• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MARI JAGA UKHUWAH ISLAMIYAH: RENUNGAN TENTANG INDONESIA

MARI JAGA UKHUWAH ISLAMIYAH: RENUNGAN TENTANG INDONESIA

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Yang lain dari aspek khutbah saya pada Masjid Nur Iman pada saat hari Raya Idul Fitri 1444 H atau 2023 M, adalah tentang menjaga ukhuwah Islamiyah. Tema ini tidak akan pernah basi meskipun sudah ditulis oleh ratusan ribu orang dan juga dibaca oleh jutaan orang, akan tetapi berwasiat untuk menjaga ukhuwah Islamiyah tetap menjadi tema yang penting di tengah semakin kuatnya media social sebagai area untuk mengembangkan konflik atau rivalitas sesama umat Islam atau organisasi Islam.

Janganlah dikira bahwa sesama umat Islam tidak terjadi rivalitas terkait dengan paham agama. Sekali lagi paham agama. Rivalitas itu bukan pada ajaran Islam yang prinsip karena semua menggunakan kitab suci yang sama, hanya cetakannya saja yang berbeda. Alqur’an dan hadits-hadits shohihnya juga dalam banyak hal sama, akan tetapi penafsirannya yang bisa saja berbeda, karena ulama yang menafsirkan berbeda. Tentang hadits, maka yang terkadang berbeda adalah status haditsnya. Ada yang menyatakan ini hadits shahih dan yang lain menyatakan hasan. Semua karena sudut pandang tentang perawinya, sanadnya atau matannya yang bisa saja berbeda. Tetapi teks Alqur’annya dipastikan tidak ada perbedaan antara satu dengan lainnya.

Alqur’an sebagai sumber akidah, syariah dan akhlak tidak ada perbedaan. Akan tetapi penafsiran atas teks-teks yang mutasyabihat bisa saja berbeda antara satu ulama dengan ulama lainnya. Jadi yang berbeda adalah penafsirannya. Tentang hadits sebagai sumber akidah, syariah dan akhlak  memang bisa saja terdapat perbedaan tetapi dalam furu’nya atau cabang-cabangnya. Yang inti tentu tidak berbeda. Yang umum dipastikan sama yang berbeda adalah kekhasannya.

Jika kemudian terjadi kontestasi atau rivalitas sesungguhnya berada di dalam level penafsiran yang dianggap benar mutlak. Padahal kemutlakan itu hanya pada teks sucinya saja, yaitu Alqur’an dan hadits-hadits yang shahih yang disepakati oleh jumhur ulama. Dalam hal shalat bisa saja ada perbedaan dalam bacaan doanya, yang spesifik, tetapi jumlah rakaat dan tata urutan shalat pastilah sama, yang  umum. Perbedaan bacaan tersebut karena sumber yang dijadikan rujukan yang berbeda. Misalnya ada hadits yang menyatakan bahwa bacaan iftitah dalam shalat itu berbunyi ini, sementara itu ada sumber lain yang menyatakan bacaan iftitah itu seperti itu. Ini saja. Tidak kurang tidak lebih.

Perbedaan itu bukan sesuatu yang luar biasa. Biasa-biasa saja. Yang luar biasa jika ada orang yang memaksakan orang lain harus mengikuti atas tafsir para ulamanya. Misalnya ada yang hari raya idul fitri hari jumat, 21 April 2023 lalu memaksakan semuanya harus mengikutinya, atau hari raya jatuh pada hari Sabtu 22 April 2023 lalu semua dipaksa untuk sama. Atau semua orang Indonesia harus mengikuti ajaran Salafi Wahabi karena dinyatakan sebagai kebenaran mutlak. Yang seperti ini yang tidak cocok sebab perbedaan itu pasti ada dan semuanya memiliki dasar atau referensi yang bisa dipertanggungjawabkan oleh para ulamanya. Atau semua harus mengikuti ahlu sunnah wal jamaah atau harus mengikuti interpretasi Syi’ah karena ini adalah kebenaran satu-satunya. Inilah yang seharusnya dipahami bahwa perbedaan itu adalah rahmat Tuhan yang harus disyukuri dan jangan dijadikan sebagai medium untuk bertentangan bahkan konflik.

Sekarang kita sedang berada di area media social yang memiliki kebebasan tanpa batas. Tanpa batas usia, wilayah, dan waktu. Kapan saja orang bisa mengakses channel Youtube, Instagram, facebook, twitter dan sebagainya. Media social adalah pasar raya pendapat. Ada yang positif dan ada yang negative. Positif bagi persatuan dan kesatuan umat dan ada yang negative bagi persatuan umat. Ada informasi yang menyulut semangat harmoni dan kerukunan umat beragama dan ada yang menyebarkan informasi yang membuat disharmoni social.

