• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

DAHSYATNYA LAILATUL QADAR: RENUNGAN RAMADLAN (20)

DAHSYATNYA LAILATUL QADAR: RENUNGAN RAMADLAN (20)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Di antara kelebihan Bulan Ramadlan bagi umat Islam adalah diturunkannya Aqur’an. Sebagaimana yang dipahami oleh ulama-ulama di Indonesia bahwa turunnya Alqur’an adalah pada  17 Ramadlan. Jadi, pada 2023, peringatan turunnya Alqur’an atau Nuzulul Qur’an pada  8 April 2023 yang lalu. Hal itu bertepatan dengan tanggal 17 Ramadlan 1444 Hijriyah. Tetapi selain ada peristiwa turunnya Alqur’an juga terdapat malam yang sangat luar biasa dahsyatnya yang melebihi 1000 bulan  yang disebut sebagai Lailatul Qadar.

Demikian inti ceramah yang disampaikan oleh Ustadzah Luluk Ita Nur Rasidah, SAg.,  Mahasiswi Pascasarjana Prodi Tafsir dan Hadits UIN Sunan Ampel Surabaya. Ustadzah Luluk adalah mahasiswi UINSA yang beberapa kali menjadi juara dalam lomba syarhil Qur’an pada even MTQ Nasional yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama. Selain itu juga sering menjadi pembawa acara pada acara Wisuda pada UINSA.

Di dalam ceramahnya, ustadzah Luluk menjelaskan tentang hikmah diturunkannya  lailatul qadar. Ustadzah Luluk menukil Kitab tafsir dari ulama Indonesia.  Berdasarkan tafsir Al Misbah yang ditulis oleh Prof. Dr. M. Quraisy Syihab, maka Lailatul Qadr tersebut memiliki rahasia dan keutamaan yang sangat dahsyat.

Pertama, adalah malam diturunkannya Alqur’an. Alqur’an al karim sesungguhnya diturunkan pada bulan Ramadlan sehingga disebut sebagai bulan yang sangat mulia. Alqur’an adalah kalam Tuhan yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW dan kemudia dijadikan sebagai kitab suci bagi umat Islam. Kalam Tuhan di dalam Islam menjadi kitab suci Alqur’an dan di dalam agama Nasrani menjadi tubuh Yesus atau Isa al Masih. Kitab suci Alqur’an diyakini berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW akan dapat menjadi penolong manusia besuk di padang mahsyar.

Kedua, adalah malam yang mulia, sebab amalan ibadah yang dilakukan pada malam itu akan memiliki nilai lebih dari 1000 bulan. Para ulama berbeda pendapat tentang kapan turunnya malam qadr. Ada yang menyatakan pada bulan Ramadlan, ada yang menyatakan 10 hari terakhir, ada yang menyatakan pada malam ganjil, ada yang menyatakan pada malam 27.

Di dalam Alqur’an dijelaskan sebagaimana  tercantum di dalam surat Al Qadr, yaitu: inna ‘anzalnahu fi lailatul qadr. Wa ma adraka ma lailatul qadr. Lailatul Qadri khoirum min alfi syahr. Tanazzalul malaikatu warrughufiha bi idzni rabbihim min kulli amr. Salamun hiya hattamath la’il fajr. Yang artinya: “sesungguhnya kami turunkan Alqur’an pada malam  qadr. Apakah lailatul qadr tersebut. Malam kemuliaan  itu lebih baik dari pada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Roh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah  (malam itu) sampai terbit fajar”.

Ketiga,  malam turunnya para malaikat untuk memberi ucapan selamat kepada para jamaah masjid, mushalla dan tempat ibadah umat Islam. Pada malam  qadar tersebut para malaikat diberi izin oleh Allah untuk datang ke bumi guna menyebarkan berkah yang diberikan oleh Allah. Para malikat tersebut menurunkan berkah dari Allah kepada umat Islam yang menjalankan perintah Allah, misalnya bertadarrus Alqur’an, membaca dzikir, melakukan qiyamul lail, dan melakukan amalan-amalan kebaikan.

Keempat, malam yang tenang. Di antara pertanda datangnya malam lailatul qadar adalah kala alam menjadi tenang. Alam berada di dalam kedamaian. Alam berada di dalam kesenyapan. Alam berada di dalam nuansa yang penuh dengan kebaikan. Suasana alam sangat berbeda dengan malam-malam lainnya yang bukan turunnya lailatul qadr. Bagi para alim yang telah memasuki kedekatan dengan Tuhan, maka akan bisa merasakan adanya perbedaan nuansa alam dimaksud.

