JADIKANLAH ILMU KAMI BERMANFAAT: RENUNGAN RAMADLAN (25)
JADIKANLAH ILMU KAMI BERMANFAAT: RENUNGAN RAMADLAN (25)
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Di dalam doa sering dilantunkan: “Allahumma inna nas’aluka ilman nafi’an wa rizqan wasi’an”. Yang artinya: “Ya Allah sungguh-sungguh kami memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat dan rizki yang lapang”. Doa yang sangat lazim dibacakan terutama setelah shalat maktubah. Shalat wajib. Memiliki ilmu yang bermanfaat adalah kebahagiaan, sebab ilmu bermanfaatlah yang kelak akan memberikan jaminan kepada kita bahwa pahalanya akan mengikuti kepergian kita menuju alam barzakh dan juga alam akhirat.
Pantaslah berbahagia orang yang memilki ilmu pengetahuan meskipun tidak banyak dan kemudian menyampaikan ilmunya kepada hamba Allah lainnya. Yang menjadi ukuran bukan banyak sedikitnya ilmu, akan tetapi kemanfaatannya bagi umat manusia lainnya. Di dalam Islam dinyatakan bahwa ballighu ‘anni walaw ayatan, sampaikan dariku walaupun satu ayat. Sabda Nabi Muhammad SAW ini memberikan gambaran bahwa menjadi pendakwah itu tidak harus dengan ungkapan yang panjang dan bertele-tele. Akan tetapi bisa dengan hanya satu ayat tetapi bisa dipahami dan bisa mengubah pengetahuan dan kehidupan orang lain.
Ilmu itu memiliki dua sifat yang terkait dengannya. Ada ilmu yang akhirnya mengarahkan jalan kepada Tuhan. Dan ada ilmu yang justru menjauhkan manusia dari Tuhan. Jika menilik asal usulnya bahwa setiap ilmu mestinya datang dari Allah, sebab yang memberikan kemampuan otak dengan berbagai sopistikasi saraf-sarafnya kepada manusia adalah Tuhan Yang Maha Kuasa. Jadi ketika seseorang memiliki ilmu pengetahuan seharusnya mendekatkan jarak dirinya dengan kebenaran Tuhan. Bahkan orang sekaliber Albert Einstein pun menyatakan bahwa Science without religion is lame and religion without science is blind atau sains tanpa agama adalah lumpuh dan agama tanpa sains adalah buta. Dengan demikian, relasi agama dan ilmu merupakan dua entitas yang bisa saling mendukung atau mensupport.
Sebagai contoh lebih lanjut, ada orang yang belajar ilmu melalui penelitian tentang fenomena alam dan berakhir dengan beriman kepada Allah swt. Ilmu bisa menjadi washilah perubahan paham, sikap dan keyakinannya kepada Allah SWT. Di dalam tulisan sebelumnya (Renungan Ramadlan 23) saya jelaskan sebanyak 10 professor dalam berbagai disiplin keilmuan yang akhirnya memeluk Islam dan membenarkan ajaran Islam setelah melakukan penelitian secara mendalam terhadap fenomena alam. Ada yang mengkaji air mineral, saraf otak, oceanology, biologi dan sebagainya.
Akan tetapi juga ada yang mempelajari Islam secara tuntas, akan tetapi tidak menghasilkan keimanan pada yang bersangkutan. Para orientalis adalah contoh orang yang belajar Islam secara tuntas, akan tetapi tidak mendapatkan hidayah dari Allah SWT, bahkan menjelekkan Islam. Dengan demikian, untuk menjadi muslim atau mempercayai keberadaan Allah SWT dengan berbagai konsekuensi ibadah di dalamnya ternyata memerlukan hidayah Allah SWT. Ada yang tidak memperoleh hidayah dan ada yang memperoleh hidayah.
Islam sebenarnya sangat menghormati terhadap ilmu. Misalnya hadits Nabi Muhammad SAW: “uthlubul ‘ilma walaw bish shin”, yang artinya: “carilah ilmu meskipun di negeri China”. Saat Nabi Muhammad SAW berada di Makkah dan Madinah, yang konon masyarakatnya disebut jahiliyah, maka China sudah berkembang pemikiran filosofis yang hebat. China telah menjadi pusat peradaban di wilayah Timur. China dengan kekaisarannya, lebih maju dibandingkan dengan masyarakat Arab. Termasuk juga ilmu pengetahuan. Itulah sebabnya, Nabi Muhammad SAW mengamanatkan umat Islam untuk belajar di China.
Spirit ajaran Islam untuk mengejar ilmu pengetahuan inilah yang kemudian menyebabkan perkembangan ilmu pengetahuan yang luar biasa. Di Masa kekhalifahan Abbasiyah, maka akademi-akademi hikmah, ilmu social, humaniora bahkan sains dan teknologi sudah berkembang sangat luar biasa. Melalui dukungan kebijakan kerajaan, maka para ilmuwan Islam bekerja secara optimal. Dan hasilnya memang luar biasa. Berbagai jenis ilmu pengetahuan berkembang sedemikian hebat, misalnya: bidang ilmu astronomi, ilmu filsafat, ilmu kesehaan dan kedokteran, biologi, kimia, matematika, geologi serta teknologi dan sains. Kala Islam mengalami kemunduran dalam pengembangan ilmu pengetahuan, maka Barat melalui masa renaisans akhirnya menggantikan peran pengembangan ilmu dan akhirnya barat menguasai ilmu hingga sekarang.
Ajaran Islam yang terkandung di dalam Alqur’an dan Alhadits ternyata merupakan sumber ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, banyak kasus orang nonmuslim yang kemudian masuk Islam karena mengaitkan temuan penelitiannya dengan teks-teks Alqur’an atau Alhadits. Jadi, ilmu pengetahuan bisa menjadi washilah seseorang untuk menjadi muslim. Dan mereka yang masuk Islam ternyata tidaklah orang-orang yang sembarangan. Mereka adalah orang yang mengkaji ilmu pengetahuan dan berakhir pada konversi agama.
Kita bersyukur, bahwa di seluruh dunia sedang terjadi trend islamisasi. Di negeri-negari Barat yang selama ini dikenal dengan konsep Islamopobia, ternyata sekarang Islam bukan lagi menjadi momok bagi masyarakat barat. Masjid-masjid di Inggris dan juga Skotlandia, dan negara-negara Eropa lainnya juga semakin ramai. Tidak hanya kaum imigran yang berada di dalamnya tetapi juga masyarakat local. Dan salah satu di antara yang menjadikannya adalah kehebatan ilmu pengetahuan di dalam Islam. Di dalam menghadapi masyarakat modern dan rasional, maka yang harus hebat adalah kemampuan ilmiah dari para penyebar Islam selain kebaikan dan keteladanan para pemeluk Islam. Selain itu juga Islam yang disebarkan dengan perdamaian.
Oleh karena itu di masa puasa ini sudah sepantasnya jika berdoa kepada Allah SWT agar kita dapat terus menjaga ilmu pengetahuan yang merupakan karunia ilahi. Kita terus berharap agar semakin banyak ahli ilmu yang terkait di dalam proyek dakwah. Islam yang selama ini dianggap sebagai agama yang terbelakang itu dapat dieliminasi dengan perilaku umat Islam dalam ilmu pengetahuan. Ya Allah berikan kepada kami ilmu yang bermanfaat.
Wallahu a’lam bi al shawabp