• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

JADIKANLAH  ILMU KAMI  BERMANFAAT: RENUNGAN RAMADLAN (25)

JADIKANLAH  ILMU KAMI  BERMANFAAT: RENUNGAN RAMADLAN (25)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Di dalam doa sering  dilantunkan: “Allahumma inna nas’aluka ilman nafi’an wa rizqan wasi’an”. Yang artinya: “Ya Allah sungguh-sungguh kami memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat dan rizki yang lapang”. Doa yang sangat lazim dibacakan terutama setelah shalat maktubah. Shalat wajib. Memiliki ilmu yang bermanfaat adalah kebahagiaan, sebab ilmu bermanfaatlah yang kelak akan memberikan jaminan kepada kita bahwa pahalanya akan mengikuti kepergian kita menuju alam barzakh dan juga alam akhirat.

Pantaslah berbahagia orang yang memilki ilmu pengetahuan meskipun tidak banyak dan kemudian menyampaikan ilmunya kepada hamba Allah lainnya. Yang menjadi ukuran bukan banyak sedikitnya ilmu,  akan tetapi kemanfaatannya bagi umat manusia lainnya. Di dalam Islam dinyatakan bahwa ballighu ‘anni walaw ayatan, sampaikan dariku walaupun  satu ayat. Sabda Nabi Muhammad SAW ini memberikan gambaran bahwa menjadi pendakwah itu tidak harus dengan ungkapan yang panjang dan bertele-tele. Akan tetapi bisa dengan hanya satu ayat tetapi bisa dipahami dan bisa mengubah pengetahuan dan kehidupan orang lain.

Ilmu itu memiliki dua sifat yang terkait dengannya. Ada ilmu yang akhirnya mengarahkan  jalan kepada Tuhan. Dan ada ilmu yang justru menjauhkan manusia dari Tuhan. Jika menilik asal usulnya bahwa setiap ilmu mestinya datang dari Allah, sebab yang memberikan kemampuan otak dengan berbagai sopistikasi saraf-sarafnya  kepada manusia adalah Tuhan Yang Maha Kuasa. Jadi ketika seseorang memiliki ilmu pengetahuan seharusnya mendekatkan jarak dirinya dengan kebenaran Tuhan. Bahkan orang sekaliber Albert Einstein pun menyatakan bahwa Science without religion is lame and religion without science is blind atau sains tanpa agama adalah lumpuh dan agama tanpa sains adalah  buta. Dengan demikian,   relasi agama dan ilmu merupakan dua entitas yang bisa saling mendukung atau mensupport.

Sebagai contoh lebih lanjut, ada orang yang belajar ilmu melalui penelitian tentang fenomena alam dan berakhir dengan beriman kepada Allah swt. Ilmu bisa menjadi washilah perubahan paham, sikap dan keyakinannya kepada Allah SWT. Di dalam tulisan sebelumnya (Renungan Ramadlan 23) saya jelaskan sebanyak 10 professor dalam berbagai disiplin keilmuan yang akhirnya memeluk Islam dan membenarkan ajaran Islam setelah melakukan penelitian secara mendalam terhadap fenomena alam. Ada yang mengkaji air mineral, saraf otak, oceanology, biologi dan sebagainya.

Akan tetapi juga ada yang mempelajari Islam secara tuntas, akan tetapi tidak menghasilkan keimanan pada yang bersangkutan. Para orientalis  adalah contoh orang yang belajar Islam secara tuntas, akan tetapi tidak mendapatkan hidayah dari Allah SWT, bahkan menjelekkan Islam. Dengan demikian, untuk menjadi muslim atau mempercayai keberadaan Allah SWT dengan berbagai konsekuensi ibadah di dalamnya ternyata memerlukan hidayah Allah SWT. Ada yang tidak memperoleh hidayah dan ada yang memperoleh hidayah.

