KALA SETAN DIBELENGGU: RENUNGAN RAMADLAN (17)
KALA SETAN DIBELENGGU: RENUNGAN RAMADLAN (17)
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Bermula dari Pak Mulyanta yang mengantarkan diskusi dalam acara Ngaji Bahagia di Masjid Al Ihsan, Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya. Pada bulan Puasa ini memang Ngaji Bahagia tidak selalu Hari Selasa, akan tetapi terkadang dilaksanakan pada Hari Rabo. Ketepatan untuk Ngaji Bahagia kali ini dilaksanakan pada Hari Rabo, 22/03/2023. Sebagaimana biasa maka acara ini dihadiri oleh Ketua Ta’mir Masjid, Pak Rusmin, lalu juga Pak Budi, Pak Hardi, Pak Sahid, Pak Suryanto, Pak Lukman, Cak Alif, Cak Daus dan lain-lain.
Pak Mulyanta, menyampaikan agar kita semua bersyukur ke hadirat Allah SWT karena berkah yang diberikan oleh Allah SWT. Kita bisa berpuasa dan semoga sampai akhir bulan tidak ada halangan bagi kita untuk terus berpuasa. Sungguh-sungguh kita ini berbahagia karena bisa melaksanakan kewajiban kita sebagai umat Islam. Semoga puasa yang kita lakukan ini menjadi bukti atas keimanan dan keislaman kita semua.
Berikutnya juga disampaikan bahwa puasa itu ibadah yang khusus, karena sudah diwajbikan kepada umat-umat sebelum kedatangan Nabi Muhammad SAW. Artinya bahwa umat-umat Nabi terdahulu juga sudah melaksanakan puasa. Hanya saja tatacara puasanya tentu berbeda dengan puasa yang kita lakukan. Dan dalam hal yang perlu didiskusikan adalah bagaimana setan itu dibelenggu atau setan itu dikerangkeng. Bagaimana membelenggunya dan apakah benar setan itu dibelenggu pada bulan puasa. Jika memang benar dibelenggu tentu tidak ada orang yang melakukan kesalahan dan dosa. Padahal di bulan puasa ini masih banyak perilaku dosa yang dilakukan bahkan oleh orang Islam, orang yang mengaku sebagai orang Islam. Ini hal yang perlu mendapatkan pencerahan.
Secara tidak langsung, maka saya yang menjadi narasumber tentang ungkapan menarik dari Pak Mulyanta tersebut. Oleh karena itu lalu saya sampaikan beberapa hal mendasar mengenai pertanyaan-pertanyaan menarik dimaksud. Pertama, puasa merupakan ibadah yang secara umum dilakukan oleh umat manusia. Agama-agama, baik agama Samawi maupun agama ardhi, maka di dalamnya terdapat ajaran puasa. Jadi puasa bukan ajaran di dalam Islam saja tetapi ajaran agama-agama di seluruh dunia. Jadi berpuasa merupakan pola umum ajaran agama-agama di dunia. Hanya caranya yang berbeda. Ada yang hanya tidak memakan daging, ada yang puasa pada hari-hari tertentu dengan menghindari pantangan tertentu dan ada yang puasanya itu selama hidup dan hanya makan sekali dalam satu hari, dan sebagainya. Bahkan juga di dalam tradisi Jawa dikenal ada puasa-puasa yang khas yang merupakan tradisi turun temurun dari leluhur masyarakat Jawa, misalnya puasa mutih, puasa ngebleng, puasa ngrowot, puasa pati geni, puasa mbatang dan sebagainya. Semua ini dilakukan dalam kerangka untuk terkabulnya keinginan kita sebagai manusia.
Islam sebaliknya mengajarkan tatacara puasa yang berbeda. Yaitu tidak makan, minum dan perilaku seksualitas pada siang hari dan tidak berpuasa pada malam hari. Di dalam puasa maka kita diminta untuk tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa, misalnya menggunjing, melihat-lihat sesuatu yang membatalkan puasa dan mendengarkan hal-hal yang mengurangi keabsahan puasa. Jika kita ingin puasa dengan memperhatian mana yang dilarang dan mana yang harus ditinggalkan maka kita akan memperoleh pahala yang sangat besar dan bahkan dijanjikan akan diampuni dosa kita pada masa yang lalu. Ghufiro lahu ma qaddama min dzanbihi.