Saya menambahkan sedikit analisis terkait dengan malam qadar. Setiap umat Islam yang telah menjalani ajaran Islam dengan baik, maka dipastikan memiliki potensi untuk memperoleh anugerah lailatulqadr. Namun secara tipologis akan dapat dikategorikan sebagai berikut: 1) para ahli tasawuf yang sudah memasuki dunia tajalli atau memasuki area ketuhanan atau kedekatannya dengan Allah itu sudah dalam kemenyatuan, maka memiliki potensi yang sangat besar. Kemenyatuan itu adalah bahasa simbolis bukan bahasa realitas. Artinya manusia yang berbadan fisik itu lalu masuk ke dalam Tuhan, tetapi melambangkan tentang kedekatan yang tidak terpisah jarak secara spiritual atau alam ruhaniyah.

2) para alim atau ahli ilmu, misalnya ahli fiqih, ahli hadits, ahli  tafsir juga potensial untuk mendapatkan rahmat Allah yang berupa berkah lailatul qadr. Dan ke 3) adalah orang awam juga potensial untuk mendapatkan malam qadar. Hanya saja bahwa upaya untuk memperoleh malam qadar, bagi ketiganya memang berbeda.

Adakah malam qadar itu? Jawabannya berasal dari Parker Carner, ilmuwan NASA,  menyatakan bahwa NASA menyembunyikan fakta tentang lailatul qadar. Malam  Qadar atau disebut baljah di mana suhu di bumi sedang dan tidak ada meteor jatuh ke bumi, lalu pada  pagi harinya matahari terbit tanpa radiasi. Setiap hari terdapat sebanyak 10 bintang dan 20 ribu meteor yang jatuh ke bumi dan pada malam qadar itu tidak ada satupun bintang dan meteor yang jatuh. NASA sudah menemukan fakta ini sesuai dengan pernyataan  Dr. Abdul Basyid As Saeed bahwa lailatul qadar merupakan fenomena yang nyata.  Dari temuan NASA ini, akhirnya Parker Carner masuk Islam.

Kebenaran Islam sudah dibuktikan tidak hanya dengan akal transcendental tetapi juga dengan akal ilmiah. Jika sudah seperti ini, lalu apakah ada yang menyangsikan kebenaran Islam. Saya kira memang hanya hidayah Allah saja yang memastikannya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

HAKIKAT BERSYUKUR: RENUNGAN RAMADLAN (19)

HAKIKAT BERSYUKUR: RENUNGAN RAMADLAN (19)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sebagai makhluk ciptaan Allah yang terbaik, fi ahsani taqwim, maka manusia memiliki kelebihan dibanding makhluk Tuhan lainnya. Manusia bisa berpikir, merasa dan memiliki rasa kasih sayang, dan perasaan ketuhanan. Manusia memang diciptakan sebagai sebaik-baik ciptaan, bahkan lebih baik dari makhluk Tuhan yang gaib sekalipun. Hanya saja di dalam perjalanan kehidupan ada yang bisa dikategorikan kal hayawan atau seperti binatang dan kal malaikah atau seperti malaikat.

Salah satu kelebihan manusia adalah diberi potensi untuk bersyukur kepada Allah SWT. Sebagaimana yang sering saya tulis, bahwa bersyukur itu dapat dilakukan dengan ucapan misalnya alhamdulillahi rabbil alamin dan juga melalui perbuatan baik yang ditujukan kepada Allah, kepada manusia dan juga bahkan kepada makhluk hidup lainnya. Menjalankan amalan kebaikan merupakan salah satu cara kita bersyukur kepada Allah. Kala diberi kekayaan  yang cukup, maka kita berdekah, berinfaq,  dan berzakat. Kala  diberi kekuasaan kita sedekah dengan kekuasaan, dan sebagainya.

Menurut Gus Khobirul Amru, Al Hafidz, yang mengutip ulama-ulama Islam,  di dalam salah satu ceramah Tarawih di Masjid Al Ihsan, Ahad/09/04/2023, dinyatakan bahwa ada dua pemahaman tentang syukur, yaitu: syukur dalam makna bahwa Allah melanggengkan kenikmatan yang diberikan kepada kita, dan syukur bermakna bahwa kenikmatan  itu ditambah-tambah oleh Allah SWT. Jadi hakikat syukur adalah untuk  kelanggengan kenikmatan dan bertambahnya kenikmatan. Keberkahan yang berlipat-lipat. Pertambahan berkah adalah inti dari nikmat Allah SWT.