Di dalam kenyataan seperti ini, maka umat Islam cerdas bermedia social: pertama, masyarakat Islam hendaknya mampu  memilih dan memilah. Memilih informasi yang baik dan benar dan menjauhi informasi yang merusak. Harus berprinsip menjaga ukhuwah Islamiyah jauh lebih penting dibandingkan mengedepankan kepentingan golongannya sendiri. Sesama umat Islam tidak pantas dan aib rasanya saling menyerang tentang kebenaran faham agama. Jangan menyakiti agar tidak tersakiti. Kecenderungan media social yang hanya ingin trending harus direduksi dengan melakukan upaya membuat pernyataan yang menyejukkan.

Kedua, hendaknya sesama umat Islam harus melakukan upaya untuk saling memahami, saling tolong menolong dan saling berbuat kebaikan. Jika sesama umat Islam saja saling berantem, pasti akan menimbulkan ketakutan bagi penganut agama lain. Alih-alih memperoleh simpati tetapi justru menghasilkan antipati. Islam itu rahmat bagi umat manusia dan bukan malapetaka atau mafsadat bagi umat manusia.

Ketiga, berkata dan berbuat yang baik. Mulutmu harimaumu. Ungkapan ini saya kira menjadi penting di tengah gempuran media social yang semakin dahsyat. Islam sudah mengajarkan fal yaqul khairan au li yashmut.  Berkatalah yang baik atau lebih baik diam. Jika terjadi pertarungan wacana di media social dengan melibatkan tafsir agama dan mengarah kepada penghinaan, pelecehan, penistanaan yang akan menimbulkan disharmoni social, maka lebih baik diam jika tidak mampu melakukan ishlah. Yang penting jangan kebablasan menyerang dan akhirnya menimbulkan juga kebablasan dalam merespon. Selalu saja ada asap ada api. Janganlah membuat api yang bisa merusak atas bangunan social yang sudah kita bina selama ini.

Keempat,  Islam begitu clear menjelaskan tentang prinsip komunikasi di dalamnya. Semuanya mengarah kepada bagaimana agar komunikasi dilakukan dengan tujuan kemuliaan, ketegasan, fairness, kesederajatan, kelemahlembutan, menyejukkan, dan  kebaikan. Prinsip inilah yang akan menyebabkan Islam menjadi mulia dan indah dihadapan umat lain, sehingga umat Islam akan disegani karena kebaikan perkataan dan perilaku umatnya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

HADIAHI AHLI KUBUR DENGAN BACAAN QUR’AN DAN KALIMAH THAYYIBAH

HADIAHI AHLI KUBUR DENGAN BACAAN QUR’AN DAN KALIMAH THAYYIBAH

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Saya terus terang berkeyakinan bahwa bacaan doa, kalimah thayyibah dan Alqur’an kepada ahli kubur kita akan dapat diterima oleh ahli kubur yang dituju. Keyakinan ini tentu berdasar atas prinsip sebagaimana di dalam Hadits Nabi Muhammad SAW, bahwa anak shaleh  yang mendoakan kepada orang tua yang sudah  wafat  akan menyebabkan ketidakterputusan amal ibadah. Waladun shalihun yad’u lahu. Inilah inti ceramah saya dalam acara ceramah agama ba’da shubuh di Mushalla Raudhotul Jannah Desa Sembungrejo, Merakurak Tuban. Ceramah tersebut saya sampaikan pada Ahad, 23 April 2023.

Saya sampaikan betapa pentingnya mengirim ahli kubur dengan bacaan Alqur’an, kalimah thayyibah atau doa-doa yang dikhususkan kepada ahli kubur tersebut. Bukan hanya tradisi ziarah kubur yang juga diperbolehkan oleh Nabi Muhammad SAW,  akan tetapi juga secara rutin membacakan bacaan khusus untuk ahli kubur. Islam mengajarkan agar kala berziarah ke makam kerabat, bisa ayah, ibu, saudara, atau kerabat lainnya, maka yang dilakukan adalah mendoakannya. Bukan meminta sesuatu kepada arwah orang yang sudah meninggal. Arwah itu sudah berada di alam kubur dan terus menunggu sampai yaumil qiyamah untuk melanjutkan perjalanan hidup baru di alam akherat.

Siapapun yang melakukan ziarah ke makam yang diharuskan untuk dilakukan harus tetap meminta kepada Allah SWT dengan washilah para kekasih Allah. Salah satunya adalah melalui Kanjeng Nabi Muhammad SAW sebagai manusia agung yang diberikan otoritas oleh Allah SWT untuk memberikan syafaat fi yaumil makhsyar.  Makanya, jika berziarah kepada makam-makam auliya, maka juga harus memohon kepada Allah SWT dan menjadikannya sebagai washilah agar doa  bisa lebih cepat sampai kepada Allah SWT. Tidak kurang tidak lebih seperti itu.

