Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

BERIMANLAH SEPERTI  SAYYIDINA ABU BAKAR: RENUNGAN RAMADLAN (1)

BERIMANLAH SEPERTI  SAYYIDINA ABU BAKAR: RENUNGAN RAMADLAN (1)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sebagaimana biasa terjadi di Masjid Al Ihsan, maka malam tarawih pertama selalu saya yang diminta untuk memberikan kuliah umum selama 10 menit tentang puasa dan hal ihwal yang terkait dengan puasa. Pada malam pertama tarawih, Rabo 22 Maret 2023 atau malam kamis, saya memberikan ceramah tentang puasa dan kali ini temanya terkait dengan “janganlah kita mempertanyakan hal-hal yang mubadzir. Berimanlah sebagaimana Sayyidina Abu Bakar, yang imannya kepada Allah dan kepercayaannya kepada Nabi Muhammad SAW itu tidak pernah berada di dalam keraguan”.

Ada tiga hal yang saya sampaikan di dalam ceramah Ramadlan, 1444 Hijriyah, yaitu: pertama, marilah kita bersyukur kepada Allah karena kita diberi usia panjang dan bisa bertemu kembali dengan puasa tahun ini. Doa kita yang selalu dibacakan oleh Imam Masjid Al Ihsan dikabulkan oleh Allah SWT. Doa yang berbunyi: “Allahuma bariklana fi rajaba wa sya’ban wa ballighna ramadlan” yang artinya: “Ya Allah berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah kami pada bulan Ramadlan”. Semoga kita bahkan diberi usia panjang sehingga bisa bertemu kembali dengan puasa yang akan datang. Doa kita adalah Allahumma thawwil umurana, wa shahhih  ajsadana, wa nawwir qulubana wa tsabbit imanana”, yang artinya: “Ya Allah panjangkan usia kami, berikan kami kesehatan, cahayailah kehidupan kami dengan kebaikan dan tetapkanlah iman kami”. Usia panjang yang bermakna adalah usia yang panjang tetapi sehat, berkelakuan baik, dan terus berada di dalam keimanan kepada Allah SWT. Jika tidak seperti itu, maka usia panjang itu mubadzir.

Kedua,  malam hari ini kita memulai beribadah dalam serangkaian ibadah pada bulan Ramadlan. Kita melaksanakan tarawih berjamaah. Kita besuk akan melaksanakan puasa sebagai kewajiban bagi  umat Islam. Firman Allah: “ya ayyuhal ladzina amanu, kutiba alaikumush shiayamu kama kutiba alal ladzina min qablikum, la’allakum tattaqun”. Yang artinya: “wahai orang-orang beriman, diwajibkan berpuasa bagi  kamu sekalian sebagaimana telah diwajibkan bagi kaum sebelum kamu, semoga kamu semua menjadi orang yang bertaqwa”. Allah itu jika memerintahkan kepada umatnya, terkadang menggunakan ungkapan “ya ayyuhan nas” dan juga menggunakan kata “ya ayyuhal ladzina amanu”. Ada perintah umum kepada semua manusia, dan ada perintah khusus kepada umat Islam atau orang yang beriman. Untuk puasa ini, maka Allah menjadikan umat Islam sebagai khithabnya atau sasarannya. Jadi yang diwajibkan berpuasa adalah umat Islam saja.

Jadi yang harus melakukan puasa adalah orang yang beriman kepada Allah. Amantu billah. Saya beriman kepada Allah SWT. Iman yang utuh. Iman yang sepenuhnya. Iman yang tidak ragu-ragu. Iman yang sepenuh pikiran, perasaan dan  hati. Tashdiqu lil lisan wa tashdiqu bil qalbi. Lisannya iman kepada Allah dan hatinya juga beriman kepada Allah. Bahkan juga beriman kepada Kitab Allah atau al Qur’an al karim, percaya kepada rasul Allah, Muhammad SAW sebagai penutup para Nabi, percaya kepada takdir dan hari qiyamat.

Kita diminta untuk beriman kepada Allah dan rasulnya itu seperti imannya Sayyidina Abu Bakar. Kala Rasulullah menyatakan telah diperjalankan oleh Allah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dan lanjut mi’raj ke Sidratul Muntaha ke Arasy dan bertemu dengan Allah SWT untuk menerima perintah melakukan shalat, maka Sayyidina Abu Bakar tidak menyatakan ini atau itu, akan tetapi langsung percaya, bahwa yang dinyatakan Nabi Muhammad SAW itu benar adanya. Tidak bertanya: “kok iso”. Beliau tidak bertanya bagaimana Nabi diperjalankan dan diangkat ke langit untuk mi’raj tetapi langsung menyatakan: “amantu bika ya Rasulallah”. Iman yang seperti ini yang belum kita miliki seutuhnya. Diminta puasa saja masih bertanya, apa manfaat puasa, bikin sehat atau sakit, dapat pahala atau tidak. Subhanallah indahnya andaikan kita  bisa beriman sebagaimana Sayyidina Abu Bakar. Itulah sebabnya Abu Bakar ditambah Namanya menjadi Abu Bakar Ash Shiddiq. Orang yang jujur dengan lesan dan hatinya.

Kita sekarang ini beriman kepada Allah masih bertanya-tanya: “Gusti Allah sekarang sedang apa, bekerja atau nganggur, Allah itu di arasy, seperti apa arasynya, Gusti Allah itu turun ke bumi dalam sepertiga malam, turun fisiknya atau kekuasaannya. Ini pertanyaan mubadzir, apalagi itu disampaikan di media social yang ramainya tidak ketulungan. Masyaallah. Marilah kita contoh Sayyidina Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu.

Ketiga, ibaratnya malam ini kita  ketemu dengan kekasih dan menikah. Maka malam ini adalah malam pertama. Malam yang indah. Malam yang menyenangkan. Malam yang penuh dengan pahala dan kebaikan. Itulah sebabnya malam ini jamaah masjid pada berdatangan ke masjid, mushalla, langgar, surau dan tempat ibadah bagi umat Islam lainnya. Kita semua berharap semoga pada hari-hari berikutnya, jamaahnya tidak semakin maju, dari 10 shaf menjadi Sembilan shaf dan terus menurun akhirnya di ujung puasa hanya tinggal beberapa orang. Mari niatkan untuk menambahi ibadah kita yang sesuai dengan amalan di dalam Islam, sehingga kita akan menjadi orang yang taqwa kepada Allah SWT.

Wallahu’ alm bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..