Ada nikmat yang hanya sebentar dirasakan dan setelah itu selesai. Tetapi ada juga nikmat yang terus dirasakan dan bahkan bertambah-tambah kenikmatan tersebut. Itulah sebabnya manusia harus bersyukur kepada Allah agar kenikmatan tersebut terus bertambah dan bukan sebaliknya. Kelanggengan dan pertambahan kenikmatan tersebut akan diberikan Allah jika kita bersyukur kepada Allah. Lain syakartum la azidannakum wa lain kafartum inna adzabi lasyadid. Kurang lebih artinya adalah jika kamu bersyukur kepada Allah, maka Allah akan menambah kenikmatannya dan jika kamu ingkar maka Allah akan memberikan adzab yang pedih.

Sungguh nikmat Allah itu sangat besar bagi kehidupan manusia. Bahkan seandainya kita menghitungnya pasti tidak akan mampu  menghitungnya. wain ta’uddu ni’matallahi la tuhsuha (An Nahl, 18),  yang artinya dan  jika kamu  akan menghitung nikmat Allah pasti kamu  tidak akan mampu menghitungnya. Begitu Allah menjelaskannya. Begitu banyaknya nikmat Allah kepada manusia yang dirahmatinya. Hanya saja terkadang kita lupa untuk bersyukur atas semua kenikmatan Allah dimaksud.

Betapa banyak nikmat Allah atas kesehatan. Berapa banyak oksigen yang bisa dihirup dengan leluasa setiap jam, setiap hari dan setiap tahun. Tanpa biaya alias gratis. Padahal harga oksigen itu mahal sekali. Jika kita menggunakan oksigen yang disediakan pabrik untuk urusan kesehatan betapa mahalnya agar oksigen dimaksud. Lalu, misalnya jantung sebagai pemompa darah ke otak. Betapa besar nikmat Allah selama ini terhadap fungsi jantung yang  secara natural kita terima. Jika jantung  terjadi masalah misalnya penyempitan pembuluh darahnya, maka misalnya harus dilakukan operasi by passed, tentu tetap mengandung resiko. Jika paru-paru yang bermasalah, maka tentu juga harus melalui proses operasi rumit. Jika kena diabetes lalu harus minum obat selama hidup dan injeksi insulin. Belum lagi penyakit kanker, hipertensi, hemodialisa, dan hepatitis. Tentu masih ada sejumlah penyakit lain yang akan menjadi beban bagi individu di dalam kehidupan.

Oleh karena itu, betapa mahalnya kesehatan. Bahkan mungkin tidak bisa dibayangkan. Di dalam realitas ini, maka Allah telah memberikan kepada kita kenikmatan yang luar biasa besarnya, yaitu nikmat kesehatan.

Belum lagi nikmat kepemilikan harta benda, kekayaan dan status sosial yang baik. Dengan harta dan kekayaan, dengan status sosial dan kedudukan maka kita akan memiliki banyak kenikmatan. Selain itu juga ada fungsi latent atau fungsi tambahan dari  seluruh fungsi manifest yang terkait dengan fungsi status dan fungsi sosial dimaksud. Misalnya setiap jabatan akan mengandung fungsi manifest sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, dan juga mengandung fungsi latent berupa kekuasaan yang lebih luas.

Bayangkan kenikmatan yang didapat dengan fungsi-fungsi ini, sehingga sudah sepatutnya orang yang berada di dalam jalur ini harus bersyukur kepada Allah SWT, agar kenikmatan itu akan dapat dirasakan secara terus menerus dan bahkan bertambah banyak dan bermanfaat. Makanya Allah menganjurkan agar kita bersyukur  atas kenikmatan yang kita dapatkan.

Islam mengajarkan agar selain menikmati pemberian Tuhan juga bersyukur atas kenikmatan tersebut. Islam selalu mengajarkan adanya ajaran keseimbangan. Menerima dan memberi. Terima dan kasih. Terima kasih maknanya kita menerima dan ngasih atas apa yang kita terima. Islam mengajarkan ajaran kasih dan sayang dalam bentuk zakat, infaq dan shadaqah serta wakaf yang bertujuan untuk kepentingan kesejahteraan sosial.

