• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PUASA SEBAGAI INSTRUMEN JIHAD AKBAR: RENUNGAN RAMADLAN (21)

PUASA SEBAGAI INSTRUMEN JIHAD AKBAR: RENUNGAN RAMADLAN (21)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Suatu hari Nabi Muhammad SAW pulang dari peperangan yang paling besar melawan Kaum Quraisy yang dikenal sebagai peperangan paling besar, perang Badar. Tetapi Nabi Muhammad SAW justru menyatakan bahwa kita pulang dari perang kecil menuju perang besar. Nabi Muhammad SAW menyatakan: raja’tu min jihadil ashghar ila jihadil akbar. Yang artinya saya pulang dari jihad kecil menuju jihad besar, lalu para Sahabat Nabi menanyakan: jihad apa itu ya Rasulullah, maka Nabi Muhammad SAW menyatakan: jihad melawan hawa nafsu.  jihadun nafs.

Perang fisik, satu melawan satu, sebagaimana perang di masa lalu, memang sudah tidak lagi didapatkan di dunia modern. Perang sekarang sudah menggunakan senjata mekanik, misalnya senjata laras panjang atau  rudal atau bahkan menggunakan virus mematikan. Jadi perang tidak sebagaimana di masa lalu yang terjadi antara pasukan perang kedua belah pihak, seperti pasukan Nabi Muhammad SAW melawan pasukan kaum Kafir Quraisy. Atau di dalam Baratayudha, kita bisa melihat bagaimana pasukan Pandawa dan pasukan Kurawa berperang satu melawan satu. Bahkan sekarang lebih canggih lagi yaitu perang dalam bentuk proxy war atau perang dalam bentuk pembunuhan karakter. Perang ini menggunakan media sosial sebagai instrumennya.

Perang yang lebih luas adalah perang melawan hawa nafsu. Nafsu itu memiliki cakupan yang luas. Misalnya nafsu untuk menguasai orang atau bahkan negara lain, nafsu untuk menihilkan orang atau masyarakat lain, nafsu untuk menguasai kekayaan dan harta orang lain, nafsu untuk memperoleh kekuasaan dan sebagainya. Nafsu angkara murka seperti itu sungguh berbahaya. Misalnya Hitler yang ingin menguasai seluruh dunia sehingga mengakibatkan Perang Dunia ketiga, dan berakibat jatuhnya bom di Nagasaki dan Hiroshima, dan melayangnya nyawa jutaan orang.

Bahkan juga munculnya keinginan untuk menciptakan robot-robot atau artificial intelligent yang bisa merusak manusia jika tidak dikendalikan. Misalnya penciptaan Hori, robot Wanita, yang bisa merusak tatanan perkawinan atau rumah tangga. Jadi akal manusia dan nafsunya harus dikendalikan agar segala bentuk inovasi tidak merusak kemanusiaan. Jangan sampai perilaku kaum Sodom di masa lalu yang diadzab Allah akan terulang karena akal manusia dengan nafsunya yang tidak terkendali.

Di sinilah letak urgensi puasa sebagai salah satu instrument bagi manusia untuk mencegah segala hawa nafsu yang akan merusak kemanusiaan. Manusia memiliki keinginan yang banyak macamnya. Kebanyakan adalah kemauan yang melanggar norma agama atau norma sosial. Manusia memang dibekali oleh Allah dengan bekal akal yang melebih semua ciptaan Tuhan di dunia ini. Kumpulan sel-sel yang menggumpal menjadi otak itu berkemampuan untuk membuat inovasi, baik yang menguntungkan manusia atau yang merugikan manusia.  Dan bahkan merusak kehidupan di dunia.

Puasa dapat dijadikan sebagai sarana untuk merekonstruksi kemauan manusia agar bersearah dengan kebaikan dan kemanfaatan bagi manusia. Inovasi di dalam bidang teknologi yang diharapkan adalah untuk menciptakan kesejahteraan manusia. Bukan sebaliknya. Peralatan rumah tangga yang dibuat melalui inovasi di bidang teknologi terapan seharusnya berguna untuk memudahkan manusia di dalam kehidupan. Pembangunan rumah dengan teknologi canggih juga untuk memudahkan manusia. Misalnya bisa mematikan lampu, atau bahkan mematikan kompor dari jarak jauh, dan sebagainya.

Puasa disyariatkan Tuhan agar manusia dapat mengekang jiwa amarah dan lawwamah untuk diarahkan kepada jiwa yang muthmainnah. Dari jiwa yang gersang ke jiwa yang sejuk berbasis moralitas agama. Dari jiwa yang garang ke jiwa yang lembut. Dari jiwa yang ingin menguasai ke jiwa yang melayani. Dari jiwa yang putus asa ke jiwa yang terus berusaha. Dari jiwa yang merusak ke jiwa yang membangun. Dari jiwa yang takabur ke jiwa yang tawadhu’. Dari jiwa yang mematikan kemanusiaan ke jiwa yang menghidupkan kemanusiaan. Dari jiwa yang syakwasangka ke jiwa yang berbaik sangka. Dari jiwa yang kotor ke jiwa yang bersih.

Puasa akan mengarahkan jiwa atau nafsu yang baik  atau jiwa yang baik. Puasa merupakan sekolah untuk memahami jiwa kita sendiri dan kemudian mengarahkannya kepada ijazah yang berupa jiwa yang muthmainnah. Selama satu bulan, fisik dan mental kita diasah atau dilatih untuk bersabar dan bersyukur, berusaha dan berdoa, tawakkal untuk  menerima ketentuan Allah SWT.

Puasa  berarti mengekang. Yang paling susah adalah mengekang hawa nafsu. Yakni nafsu destruktif. Jadi dengan melakukan puasa selama satu bulan yang penuh dengan keikhlasan dan ketaqwaan, maka nafsu destruktif akan menjadi nafsu konstruktif dan dosa kita akan diampuni oleh Allah SWT. Semoga pada sepuluh hari terakhir kita bisa menggapai itqun minan nar. Amin.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

Categories: Opini
Comment form currently closed..