Mari kita yakini bahwa doa, bacaan Alqur’an, tahlil, tahmid dan sebagainya dipastikan diterima oleh Allah SWT. Ada orang-orang khusus yang diberikan kemampuan oleh Allah yang dapat merasakan dengan ‘ainul basyirah untuk memahami hal-hal seperti itu. Kita sebagai orang awam hanya mendengar cerita karena  tidak memiliki maqam seperti itu. Kita  hanya meyakini saja bahwa doa, bacaan Alqur’an, bacaan tahlil dan sebagainya pasti diterima oleh Allah dan disampaikan kepada ahli kubur kita semua. Tahlil adalah bacaan la ilaha illallah, sedangkan tahlilan adalah tradisi masyarakat Islam Indonesia untuk membaca kalimat thayyibah dan lain-lain secara berjamaah.

Itulah sebabnya di dalam shalat maghrib atau shubuh kita upayakan agar bisa membaca shuratul fatihah yang kita tujukan kepada orang-orang  penting di dalam kehidupan ini. Tradisi yang perlu dilestarikan adalah membaca Fatihah sesudah dzikir berjamaah, seperti membaca istighfar, membaca Ayat Kursi, membaca subhanallah, alhamdulillah, dan Allahu akbar masing-masing 33 kali dan ditutup dengan bacaan  la ilaha illallahu la syarrikalahu lahul mulku wa lahul hamdu yuhyi wa yumitu wa ‘ala kulli syaiin qadir. La haula wa la quwwata illa billahil ‘alaiyyil ‘adzim. Bacaan itu menjadi genap 100 kali. 99 kali ditambah dengan kelanjutan bacaan dimaksud.

Di antara yang perlu ditradisikan adalah:

Ila hadrotin Nabiyyil Musthofa Muhammadin Sallallahu alaihi wa sallim, wa azwajihi, wa auladihi, wa dzurriyatihi, wa ashhabihi, syaiun lillah lahum Alfatihah…

Ila hadrati abaina wa ummahatina, wa jaddina, wajaddatina, wa masyaikhina, wa masyaikhi masyaikhina wa li jami’i ahlil kubur syaiun lillah lahum alfatihah…

Ila hadroti hajadina wa hajadikum. Allahumma taqabbal minna du’aana innaka antas samiun ‘alim wa tub ‘alaina innaka antat tawwabur rahim.  syaiun lillah lahum Alfatihah

Coba kita perhatikan atas siapa-siapa yang kita kirimi bacaan shuratul fatihah. Sungguh luar biasa. Yang utama ditujukan kepada Nabiyullah Muhammad SAW sebagai pensyafaat umat Islam, kemudian istri-istri-Nya, putra-putri-Nya, dan para Sahabat-Nya. Makanya, melalui bacaan fatihah ini akan  ada ratusan orang yang terlibat di dalam bacaan dimaksud. Betapa bahagianya, mereka yang bisa dikirimi fatihah tersebut.

Lalu,  orang tua kita, kakek nenek kita,  buyut dan canggah kita merupakan orang yang sangat menginginkan doa dari  anak dan keturunannya. Bahkan juga kaum muslim yang seiman dan seagama juga berharap atas doa dari sesama umat Islam. Betapa bahagianya orang yang dikirimi fatihah oleh anak keturunannya. Doa itu begitu penting bagi ahli kubur yang sudah tidak mampu berbuat apa-apa dan hanya menunggu dan menunggu kapan hari kiyamat akan datang dan nasibnya akan ditentukan oleh amal perbuatannya.

Kemudian juga bacaan fatihah untuk hajad kita masing-masing. Melalui doa: “ya Allah kabulkanlah doa kami, sesungguhnya Engkau adalah Dzat yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui dan Engkau adalah Dzat yang Maha Pengampun dan Penyayang”. Melalui doa ini,  kita berharap agar doa tersebut  dikabulkan oleh Allah SWT.

Oleh karena itu,  menjadi umat Islam itu sungguh merupakan kebahagiaan, sebab kala kita hidup kita dapat  mendoakan atas para leluhur kita, dan di kala kita sudah wafat maka doa akan datang dari keturunan kita. Bahkan doa dari umat Islam lainnya.

Di sinilah makna penting meninggalkan keturunan yang shalih dan shalihah, sehingga kelak kita akan dapat memperoleh pahala tiada henti karena doa yang dilantunkan oleh anak cucu atau keturunan kita.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

PERSAUDARAAN KEBANGSAAN: RENUNGAN TENTANG INDONESIA

PERSAUDARAAN KEBANGSAAN: RENUNGAN TENTANG INDONESIA

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Di antara materi khutbah idul Fitri yang saya sampaikan pada Masjid Nur Iman, Desa Sembungrejo, Merakurak,  Tuban pada  Sabtu 1 Syawwal 1444 H atau 22 April 2023 adalah tentang bagaimana memperkuat persaudaraan kebangsaaan atau ukhuwah wathaniyah.  Artikel ini membahas lebih mendalam tentang materi khutbah dimaksud dengan harapan agar dapat dipahami lebih mendasar. Tentu saja pembahasan ini dikaitkan dengan puasa yang baru saja kita selesaikan.