Dengan demikian, sesungguhnya Allah sudah memberikan petunjuk yang jelas agar kita bersyukur, dan siapa yang bisa bersyukur maka Allah akan melanggengkan kenikmatan yang kita terima dan bahkan memberikan lebih banyak lagi kenikmatan tersebut.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

KESEHATAN JIWA BETAPA PENTINGNYA: RENUNGAN RAMADLAN (18)

KESEHATAN JIWA BETAPA PENTINGNYA: RENUNGAN RAMADLAN (18)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Menjadi orang sehat lahir dan batin atau menjadi sehat fisik dan jiwa atau sehat wal afiat adalah karunia yang sangat luar biasa bagi umat manusia, tidak perduli apa etnisnya, suku bangsanya, agamanya dan golongan sosialnya. Semua orang memang membutuhkan sehat agar hidup menjadi bermakna. Tanpa kesehatan lahir dan batin, maka hidup hanyalah sekedar hidup, hidup yang tidak membawa kepada kebahagiaan. Sama sekali.

Manusia memiliki kebutuhan, baik kebutuhan fisik atau kebutuhan biologis, kebutuhan sosial dan kebutuhan integrative. Semua kebutuhan ini harus dipenuhi secara seimbang. Ada hukum keseimbangan yang mendasari semuanya. Tetapi di dalam realitasnya, ada orang yang melebihkan kebutuhan biologis, misalnya dengan menumpuk harta dengan cara apapun. Hidup untuk memenuhi insting kebinatangan, yang hanya memenuhi kebutuhan biologisnya. Banyak manusia yang terjerembab pada area ini, sehingga kebutuhan integrative yang di dalamnya terdapat kebutuhan spiritual, lalu tidak terurus apalagi terpenuhi. Tipe manusia seperti ini yang banyak jumlahnya.

Seirama dengan semakin menguatnya sikap hidup hedonis dan materialistis, maka manusia banyak yang memiliki moral hazard, permissiveness dan serba boleh. Apapun dilakukan asal tujuan hidupnya tercapai. Di dalam politik disebut sebagai prilaku Machiavellis atau tujuan menghalalkan segala cara. Untuk mencapai tujuan, apapun bisa dilakukan. Pokoknya tujuan tercapai. Makanya kemudian menghasilkan manusia yang tidak memiliki moralitas berbasis ajaran agama.

Puasa diturunkan oleh Allah SWT agar manusia bisa mengekang hawa nafsu yang serakah, ingin menang sendiri, menganggap diri paling hebat, merasa paling bermanfaat, merasa bahwa dirinya tidak memiliki lawan dan sebagainya. Puasa  disyariatkan dalam rangka untuk mengeliminir atas kecenderungan nafsu yang salah arah. Mengedapkan nafsu amarah dan nafsu lawwamah, sebaliknya meminggirkan nafsu muthmainnah.

Lalu apa kaitan antara puasa dan kesehatan jiwa? Kesehatan fisik dan kesehatan jiwa merupakan dua komponen yang tidak bisa dipisahkan. Qalbun salim fi jismin salim. Hati atau jiwa yang sehat terletak di dalam badan yang sehat. Ini pasti. Ini dalil. Artinya tidak ada orang yang bisa membantah atas maqalah ini. Jadi artinya bahwa ada tubuh yang sehat dan ada hati yang sehat. Jika keduanya sehat maka bahagialah kita sebagai manusia. Orang yang badannya sehat pastilah happy. Tetapi orang yang tubuhnya sehat belum tentu jiwanya sehat. Misalnya orang gila. Di dalam banyak hal tubuhnya sehat meskipun yang dimakan itu belum tentu makanan yang sehat. Yang diminum juga belum tentu minuman sehat.

Salah satu keuntungan kita adalah memiliki badan yang sehat dan jiwa yang sehat. Keduanya fixed untuk hidup sebagai manusia yang normal. Hidup normal sesuai dengan usia kita. Janganlah orang tua mengukur kesehatan fisik, terutama, dengan yang masih muda. Ibaratnya mesin, maka orang tua itu pastilah banyak orderdil di dalam tubuhnya yang sudah karatan, ada yang aus, ada yang perlu direparasi dan seterusnya. Yang bermasalah misalnya jantung, paru-paru, gula darah, kolesterol, asam urat, pencernaan, dan sebagainya. Berkurangnya fungsi masing-masing tentu dipengaruhi oleh factor usia. Semakin tua maka semakin banyak organ tubuh yang mengalami penurunan fungsi.

