• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

BERSHALAWATLAH MUMPUNG ADA WAKTU: RENUNGAN RAMADLAN (10)

 

BERSHALAWATLAH MUMPUNG ADA WAKTU: RENUNGAN RAMADLAN (10)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Saya kemarin bertemu dengan kawan lama dari BNI. Saya nyatakan lama karena pertemanan saya  pada tahun 2010-2011. Kala saya ke Jakarta, maka tidak lagi kontak. Jadi lamanya tidak bertemu itu sekitar 11 tahun. Kurang lebih. Tiba-tiba beberapa hari yang lalu dia WA saya yang isinya  bertanya tentang kesehatan dan ingin silaturahmi. Untungnya nomor HP masih tersimpan sehingga saya langsung tahu dari mana WA tersebut datang. Benar akhirnya, bertiga mereka bertemu dengan saya di Ruang Guru Besar Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Sunan Ampel Surabaya. 31/03/2023.

Tentu saya langsung akrab karena di masa lalu,  relasi social saya dengan beberapa kawan di BNI tentu berlangsung sangat baik. Tidak ada yang khusus di dalam pertemuan ini. Memang hanya bersilaturahmi saja. Makanya, pembicaraan terkait dengan keluarga dan perkembangan pekerjaan di kantor masing-masing. Saya lalu ingat Pak Teddy, yang di masa lalu juga kawan BNI dan sekarang sedang berkarir di Jakarta. Saya kontak Beliau, dan seperti biasa dipastikan “cekakaan” atau tertawa lepas, sebagaimana waktu bertemu langsung atau copy darat. Dan pada saat telponan itu, di saat mau mengakhiri pembicaraan, maka tiba-tiba saya nyeletuk, “jangan lupa baca shalawat”. “Harus dibaca sungguhan ini, sebab shalawat itu yang menyambungkan kita dengan Rasulullah”. Setelah itu telepon saya tutup. Dan di luar perhitungan saya, kawan BNI itu menyatakan: “alhamdulillah Prof, sudah diingatkan untuk baca shalawat”. Lalu pembicaraan beralih tentang persoalan shalawat yang memang harus dibaca oleh umat Islam, kapan, di mana dan dengan cara apa. Bisa di rumah, bisa ditempat kerja dan bisa sendirian atau berjamaah. Yang penting baca shalawat.

Ada tiga catatan penting  untuk saya kemukakan di dalam artikel pendek ini, yaitu: pertama, dakwah yang artinya mengajak tidak harus dikemas dengan hingar bingar dan mewah. Akan tetapi dakwah atau mengajak orang bisa hanya dengan kalimat celetukan yang memberikan nuansa “mengingatkan”. Misalnya, “ayo baca shalawat sebanyak-banyaknya”. Dan hal ini bisa dilakukan dalam pertemuan informal bahkan sambil gurauan. Saya kira dakwah dengan cara tersebut  lebih mengena dibandingkan dengan dakwah yang bersifat hingar bingar dan penuh dengan asesori.

Memang tetap kita butuhkan dakwah melalui media social atau dakwah melalui tulisan dan media cetak bahkan dakwah bil mal, akan tetapi yang jelas bahwa dakwah seperti ini harus dirancang agar dakwah itu memberikan rasa kenyamanan, kesejukan dan kedamaian. Jangan sampai dakwah justru melukai hati dan perasaan dan bahkan mengarahkan kepada disharmoni social. Ungkapan yang mengingatkan akan sebuah perbuatan baik seperti cerita saya di atas akan sangat manjur di dalam upaya untuk fastabiqul khairat dan fadha’ilul ‘amal.

Kedua, shalawat adalah instrument untuk membangun relasi spiritual manusia dengan Nabi Muhammad SAW. Shalawat kepada Nabi Muhammad SAW memiliki posisi penting di dalam ajaran Islam. Tidak hanya sekedar penghormatan dan ketawadluan kepada Rasulullah SAW tetapi merupakan  salah satu inti dari konsep keselamatan di dalam agama Islam. Semua agama mengabarkan tentang konsep keselamatan. Jalan yang harus ditempuh agar selamat di dalam kehidupan baik di dunia maupun di akherat.

