Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

BERSUJUDLAH MUMPUNG ADA WAKTU: RENUNGAN RAMADLAN (6)

 

BERSUJUDLAH MUMPUNG ADA WAKTU: RENUNGAN RAMADLAN (6)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Lagunya Ebit G Ade, “Masih Ada Waktu” yang dinyanyikan puterinya, Shanna Shanon masih terus saya putar. Bukan untuk kepentingan jumlah viewer, tetapi kandungan lagu itu sungguh luar biasa. Melebihi dakwah bil lisan, yang terkadang tidak menyentuh jiwa. Bahkan membuat gelisah dan perasaan tidak nyaman. Lagu itu sungguh memiliki kandungan makna mendalam yang patut direnungkan.

Benarkah kita perlu sujud? Pertanyaan yang sangat penting untuk dijawab. Dan lagu ini menjawabnya dengan mendasar dan berada di dalam relung hati yang paling mendalam. Kita sungguh tidak tahu kapan ajal akan tiba. Kita tidak tahu kapan sisa usia kita. Hari ini, pekan ini, bulan ini atau tahun ini. Tak seorangpun yang tahu. Persoalan usia adalah haknya Allah SWT. Hanya Allah yang tahu. Orang yang secara medis diketahui oleh dokter, hanya tinggal beberapa bulan tetapi ternyata masih bisa hidup tahunan. Kalaupun diprediksi sesuai dengan ilmu oleh ahlinya, tetapi dokter juga tidak tahu kapan kepastiannya akan meninggal. Jam berapa, menit berapa dan hari apa. Kematian adalah sesuatu yang misterius dan biarkan menjadi misteri di dalam kehidupan.

Kita masih diberi waktu. Di dalam Islam, waktu itu begitu sentral. Waktu itu dijadikan oleh Allah SWT untuk bersumpah. Hal ini menandakan betapa pentingnya waktu di dalam kehidupan manusia. Manusia hidup di dunia itu hanya seperti orang mampir minum lalu melanjutkan perjalanan. Di dalam tradisi Jawa disebut sebagai mampir ngombe. Berhenti sejenak untuk minum. Dibandingkan dengan kehidupan dalam alam Roh, alam Barzakh dan alam Akherat, maka kehidupan di dunia itu hanya sebentar. Rata-rata 70 tahun dari jutaan tahun dalam kehidupan lainnya. Itulah sebabnya Allah memperingatkan agar waktu yang pendek itu digunakan untuk efektif antara bekerja dan beribadah.

Allah menyatakan di Surat Al Ashr ayat 1-3: “Wal ashr. Innal insana lafi khusr. Illal ladzina amanu wa amilush shalihati  wa tawa shaubil haqqi wa tawa shaubish sabr”. Yang artinya: “Demi Waktu. Sesungguhnya manusia dalam kerugian. Kecuali orang yang beriman dan beramal shaleh, yang saling berwasiat tentang kebenaran dan kesabaran”. Waktu itu seperti pedang. Al waqt kasy syaif”.  Maknanya bahwa waktu yang sudah berlalu tentu tidak bisa dikembalikan dan akan berlalu begitu saja. Jadi kita menjalani waktu yang terus berkurang, menit, jam, hari, bulan dan tahun. Semakin besar semakin berkurang usia. Demikian pula semakin tua juga semakin berkurang usia tersebut. Bahkan terkadang ada ungkapan yang tidak mengenakkan yaitu sudah bau tanah. Pernyataan untuk orang tua.

Itulah sebabnya Alqur’an menyatakan bahwa waktu itu penting. Orang yang tidak bisa memanfaatkan waktu yang baik, maka dia akan merugi. Mungkin dia untung di dunia tetapi rugi di akherat. Tetapi bisa juga rugi di dunia tetapi untung di akherat. Yang benar adalah untung di dunia dan untung di akherat. Orang yang bisa beruntung di dunia dan akherat adalah orang yang beriman kepada Allah SWT dan beramal shaleh, yaitu perbuatan baik kepada Allah dengan mengamalkan segala perintah Tuhan dan menjauhi larangannya, dan juga berbuat baik kepada sesama manusia yaitu tidak membuat orang lain menderita, kecewa dan terpinggirkan.   Yang dilakukan justru  menghargai manusia apa adanya. Selain itu juga orang yang bisa berwasiat tentang kebaikan untuk sesama manusia.

Mumpung masih ada waktu. Yang sebaiknya dilakukan adalah segera bersujud. Bersujud adalah lambang penghambaan dan pengabdian kepada Allah SWT. Tidak ada yang dijadikan sebagai Rab dan Ilahnya kecuali Allah. Tiada yang pantas disembah dan diturut perintahnya selain Allah. Prototipenya adalah Nabiyullah Ismail, yang bersedia akan disembelih untuk menuruti perintah Tuhan. Saya tidak membayangkan bahwa ada anak yang baru baligh lalu memiliki pandangan yang sedemikian jernih dalam kepercayaan, pengabdian dan kepasrahannya kepada Allah SWT.

Mungkin kita akan menyatakan bahwa pantaslah Nabi Ismail begitu, kan Beliau akan menjadi Rasulullah. Beliau sudah disiapkan sebagai orang yang memiliki keyakinan, penghambaan dan kepasrahan yang luar biasa. Namun perlu diingat bahwa yang dilakukan oleh para Nabi adalah ibrah bagi kita. Teladan bagi manusia. Nabiyullah itu adalah uswah tentang bagaimana seharusnya manusia merajut kehidupannya di hadapan Allah SWT.

Keteladanan dalam mengabdikan diri dan ketawakwaanya  di hadapan Allah yang dilambangkan dengan sujud merupakan tradisi para Nabi yang mesti harus diikuti. Dan sebagai umat Muhammad SAW sudah tentu kita harus melakukannya. Ada banyak ayat yang memerintahkan kita bersujud. Semuanya menggambarkan tentang bagaimana kepatuhan manusia terhadap Tuhan itu diekspresikan.  Di dalam Surat Al Hajj ayat 77 dinyatakan: “Ya ayyuhal ladzina amanur ka’u was judu wa’budu rabbakum waf ‘alul khoiro la’alakum tuflihun”. Yang artinya: “wahai orang-orang yang beriman, rukuklah  dan sembahlah Tuhanmu dan berbuatlah kebaikan, agar kamu beruntung”.

Dengan demikian, manusia memang diberikan waktu oleh Allah untuk bersujud kepada-Nya, rukuk kepada-Nya, dan menyembah hanya kepada-Nya dan diminta untuk berbuat baik. Dan dengan cara itu maka manusia akan memperoleh kebahagiaan. Jika tidak melakukannya maka manusia berada di dalam kerugian. Kita semua sudah melakukannya, dan semoga kita akan menjadi hambanya yang bertaqwa kepada-Nya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

 

 

 

Categories: Opini
Comment form currently closed..