Termasuk juga kemampuan otak manusia. Jika usia menua, maka kemampuan berpikir juga berkurang. Contoh sederhana, tulisan tangan akan menjadi  semakin jelek dan sulit terbaca. Jika mengetik di laptop atau lainnya maka  kemampuan tangan tidak seimbang dengan kapasitas otak, sehingga banyak kesalahan di dalam tulisan. Jadi memang terdapat penurunan fungsi fisik di kala usia semakin merambat tua.

Sesungguhnya, ada kaitan antara fisik dan jiwa karena keduanya bekerja secara sistemik. Jiwa yang sehat hanya akan terjadi karena fisik yang sehat. Dan jiwa yang sehat juga akan berpengaruh terhadap kesehatan fisik. Makanya, kita harus berpikir positif atau positive thinking agar fisik kita tidak terpengaruh olehnya. Orang yang suka marah,  maka akan berpengaruh terhadap tekanan darah, tekanan gula darah dan juga fungsi-fungsi tubuh lainnya. Orang yang memiliki problem besar di dalam hidupnya dan tidak kunjung ada solusinya, maka juga akan berpengaruh terhadap kesehatan fisiknya.

Itulah sebabnya kita harus berpikir positif. Berpikir yang sehat. Dengan berpikir yang sehat, maka tubuh kita juga akan menjadi sehat. Dan di antara cara terpenting agar tubuh kita sehat adalah adalah dengan pikiran yang penuh dengan syukur atas kenikmatan Allah SWT. Bersyukur dengan ungkapan dan perbuatan. Dengan ungkapan, misalnya dengan menyatakan syukur alhamdulillah, lalu syukur dengan perbuatan adalah selalu beramal kebaikan. Bershadaqah, berinfaq, menyenangkan hati orang lain, jangan iri dan dengki, jangan hasud pada orang lain dan semua amalan yang akan menjadikan hati atau jiwa kita menjadi jiwa yang muthmainnah.

Orang kaya dan banyak hartanya belum tentu jiwanya tenang. Orang yang berkuasa juga belum tentu jiwanya tenang. Orang yang kekurangan juga bisa hidupnya tenang. Semuanya kembali kepada bagaimana kita mengolah batin, agar kita berada di dalam aura kehidupan yang bersyukur atas semua nikmat Allah, terutama nikmat bisa mengabdi dan beribadah kepada-Nya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

KALA SETAN DIBELENGGU: RENUNGAN RAMADLAN (17)

KALA SETAN DIBELENGGU: RENUNGAN RAMADLAN (17)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Bermula dari Pak Mulyanta yang mengantarkan diskusi dalam acara Ngaji Bahagia di Masjid Al Ihsan, Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya. Pada bulan Puasa ini memang Ngaji Bahagia tidak selalu Hari Selasa, akan tetapi terkadang dilaksanakan pada Hari Rabo. Ketepatan untuk Ngaji Bahagia kali ini dilaksanakan pada Hari Rabo, 22/03/2023. Sebagaimana biasa maka acara ini dihadiri oleh Ketua Ta’mir Masjid, Pak Rusmin, lalu juga  Pak Budi, Pak Hardi, Pak Sahid, Pak Suryanto, Pak Lukman, Cak Alif, Cak Daus dan lain-lain.

Pak Mulyanta, menyampaikan agar kita semua bersyukur ke hadirat Allah SWT karena berkah yang diberikan oleh Allah SWT. Kita bisa berpuasa dan semoga sampai akhir bulan tidak ada halangan bagi kita untuk terus berpuasa. Sungguh-sungguh kita ini berbahagia karena bisa melaksanakan kewajiban kita sebagai umat Islam. Semoga puasa yang kita lakukan ini menjadi bukti atas keimanan dan keislaman kita semua.

Berikutnya juga disampaikan bahwa puasa itu ibadah yang khusus, karena sudah diwajbikan kepada umat-umat sebelum kedatangan Nabi Muhammad SAW. Artinya bahwa umat-umat Nabi terdahulu juga sudah melaksanakan puasa. Hanya saja tatacara puasanya tentu berbeda dengan puasa yang kita lakukan. Dan dalam  hal yang perlu didiskusikan adalah bagaimana setan itu dibelenggu atau setan itu dikerangkeng. Bagaimana membelenggunya dan apakah benar setan itu dibelenggu pada bulan puasa. Jika memang benar dibelenggu tentu tidak ada orang yang melakukan kesalahan dan dosa. Padahal di bulan puasa ini masih banyak perilaku dosa yang dilakukan bahkan oleh orang Islam, orang yang mengaku sebagai orang Islam. Ini hal yang perlu mendapatkan pencerahan.