Shalawat merupakan  pintu utama untuk memperoleh keselamatan di dunia dan akherat. Hal ini disebabkan peran Nabi Muhammad SAW yang sedemikian sentral dalam menyelamatkan umat Islam. Nabi Muhammad SAW merupakan satu-satunya manusia yang diberikan otoritas oleh Allah untuk memberikan syafaat. Kedudukan Nabi Muhammad sangat tinggi menurut Allah SWT, sehingga Allah dan Malaikat-Nya juga membaca shalawat dan doa keselamatan kepada Nabi Muhammad SAW. Begitulah Allah SWT menempatkan Nabi Akhiriz zaman itu di dalam konteks kehidupan manusia. Jika Allah SWT dan para Malaikat saja bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW, maka manusia yang menghormati dan mencintainya tentu harus juga melakukan hal yang sama yaitu membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW.

Ketiga, mumpung masih ada waktu, maka sudah sepantasnya jika kita mendawamkan bacaan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Jika tidak bisa yang panjang, yang sedang, jika yang sedangpun susah,  maka yang pendek. Jika bisa membaca Allahumma shalli ‘ala Sayiidina Muhammad wa ‘ala ali Sayyidina Muhammad. Jika  yang panjang ini susah, maka dapat membaca Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammad, jika kita tidak bisa membaca yang sedang, maka bisa membaca shallu ‘ala  Muhammad. Berapa jumlahnya sangat tergantung pada kemampuan, tetapi semakin banyak semakin baik. Bayangkan ada orang yang bisa membaca 1.000 kali shalawat, bahkan 10.000 kali shalawat dalam sehari. Dan kita bisa berapa?

Wallahu a’lam bi al shawab.

PUASA MEMBANGUN KECERDASAN  SOSIAL: RENUNGAN RAMADLAN (9)

PUASA MEMBANGUN KECERDASAN  SOSIAL: RENUNGAN RAMADLAN (9)

Indonesia dikenal sebagai negara filantropi terbaik di dunia. Berdasarkan World Giving Index (WGI) 2021, Indonesia kembali menjadi negara paling dermawan di dunia. Berdasarkan data dari Charity Aid Foundation (CAF) 2021, maka Indonesia menempati peringkat teratas darI 140 negara yang dinilai. Indonesia menempati rangking teratas dalam dua indicator dari tiga indikator yang dikaji.

Berdasarkan data Gallup yang dijadikan sebagai basis data oleh WGI, maka dari 10 orang Indonesia, maka terdapat 8 orang Indonesia yang memberikan donasinya. Sementara itu kerelawanan  di Indonesia meningkat tiga kali lipat lebih besar dari rata-rata kerelawanan masyarakat dunia. Bahkan di era Pandemi Covid-19, Indonesia tetap dapat mempertahankan posisi atau peringkat satu di dunia. Prosentase yang didapatkan Indonesia adalah  menyumbang uang (84%), Kerelawanan (63%) dan menyumbang orang asing (58%), untuk menyumbang orang lain rata-rata global 62%. Indonesia telah lima kali berturut-turut menjadi yang terbaik dalam filantropi di dunia.

Indonesia bisa menjadi negara filantropi terbaik, di antaranya adalah karena pengamalan ajaran agama. Ketua Badan Pelaksana Public Interest Research and Advokasi (PIRAC) menyatakan bahwa   ajaran keagamaan memiliki kontribusi dalam keberhasilan Indonesia sebagai negara filantropi terbaik di dunia. Dan di antara yang berperan penting adalah filantropi Islam dalam menggalang,  mengelola  dan mendayagunakan donasi keagamaan. Yang jelas bahwa Islam memberikan kontribusi dalam gerakan donasi nasional. (Bangkapos.com 25 Oktober 2022).

