang menyenangkan. Malam yang penuh dengan pahala dan kebaikan. Itulah sebabnya malam ini jamaah masjid pada berdatangan ke masjid, mushalla, langgar, surau dan tempat ibadah bagi umat Islam lainnya. Kita semua berharap semoga pada hari-hari berikutnya, jamaahnya tidak semakin maju, dari 10 shaf menjadi Sembilan shaf dan terus menurun akhirnya di ujung puasa hanya tinggal beberapa orang. Mari niatkan untuk menambahi ibadah kita yang sesuai dengan amalan di dalam Islam, sehingga kita akan menjadi orang yang taqwa kepada Allah SWT.

Wallahu’ alm bi al shawab.