Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PUASA YANG MENCERAHKAN EMOSI: RENUNGAN RAMADLAN (4)

PUASA YANG MENCERAHKAN EMOSI: RENUNGAN RAMADLAN (4)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sebagai makhluk social, maka manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan relasi sosialnya, baik dalam relasi khusus maupun relasi pada umumnya. Relasi khusus misalnya dalam hubungan keluarga atau kerabat dan relasi umum terkait dengan masyarakat di sekelilingnya maupun masyarakat secara lebih luas. Seirama dengan kemajuan teknologi informasi, maka manusia juga mengembangkan relasi virtual. Di dalam relasi virtual ini, maka jarak tidak menjadi kendala di dalam relasi social.

Di dalam relasi social tersebut,  manusia tidak hanya menggunakan kemampuan akalnya atau rational intelligent, tetapi juga menggunakan perasaannya atau emotional intelligent. Di dalam dunia psikhologi bisa disebut sebagai kemampuan emosional atau di dalam dunia inteligensi disebut sebagai emotional intelligent. Manusia memiliki kemampuan melebihi makhluk Tuhan lainnya, terutama di dalam konteks kepemilikan emosi atau perasaan, misalnya senang, sedih, susah, marah dan ngambek. Binatang, misalnya tidak memiliki perasaan seperti ini. Sejauh yang dimiliki adalah insting, misalnya mencarikan makan untuk anaknya, melindungi anaknya atau kebutuhan keselamatan untuk dirinya dan harus memenuhi kebutuhan fisiknya.

Manusia sungguh ciptaan Tuhan yang kompleks. Ada kemampuan rasional dan logis yang bersumber dari otak. Ada perasaan yang bersumber dari hati dan ada kemampuan spiritual yang bersumber dari dimensi ketuhanan. Inilah sesungguhnya yang membedakan manusia dengan makhluk paling hebat sekalipun di dunia. Hewan hanya memiliki insting, yang dengan instingnya itu hewan mempertahankan dirinya dan mengembangkan keturunannya. Tetumbuhan juga bisa mengembangkan dirinya melalui biji  yang sengaja ditanam atau tumbuh sendirinya. Binatang atau tetumbuhan bisa bertahan hidup dan mengembangkan keturuan karena ketersediaan bahan makanan sebagai asupan untuk kehidupannya.

Ada sesuatu yang lebih hebat lagi dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya adanya sifat kasih sayang yang dimiliki oleh manusia. Kasih sayang manusia sesungguhnya bersumber dari sifat kasih sayang yang dilabelkan kepada sifat Allah SWT, al Rahman  dan  al Rahim. Allah memiliki sifat yang melazimi seluruh sifat lainnya yaitu sifat kasih sayang kepada hambanya. Allah memiliki sifat-sifat lainnya tetapi pada akhirnya yang dominan adalah sifat kasih sayangnya. Bi ismillah al Rahman al Rahim. Dengan Nama Allah yang maha pengasih dan penyayang. Sifat kasih sayang merupakan pangejawantahan sifat Allah SWT yang ditiupkan kepada umat manusia.

Dalam pandangan saya, bahwa sifat dasar manusia sesungguhnya adalah kasih sayang. Jika kemudian di dalam perjalanan hidup terdapat sifat-sifat yang mengeliminasinya, maka hal tersebut dipengaruhi oleh banyak hal, misalnya factor lingkungan, kepentingan dan pertarungan hidup yang keras di dunia yang semakin kompleks. Tekanan demi tekanan kehidupan menyebabkan tergusurnya sifat kasih sayang menjadi kecemburuan, kebencian, dan kemarahan yang menyebabkan terjadinya disharmoni di dalam kehidupan.

Islam mengajarkan agar manusia saling mengasihi dan saling menyayangi. Tidak terbersit di dalam dirinya untuk memusuhi apalagi mencelakannya. Jika kita resapi akan ajaran kasih sayang itu, maka seakan-akan betapa dholimnya jika kita menyakiti atas orang lain. Bahkan terhadap binatang sekalipun kita tidak boleh semena-mena. Jika kita harus menyembelih hewan untuk kepentingan manusia, maka cara dan metodenya juga diajarkan agar tidak menyakiti. Subhanallah.

Di dalam realitas social, ada banyak orang yang bermusuhan, bahkan membunuh karena kepentingan. Bisa karena pangkat dan jabatan, harta dan kekayaan orang bisa saling berseteru. Bisa karena ketersinggungan masalah individual, lalu a bisa menjadi masalah komunal dan khirnya menjadi masalah masyarakat.

Itulah sebabnya puasa itu mengajarkan agar manusia bisa menjaga hawa nafsunya. Nafsu amarah dan nafsu lawwamah. Menjaga detakan jantungnya. Coba perhatikan jika orang marah pasti jantungnya berdebar-debar. Artinya ada relasi antara detakan jantung, dengan nafsu amarah atau  kemarahan. Puasa itu menjaga agar detak jantung sebagai instrument nafsu amarah bisa terkendali. Islam mengajarkan jika kita marah. Jika kita sedang berdiri, maka agar kita duduk, jika dengan duduk marah kita masih bersemanyam di dalam diri, maka kita diminta berwudlu. Di dalam Hadits Nabi, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dinyatakan: “sesungguhnya amarah itu dari setan dan setan diciptakan dari api. Api akan padam dengan air.  Apabila  salah seorang dari kalian marah, hendaknya berwudlu”. Ini merupakan penjabaran dari hukum berpasangan di dalam Islam. Ada api ada air. Kala api kemarahan berada di dalam diri, maka air wudlu yang akan menihilkannya.

Puasa yang kita lakukan adalah untuk membangkitkan kembali perasaan kasih dan sayang. Untuk menghindari nafsu kebinatangan dan nafsu kemarahan. Untuk memperteguh rasa kemanusiaan.  Rasa yang pasti ada di dalam diri manusia. Tidak ada manusia yang tidak memiliki rasa kasih dan sayang meskipun sangat kecil. Puasa merupakan upaya untuk menyemai dan menumbuhkan kembali perasaan manusia yang fitri, yang selaras dengan sifat Tuhan Yang Rahman dan Rahim.

Jika kita dapat  menjadikan puasa sebagai pelatihan jiwa agar berselaras dengan perintah Tuhan, maka manusia dapat menjadi seperti Malaikat atau kal malaikat. Tetapi jika tidak maka kita akan terus berkutat dengan nafsu yang merusak karena sifat kebinatangan dan keamarahan yang tidak terkendali, dan jika seperti ini maka kita akan kal hayawan. Mari kita renungkan mumpung kita masih diberi waktu.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

Categories: Opini
Comment form currently closed..