Sebagai umat Islam tentu kita bersyukur sebab umat Islam Indonesia memiliki kontribusi dalam percaturan Internasional, khusus dalam kegiatan donasi atau filantropi. Islam memang memiliki ajaran zakat, infaq, shadaqah dan juga wakaf yang menjadi instrument penting di dalam gerakan filantropi nasional. Melalui ajaran Islam ini, maka masyarakat Indonesia tidak ragu untuk berdonasi karena ada aspek pahala yang didapatkannya. Zakat merupakan salah satu prinsip di dalam ajaran Islam, selain syahadat, shalat, puasa dan haji. Zakat adalah rukun Islam yang harus ditegakkan. Ajaran Islam memiliki system yang saling menyatu. Antara syahadat, puasa, zakat, shalat dan haji merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Keterkaitan tersebut misalnya dalam puasa. Seseorang tidak cukup hanya puasa lalu semua amalan ibadahnya diterima Allah tetapi ternyata harus dikaitkan dengan zakat, khususnya zakat fitrah. Seseorang yang puasa dan tidak membayar zakat fitrah, maka pahalanya akan menggantung di antara langit dan bumi. Shalat yang seringkali dikaitkan dengan ibadah personal meskipun dilakukan secara berjamaah, akan tetapi harus memiliki relevansi dengan zakat, infaq dan shadaqah. Orang belum dianggap Islam yang sempurna jika tidak membayar zakat sebagai pensucian atas hartanya. Untuk menyucikan harta maka pirantinya adalah zakat. Orang harus melakukan hablum minallah, akan tetapi tidak boleh melupakan hablum minan nas, dan bahkan hablum minal alam.

Allah SWT memberikan kebutuhan social, selain kebutuhan biologis dan kebutuhan integrative. Kebutuhan social merupakan kebutuhan manusia sebagai makhluk social. Yaitu makhluk yang tidak bisa hidup sendiri di dalam kehidupan di dunia. Manusia  tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Kebutuhan makan saja harus melibatkan orang lain. Ada penyedia beras, ada penyedia teknologi memasak, misalnya alat-alat memasak, ada produsen bahan baku masak misalnya bumbu dengan berbagai variannya, dan lainnya. Manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya seorang diri. Hanya di dalam cerita saja ada manusia yang benar-benar self help, karena meniru perilaku binatang. Hewan bahkan lebih hebat dibanding manusia dalam pemenuhan kebutuhan biologisnya. Singa, harimau, serigala, dan lain-lain memang bisa  mencari makan sendiri karena insting yang diberikan Allah dalam pemenuhan kebutuhan biologisnya. Tetapi manusia tidak mampu melakukannya.

Allah SWT memberikan pembelajaran kepada manusia agar di dalam relasi social, manusia dapat melakukannya dengan menggunakan social intelligent atau kecerdasan social. Manusia tidak hanya diberikan oleh Allah dengan kecerdasan akal dan kecerdasan emosional tetapi diberikan kecerdasan social, yaitu kecerdasan untuk berempati kepada orang lain. Jangan hanya antipati tetapi juga simpati. Dari gabungan di antara antipati dan simpati tersebut, maka akan terdapat jalan tengah yaitu manusia akan merasa sebagaimana pengalaman orang lain. Jika ada orang yang sakit, maka akan terasa badan kita juga sakit kalau kita ditimpa penyakit. Jika ada orang yang sakit hati karena ada perkataan yang menyakitkan, maka kita juga akan berada di dalam posisi yang sama. Akan sakit hati jika disakiti. Jika miskin itu menyedihkan, maka seharusnya kita juga akan merasakan hal yang sama kala kita  miskin. Makanya kita harus berempati kepada orang yang miskin. Makanya, kita harus merasakan berada di dalam posisi orang lain.

Islam mengajarkan agar kita saling menolong. Boleh kita berkompetisi tetapi kompetisi dalam bingkai saling menolong. Islam mengajarkan: ta’awanu alal birri wat taqwa wala ta’awanu alal itsmi wal ‘udwan. Yang artinya: “saling tolong menolonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan taqwa dan jangan saling tolong menolong dalam dosa dan kejelekan”. Jadi fondasi  di dalam relasi social adalah saling menolong.

Manusia dikaruniai kecerdasan social. Oleh karena itu, maka manusia harus merasakan apa yang dirasakan orang lain. Jika kita kaya maka ingat pada yang miskin, jika kita sehat ingat yang sakit dan jika kita sejahtera ingat yang sengsara. Tidak hanya sadar dalam pikiran tetapi juga mengimplementasi dalam tindakan. Dari empati dan simpati menjadi tindakan memperhatikan dan menolong. Dari kesadaran akan penderitaan orang lain lalu menolong, dan dari kesusahan yang dirasakan orang lain kemudian menolong.