Adakah relasi antara puasa dengan semangat kebangsaan? Adakah relasi antara puasa dengan wawasan kebangsaan? Artikel ini mencoba untuk membahas tentang puasa di dalam kaitannya dengan mempertahankan kebangsaan dan negara di tengah semakin menguatnya upaya sebagian kecil masyarakat Indonesia yang berkeinginan mendirikan khilafah Islamiyah. Keinginan seperti ini masih sangat kuat di kalangan kelompok Islamis yang masih bermimpi menjadikan khilafah sebagai satu-satunya solusi bangsa.

Basis untuk menentukan Pancasila, NKRI dan UUD 1945 serta Kebinekaan bukanlah berangkat dari ranah kosong. Akumulasi pemikiran ini tentu berbasis pada realitas social bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang plural dan multicultural, sehingga diperlukan common platform yang bisa menyatukan yang terserak dan mengikat keragaman. Pancasila sebagai dasar negara sungguh merupakan pilihan cerdas dari para pendiri bangsa agar Indonesia yang berneka ragam dalam ras, suku bangsa, bahasa dan agama tersebut bisa merasakan dan memainkan perannya pada bangsa dan negara.

Pengalaman di dalam Sidang Konstituante pada tahun 1955 sampai 1959 pada saat akan menentukan dasar negara tentu bisa menjadi gambaran betapa rumitnya kala masing-masing partai politik hasil Pemilu 1955 ingin memaksakan kehendaknya. Masyumi dan sebagian NU berkeinginan menjadikan Islam sebagai dasar negara, sementara itu PKI menginginkan komunisme sebagai dasar negara dan PNI menginginkan dasar negara Pancasila. Selama 3,5 tahun masa sidang Konstituante ternyata tidak menghasilkan kemajuan yang berarti. Mereka hanya berdebat tentang dasar negara dan tidak membicarakan bagaimana Indonesia ke depan dalam pembangunan. Akhirnya Presiden Soekarno melakukan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 untuk kembali ke UUD 1945. Akhirnya Indonesia kembali kepada UUD 1945 dengan menjadikan Pancasila sebagai dasar negara. Selesai.

Salah satu di antara yang menarik di dalam ajaran Islam adalah konsep ukhuwah kebangsaan. Melalui ukhuwah kebangsaan ini, maka Islam sesungguhnya memberikan perekat agar sebagai umat Islam tidak boleh egois agar semua masyarakat didasarkan atas Islam. Islam memberikan peluang bagi pemeluk agama lain untuk ikut terlibat di dalam Bina Bangsa. Tidak boleh menjadikan pemeluk agama lain menjadi warga negara kelas dua. Prinsip Islam adalah prinsip kesamaan dan keadilan. Dengan prinsip sebagai warga negara yang memiliki kedudukan yang sama, maka hal ini merupakan prinsip Islam yang paling esensial. Islam tidak menentukan secara mendasar tentang bentuk negara. Itulah sebabnya di negara-negara Islam di Timur Tengah juga memiliki varian bentuk negaranya. Di Arab Saudi bentuk negaranya adalah mamlakah, di Mesir adalah jumhuriyyah, di Uni Emirat Arab adalah dinastiyah parlementariyah , dan di Malaysia adalah  mamlakah parlementariyah. Indonesia adalah jumhuriyah demokratiyah. Pilihan ini merupakan pilihan yang tepat dalam kerangka untuk memberi peluang secara lebih besar pada semua anak bangsa untuk berpartisipasi di dalam bernegara dan berbangsa.

Di dalam system pemerintahan, Indonesia memilih relasi antara negara dan agama atau politik dan agama adalah dalam corak symbiosis mutualisme. Jadi agama membutuhkan negara sebagai tempat untuk mengembangkan kehidupan bersama dalam beragama, dan negara membutuhkan agama sebagai basis moralitas dalam berbangsa dan bernegara. Melalui relasi agama dan negara seperti ini, maka Indonesia menganut corak agama public dan bukan agama privat. Sebagai agama public, maka negara terlibat di dalam mengatur relasi antar dan interen umat beragama. Negara tidak mencampuri urusan ajaran agama.