Secara tidak langsung, maka saya yang menjadi narasumber tentang ungkapan menarik dari Pak Mulyanta tersebut. Oleh karena itu lalu saya sampaikan beberapa hal mendasar mengenai pertanyaan-pertanyaan menarik dimaksud. Pertama, puasa merupakan ibadah yang secara umum dilakukan oleh umat manusia. Agama-agama, baik agama Samawi maupun agama ardhi, maka di dalamnya terdapat ajaran puasa. Jadi puasa bukan ajaran di dalam Islam saja tetapi ajaran agama-agama di seluruh dunia. Jadi berpuasa merupakan pola umum ajaran agama-agama di dunia. Hanya caranya yang berbeda. Ada yang hanya tidak memakan daging, ada yang puasa pada hari-hari tertentu dengan menghindari pantangan tertentu dan ada yang puasanya itu selama hidup dan hanya makan sekali dalam satu hari, dan sebagainya. Bahkan juga di dalam tradisi Jawa dikenal ada puasa-puasa yang  khas yang merupakan tradisi turun temurun dari leluhur masyarakat Jawa, misalnya puasa mutih, puasa ngebleng, puasa ngrowot, puasa pati geni, puasa mbatang dan sebagainya. Semua ini dilakukan dalam kerangka untuk terkabulnya keinginan kita sebagai manusia.

Islam sebaliknya mengajarkan tatacara puasa yang berbeda. Yaitu tidak makan,  minum dan perilaku seksualitas pada siang hari dan tidak berpuasa pada malam hari. Di dalam puasa maka kita diminta untuk tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa, misalnya menggunjing, melihat-lihat sesuatu yang membatalkan puasa dan mendengarkan hal-hal yang mengurangi keabsahan puasa. Jika kita ingin puasa dengan memperhatian mana yang dilarang dan mana yang harus ditinggalkan maka kita akan memperoleh pahala yang sangat besar dan bahkan dijanjikan akan diampuni dosa kita pada masa yang lalu. Ghufiro lahu ma qaddama min dzanbihi.

Kedua,  di dalam Islam, begitu pentingnya bulan Ramadlan, dan pentingnya umat Islam untuk menjalankan puasa, maka sampai Rasulullah SAW itu menyatakan bahwa pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup dan setan dibelenggu. Hadits ini menggambarkan betapa pentingnya puasa bagi umat Islam. Selain rewardnya yang hebat, bisa menghapus dosa, dilipatgandakan pahala, dan bahkan surga dibuka, neraka ditutup dan setan dibelenggu. Inilah berita gembira bagi orang yang melakukan puasa. Orang yang diberikan keutamaan karena menjalankan ibadah puasa. Bahkan Allah juga akan memberikan langsung pahala kepada orang yang melakukan ibadah puasa. Wa ana ijzi bihi. Luar biasa.

Ketiga, Sabda Nabi Muhammad SAW sebagaimana diriwayatlan oleh Bukhori dan Muslim, menyatakan Rasulullah SAW bersabda: “Apabila bulan Ramadlan datang, maka pintu-pintu surga akan dibukakan,  dan pintu-pintu neraka akan ditutup, serta setan-setan akan dibelenggu”. Apa kira-kira pemahaman kita tentang hadits yang diriwayatkan oleh dua ulama hadits terkenal ini. Menurut saya ada tiga hal yang bisa dijelaskan, yaitu:

1) jika melihat makna lafdzi atau makna teks yang terekspose, maka dipastikan bahwa surga dibuka, neraka di ditutup dan setan dibelenggu itu sesuatu yang bercorak fisikal transcendental atau imajinasi fisik yang tidak kasat mata. Jadi diimaginasikan bahwa surga dan neraka itu ada fisiknya, demikian pula setan itu juga ada jasadnya. Dalam pemahaman kaum jismiyah, maka semuanya ada bendanya, ada fisiknya. Bahkan misalnya kala Allah itu bersemayam di arasy, maka arasy itu adalah jisim atau benda fisik tetapi berbeda dengan benda fisik di dunia ini. Makanya kemudian juga  ada yang menyatakan bahwa Arasy itu adalah symbol atau lambang kekuasaan Allah. Atau Allah itu memiliki kekuasaan, yang tidak bisa digambarkan dalam pikiran manusia.