Inilah inti ajaran Islam untuk puasa, yaitu kesadaran untuk menolong manusia yang lain dalam koridor kasih sayang, dan saling kepedulian. Caring  the others. Jika puasa bisa seperti ini, maka puasa akan menjadi modal social untuk membangun masyarakat religious berbasis pada ajaran Islam tentang kasih sayang.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

BERDOALAH UNTUK  AMPUNAN ALLAH: RENUNGAN RAMADLAN (8)

BERDOALAH UNTUK  AMPUNAN ALLAH: RENUNGAN RAMADLAN (8)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Saya akan melanjutkan ceramah yang sudah disampaikan oleh Gus Khobir al hafidz beberapa saat yang lalu tentang apa persyaratan agar kita menjadi  itqun minan nar atau tubuh kita tidak tersentuh oleh api neraka. Ada lima hal yang perlu diketahui, yaitu bersyahadat, beristighafar, bermohon ridlo,  memperoleh  surganya Allah dan dijauhkan dari api neraka.

Kalimat ini yang saya sampaikan dalam ceramah menjelang shalat Tarawih di  Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency E 8 Ketintang Surabaya. Shalat jamaah Isya’ dan tarawih ini diikuti oleh sejumlah lelaki dan perempuan, anak-anak dan orang dewasa. Mereka adalah jamaah tetap Masjid Al Ihsan dan orang-orang yang memakmurkan Masjid Al Ihsan. Mereka adalah orang-orang yang mengikuti acara-acara yang dilakukan di Masjid Al Ihsan.

Di dalam kesempatan ini, saya sampaikan tiga hal yaitu: pertama, bersyukur kepada Allah atas nikmat kesehatan lahir dan batin, sebab tanpa keduanya tentu kita tidak bisa hadir dalam acara ritual shalat berjamaah dan mendengarkan ceramah agama seperti malam ini. Suatu kenikmatan yang besar adalah kita dikaruniai kesehatan. Semoga kita terus sehat sampai akhir Ramadlan dan bertemu dengan Ramadlan tahun depan.

Kedua,  betapa pentingnya syahadat. Kalimat syahadat adalah kalimat pengakuan dan persaksian bagi seorang muslim bahwa tiada Tuhan kecuali Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Asyhadu anla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Kita dinyatakan sebagai orang muslim karena kita bersaksi bahwa tidak ada Tuhan atau illah selain Allah SWT  dan Nabi Muhammad SAW adalah utusan-Nya,  sebagai nabi dan rasul terakhir. la nabiyya ba’dahu.  Kata kunci menjadi orang Islam adalah dengan pengakuan ini. Dhahir dan bathin kita meyakinya. Tashdiqu bil lisan wa tashdiqu bil qalbi.  Ucapan yang keluar dari lesan kita meyakini Allah adalah satu-satunya Tuhan yang wajib disembah dan hati kita juga meyakininya seperti itu. Jangan sampai lisan  kita menyatakan percaya tetapi batin kita mengingkarinya. Nu’udzu billahi min dzalik. Jauhkan kami ya Allah dari hal-hal tersebut.

Sebagai umat Muhammad SAW, maka setiap hari kita mesti membaca syahadat. Di dalam shalat maka sekali shalat kita akan membaca syahadat 2 kali. Jadi sehari semalam ada sebanyak 10 kali kita membaca syahadat. Jika kita shalat rawatib dan shalat sunnah lainnya, maka setiap hari kita akan membaca banyak persaksian tentang keesaan Allah, pernyataan bahwa satu-satu yang dapat disembah adalah Allah SWT. Subhanallah betapa kita menjadi orang yang beruntung karena telah menjadi umat Islam dan menyadari akan betapa pentingnya shalat sebab di dalamnya terdapat pengakuan lahir dan batin, pikiran dan perasaan bahwa kita hanyalah makhluk dan kewajiban makhluk adalah mempersaksikan akan keagungan, kebesaran dan kemulyaan Allah SWT sebagai Tuhan Rabbul izzati.

