• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

DARI SUDUT MASJID AL IHSAN: POLITIK SEHARUSNYA UNTUK RAKYAT

DARI SUDUT MASJID AL IHSAN: POLITIK SEHARUSNYA UNTUK RAKYAT

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Ba’da Shalat Shubuh jamaah Masjid Al Ihsan tidak segera pulang. Senin, 01/04/2023. Dan seperti biasanya memang kita membincang hal-hal yang terkait dengan masalah-masalah ibadah dengan segala tetek bengeknya. Tetapi kemarin tidak secara sengaja kita berbicara tentang situasi social politik kita akhir-akhir ini. Memang bukan pembicaraan dari para pakar, akan tetapi bukan berarti pembicaraan yang remeh temeh. Tetap saja pembicaraan serius di tengah nuansa cengengesan sebagaimana biasa di dalam Grup Ngaji Bahagia (GNB).

Politik merupakan artikulasi kepentingan. Artinya bahwa melalui jalan politik maka didapatkan akses kepada kekuasaan dan kepentingan. Dua kata ini penting di dalam memaknai politik. Jadi setiap tindakan politik dipastikan merupakan upaya untuk mengakses kepada kekuasaan dan pemenuhan kepentingan. Jadi semua kegiatan politik dipastikan dua hal itu yang diharapkan sebagai  produknya.

Untuk artikulasi politik tersebut maka didirikanlah partai politik. Yaitu sekumpulan orang yang melakukan tindakan untuk melakukan upaya politik bertujuan kepada akses kepentingan, bisa terkait dengan kepentingan di dalam kontestasi pilihan presiden/wakil presiden atau pilihan legislative, baik pada level nasional maupun regional dan local. DPR dan DPRD Provinsi maupun  Kabupaten/kota.

Partai politik adalah alat negara di dalam demokrasi. Untuk melakukan demokrasi maka negara membutuhkan partai politik. Di Indonesia sebagai negara dengan pilihan demokrasi sebagai instrument untuk menentukan siapa presiden/wakil presiden serta pimpinan dan anggota legislative, maka dilakukanlah pemilihan umum (PEMILU) untuk eksekutif dan legislative. Eksekutif yang menjalankan pemerintahan dan legislative yang merumuskan regulasi bersama dengan pemerintah, dan juga melakukan penganggaran dan pengawasan atas jalannya roda pemerintahan.

Tetapi di Indonesia benarkah politik itu untuk kepentingan masyarakat atau kepentingan rakyat? Inilah inti diskusi di Masjid Al Ihsan. Ada sejumlah nama di dalam diskusi informai seperti Pak Mulyanta, Pak Suryanto, Pak Sahid, Pak Hardi, Pak Rusmin, Pak Budi, saya dan lain-lain. Di dalam pandangan Pak Mul, politik di Indonesia itu belum menggambarkan tujuan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Politik di Indonesia itu masih bertujuan untuk kepentingan partai politik. Pak Sahid juga mengungkapkan bahwa kenyataannya bahwa birokrasi itu menjadi kendaraan politik penguasa. Lalu, Pak Budi juga menyatakan bahwa di Indonesia ini politik uang juga masih kuat.

Pada kesempatan ini memang diskusinya tidak memakai teori-teori politik yang rumit-rumit tetapi menggunakan logika yang sederhana-sederhana saja. Yang berada di sekeliling kita. Suatu kenyataan bahwa rakyat itu mulai sadar politik. Hal ini tentu dikaitkan dengan semakin melubernya informasi yang bisa diakses dengan mudah. Melalui transparansi dan keterbukaan informasi maka dipastikan control terhadap jalannya proses demokrasi akan lebih mudah dilakukan.

Tetapi kendala utama adalah pada kejujuran pelaksana PEMILU, di dalam hal ini adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU). Yang diharapkan adalah kejujuran KPU di dalam  penghitungan suara. Masyarakat sungguh berharap agar KPU merupakan lembaga yang independent dan tidak bisa diintervensi oleh siapapun termasuk pimpinan parpol dan pimpinan pemerintahan. Jika KPU menerapkan prinsip shiddiq dan Amanah, jujur dan adil, maka yang dihasilkan tentu adalah orang-orang yang baik.

Bagi anggota legislative yang diharapkan adalah para anggota DPR/DPRD yang menyuarakan kepentingan rakyat. Jangan justru membohongi rakyat. Jangan melakukan pemberian harapan palsu (PHP). Janganlah janji muluk-muluk tetapi tidak ada buktinya. Buktinya untuk merumuskan Undang-Undang, misalnya perampasan aset saja juga tidak segera diselesaikan karena tekanan kepentingan politik yang datang dari para pelaku politik. Padahal ini yang sesungguhnya dibutuhkan rakyat untuk menjadi kepastian atas perilaku korupsi di negari ini yang kuantitas dan kualitasnya semakin meningkat.