Islam sebenarnya sangat menghormati terhadap ilmu. Misalnya hadits Nabi Muhammad SAW: “uthlubul ‘ilma walaw bish shin”, yang artinya: “carilah ilmu meskipun di negeri China”. Saat Nabi Muhammad SAW berada di Makkah dan Madinah, yang konon masyarakatnya disebut jahiliyah, maka China sudah berkembang pemikiran filosofis yang hebat. China telah menjadi pusat peradaban di wilayah Timur. China dengan kekaisarannya, lebih maju dibandingkan dengan masyarakat Arab. Termasuk juga ilmu pengetahuan. Itulah sebabnya, Nabi Muhammad SAW mengamanatkan umat Islam untuk belajar di China.

Spirit ajaran Islam untuk mengejar ilmu pengetahuan inilah yang kemudian menyebabkan perkembangan ilmu pengetahuan yang luar biasa. Di Masa kekhalifahan Abbasiyah, maka akademi-akademi hikmah, ilmu social, humaniora bahkan sains dan  teknologi  sudah berkembang sangat luar biasa. Melalui dukungan kebijakan kerajaan, maka para ilmuwan Islam bekerja secara optimal. Dan hasilnya memang luar biasa. Berbagai jenis ilmu pengetahuan berkembang sedemikian hebat, misalnya: bidang ilmu astronomi, ilmu filsafat, ilmu kesehaan dan kedokteran, biologi, kimia, matematika, geologi serta teknologi dan sains. Kala Islam mengalami kemunduran dalam pengembangan ilmu pengetahuan, maka Barat melalui masa renaisans akhirnya menggantikan peran pengembangan ilmu dan akhirnya barat menguasai ilmu hingga sekarang.

Ajaran Islam yang terkandung di dalam Alqur’an dan Alhadits ternyata merupakan sumber ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, banyak kasus orang nonmuslim yang kemudian masuk Islam karena mengaitkan temuan penelitiannya dengan teks-teks Alqur’an atau Alhadits. Jadi, ilmu pengetahuan bisa menjadi washilah seseorang untuk menjadi muslim. Dan mereka yang masuk Islam ternyata  tidaklah orang-orang yang sembarangan.  Mereka adalah orang yang mengkaji ilmu pengetahuan dan berakhir pada konversi agama.

Kita bersyukur, bahwa di seluruh dunia sedang terjadi trend islamisasi. Di negeri-negari Barat yang selama ini dikenal dengan konsep Islamopobia, ternyata sekarang Islam bukan lagi menjadi momok bagi masyarakat barat. Masjid-masjid  di Inggris dan juga Skotlandia, dan negara-negara Eropa lainnya juga semakin ramai. Tidak hanya kaum imigran yang  berada di dalamnya tetapi juga masyarakat local. Dan salah satu di antara yang menjadikannya adalah kehebatan ilmu pengetahuan di dalam Islam. Di dalam menghadapi masyarakat modern dan rasional, maka yang harus hebat adalah kemampuan ilmiah dari para penyebar Islam selain kebaikan dan keteladanan para pemeluk Islam. Selain itu juga Islam yang disebarkan dengan perdamaian.

Oleh karena itu di masa puasa ini sudah sepantasnya jika berdoa kepada Allah SWT agar kita dapat  terus menjaga ilmu pengetahuan yang merupakan karunia ilahi. Kita terus berharap agar semakin banyak ahli ilmu yang terkait di dalam proyek dakwah.  Islam yang selama ini dianggap sebagai agama yang terbelakang itu dapat dieliminasi dengan perilaku umat Islam dalam ilmu pengetahuan. Ya Allah berikan kepada kami ilmu yang bermanfaat.

Wallahu a’lam bi al shawabp

 

 

JAGALAH KEYAKINAN KAMI: RENUNGAN RAMADLAN (24)

JAGALAH KEYAKINAN KAMI: RENUNGAN RAMADLAN (24)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Membaca judul artikel ini, sepertinya saya menyuruh Allah untuk menjaga iman saya. Sungguh tidak dimaksudkan untuk menyuruh Allah SWT agar Allah menjaga iman kami. Tetapi yang sesungguhnya yang saya maksud adalah permohonan kepada Allah SWT agar iman kami dalam kebenaran. Di dalam artikel ini saya akan membahas tentang doa nas’aluka yaqinan shadiqan, Ya Allah berikan kepada kami keyakinan yang benar.