Kala hidup di dunia, sebagai alam ngelakoni janji, maka kita sesungguhnya diminta oleh Allah untuk beribadah. Kita diingatkan agar kita menepati janji kita kepada Allah pada masa alam roh, bahwa kita sudah menyatakan alastu birabbikum qalu bala syahidna, yang artinya: “apakah aku ini Tuhanmu, maka mereka menyatakan ya kami menyaksikannya”. Oleh karena itu berbahagialah orang yang di masa lalu, di alam roh,  sudah berjanji kepada Allah dan di alam melaksanakan janji, alam dunia,   bisa menepati janji. Alhamdulillan wa syukrillah.

Ketiga, kita sudah diajari oleh ulama kita sebuah doa yang merupakan ekspresi atas lima hal di atas. Doa itu adalah “asyhadu anla ilaha illahllah, astagfirullah. Nas aluka ridhaka wal Jannah, wa naudzubika min sakhawatika wan nar. Allahumma innaka ‘afuwwun karim tuhibbul afwa fa’fuanna ya karim”.  Yang artinya: “kami bersaksi tiada Tuhan kecuali Allah. Ya Allah ampuni dosa, kekhilafan dan kesalahan kami, kami  meminta ridla-Mu Ya Allah, kami meminta surga-Mu Ya Allah, dan jauhkan kami dari api neraka. Ya Allah Engkau adalah pemberi ampunan, wahai Yang Maha Mulya, Yang Maha Agung. Engkau Ya Allah menyukai orang yang memohon ampunan, wahai Yang Maha Mulya dan Agung”.

Sebuah doa yang indah. Sebuah doa yang jika direnungkan mengandung permohonan, mengandung sanjungan dan menunjukkan betapa manusia membutuhkan Allah SWT. Kitalah yang membutuhkan Allah dan bukan sebaliknya. Tetapi Allah mengajari kita agar kita selamat. Slamet ing donyo lan slamet ing akherat. Di dalam Islam disebut sebagai sa’idun fid daraini. Di dalam doa,  bukan hanya di perkataan kita melantunkanya, akan tetapi juga batin kita bersepakat dan mengiyakannya. Perpaduan antara kalimat dalam ungkapan dhahir  wa ungkapan di dalam qalbi sangat menentukan atas keberterimaan doa  kita oleh Allah SWT.

Tetapi sebagai umat Islam apapun kita sudah beruntung. Mungkin doa kita baru sampai pada tahapan  kalam fi dhahiriyah belum kalam fi bathiniyah akan tetapi Allah itu Maha Rahman dan Rahim, maka kita meyakini bahwa pada akhirnya Allah akan memberikan rahmatnya kepada kita agar kita dapat memasuki surga yang dijanjikannya. Ya Allah tetap turunkan rahmat-Mu di tengah ibadah kami yang belum kaffah  agar kami bisa menjadi penghuni surga-Mu.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

JANGAN  BERPUASA UNTUK INSTRUMEN KEDUNIAAN: RENUNGAN RAMADLAN (7)

JANGAN  BERPUASA UNTUK INSTRUMEN KEDUNIAAN: RENUNGAN RAMADLAN (7)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Di masa lalu, orang-orang tua kita mengajarkan tentang pentingnya puasa untuk mencapai tujuan di dalam kehidupan. misalnya jika kita akan ujian, maka orang tua mengajak kita untuk berpuasa. Tujuannya adalah agar lulus. Bahkan ada yang lebih ekstrim lagi, misalnya agar memiliki kesaktian, maka ada orang yang puasa di atas pohon dengan tangan mendekap ranting kayu dan bahkan kalau ingin menjadi ahli santet orang juga berpuasa dengan teknik dan metodanya. Inilah pembukaan ceramah pemantik diskusi yang disampaikan oleh Dr. Sahid pada acara ceramah ba’da Shubuh di Masjid Al Ihsan pada Rabo, 29/03/2023. Ceramah yang biasanya hari Selasa pagi dicancel menjadi hari Rabo.