Yang harus juga diperhatikan adalah  agar aparat pemerintah berada di dalam posisi netral. Jangan hanya di atas kertas saja. Tetapi yang penting justru di dalam implementasinya. Para pimpinan birokrasi juga janganlah melakukan tindakan intervensi kepada stafnya atau bawahannya. Biarkankah para ASN menggunakan rational choice untuk menentukan siapa yang dipilihnya. Yang penting harus menggunakan logika persatuan dan kesatuan bangsa. Keutuhan dan keselamatan bangsa. Para ASN sebagai aparat negara tentu harus secara cerdas memilih pimpinan negara yang tetap memperjuangkan empat pilar consensus kebangsaan: Pancasila, NKRI, UUD 1945 dan kebinekaan. Jangan sampai salah memilih orang. Pilihlah yang terbaik dan akan memperjuangkan negeri ini agar selamat sampai tujuan.

Yang juga tidak kalah menarik juga agar masyarakat semakin cerdas. Menolak politik uang. Jangan justru memanfaatkan PEMILU sebagai lahan untuk mengeruk keuntungan, terutama pada makelar-makelar politik. Jangan sampai berita milyaran rupiah untuk menjadi anggota legislative, atau eksekutif dalam berbagai levelnya itu malah membudaya di kalangan masyarakat. Jika orang yang dipilih itu mengeluarkan uang atas keterpilihannya, maka tentu masuk akal jika kemudian ingin mengembalikan uangnya untuk pembiayaan politik. Jika kemudian ada yang melakukan tindakan koruptif, maka rakyat juga terlibat di dalam hal ini. Yang disampaikan oleh Ustadz Das’ad Latif di channel Youtube itu menjadi benar adanya, sebab politik uang itu sebenarnya karena umat Islam ikut di dalamnya. Tolak politik uang agar terpilih yang terbaik.

Inti dari pembicaraan kita pagi ini adalah agar masyarakat cerdas memilih siapa yang akan menjadi anggota legislative dan eksekutif dengan salah satu cara melakukan penolakan terhadap money politics, agar apparat sipil negara juga dapat menggunakan rational choice untuk memilih siapa yang terbaik, KPU juga bekerja dengan kejujuran dan keadilan, dan yang paling mendasar kita pilih pemimpin yang tetap berpegang teguh pada upaya untuk mempertahankan Pancasila, NKRI, UUD 1945 dan kebinekaan sebagai pilar kebangsaan untuk menyongsong Indonesia yang lebih baik di masa depan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

MENDAMBAKAN ANAK YANG SALEH: DAHSYATNYA DOA ORANG TUA

MENDAMBAKAN ANAK YANG SALEH: DAHSYATNYA DOA ORANG TUA

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Tidak ada orang tua yang tidak ingin anaknya menjadi anak yang baik, apapun status dan kedudukan orang tuanya. Meskipun orang tuanya tidak memiliki status social yang baik, akan tetapi tetap berkeinginan agar anaknya menjadi lebih baik status sosialnya. Orang tua selalu mendambakan agar anaknya menjadi lebih baik dari dirinya. Dan lebih jauh juga mendambakan agar anaknya menjadi orang yang baik dalam agamanya.

Ada orang tua yang status sosialnya menjadi buruh tani atau petani tetapi dia berkeinginan agara anaknya tidak menjadi seperti dirinya. Atau ada orang tua yang bekerja pada sector pekerja kasar di pabrik atau pekerja bangunan dan berharap agar anaknya tidak menjadi seperti dirinya. Makanya, hampir semua orang tua berharap agar anaknya menjadi lebih baik di dalam kehidupannya. Ada mobilitas vertical yang diinginkan, dari buruh tani menjadi petani. Dari petani menjadi pegawai negeri. Dari buruh kasar menjadi pengusaha.

Ada yang berhasil dan ada yang tidak. Ini merupakan hukum alam. Keberhasilan atau kegagalan merupakan hukum alam yang tidak bisa dihindari oleh umat manusia. Bahkan putra Nabi-Nabi atau Rasul Allah juga mengalami hal yang sama. Ada yang berhasil dan ada yang gagal. Yang berhasil adalah seperti Nabiyullah Ibrahim yang berhasil putra-putranya menjadi orang yang saleh bahkan nabi atau rasul. Akan tetapi juga ada yang gagal, misalnya Nabi Adam AS yang salah seorang putranya tidak menjadi orang yang baik. Sama halnya dengan Nabi Nuh AS yang  salah seorang putranya membangkang dari perintah orang tuanya. Qabil dan Kan’an adalah prototipe anak yang gagal menjadi orang shaleh.