Mengapa harus iman atau keyakinan yang benar? Islam mengajarkan tentang iman yang disebut sebagai arkanul iman. Yaitu iman kepada Allah, iman kepada Malaikat Allah, iman kepada Rasulullah, iman kepada Kitab Allah, iman kepada hari akhir dan iman kepada takdir Allah. Alqur’an dan Alhadits sangat jelas tentang arkanul iman tersebut. Tidak ada pertentangan tentang arkanul Iman di kalangan ulama-ulama ahli sunnah wal jamaah, hanya di kalangan kaum Syi’ah yang sedikit berbeda. Perbedaan ini tidak urgen untuk dibahas, sebab hakikat iman adalah kepercayaan kepada Allah SWT sebagai satu-satunya Dzat yang diyakini merupakan pencipta langit,  bumi dan semua hal yang ada di alam raya.

Di dalam ilmu kalam memang terdapat varian pemikiran tentang Tuhan. Sekali lagi pemikiran dan bukan doktrin. Jika pemikiran, maka pasti ada varian karena berada di dalam ruang tafsir dan bisa berbeda. Pasti. Tidak ada tafsir yang berlaku mutlak. Semua nisbi yang bisa juga salah dan juga bisa benar secara konseptual. Oleh karena itu, kita  tidak usah risau jika kita tidak dapat mengakses langsung kepada Alqur’an dan Alhadits, karena ketidakmampuan kita dalam menafsirkan Alqur’an. Terkait dengan hukum-hukum ibadah kita ikuti saja pedoman dalam bentuk fiqih ibadah yang sudah dihasilkan oleh ulama-ulama terdahulu sambil menyadari  bahwa ada orang lain yang cara ibadahnya tidak sama dengan kita. Janganlah kita berselisih karena factor tafsir agama.

Yang penting bahwa kita telah menjadi orang Islam dengan segala atribut yang dilekatkan oleh orang lain tentang kita atau identitas yang melekat pada keislaman kita. Kebahagiaan sebagai umat Islam adalah kala kita dapat  menjalankan ajaran Islam secara memadai. Bisa menjadi Islam kaffah dalam konteks mengamalkan ajaran agama yang benar sesuai dengan tafsir para ulamanya. Kita tidak bisa mengamalkan Islam  langsung dari  Alqur’an dan Alhadits sebab menggunakan Bahasa Arab. Sedangkan kita minus Bahasa Arab. Itulah sebabnya kita harus mengikuti apa yang ditafsirkan oleh para ulama.

Pada Bulan Ramadlan, kita harus introspeksi diri atau ihtisaban tentang kesucian iman kita kepada Allah SWT. Artinya tidak terdapat unsur yang menyebabkan kemusyrikan. Yang menyebabkan iman kita ternoda. Apakah di dalam batin kita masih ada keraguan tentang Allah karena Allah yang sangat sir atau rahasia?. Allah yang tidak terjangkau. Allah yang misterius. Allah yang telah dicari orang selama 4000 tahun sebelum masehi. Apakah di dalam batin kita masih meyakini bahwa ada ilah lain yang harus dimulyakan?. Apakah kita masih meyakni bahwa ada kekuatan gaib lain yang menggerakkan dunia ini selain Allah?. Jika pemikiran dan hati kita masih seperti ini,  maka kita belum membebaskan pikiran dan hati kita untuk menjadikan Allah SWT sebagai satu-satunya ilah di dalam kehidupan kita.

Lalu kalau kita shalat itu menghadap Ka’bah, apakah kita menyembah ka’bah. Tentu bukan. Sebab ka’bah itu lambang atau symbol tentang kesatuan Islam, yang dijadikan sebagai pusat peribadatan. Ka’bah itu pusat peribadatan. Jadi sama sekali tidak dimaksudkan kita menyembahnya. Allah yang ada dibalik penciptaan Ka’bah itulah yang disembah. Jadi ka’bah, Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Muhammad SAW adalah washilah Allah untuk manusia dalam mewujudkan relasi fisikal  sebagai lambang spiritual Islam dengan spiritualitas manusia.