Selanjutnya dinyatakan bahwa Islam mengajarkan atau tepatnya mewajibkan umat Islam untuk puasa sebagai umat manusia di masa lalu agar manusia menjadi orang yang bertaqwa kepada Allah SWT. Puasa menjadi cara agar kita menjadi orang yang bertaqwa kepada Allah, yaitu orang yang terus mengerjakan amal shaleh dan meninggalkan amalan yang jelek. Terus menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Allah menyatakan bahwa pada bulam puasa ini, maka siang hari diperintah man shoma ramadlana dan jika malam kita diminta man qama ramadlona.  Jadi pada siang hari berpuasa dengan keimanan dan penuh perhitungan agar kita menjadi bertaqwa dan jika malam kita qiyamul lail juga dengan keimanan dan perhitungan yang matang agar kita menjadi orang yang bertaqwa.

Ditambahkan bahwa ada empat kategori orang yang berpuasa: pertama, orang yang merasa puasa menjadi beban. Misalnya pernyataan yang berbunyi, “walah sudah puasa lagi”. Jadi ada nuansa tidak gembira dengan datangnya puasa. Kedua, orang yang biasa-biasa saja dalam menghadapi puasa. Hadir atau tidak bulan puasa itu berarti sama saja. Tidak senang dan juga tidak susah. Biasa saja. Ketiga, orang yang dalam berpuasa itu ritmenya naik turun. Ada kalanya bersemangat dan ada kalanya biasa saja bahkan tidak bersemangat. Keempat, orang puasa dengan sangat serius untuk menggapai keridlaan Allah swt.  Dia lakukan puasa secara sungguh-sungguh, tarawih, tadarrus Alqur’an dan menjalani dzikir yang sebanyak-banyaknya. Nah, kita masuk di mana. Semoga masuk kategori yang keempat.

Saya lalu melanjutkan pembahasan tentang berpuasa sebagai pendalaman atas materi yang sudah dibicarakan. Saya menggambarkan  bahwa ada tiga konsep besar yang bisa dijadikan sebagai analisis atas perilaku puasa kita: pertama, Puasa instrumental. Puasa  sebagai instrument dunaiwi. Atau saya sebut sebagai puasa instrumental. Puasa yang digunakan untuk memenuhi tujuan hidup duniawi. Misalnya untuk kepentingan kesaktian, menemukan orang yang dicintai, atau hal lain yang erat kaitannya dengan dunia. Oleh karena itu, jika kita puasa, maka cantolkan niat kita kepada tujuan menuju Allah, jangan hanya untuk kepentingan dunia. Innamal a’malu bin niyat. Sesungguhnya setiap amal tergantung niatnya. Makanya marilah kita berniat puasa untuk kepentingan duniawi bernuansa ukhrawi.

Kedua, puasa transcendental. Puasa yang dimaksudkan sebagai upaya agar kita dapat bertaqarrub ilallah. Yakni sebagai upaya agar kita dapat  berdekatan kepada Allah. Dalam dunia tasawwuf, maka puasa itu akan dapat menarik kemanusiaan kita menuju Allah SWT. Sering disebut sebagai alam lahut. Atau diri manusia diserap oleh kekuatan Allah SWT. Yang bisa seperti ini tentu adalah orang yang mengabdikan dirinya hanya kepada Allah saja. Puasa khas seperti ini akan dapat dilakukan sejauh kita sudah memasuki ibadah yang hanya ditujukan kepada Allah semata. Rasanya masih sulit bagi orang awam untuk memasuki dunia puasa transcendental dimaksud.

Ketiga, puasa imanental. Puasa yang sungguh sangat khas dan hanya, sekali lagi hanya,  dapat dilakukan oleh orang-orang yang masuk atau dalam Bahasa Jawa disebut manjing dalam kedirian Tuhan dan manusia. Tuhan terserap di dalam keduniaan manusia. Inilah yang di dalam tradisi Islam Jawa disebut sebagai manunggaling kawulo lan Gusti atau kemenyatuan antara manusia dengan Tuhan. Orang yang bisa melakukan ritual seperti ini bisa dianggap sebagai penyelewengan dari aqidah atau syariah, karena kehidupannya memang sudah memasuki alam “kegaiban” yang tidak banyak manusia yang bisa memahaminya.