2) pemahaman lain menyatakan bahwa setan dibelenggu itu adalah makna simbolik, bukan makna realitas. Jadi artinya bahwa setan tidak mengganggu manusia karena manusia sedang melakukan puasa. Setan itu dilambangkan dengan nafsu. Jadi kala puasa maka nafsu kita seperti dibelenggu. Yang membelenggu adalah diri kita sendiri karena sedang melakukan puasa. Makanya kala diajak untuk melakukan suatu perbuatan yang bisa merusak puasa, maka kita harus menyatakan: inni shaimun. Saya sedang berpuasa.

3) hakikat setan adalah nafsu manusia, yaitu nafsu lawwamah dan nafsu amarah. Nafsu yang labil dan nafsu yang mendorong kepada kemaksiatan. Di dalam diri manusia terdapat nafsu kebinatangan  ialah nafsu yang memuja insting  misalnya keinginan untuk memenuhi kebutuhan biologis saja. Sedangkan nafsu amarah adalah nafsu yang selalu mengajak kepada keburukan. Mengarah kepada sifat hayawaniyah. Dan juga terdapat potensi nafsu muthmainnah atau nafsu yang mendorong kepada kebaikan dan memuja kepada Tuhan.

Jika di dalam hadits Nabi Muhammad SAW itu dinyatakan setan dibelenggu, maka hakikatnya yang dibelenggu adalah nafsu amarah dan lawwamah. Secara simbolik, setan adalah nafsu yang mengajak kepada kejahatan, kejelekan dan keraguan. Puasa lalu dimaknai sebagai ritual untuk mengajak kepada kebaikan dan memuja Tuhan. Makanya, setelah puasa kita akan menjadi fitri artinya kita menuju kepada nafsu mutmainnah, yang jiwa kita berada di dalam dekapan Allah SWT.

Wallahu a’lam bi al shawab.

TUJUAN AKHIR IBADAH LA’ALLAKUM TUFLIHUN: RENUNGAN RAMADLAN (16)

TUJUAN AKHIR IBADAH LA’ALLAKUM TUFLIHUN: RENUNGAN RAMADLAN (16)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Ibadah adalah upacara ritual yang dilakukan manusia di dalam kehidupan di dunia agar manusia memperoleh ridla Allah SWT dan berakhir dengan kebahagiaan. Jadi tujuan akhir dari semua ibadah yang kita lakukan, apapun bentuk dan jenisnya, maka yang diharapkan adalah kita bisa berbahagia, tidak hanya kebahagiaan di dunia tetapi juga kebahagiaan di akherat. Sa’idun fid daraini.

Inilah inti percakapan saya dalam ceramah Ramadlan, yang saya sampaikan pada jamaah Masjid Al Ihsan, Perumahan Lotus Regency, Ketintang Surabaya. 06/04/2023.  Ceramah Ramadlan  dilaksanakan selama sebulan penuh ini tentu menghadirkan banyak ustadz dengan berbagai latar belakang pendidikan. Bahkan banyak di antaranya yang hafal Alqur’an. Suatu bulan yang menggembirakan karena selain bisa beribadah lebih banyak juga dapat menimba ilmu pengetahuan keislaman dari narasumber yang mumpuni.

Ada tiga hal yang saya sampaikan kepada jamaah shalat tarawih, yaitu: pertama,  bersyukur kepada Allah SWT bahwa kita sehat luar dan dalam. Badan sehat dan hati juga sehat. Fit luar dan dalam. Inilah yang sesungguhnya diharapkan oleh manusia. Tidak ada satupun manusia yang tidak ingin hidup dengan kesehatan yang prima. Fisiknya sehat jiwanya juga sehat. Dan puasa menjanjikan kesehatan itu. Shumu tasihhu. Berpuasalah agar kamu semuanya sehat. Dan ini janjinya Allah. Ingat jika Allah sudah berjanji maka pasti akan ditepatinya. Innallaha la yukhliful mi’ad. Ilmu pengetahuan sudah membuktikan bahwa dengan puasa badan akan menjadi lebih sehat, karena dengan puasa, maka di kala perut kita kosong, maka yang akan dimakan akan lemak-lemak yang tersisa, sel-sel mati dan kemudian akan menumbuhkan sel baru, sel yang sehat. Bersyukurlah kepada Allah SWT.