Pembahasan yang seperti ini memang rumit, karena kita harus memperoleh penjelasan tentang hakikat Allah dan representasi-representasinya atau washilah-washilahnya. Itulah sebabnya ada yang menafsirkan bahwa kala manusia shalat, maka pikiran dihadapkan pada ka’bah sebagai symbol representasi ritual di dunia dan hati kita konsentrasi padanya. Focus pikiran dan hati ke ka’bah, dan merasa bahwa kita sedang berjalan di atas jembatan Shiratal Mustaqim, sementara itu di bawah kanan terdapat surga atau kenikmatan dan di bawah kiri terdapat neraka sebagai lambang kesengsaraan. Dengan cara seperti ini, maka kita akan bisa terfokus dalam beribadah kepada Allah. Kita jangkau lambang fisikal dalam beribadah, sebab kita tidak mampu menjangkau Allah yang sangat misterius. Inilah cara beribadah kaum awam seperti kita. Tentu berbeda dengan ahli spiritual atau kaum arif billah  yang sudah memasuki maqam  ilahiyah, sehingga sudah tersibak hijab antara diri dengan Allah. Kita tidak mampu menuliskannya atau menggambarkannya.

Puasa merupakan instrument untuk memurnikan keyakinan kita kepada Allah dengan melakukan amalan-amalan yang sesuai dengan amalan ramadlan. Puasa merupakan saat yang tepat untuk menjadikan ka’bah sebagai pusat ritual, saat yang tepat kita menjadikan Alqur’an sebagai washilah kita menuju Allah, dan menjadikan Nabi Muhammad SAW kekasih Allah sebagai washilah untuk mencapai keridlaan Allah. Jika kita ridla atas bacaan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, maka Allah juga akan meridlai kita.

Di dalam bacaan doa iftitah di dalam shalat selalu kita baca: “la syarikalahu wa bidzalika umirtu wa ana awwalul  muslimin”, yang artinya kurang lebih: “tidak ada sekutu bagi-Nya, dan dengan demikian itulah aku diperintahkan, dan aku adalah orang pertama yang berserah diri”. Marilah kita memohon kepada Allah agar keyakinan kita diselamatkannya, keyakinan kita dijaganya, dan akhirnya kita memperoleh derajat muttaqin dan akan berakhir kepada kebahagiaan. Amin.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

 

 

 

SELAMATKANLAH IMAN KAMI: RENUNGAN RAMADLAN (23)

SELAMATKANLAH IMAN KAMI: RENUNGAN RAMADLAN (23)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Kita ini sungguh berhutang budi kepada para ulama di masa lalu yang sudah menyusun doa untuk kemudahan bagi umat Islam. Meskipun terkadang kita tidak tahu artinya, akan tetapi dengan membaca doa tersebut rasanya kita sudah mantap berdoa kepada Allah SWT. Sungguh kita sudah merasa yakin akan makna doa yang sudah dirumuskan oleh para ulama. Kita juga akan semakin yakin berdoa jika kita tahu makna doa yang dibuat oleh para ulama.

Inilah inti ceramah saya pada jamaah Tarawih di Masjid Al Ihsan, Perumahan Lotus Regency, pada malam 23 atau tepatnya Hari Kamis, 13 April 2023. Acara shalat jamaah tarawih ini diikuti oleh warga Perumahan Lotus Regency dan juga warga Sakura Regency. Ketepatan dua perumahan ini berdampingan. Sungguh merupakan kebahagiaan bahwa saya bisa terlibat di dalam upaya untuk memberikan pemahaman tentang Islam yang ramah kepada para jamaah di perumahan dimaksud. Di tengah ceramah-ceramah agama yang bernuansa “kekerasan simbolik” yang didengungkan di media sosial atau di rumah-rumah ibadah, kita masih tetap konsisten untuk menyebarkan Islam yang ramah, yang sesuai dengan para ulama ahlu sunnah wal jamaah.