Di dalam  Islam dikenal ada konsep takhalli atau menjauhi segala yang bisa merusak relasi manusia dengan Tuhan, tahalli atau memasuki pintu dan menyelami relasi dengan Tuhan secara spesifik, dan akan terwujud tajalli atau Tuhan bersama kita atau yang juga sering disebut sebagai masuknya dunia manusia  kepada Tuhan atau masuk dalam alam lahut, manusia terserap ke dalam Tuhan atau bertaqarrub ilallah, dan ada konsep masuk dalam alam nasut atau Tuhanlah yang terserap dalam diri manusia yang spesifik dan bahkan kemudian menghasilkan pernyataan  anal haq. Sebagaimana Al Hallaj, Syekh Lemah Abang atau Syekh Abdul Jalil dan sebagainya.

Orang awam seperti kita memang sulit bisa masuk dalam taqarrub ilallah sebagaimana para ahli tasawuf yang memang fisiknya, perasaannya dan dzauqnya dan kapasitas yang diri dimilikinya memang sudah mencapai maqam seperti itu. Sebuah maqam yang tidak sembarangan diamanahkan  oleh Allah kepada semua manusia.

Yang penting janganlah kita jadikan puasa sebagai instrument untuk kepentingan duniawai semata, tetapi marilah kita jadikan puasa sebagai instrument untuk lebih dari itu, dengan cara meniatkan puasa kita untuk Allah saja.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

BERSUJUDLAH MUMPUNG ADA WAKTU: RENUNGAN RAMADLAN (6)

 

BERSUJUDLAH MUMPUNG ADA WAKTU: RENUNGAN RAMADLAN (6)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Lagunya Ebit G Ade, “Masih Ada Waktu” yang dinyanyikan puterinya, Shanna Shanon masih terus saya putar. Bukan untuk kepentingan jumlah viewer, tetapi kandungan lagu itu sungguh luar biasa. Melebihi dakwah bil lisan, yang terkadang tidak menyentuh jiwa. Bahkan membuat gelisah dan perasaan tidak nyaman. Lagu itu sungguh memiliki kandungan makna mendalam yang patut direnungkan.

Benarkah kita perlu sujud? Pertanyaan yang sangat penting untuk dijawab. Dan lagu ini menjawabnya dengan mendasar dan berada di dalam relung hati yang paling mendalam. Kita sungguh tidak tahu kapan ajal akan tiba. Kita tidak tahu kapan sisa usia kita. Hari ini, pekan ini, bulan ini atau tahun ini. Tak seorangpun yang tahu. Persoalan usia adalah haknya Allah SWT. Hanya Allah yang tahu. Orang yang secara medis diketahui oleh dokter, hanya tinggal beberapa bulan tetapi ternyata masih bisa hidup tahunan. Kalaupun diprediksi sesuai dengan ilmu oleh ahlinya, tetapi dokter juga tidak tahu kapan kepastiannya akan meninggal. Jam berapa, menit berapa dan hari apa. Kematian adalah sesuatu yang misterius dan biarkan menjadi misteri di dalam kehidupan.

Kita masih diberi waktu. Di dalam Islam, waktu itu begitu sentral. Waktu itu dijadikan oleh Allah SWT untuk bersumpah. Hal ini menandakan betapa pentingnya waktu di dalam kehidupan manusia. Manusia hidup di dunia itu hanya seperti orang mampir minum lalu melanjutkan perjalanan. Di dalam tradisi Jawa disebut sebagai mampir ngombe. Berhenti sejenak untuk minum. Dibandingkan dengan kehidupan dalam alam Roh, alam Barzakh dan alam Akherat, maka kehidupan di dunia itu hanya sebentar. Rata-rata 70 tahun dari jutaan tahun dalam kehidupan lainnya. Itulah sebabnya Allah memperingatkan agar waktu yang pendek itu digunakan untuk efektif antara bekerja dan beribadah.