Sebagai konsekuensi agama public, maka akan menghasilkan keterlibatan masyarakat di dalam memberikan partisipasinya untuk mempertahankan negara, baik dari tantangan eksternal dan internal. Jika ada serangan dari dalam atau dari luar, maka masyarakat pastilah terlibat di dalamnya. Sebagai contoh bagaimana Kyai Hasyim Asy’ari membangun kesadaran warga masyarakat untuk melakukan Resolusi Jihad. Melalui Resolusi Jihad  ini, maka bangsa Indonesia ikut serta terlibat di dalam mempertahankan negara Indonesia atas serangan Belanda dan sekutunya. Dan terbukti seruan jihad ini berhasil menggerakkan masyarakat untuk berjuang, dan hasilnya adalah Perang Surabaya, 10 November 1945.

Dengan alasan ini, bahwa setiap umat Islam selayaknya terlibat di dalam mempertahankan negara dan menyejahterakan masyarakat secara bersama-sama, maka puasa bisa menjadi momentum untuk menata hati agar tetap mencintai negeri ini. Negeri ini adalah hasil kerja bersama para founding fathers negeri dalam berbagai latar belakangnya masing-masing. Di sinilah arti pentingnya ungkapan hubbul wathon minal iman, mencintai negara adalah sebagian iman. Ungkapan atau maqalah ini begitu pentingnya untuk membangun kesadaran berbangsa dan bernegara dengan menegaskan Pancasila dan NKRI sebagai dasar dan bentuk negara di tengah keinginan  untuk bereksperimen tentang bentuk negara.

Jadi,  pada waktu bulan puasa  sudah seharusnya warga negara Indonesia yang beragama Islam memperjuangkan Pancasila di dalam berbangsa dan bernegara. Dengan mengamalkan Pancasila yang baik dan benar, maka hakikatnya sudah mengamalkan ajaran agama yang baik dan dengan mengamalkan ajaran agama yang baik dan benar, maka hakikatnya sudah mengamalkan Pancasila.

Mengamalkan ajaran agama yang wasthiyah atau moderat artinya sudah memastikan bahwa corak beragamanya adalah mencintai negaranya, tidak anti pemerintah yang sah, memberikan toleransi terhadap orang dan kelompok lain dan tidak anti atas budaya bangsanya yang beraneka ragam.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

UKHUWAH BASYARIYAH: RENUNGAN TENTANG INDONESIA

UKHUWAH BASYARIYAH: RENUNGAN TENTANG INDONESIA

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Saya ingin memperdalam tentang ukhuwah basyariyah, satu aspek dalam khutbah saya pada Masjid Nur Iman, pada waktu Hari Raya Idul Fitri 1444 H,  Sabtu 1 Syawwal 1444 H atau 22 April 2023. Pada artikel ini sengaja saya pilih topik tersebut sebab di sinilah problem besar yang mengakibatkan pertentangan, dan bahkan konflik social di Indonesia, misalnya kasus Ambon, kasus Poso, kasus Kalimantan Barat dan beberapa tempat lain.

Indonesia merupakan negara yang sangat kompleks dilihat dari variasi etnis, ras dan agama serta golongan social. Bisa dibayangkan jika yang satu atas yang lain merasa lebih besar jumlahnya, lebih kuat dan luas wilayahnya, lebih superior dibanding yang lain, maka yang terjadi adalah persaingan, kontestasi, pertentangan dan bahkan konflik social. Jika semuanya tidak bisa dimenej dengan benar, maka akan menjadi hambatan dan tantangan yang luar bisa bagi kemajuan bangsa.

Untunglah bahwa masyarakat Indonesia memiliki pemahaman yang cair tentang identitas politik, identitas kesukuan, dan  identitas agama. Yang beragama Islam meskipun jumlahnya banyak juga tidak selalu berpikir representasi. Yang suku Jawa  jumlahnya banyak dan tidak berpikir representasi. Di Ambon yang seimbang agamanya juga tidak berpikir representasi. Di Manado, Bali, dan Papua  juga tidak selalu berpikir represantasi. Ada perasaan kesamaan bangsa Indonesia di tengah kompleksitas kesukuan, agama dan ekonomi. Inilah kekuatan bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan berbagai identitas yang melekat padanya.

Kita memiliki tantangan politik dalam jangka dekat. Kita akan menghadapi gawe politik 2024 yang akan datang. Kurang dari setahun. Dan biasanya akan terjadi rivalitas dalam memenangkan pertarungan politik. Disebut oleh para ahli ilmu politik sebagai tahun politik. Tahun di mana terjadi pertarungan politik yang “mengeras” karena artikulasi kepentingan politik yang semakin menguat. Di Indonesia,  ada yang disebut sebagai “politik aliran”. Artinya, bahwa ada beberapa aliran yang berkontestasi di dalam arena politik kebangsaan. Semuanya berebut satu tujuan: “mememangkan kontestasi politik dalam Pilpres dan pilihan legislative yang akan berlangsung”.