Namun demikian, sebagai manusia tentu kita harus tetap bercita-cita agar keturunan kita menjadi orang yang terbaik, terutama di dalam ketaqwaannya. Tidak boleh berpikir bahwa anak Nabiyullah saja ada yang mengingkari kebenaran apalagi anak keturunan kita sebagai manusia biasa. Pemikiran seperti ini saya kira  tidak tepat, sebab kita justru harus berpikir dan berusaha untuk kebaikan anak keturunan kita.

Sebagaimana yang sudah saya tulis, bahwa ada trilogy kehidupan manusia, yaitu berusaha, berdoa dan bertawakkal. Maka agar anak kita menjadi anak yang saleh maka tentu harus diupayakan untuk menjadi shaleh. Jangan dibiarkan saja tanpa pengarahan. Bisa dilakukan oleh lembaga pendidikan atau bisa dilakukan sendiri. Yang jelas harus ada ikhtiar agar anak kita menjadi anak yang baik. Ingatkan jika sudah berada di luar rumah dan juga ingatkan kala di dalam rumah. Mengingatkan keluarga kita untuk melakukan kebaikan adalah kewajiban social dan religious sekaligus. Jagalah diri kita dan keluarga kita dari api neraka.

Islam juga mengajarkan betapa pentingnya doa. Jika kita memiliki pemikiran bahwa para Nabi itu tidak usah berdoa maka pemikiran ini merupakan pemikiran yang salah. Bahkan kita diajari oleh para rasul  untuk terus berdoa kepada Allah tentang segala hal, termasuk berdoa untuk anak-anak kita. Meskipun ada yang berhasil dan gagal,  tetapi kita tetap harus optimis bahwa Allah pasti mendengarkan doa-doa kita.

Nabi Zakariya AS juga melantunkan doa: “Rabbi habli min ladunka dzurriyatan thayyibatan innaka sami’ud du’a, yang artinya: “wahai Tuhanku, berikanlah dari sisimu seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha mendengar permohonan kami”. Rasulullah juga bersabda bahwa ada tiga doa yang mustajabah, yaitu: doa orang tua, doa orang bepergian dan doa orang yang terdholimi. Sebagaimana Sabda Nabi Muhammad SAW sebagai berikut: tsalatsatu da’awati  mustajabati la syakka fi hinna: da’watul walidi wa da’watul musafiri wa da’watul madhlumi”, yang artinya: “ada tiga macam doa yang mustajab dan tidak ada keraguan di dalamnya, yaitu doa orang tua, doa seorang musafir dan doa orang yang terdzolimi” (HR. Imam Bukhori).

Dengan mencermati doa-doa ini, kita dapat memahami  hal-hal sebagai berikut: pertama,  berdoa untuk kebaikan anak itu merupakan perilaku baik yang hukumnya sunnah. Bahkan bagi manusia mendekati kewajiban. Setiap manusia secara etikal harus mendoakan anak-anaknya. Orang tua tidak boleh melupakan doa kepada Allah ini. Disunnahkan waktunya pada saat-saat mustajabah. Jika do’a orang tua itu sudah menjadi doa yang mustajabah atau doa yang besar peluangnya dikabulkan oleh Allah dan jika doa tersebut dilantunkan pada saat yang mustajabah, misalnya sepertiga malam, maka peluang berhasilnya akan lebih besar.

Kedua, doa yang disampaikan kepada Allah oleh orang yang berkategori pelaku doa mustajabah tersebut benar-benar didengarkan oleh Allah. Dan Allah berjanji akan menjawabnya atau mengabulkannya. Hanya factor waktu saja yang bisa cepat atau lambat. Tetapi kita harus yakin bahwa doa tersebut akan dikabulkan oleh Allah SWT. Innallaha la yukhliful mi’ad yang artinya sesungguhnya Allah tidak akan mengingkari janjinya. Sebagaimana doa Nabi Zakariya di atas, bahwa Allah adalah maha mendengar doa-doa hambanya. Terutama  hambanya yang bertaqwa kepada-Nya.