Allah menyatakan di Surat Al Ashr ayat 1-3: “Wal ashr. Innal insana lafi khusr. Illal ladzina amanu wa amilush shalihati  wa tawa shaubil haqqi wa tawa shaubish sabr”. Yang artinya: “Demi Waktu. Sesungguhnya manusia dalam kerugian. Kecuali orang yang beriman dan beramal shaleh, yang saling berwasiat tentang kebenaran dan kesabaran”. Waktu itu seperti pedang. Al waqt kasy syaif”.  Maknanya bahwa waktu yang sudah berlalu tentu tidak bisa dikembalikan dan akan berlalu begitu saja. Jadi kita menjalani waktu yang terus berkurang, menit, jam, hari, bulan dan tahun. Semakin besar semakin berkurang usia. Demikian pula semakin tua juga semakin berkurang usia tersebut. Bahkan terkadang ada ungkapan yang tidak mengenakkan yaitu sudah bau tanah. Pernyataan untuk orang tua.

Itulah sebabnya Alqur’an menyatakan bahwa waktu itu penting. Orang yang tidak bisa memanfaatkan waktu yang baik, maka dia akan merugi. Mungkin dia untung di dunia tetapi rugi di akherat. Tetapi bisa juga rugi di dunia tetapi untung di akherat. Yang benar adalah untung di dunia dan untung di akherat. Orang yang bisa beruntung di dunia dan akherat adalah orang yang beriman kepada Allah SWT dan beramal shaleh, yaitu perbuatan baik kepada Allah dengan mengamalkan segala perintah Tuhan dan menjauhi larangannya, dan juga berbuat baik kepada sesama manusia yaitu tidak membuat orang lain menderita, kecewa dan terpinggirkan.   Yang dilakukan justru  menghargai manusia apa adanya. Selain itu juga orang yang bisa berwasiat tentang kebaikan untuk sesama manusia.

Mumpung masih ada waktu. Yang sebaiknya dilakukan adalah segera bersujud. Bersujud adalah lambang penghambaan dan pengabdian kepada Allah SWT. Tidak ada yang dijadikan sebagai Rab dan Ilahnya kecuali Allah. Tiada yang pantas disembah dan diturut perintahnya selain Allah. Prototipenya adalah Nabiyullah Ismail, yang bersedia akan disembelih untuk menuruti perintah Tuhan. Saya tidak membayangkan bahwa ada anak yang baru baligh lalu memiliki pandangan yang sedemikian jernih dalam kepercayaan, pengabdian dan kepasrahannya kepada Allah SWT.

Mungkin kita akan menyatakan bahwa pantaslah Nabi Ismail begitu, kan Beliau akan menjadi Rasulullah. Beliau sudah disiapkan sebagai orang yang memiliki keyakinan, penghambaan dan kepasrahan yang luar biasa. Namun perlu diingat bahwa yang dilakukan oleh para Nabi adalah ibrah bagi kita. Teladan bagi manusia. Nabiyullah itu adalah uswah tentang bagaimana seharusnya manusia merajut kehidupannya di hadapan Allah SWT.

Keteladanan dalam mengabdikan diri dan ketawakwaanya  di hadapan Allah yang dilambangkan dengan sujud merupakan tradisi para Nabi yang mesti harus diikuti. Dan sebagai umat Muhammad SAW sudah tentu kita harus melakukannya. Ada banyak ayat yang memerintahkan kita bersujud. Semuanya menggambarkan tentang bagaimana kepatuhan manusia terhadap Tuhan itu diekspresikan.  Di dalam Surat Al Hajj ayat 77 dinyatakan: “Ya ayyuhal ladzina amanur ka’u was judu wa’budu rabbakum waf ‘alul khoiro la’alakum tuflihun”. Yang artinya: “wahai orang-orang yang beriman, rukuklah  dan sembahlah Tuhanmu dan berbuatlah kebaikan, agar kamu beruntung”.

Dengan demikian, manusia memang diberikan waktu oleh Allah untuk bersujud kepada-Nya, rukuk kepada-Nya, dan menyembah hanya kepada-Nya dan diminta untuk berbuat baik. Dan dengan cara itu maka manusia akan memperoleh kebahagiaan. Jika tidak melakukannya maka manusia berada di dalam kerugian. Kita semua sudah melakukannya, dan semoga kita akan menjadi hambanya yang bertaqwa kepada-Nya.

Wallahu a’lam bi al shawab.