Menurut saya, bangsa Indonesia sudah memiliki pengalaman  panjang dalam berkutat dengan masalah-masalah politik kebangsaan. Semenjak pra-kemerdekaan, post kemerdekaan hingga Indonesia modern. Dengan demikian, sudah kenyang makan garam politik praktis untuk menentukan apa yang terbaik bagi bangsa dan negara. Yang paling rawan adalah seputar pemberontakan G30S/PKI pada tahun 1965, dan hal ini bisa diselesaikan berkat kesigapan dan kebersamaan seluruh elemen bangsa Indonesia. Organisasi social keagamaan dan tentara serta masyarakat luas memberikan dukungan sepenuhnya untuk memberantas dan menghancurkan kekuatan komunisme dan akhirnya berhasil.

Tantangan kehidupan keagamaan. Yang tidak kalah adalah konflik social bernuansa agama. Kasus Ambon, kasus Poso, kasus Mataram, Kasus Aceh dan sebagainya akhirnya bisa diredam karena kemampuan untuk melokalisir kasus dimaksud dalam ruang terbatas. Kasus yang relative besar tersebut tidak menyulut konflik yang lebih luas. Meskipun di era media social yang digdaya, akhirnya kasus-kasus tersebut bisa diredam dengan kebersamaan alih-alih membuat kegaduhan. Termasuk juga tindakan bom bunuh diri yang meresahkan dan menyedihkan. Meskipun kecil jumlah yang ekstrim tetapi tetap perlu kewaspadaan.

Di dalam konteks ini, maka Islam mengajarkan tentang ukhuwah basyariyah atau persaudaraan berbasis kemanusiaan. Di dalam salah satu hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori terdapat potongan hadits yang menyatakan: “kunu ibadallahi  ikhwana”. Yang artinya: “jadilah hamba Tuhanmu yang bersaudara”. Islam mengajarkan agar kita dapat  menjadi sesama umat manusia yang bersaudara. Jadi bukan hanya bersaudara sesama agama tetapi persaudaraan sesama manusia. Manusia di dunia sesungguhnya adalah bersaudara. Semua merupakan keturunan Nabiyullah Adam, dan kala banjir besar melanda seluruh dunia, maka putra Nabi Nuh AS, yaitu Syam, Yafeth dan Ham kemudian menurunkan tiga etnis besar di dunia, yaitu Ras Negroid, Ras Mongoloid, dan Ras Kaukasoid. Masing-masing  menghuni Eropa, Afrika dan Asia. Jadi, meskipun sekarang terjadi ras-ras yang berkembang sedemikian banyak,  hakikatnya terdiri dari tiga ras besar.

Oleh karena itu, apapun tantangan di dalam kehidupan, seperti tantangan politik, keberagamaan, social  dan ekonomi, akan tetapi harus kembali kepada ikatan primordial bahwa sesama manusia harus saling mengasihi dan menyayangi. Hanya sayangnya bahwa yang banyak terjadi adalah kasus konflik social atau peperangan dibandingkan dengan kedamaian. Masa konflik di dalam sejarah manusia jauh lebih panjang dibandingkan dengan sejarah perdamaian.

Untuk menjadi manusia yang mengedepankan ukhuwah basyariyah, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: pertama, menyadari bahwa manusia tidak hidup sendiri. Tidak ada manusia yang mampu hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Jauhi keinginan untuk menang sendiri dan menguasai sendiri.  Yang penting adanya  kemauan untuk berbagi tidak hanya bagi kelompoknya tetapi juga merangkul yang berbeda. Umat menjadi kuat jika antara yang sama dan berbeda dapat menjadi satu kesatuan.

Kedua, menahan nafsu amarah atau nafsu angkara murka. Sumber masalah kemanusiaan adalah keangkaramurkaan. Keinginan untuk menguasai dan memiliki semua hal adalah awal dari malapetaka. Makanya, benar yang dinyatakan Nabi Muhammad SAW bahwa jihad yang besar adalah jihad melawan hawa nafsu. Kendalikan hawa nafsu agar ukhuwah basyariyah akan bisa dirajut dengan baik.

Ketiga, menjaga harkat dan martabat kemanusiaan. Tidak ada yang lebih indah di dalam kehidupan sesama antar manusia kecuali kita menghargai, menghormati dan memulyakan manusia sebagai sebaik-baik ciptaan Allah SWT. Adapun kemudian kita berbeda dalam warna kulit, etnis, suku bangsa dan agama hanyalah asesori dalam kehidupan. Substansi manusia adalah pada aspek kemanusiaannya. Yang paling hebat di antara asesori itu adalah ketaqwaan seseorang. Taqwa adalah pembeda di antara sesama manusia.