Salah satu rumusan doa yang pernah dibuat oleh para ulama kita adalah doa yang selalu dibaca oleh para imam shalat tarawih dan witir. Biasanya doa ini dibaca oleh Imam shalat ba’da shalat witir, yang dua kali salam. Setelah itu kemudian dikumandangkan doa yang popular di waktu bulan Ramadlan. Doa tersebut ingin saya kupas satu saja yang merupakan permulaan doa ialah: Allahumma inna nas’aluka imanan Daiman. Selain itu juga misalnya ada lanjutannya: “wa nas’aluka qalban khasyi’an, wa nas’aluka ilman nafi’an, wa nas’aluka yaqinan shadiqan, wa nas’aluka amalan shalihan, wa  nas’aluka dinan qayyiman  dan seterusnya. Yang artinya: Ya Allah kami memohon kepada-Mu iman yang ajeg”, kami memohon kepada-Mu hati yang khusyu”, kami memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, kami memohon kepada-Mu keyakinan yang benar, kami memohon kepada-Mu amal yang shalih, kami memohon kepada-Mu agama yang benar”.

Doa yang luar biasa bagi umat Islam. Semua tercakup di dalam doa tersebut. Sungguh inilah kebahagiaan kita karena doa tersebut sudah dirumuskan oleh para ulama kita di masa lalu dan kita tinggal menggunakannya. Doa ini bukan dirumuskan asal jadi tetapi merupakan rumusan yang berasal dari Alqur’an dan Alhadits yang disarikan sedemikian rupa.

Pada artikel ini saya hanya akan membahas satu ungkapan doa saja. yaitu memohon kepada Allah iman yang ajeg. Nabi Muhammad SAW melalui para ulama telah mengajarka agar kita memohon kepada Allah agar iman kita kepada Allah itu menjadi iman yang ajeg atau berkelanjutan. Stable and continue. Jangan menjadi iman yang tiba-tiba raib dari dalam diri kita. Secara empiris bahwa banyak orang yang imannya kepada Allah itu berubah. Tidak hanya berkurang tetapi berubah. Ada banyak orang yang konversi beragama karena hilangnya iman kepada Allah tersebut. Ada yang menjadi Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan bahkan Konghucu. Ada orang awam dan ada juga yang tokoh. Siapa yang mengira adiknya Buya HAMKA menjadi pendeta di dalam agama Kristen, siapa yang mengira Sukmawati berpindah ke agama Hindu, dan siapa yang menyangka Ibrahim Saifuddin yang tokoh Islam tiba-tiba berubah keyakinan agamanya. Saya tidak ingin menjelaskan factor-faktor yang menyebabkannya. Biarlah hal tersebut menjadi privasinya.

Tetapi juga banyak tokoh-tokoh ilmuwan yang kemudian menjadi muslim. Di antara professor yang melakukan kajian ilmiah dan kemudian masuk Islam adalah  Fildema O’Leary (peneliti saraf otak manusia), William Brown (peneliti suara halus tumbuh-tumbuhan), Leopold Werner Von Ehrenfels (peneliti hubungan wudhu dengan saraf-saraf sensitive), Keith Moore (peneliti proses penciptaan manusia di dalam Rahim),  Masaru Emoto (peneliti sifat air dengan kata-kata bijak), Maurice Buchaille (peneliti jasad Firaun yang tenggelam di laut), John Dean (ahli kesehatan dan nutrisi), Carner NASA (peneliti fenomena lailatul qadar), dan Jacques Yves Casteau (peneliti ar tawar di laut). Di antara ahli penelitian ini, maka ada yang ahli astronomi, biologi, oceanografi, saraf, dan ahli molekul air.

Kita tentu bersyukur karena bisa menjadi umat Islam berdasarkan factor keturunan. Orang tua kita muslim, maka kita menjadi muslim. Tetapi ada yang karena hidayah Allah. Di antara para peneliti ini menjadi umat Islam karena hidayah Allah. Ada di antara yang ahli ilmu keislaman tetapi tidak mendapatkan hidayah Allah, sehingga tidak bisa mencicipi keindahan Islam.

Kita memang menjadi Islam tanpa pergulatan untuk menemukannya. Oleh karena itu kita harus tetap berdoa agar iman kita ini menjadi iman yang langgeng, dan iman ini terus bercokol dan menghunjam di dalam kalbu kita sepanjang hidup dan akhirnya wafat dalam khusnul khatimah.

Harus disadari bahwa iman itu ada kalanya meningkat dan ada kalanya menurun. Jika seandainya menurun agar jangan sampai turun drastic di titik nol dan kemudian karena godaan setan lalu iman itu kabur dari dalam diri kita.

