PUASA MEMBANGUN KECERDASAN SOSIAL: RENUNGAN RAMADLAN (9)
PUASA MEMBANGUN KECERDASAN SOSIAL: RENUNGAN RAMADLAN (9)
Indonesia dikenal sebagai negara filantropi terbaik di dunia. Berdasarkan World Giving Index (WGI) 2021, Indonesia kembali menjadi negara paling dermawan di dunia. Berdasarkan data dari Charity Aid Foundation (CAF) 2021, maka Indonesia menempati peringkat teratas darI 140 negara yang dinilai. Indonesia menempati rangking teratas dalam dua indicator dari tiga indikator yang dikaji.
Berdasarkan data Gallup yang dijadikan sebagai basis data oleh WGI, maka dari 10 orang Indonesia, maka terdapat 8 orang Indonesia yang memberikan donasinya. Sementara itu kerelawanan di Indonesia meningkat tiga kali lipat lebih besar dari rata-rata kerelawanan masyarakat dunia. Bahkan di era Pandemi Covid-19, Indonesia tetap dapat mempertahankan posisi atau peringkat satu di dunia. Prosentase yang didapatkan Indonesia adalah menyumbang uang (84%), Kerelawanan (63%) dan menyumbang orang asing (58%), untuk menyumbang orang lain rata-rata global 62%. Indonesia telah lima kali berturut-turut menjadi yang terbaik dalam filantropi di dunia.
Indonesia bisa menjadi negara filantropi terbaik, di antaranya adalah karena pengamalan ajaran agama. Ketua Badan Pelaksana Public Interest Research and Advokasi (PIRAC) menyatakan bahwa ajaran keagamaan memiliki kontribusi dalam keberhasilan Indonesia sebagai negara filantropi terbaik di dunia. Dan di antara yang berperan penting adalah filantropi Islam dalam menggalang, mengelola dan mendayagunakan donasi keagamaan. Yang jelas bahwa Islam memberikan kontribusi dalam gerakan donasi nasional. (Bangkapos.com 25 Oktober 2022).
Sebagai umat Islam tentu kita bersyukur sebab umat Islam Indonesia memiliki kontribusi dalam percaturan Internasional, khusus dalam kegiatan donasi atau filantropi. Islam memang memiliki ajaran zakat, infaq, shadaqah dan juga wakaf yang menjadi instrument penting di dalam gerakan filantropi nasional. Melalui ajaran Islam ini, maka masyarakat Indonesia tidak ragu untuk berdonasi karena ada aspek pahala yang didapatkannya. Zakat merupakan salah satu prinsip di dalam ajaran Islam, selain syahadat, shalat, puasa dan haji. Zakat adalah rukun Islam yang harus ditegakkan. Ajaran Islam memiliki system yang saling menyatu. Antara syahadat, puasa, zakat, shalat dan haji merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Keterkaitan tersebut misalnya dalam puasa. Seseorang tidak cukup hanya puasa lalu semua amalan ibadahnya diterima Allah tetapi ternyata harus dikaitkan dengan zakat, khususnya zakat fitrah. Seseorang yang puasa dan tidak membayar zakat fitrah, maka pahalanya akan menggantung di antara langit dan bumi. Shalat yang seringkali dikaitkan dengan ibadah personal meskipun dilakukan secara berjamaah, akan tetapi harus memiliki relevansi dengan zakat, infaq dan shadaqah. Orang belum dianggap Islam yang sempurna jika tidak membayar zakat sebagai pensucian atas hartanya. Untuk menyucikan harta maka pirantinya adalah zakat. Orang harus melakukan hablum minallah, akan tetapi tidak boleh melupakan hablum minan nas, dan bahkan hablum minal alam.
Allah SWT memberikan kebutuhan social, selain kebutuhan biologis dan kebutuhan integrative. Kebutuhan social merupakan kebutuhan manusia sebagai makhluk social. Yaitu makhluk yang tidak bisa hidup sendiri di dalam kehidupan di dunia. Manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Kebutuhan makan saja harus melibatkan orang lain. Ada penyedia beras, ada penyedia teknologi memasak, misalnya alat-alat memasak, ada produsen bahan baku masak misalnya bumbu dengan berbagai variannya, dan lainnya. Manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya seorang diri. Hanya di dalam cerita saja ada manusia yang benar-benar self help, karena meniru perilaku binatang. Hewan bahkan lebih hebat dibanding manusia dalam pemenuhan kebutuhan biologisnya. Singa, harimau, serigala, dan lain-lain memang bisa mencari makan sendiri karena insting yang diberikan Allah dalam pemenuhan kebutuhan biologisnya. Tetapi manusia tidak mampu melakukannya.
Allah SWT memberikan pembelajaran kepada manusia agar di dalam relasi social, manusia dapat melakukannya dengan menggunakan social intelligent atau kecerdasan social. Manusia tidak hanya diberikan oleh Allah dengan kecerdasan akal dan kecerdasan emosional tetapi diberikan kecerdasan social, yaitu kecerdasan untuk berempati kepada orang lain. Jangan hanya antipati tetapi juga simpati. Dari gabungan di antara antipati dan simpati tersebut, maka akan terdapat jalan tengah yaitu manusia akan merasa sebagaimana pengalaman orang lain. Jika ada orang yang sakit, maka akan terasa badan kita juga sakit kalau kita ditimpa penyakit. Jika ada orang yang sakit hati karena ada perkataan yang menyakitkan, maka kita juga akan berada di dalam posisi yang sama. Akan sakit hati jika disakiti. Jika miskin itu menyedihkan, maka seharusnya kita juga akan merasakan hal yang sama kala kita miskin. Makanya kita harus berempati kepada orang yang miskin. Makanya, kita harus merasakan berada di dalam posisi orang lain.
Islam mengajarkan agar kita saling menolong. Boleh kita berkompetisi tetapi kompetisi dalam bingkai saling menolong. Islam mengajarkan: ta’awanu alal birri wat taqwa wala ta’awanu alal itsmi wal ‘udwan. Yang artinya: “saling tolong menolonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan taqwa dan jangan saling tolong menolong dalam dosa dan kejelekan”. Jadi fondasi di dalam relasi social adalah saling menolong.
Manusia dikaruniai kecerdasan social. Oleh karena itu, maka manusia harus merasakan apa yang dirasakan orang lain. Jika kita kaya maka ingat pada yang miskin, jika kita sehat ingat yang sakit dan jika kita sejahtera ingat yang sengsara. Tidak hanya sadar dalam pikiran tetapi juga mengimplementasi dalam tindakan. Dari empati dan simpati menjadi tindakan memperhatikan dan menolong. Dari kesadaran akan penderitaan orang lain lalu menolong, dan dari kesusahan yang dirasakan orang lain kemudian menolong.
Inilah inti ajaran Islam untuk puasa, yaitu kesadaran untuk menolong manusia yang lain dalam koridor kasih sayang, dan saling kepedulian. Caring the others. Jika puasa bisa seperti ini, maka puasa akan menjadi modal social untuk membangun masyarakat religious berbasis pada ajaran Islam tentang kasih sayang.
Wallahu a’lam bi al shawab.