Keempat, menghargai kreasi manusia dengan sikap dan tindakan yang relevan dengan prinsip umum dalam beragama dan kehidupan bersama. Jangan ada di antara kita yang merasa bahwa hanya kita satu-satunya yang memiliki kreasi dan kemampuan untuk menyatakan kebenaran yang dihasilkan oleh kemampuan logika. Mari kita pahami bahwa dalam dunia tafsir agama sekalipun,  maka kebenaran itu tidak tunggal. Ada para penafsir lain yang juga perlu untuk diapresiasi. Yang mutlak benar hanya Allah, Rasul dan kitab sucinya. Yang bukan itu adalah tafsir dan kita harus menoleransi atas perbedaan.

Kelima, menjauhi kekerasan, baik kekerasan simbolik maupun actual. Keduanya akan menjadi awal petaka bagi kemanusiaan. Manakala terjadi kekerasan maka akan menghasilkan kekerasan baru atau munculnya spiral kekerasan. Kekerasan baik simbolik apalagi fisik akan meninggalkan trauma berkepanjangan. Oleh karena itu, agar terjaga ukhuwah basyariyah  maka semua orang menyadari akan akibat yang ditimbulkan oleh kekerasan social. Perang akan menimbulkan luka psikhis dan fisik dan untuk menyembuhkannya membutuhkan waktu tidak kurang dari 30 tahun.

Manusia diberikan oleh Allah kemampuan untuk membangun silaturrahmi berbasis pada ukhuwah basyariyah. Mari kita rajut kerukunan berdasar atas rasa kemanusiaan agar hidup kita menjadi aman dan damai.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

HIKMAH RAMADLAN UNTUK MEMPERKUAT PERSAUDARAAN: KHUTBAH IDUL FITRI 1444 H

HIKMAH RAMADLAN UNTUK MEMPERKUAT PERSAUDARAAN: KHUTBAH IDUL FITRI 1444 H

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Allahu Akbar 9x. Allahu Akbar Kabiro wal hamdu lillahi katsiro wa suhanallahu bukratau wa ashila. La ilaha illallah  wallahu akbar wa lillahil hamd.

Asyhadu an la ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, la nabiyya ba’dahu. Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammad wa ala alihi wa shahbihi  ajma’in. qalallahu fi kitabihil karim: “ittaqullaha haqqa tuqatihi wa la tamutunna illa wa antum muslimun”. Wa qala Rasulullah sallallahu alaihi wasallam: “man shoma ramadlona imanan wahtisaban ghufiro lahu ma taqaddama min dzanbihi”.

Hadlirin wal hadirat rahimakumullah.

Alhamdulillah wa syukru lillah bahwa kita bisa sampai pada penghujung ramadlan, karena pada hari ini, Sabtu, 22 April 2023 bertepatan dengan tanggal 1 Syawwal 1444 H,  yang hari ini merupakan hari raya atau idul Fitri yang sungguh merupakan hari yang sangat penting di dalam perjalanan kita sebagai manusia dan umat Islam.

Kita bersyukur kepada Allah SWT karena bisa dipertemukan dengan bulan Ramadlan dan kita dapat  melakukan puasa sebagaimana diwajibkan di dalam Islam. Kita meyakini bahwa bulan puasa merupakan bulan yang luar biasa bagi umat Islam karena dijanjikan oleh Allah bahwa siapa saja yang melaksanakan puasa dengan penuh keimanan dan penuh keikhlasan, maka Allah akan mengampuni dosa umat Islam. Barang siapa yang melakukan puasa di siang hari atau man shoma ramadlana, dan barang siapa yang bisa melakukan qiyamul lail dengan shalat tarawih, shalat witir dan berdzikir kepada Allah atau man qoma romadlona, maka Allah akan mengampuni dosa-dosa yang kita lakukan. Alangkah bahagianya jika kita dapat memperoleh ampunan Allah dimaksud karena Allah menjamin akan memasukkan kita ke dalam surganya.

Di dalam Surat Ali Imron, 133-134, Allah berfirman: “wa sari’u ila maghfiratin min rabbikum wa jannatin ardhuhas samawatu wal ardhu, u’iddat lil muttaqin. Alladzina yunfiquna fis sarrai wadh dharrai wal kadziminal ghaidzo wal ‘afina ‘anin nas wallahu yuhibbul muhsinin”.   Yang artinya: “bersegeralah memohon ampunan kepada Tuhanmu dan surganya Allah yang luasnya seluas bumi dan langit yang disediakan kepada orang-orang yang bertaqwa. Yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya di dalam keadaan lapang dan sempit dan menahan amarah dan memaafkan atas kesalahan manusia lainnya dan Allah menyukai orang-orang yang berlaku baik”.