Yang diharapkan dengan doa di atas adalah agar iman kita itu terus menetap dan berkecenderungan meningkat. Dan bulan puasa adalah bulan di mana peningkatan iman itu harus diupayakan.

Wallahu a’lam bi alshawab.

 

PUASA SEBAGAI INSTRUMEN KASIH SAYANG: RENUNGAN RAMADLAN (22)

PUASA SEBAGAI INSTRUMEN KASIH SAYANG: RENUNGAN RAMADLAN (22)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Salah satu kelebihan ajaran Islam dalam relasi antar manusia adalah ajaran tentang kasih sayang. Ajaran kasih sayang tersebut bersumber dari konsep Rahman dan Rahim yang merupakan sifat dasar Allah SWT sebagai dzat yang Maha Pengasih dan Penyayang. Bahkan di dalam setiap tindakan kebaikan, maka dipedomani agar seseorang membaca basmalah atau kalimat “bismillahir rahmanir Rahim”, yang artinya “dengan Asma Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang”.

Jika orang mau bekerja diutamakan agar membaca basmalah agar pekerjaannya tersebut bernilai religious atau bernilai keagamaan. Jika orang mau bepergian, juga diutamakan membaca doa yang diawali dengan basmalah. Jika orang mau makan dan minum juga diutamakan agar membaca basmalah. Jika orang akan berjuang menyebarkan ajaran Islam, maka diutamakan untuk membaca basmalah. Semua didesain agar setiap langkah apapun yang dilakukan oleh manusia tidak terlepas dari bacaan kalam mulia, basmalah.

Di antara pembeda antara umat Islam dan lainnya adalah pada dimensi keutamaan dalam melakukan segala sesuatu berbasis pada ucapan atau kalam mulia, basmalah. Dengan membaca basmalah, maka apa yang dilakukan manusia tersebut akan memiliki nilai ibadah kepada Allah SWT. Sebagaimana dipahami bahwa orang yang bekerja tentu memiliki tujuan atau purpose, memiliki hope atau harapan dan memiliki sahabat atau friendship. Jika semua itu didasarkan atas ucapan basmalah, maka tujuan, harapan dan persahabatan tersebut akan memiliki nilai religiositas. Tujuan dan harapan itu tidak hanya instrumental untuk memeroleh uang akan tetapi memperoleh keridlaan Allah.

Inti basmalah adalah asma Allah, dan inti asma Allah adalah al Rahman dan al Rahim. Sifat kasih sayang Tuhan kepada seluruh alam. Semua ciptaan Allah diberikannya peluang untuk hidup dengan segala keperluan hidup. Diturunkan hujan untuk bumi, misalnya, dan melalui hujan itu maka yang mati menjadi hidup. Air laut yang memuai karena panas matahari kemudian naik ke atas dan menjadi awan, dan dari awan kemudian menjadi hujan. Maka dengan berkah hujan maka seluruh alam menjadi hidup kembali. Tubuh manusia juga kebanyakan berisi air, kira-kira 70 persen. Makanya manusia bisa puasa selama 72 jam hanya dengan minum saja meskipun tidak makan apapun.

Di dalam Surat Fushilat, 39: “apabila turun hujan ke bumi, tanah menjadi subur dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang segar. Tuhan yang menyuburkan bumi yang gersang. Itulah Tuhan yang kelak akan  menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati. Sungguh Allah Maha Kuasa berbuat apa saja”. Turunnya air hujan ke bumi adalah wujud kasih sayang Tuhan kepada seluruh alam.

Semua mendapatkan kasih sayang Tuhan. Agamanya apapun tidak menjadi masalah. Apakah beragama Islam, Nasrani,  dan lainnya semua mendapatkan kasih sayang dari Allah. Bukan hanya yang beragama Islam saja yang mendapatkan kasih sayang di muka bumi dari Allah. Tetapi semua makhluk Tuhan di dunia mendapatkan kasih sayang Tuhan, al Rahman. Sedangkan al Rahim memang nanti akan didapatkan manusia di dalam alam akherat.