Kedua, tujuan puasa adalah menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT. La’allakum tattaqun.  Agar menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT. Yaitu  manusia yang selalu menjalankan perintah dan menjauhi larangannya. Manusia yang bertaqwa adalah manusia yang saleh ritual dan saleh sosial. Manusia yang relasi ke atas itu excellence dan ke samping dan bawah juga hebat. Manusia yang hanya saleh ritual saja belum cukup dan manusia yang saleh sosial saja juga tidak memadai. Maka harus seimbang yang vertical dan horizontal. Shalat kita diakhiri dengan mengucapkan salam dan ditujukan kepada orang di sekeliling kita, kiri dan kanan. Sebuah symbol bahwa shalat itu berurusan dengan Allah sebagai bentuk ritual vertical tetapi juga symbol kasih sayang kepada sesama manusia, memberi ucapan selamat.

Islam merupakan agama yang memiliki kepedulian yang sedemikian besar terhadap umat manusia. Bahkan pada saat Nabi menjelang wafat, maka yang diucapkannya adalah ummati, ummati, ummati. Beliau tidak gembira kala dinyatakan bahwa langit sudah terbuka dan seluruh malaikat  disiapkan untuk menjemput rohnya, tetapi yang dipikirkan adalah bagaimana nasib umatnya. Melalui kebijakan Allah SWT, maka surga akan diisi dulu dengan umat Muhammad SAW dan kala umat Muhammad yang beriman dan berislam dengan baik sudah masuk semua, barulah umat Nabi-Nabi lain diperkenankan masuk ke dalam surganya Allah SWT. Begitulah kasih sayang Nabi Muhammad SAW kepada umatnya.

La’allakum tattaqun adalah tujuan instrumental atau tujuan antara. Yaitu yang mengantarai antara perbuatan manusia dengan keridlaan dan kebahagiaan hakiki manusia, khususnya kebahagiaan di alam akhirat. Jadi manusia yang bertaqwa maka dijanjikan Allah untuk menjadi warga surga, sebuah tempat yang dijanjikan oleh Allah SWT. Di dalam Surat Al Buruj, difirmankan: “Innal ladzina amanu wa ‘amilush shalihati lahum jannatun tajri min tahtihal anharu, dzalikal fauzul kabir ”. Yang artinya: “sesungguhnya orang yang beriman dan melakukan amal kebaikan, baginya surga yang  terdapat sungai yang airnya  mengalir di bawahnya, dan mereka memperoleh kemenangan yang agung”.

Ketiga, tujuan seluruh ibadah kita adalah agar kita bahagia. La’allakum tuflihun. Dan endless bliss adalah surga sebagaimana dijanjikan oleh Allah SWT.  Bagi orang yang beriman kepada Allah SWT dan mengamalkan amalan yang baik di dalam kehidupan, maka Allah menjanjikan akan memasukkan ke dalam barisan ahli surga, yang penuh dengan kenikmatan yang luar biasa dibandingkan dengan kenikmatan duniawi.

Insyaallah kita hari ini telah menjadi orang yang baik. Kita sudah berpuasa 15 hari. Sudah masuk dalam 10 hari di tengah-tangah puasa, yakni orang yang akan memperoleh maghfiroh Allah, ampunan agung dari Allah SWT. Kita sudah melampaui 10 hari awal puasa, artinya kita sudah memperoleh rahmat Allah SWT. Rahmat atau Rahman dan Rahim Tuhan adalah sifat asasi Allah. Sifat kasih sayang Allah kepada hambanya. Allah yang memberikan kita hidup dan memberi kita kehidupan. kita akan masuk ke 10 hari terakhir atau disebut sebagai itqun minan nar atau terbebas dari api neraka. Awwaluhu rahmah wa ausatuhu maghfirah wa akhakhiruhu itqun minan nar. Subhanallah.

Dengan demikian inti dari puasa dan amalan baik lainnya itu akan bisa membawa kita kepada kebahagiaan. Semua amalan kebaikan yang kita lakukan akan menghasilkan ketaqwaan, dan ketaqwaan akan menghasilkan kebahagiaan. Kita berharap the endless bliss.

Wallahu a’lam bi al shawab.