Dari ayat ini diperoleh gambaran tentang indicator atau ciri-ciri orang yang bertaqwa yang dijanjikan surga oleh Allah, yaitu: 1) orang yang segera memohon ampunan Allah kala selesai melakukan kesalahan. Jangan malu memohon ampunan Allah atas kesalahan, kekhilafan dan dosa yang kita lakukan. Kita yakin jika kita bertaubat dengan sungguh-sungguh maka Allah akan mengampuninya. 2) orang yang sedekah dalam keadaan lapang atau sempit, kaya atau tidak kaya. Jika kaya maka bersedakah dengan hartanya dan jika miskin bersedekah dengan senyuman. Idkholus surur shodaqah. Menyenangkan hati orang itu sedekah. 3) orang yang mampu menahan amarah. Puasa yang baru selesai kita lakukan adalah upaya kita dalam rangka menahan amarah. Melalui puasa maka nafsu amarah dan lawwamah dapat diarahkan kepada nafsu muthmainnah. 4) orang yang suka memberi maaf atas kesalahan orang lain. Hari raya kita hari ini adalah instrument atau media kita semua untuk meminta maaf kepada orang lain. Jangan malu meminta maaf dan jangan pelit memberi maaf. 5) orang yang berbuat baik. Kita telah berusaha berbuat baik dengan melakukan shalat, puasa dan zakat. Semoga upaya kita ini dapat menjadi sarana dalam rangka memohon ridlo Allah SWT.

Sebagai sesama manusia yang dipastikan akan bergaul dengan manusia lainnya, atau membangun relasi social, maka ada konsep yang sangat baik yang diberikan oleh Alm. KH. Ahmad Siddiq, Ketua Umum Pengurus Besar NU, yang dinyatakannya sebagai trilogi kerukunan. Atau disebut sebagai tiga pilar kerukunan bag masyarakat Indonesia. Yaitu: 1) membangun kerukunan intern umat Islam atau ukhuwah Islamiyah. Sesama umat Islam kita harus menyadari bahwa kita adalah saudara dalam agama. Kita tidak boleh saling mencela, saling mengejek, saling menyalahkan dan bahkan membunuh karakter kita sebagai umat Islam. Di media social dewasa ini banyak berseliweran konten atau tayangan Youtube, bahwa ada sebagian pendakwah yang membidh’ahkan amalan ibadah kita, bahkan mengkafirkan kita. Isi khutbah yang semacam ini akan merusak hubungan baik sesama umat Islam, akan membuat disharmoni.

Oleh karena itu kita jangan terprovokasi atau terpengaruh dengan isi ceramah seperti ini. Marilah kita yakinkan diri kita bahwa yang kita lakukan itu benar karena ada pedomannya. Makanya, jika ada yang berhari raya pada hari Jum’at silahkan, yang hari raya hari ini, sabtu, silahkan. Jangan saling mencela dan menyatakan yang lain salah. Jadi hukumnya jangan benar atau salah, tetapi hukum pilihan sesuai dengan keyakinan kita. Hadits Nabi menyatakan: “almuslimu lil muslimi kal bunyan yasyuddu ba’dhuhu ba’dhan”. “Orang muslim dan orang muslim lainnya itu seperti bangunan yang saling menguatkan sebagian atas sebagian lainnya”.

2) kita tegakkan ukhuwah basyariyah. Kita ini hidup di dunia yang terdiri dari masyarakat berbagai macam ras, suku, agama dan antar golongan. Maka marilah kita menyadari bahwa kita dapat membangun relasi yang baik dengan sesama umat manusia. Jangan ada yang menyatakan bahwa diri kita yang paling baik dan yang lain jelek. Yang membedakan seseorang dari lainnya adalah ketaqwaannya. Dan yang menentukan kebaikan taqwa kita adalah Allah SWT. Bukan kita. Jangan kapling surga untuk kelompok kita saja. Karena yang menentukan surga adalah haknya Allah SWT. Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori menyatakan: kunu ‘ibadallahi ikhwanan”. “jadilah hamba Allah yang bersaudara”.

3) ukhuwah wathoniyah atau persaudaran sebagai satu bangsa. Kita ini adalah bangsa Indonesia yang merupakan satu kesatuan umat yang hidup dan menetap di Indonesia. Sebagai warga negara maka kita harus mencintai bangsa dan negara ini. Jangan sampai kita hidup di Indonesia, tetapi ingin menjadi warga negara lain atau ingin menjadikan ideologi bangsa lain sebagai dasar negara kita. Kita sudah memiliki dasar negara yaitu Pancasila, maka harus kita pertahankan. Ulama-ulama NU sudah menyatakan bahwa Pancasila adalah dasar Negara Kesatuan Republic Indonesia (NKRI). Jangan pernah kita menginginkan dasar negara yang bukan Pancasila.

Semoga Allah memberkahi kehidupan kita secara individual, keluarga dan bangsa Indonesia. Semoga hidup kita selalu dalam keberkahan dan kebahagiaan. Amin ya Rabbal ‘alamin.

aqulu qauli hadza fastaghfirullahal aizim. Rabbigh fir warham wa anta khairur rahimin.

Wallahu a’lam bi al shawab.