Puasa merupakan ajaran yang memberikan pedoman bagi  umat Islam untuk memiliki rasa kasih sayang. Disyariatkan melalui puasa agar manusia memiliki rasa simpati dan empati kepada manusia lainnya. Disyariatkan agar manusia mengeluarkan sebagian kecil hartanya untuk umat lainnya. Bahkan tidak perduli apa suku bangsa, ras, bahkan agamanya. Menyayangi manusia tidak harus memandang apa agamanya.

Sebagai contoh, ketika ada orang yang mengalami kecelakaan di jalan raya, maka tidak perlu kita tanya apa agamanya. Jangan sampai ada orang kecelakaan di jalan, lalu ditanya apa agamanya kemudian kita menolong atau tidak jadi menolongnya. Memberikan pertolongan dapat dilakukan kepada siapa saja, tanpa memandang apapun tentang yang bersangkutan. Kesiapan mental untuk menolong seperti ini yang hakikatnya ingin diajarkan Tuhan kepada manusia. Kasih sayang yang tulus atas nama kemanusiaan.

Islam memberikan konsep yang sangat indah tentang relasi sosial yang disebut sebagai ukhuwah insaniyah atau ukhuwah basyariah. Inti dari konsep basyariyah adalah  kasih sayang atau al Rahman. Konsep ini berasal dari sifat al Rahman Allah swt, sehingga di kala manusia telah ditiupkan roh oleh Allah, maka sesungguhnya manusia memiliki rasa kasih sayang kepada sesamanya.

Binatang saja diberi oleh Allah sifat kasih sayang. Misalnya induk binatang, maka dia akan memiliki sifat sayang kepada anak-anaknya dan bahkan dipertahankannya kala terdapat serangan dari binatang lainnya. Perhatikan di channel Youtube tentang bagaimana binatang bisa memberikan full kasih sayangnya kepada anak-anaknya. Tidak hanya menyusuinya, akan tetapi juga bertahan atas serangan binatang lainnya.

Kala saya membicarakan tentang kasih sayang kepada sesama umat manusia, saya menjadi teringat kata bijak yang disampaikan oleh Gus Dur, Presiden RI ke 4, bahwa: “jika kamu berbuat baik kepada orang lain, maka orang tidak akan mempertanyakan apa agamamu”.

Wallahu a’lam bi al shawab.

PUASA SEBAGAI INSTRUMEN JIHAD AKBAR: RENUNGAN RAMADLAN (21)

PUASA SEBAGAI INSTRUMEN JIHAD AKBAR: RENUNGAN RAMADLAN (21)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Suatu hari Nabi Muhammad SAW pulang dari peperangan yang paling besar melawan Kaum Quraisy yang dikenal sebagai peperangan paling besar, perang Badar. Tetapi Nabi Muhammad SAW justru menyatakan bahwa kita pulang dari perang kecil menuju perang besar. Nabi Muhammad SAW menyatakan: raja’tu min jihadil ashghar ila jihadil akbar. Yang artinya saya pulang dari jihad kecil menuju jihad besar, lalu para Sahabat Nabi menanyakan: jihad apa itu ya Rasulullah, maka Nabi Muhammad SAW menyatakan: jihad melawan hawa nafsu.  jihadun nafs.

Perang fisik, satu melawan satu, sebagaimana perang di masa lalu, memang sudah tidak lagi didapatkan di dunia modern. Perang sekarang sudah menggunakan senjata mekanik, misalnya senjata laras panjang atau  rudal atau bahkan menggunakan virus mematikan. Jadi perang tidak sebagaimana di masa lalu yang terjadi antara pasukan perang kedua belah pihak, seperti pasukan Nabi Muhammad SAW melawan pasukan kaum Kafir Quraisy. Atau di dalam Baratayudha, kita bisa melihat bagaimana pasukan Pandawa dan pasukan Kurawa berperang satu melawan satu. Bahkan sekarang lebih canggih lagi yaitu perang dalam bentuk proxy war atau perang dalam bentuk pembunuhan karakter. Perang ini menggunakan media sosial sebagai instrumennya.