Kedua, di dalam Islam, begitu pentingnya bulan Ramadlan, dan pentingnya umat Islam untuk menjalankan puasa, maka sampai Rasulullah SAW itu menyatakan bahwa pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup dan setan dibelenggu. Hadits ini menggambarkan betapa pentingnya puasa bagi umat Islam. Selain rewardnya yang hebat, bisa menghapus dosa, dilipatgandakan pahala, dan bahkan surga dibuka, neraka ditutup dan setan dibelenggu. Inilah berita gembira bagi orang yang melakukan puasa. Orang yang diberikan keutamaan karena menjalankan ibadah puasa. Bahkan Allah juga akan memberikan langsung pahala kepada orang yang melakukan ibadah puasa. Wa ana ijzi bihi. Luar biasa.
Ketiga, Sabda Nabi Muhammad SAW sebagaimana diriwayatlan oleh Bukhori dan Muslim, menyatakan Rasulullah SAW bersabda: “Apabila bulan Ramadlan datang, maka pintu-pintu surga akan dibukakan, dan pintu-pintu neraka akan ditutup, serta setan-setan akan dibelenggu”. Apa kira-kira pemahaman kita tentang hadits yang diriwayatkan oleh dua ulama hadits terkenal ini. Menurut saya ada tiga hal yang bisa dijelaskan, yaitu:
1) jika melihat makna lafdzi atau makna teks yang terekspose, maka dipastikan bahwa surga dibuka, neraka di ditutup dan setan dibelenggu itu sesuatu yang bercorak fisikal transcendental atau imajinasi fisik yang tidak kasat mata. Jadi diimaginasikan bahwa surga dan neraka itu ada fisiknya, demikian pula setan itu juga ada jasadnya. Dalam pemahaman kaum jismiyah, maka semuanya ada bendanya, ada fisiknya. Bahkan misalnya kala Allah itu bersemayam di arasy, maka arasy itu adalah jisim atau benda fisik tetapi berbeda dengan benda fisik di dunia ini. Makanya kemudian juga ada yang menyatakan bahwa Arasy itu adalah symbol atau lambang kekuasaan Allah. Atau Allah itu memiliki kekuasaan, yang tidak bisa digambarkan dalam pikiran manusia.
2) pemahaman lain menyatakan bahwa setan dibelenggu itu adalah makna simbolik, bukan makna realitas. Jadi artinya bahwa setan tidak mengganggu manusia karena manusia sedang melakukan puasa. Setan itu dilambangkan dengan nafsu. Jadi kala puasa maka nafsu kita seperti dibelenggu. Yang membelenggu adalah diri kita sendiri karena sedang melakukan puasa. Makanya kala diajak untuk melakukan suatu perbuatan yang bisa merusak puasa, maka kita harus menyatakan: inni shaimun. Saya sedang berpuasa.
3) hakikat setan adalah nafsu manusia, yaitu nafsu lawwamah dan nafsu amarah. Nafsu yang labil dan nafsu yang mendorong kepada kemaksiatan. Di dalam diri manusia terdapat nafsu kebinatangan ialah nafsu yang memuja insting misalnya keinginan untuk memenuhi kebutuhan biologis saja. Sedangkan nafsu amarah adalah nafsu yang selalu mengajak kepada keburukan. Mengarah kepada sifat hayawaniyah. Dan juga terdapat potensi nafsu muthmainnah atau nafsu yang mendorong kepada kebaikan dan memuja kepada Tuhan.
Jika di dalam hadits Nabi Muhammad SAW itu dinyatakan setan dibelenggu, maka hakikatnya yang dibelenggu adalah nafsu amarah dan lawwamah. Secara simbolik, setan adalah nafsu yang mengajak kepada kejahatan, kejelekan dan keraguan. Puasa lalu dimaknai sebagai ritual untuk mengajak kepada kebaikan dan memuja Tuhan. Makanya, setelah puasa kita akan menjadi fitri artinya kita menuju kepada nafsu mutmainnah, yang jiwa kita berada di dalam dekapan Allah SWT.
Wallahu a’lam bi al shawab.