Perang yang lebih luas adalah perang melawan hawa nafsu. Nafsu itu memiliki cakupan yang luas. Misalnya nafsu untuk menguasai orang atau bahkan negara lain, nafsu untuk menihilkan orang atau masyarakat lain, nafsu untuk menguasai kekayaan dan harta orang lain, nafsu untuk memperoleh kekuasaan dan sebagainya. Nafsu angkara murka seperti itu sungguh berbahaya. Misalnya Hitler yang ingin menguasai seluruh dunia sehingga mengakibatkan Perang Dunia ketiga, dan berakibat jatuhnya bom di Nagasaki dan Hiroshima, dan melayangnya nyawa jutaan orang.

Bahkan juga munculnya keinginan untuk menciptakan robot-robot atau artificial intelligent yang bisa merusak manusia jika tidak dikendalikan. Misalnya penciptaan Hori, robot Wanita, yang bisa merusak tatanan perkawinan atau rumah tangga. Jadi akal manusia dan nafsunya harus dikendalikan agar segala bentuk inovasi tidak merusak kemanusiaan. Jangan sampai perilaku kaum Sodom di masa lalu yang diadzab Allah akan terulang karena akal manusia dengan nafsunya yang tidak terkendali.

Di sinilah letak urgensi puasa sebagai salah satu instrument bagi manusia untuk mencegah segala hawa nafsu yang akan merusak kemanusiaan. Manusia memiliki keinginan yang banyak macamnya. Kebanyakan adalah kemauan yang melanggar norma agama atau norma sosial. Manusia memang dibekali oleh Allah dengan bekal akal yang melebih semua ciptaan Tuhan di dunia ini. Kumpulan sel-sel yang menggumpal menjadi otak itu berkemampuan untuk membuat inovasi, baik yang menguntungkan manusia atau yang merugikan manusia.  Dan bahkan merusak kehidupan di dunia.

Puasa dapat dijadikan sebagai sarana untuk merekonstruksi kemauan manusia agar bersearah dengan kebaikan dan kemanfaatan bagi manusia. Inovasi di dalam bidang teknologi yang diharapkan adalah untuk menciptakan kesejahteraan manusia. Bukan sebaliknya. Peralatan rumah tangga yang dibuat melalui inovasi di bidang teknologi terapan seharusnya berguna untuk memudahkan manusia di dalam kehidupan. Pembangunan rumah dengan teknologi canggih juga untuk memudahkan manusia. Misalnya bisa mematikan lampu, atau bahkan mematikan kompor dari jarak jauh, dan sebagainya.

Puasa disyariatkan Tuhan agar manusia dapat mengekang jiwa amarah dan lawwamah untuk diarahkan kepada jiwa yang muthmainnah. Dari jiwa yang gersang ke jiwa yang sejuk berbasis moralitas agama. Dari jiwa yang garang ke jiwa yang lembut. Dari jiwa yang ingin menguasai ke jiwa yang melayani. Dari jiwa yang putus asa ke jiwa yang terus berusaha. Dari jiwa yang merusak ke jiwa yang membangun. Dari jiwa yang takabur ke jiwa yang tawadhu’. Dari jiwa yang mematikan kemanusiaan ke jiwa yang menghidupkan kemanusiaan. Dari jiwa yang syakwasangka ke jiwa yang berbaik sangka. Dari jiwa yang kotor ke jiwa yang bersih.

Puasa akan mengarahkan jiwa atau nafsu yang baik  atau jiwa yang baik. Puasa merupakan sekolah untuk memahami jiwa kita sendiri dan kemudian mengarahkannya kepada ijazah yang berupa jiwa yang muthmainnah. Selama satu bulan, fisik dan mental kita diasah atau dilatih untuk bersabar dan bersyukur, berusaha dan berdoa, tawakkal untuk  menerima ketentuan Allah SWT.

Puasa  berarti mengekang. Yang paling susah adalah mengekang hawa nafsu. Yakni nafsu destruktif. Jadi dengan melakukan puasa selama satu bulan yang penuh dengan keikhlasan dan ketaqwaan, maka nafsu destruktif akan menjadi nafsu konstruktif dan dosa kita akan diampuni oleh Allah SWT. Semoga pada sepuluh hari terakhir kita bisa menggapai itqun minan nar. Amin.

Wallahu a’lam bi al shawab.