Ketiga, jika ada anak yang berpaling dari kebenaran, maka jangan lelah mendoakannya. Kapanpun dan di manapun. Janganlah kita merasa bahwa Tuhan tidak mendengarkan doa kita. Teruslah berdoa tanpa lelah ibaratnya, dan kemudian kita bertawakkal kepada Allah. Jika Allah belum mengabulkan, maka teruslah berdoa dan berdoa. Mungkin sekarang belum dikabulkan tetapi siapa tahu akan dikabulkan  yang akan datang. Janganlah berputus asa dan janganlah berpikir negative. Teruslah berpikir positif atau husnudz dzon, bahwa suatu ketika Allah akan mengabulkannya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

BEGITU PENTINGNYA DOA UNTUK ANAK

BEGITU PENTINGNYA DOA UNTUK ANAK

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sebagai mana biasa kala saya pulang ke rumah Tuban, tepatnya di Dusun Semampir, Desa Sembungrejo, Merakurak,  Tuban, maka saya memberikan ceramah ba’da shubuh di Mushalla Raudlatul Jannah, Ahad 30/04/2023,  yang lazim saya lakukan ba’da menjadi imam, memimpin dzikir dan terus lanjut memberikan sedikit ulasan tentang amalan yang penting untuk dilakukan.

Kali ini, saya memberikan ulasan tetang betapa pentingnya kita memiliki keturunan yang shalih dan shalihah agar hidup kita menjadi  bahagia di alam dunia, alam kubur dan bahkan alam akherat. Anak dan keturunan itu begitu pentingnya dan merupakan asset yang tiada ternilai harganya. Itulah sebabnya kita harus berdoa agar anak-anak dan keturunan kita menjadi orang yang bisa menjadi permata hati karena amal shalihnya dan doanya untuk kita semua.

Saya pernah menulis melalui media social nursyamcentre.com tentang “Anak Sebagai Aset Terbaik Dalam Kehidupan”, yang intinya bahwa memiliki anak yang shalih atau shalihah adalah asset yang luar biasa baiknya di dalam kehidupan manusia. Anak yang shalih atau shalihah adalah harta terbaik di dalam kehidupan karena doa anak yang seperti itu yang akan mendampingi kita semua sebagai orang tua jika sudah wafat. Dari tiga hal yang dapat menjadi pendamping di alam barzakh hingga alam akhirat, salah satunya  adalah anak shalih yang mendoakan kepada orang tuanya.

Pasti menjadi kebahagiaan bagi orang tua jika anak-anaknya menjadi anak yang shalih lalu anak yang shalih tersebut mau dan mampu mendoakan kepada kedua orang tuanya. Dipastikan bahwa orang tua itu akan sangat bahagia tidak hanya di dalam kehidupan di dunia tetapi juga pada kehidupan di akhirat. Kala semua orang yang sudah wafat berharap akan curahan doa, bacaan Alqur’an dan kalimah thayyibah, maka datanglah pahala dari anak cucu kita yang terus melakukan yang terbaik bagi leluhurnya.

Maka yang sungguh-sungguh kita harapkan adalah lahirnya generasi keturunan  yang shalih dan shalihah dan dapat mendoakan kita semua, baik kala kita masih hidup maupun kala kita sudah wafat. Keturunan yang shalih dan shalihah tentu tidak datang dengan sendirinya. Tetapi dipastikan harus diupayakan dengan optimal. Salah satu di antaranya adalah melalui pendidikan. Agar diupayakan agar anak-anak kita memperoleh pendidikan yang baik, tidak hanya kualitas akademiknya yang bagus tetapi juga spiritualitasnya yang baik. Boleh saja sekolah pada Lembaga Pendidikan umum, tetapi harus dibarengi dengan pendidikan agama yang memadai. Itulah sebabnya banyak orang tua yang cenderung memasukkan putra-putrinya pada pondok pesantren yang tidak hanya mengajarkan pendidikan umum tetapi juga pendidikan agama.

Sungguh tidak akan ada kerugian kala anak-anak kita memiliki ilmu agama yang baik. Dengan bekal ilmu agama yang baik, maka kelak mereka akan bisa menjadi anak yang shalih atau shalihah yang dipastikan akan dapat mendoakan kepada orang tuanya. Dipastikan mereka akan dapat membaca Alqur’an dan kalimah thayyibah kepada leluhurnya. Tidak hanya kepada orang tuanya akan tetapi kepada ahli kuburnya khususnya kakek, nenek, buyut, canggah, gantung siwur dan seterusnya.

Para Nabiyullah, juga melakukan hal yang sama. Mendoakan agar anak keturunannya menjadi anak yang shalih dan sholihah. Nabi Muhammad SAW memiliki Sayyidah Fathimah istri Sayyidina Ali Karramahullahu wajhah, yang kemudian melahirkan Sayyidina Hasan dan Hussein, dua orang yang menjadi penerus garis keturunan Rasulullah hingga saat ini. Nabi Dawud AS memiliki putra Nabiyullah Sulaiman AS. Nabi Ibrahim AS memiliki putra Nabiyullah Ismail dan Nabiyullah Ishaq yang kelak menurunkan Nabiyullah tahap berikutnya. Dari  jalur Nabi Ishaq menurunkan Nabi Isa AS dan dari jalur Nabi Ismail menurunkan Nabi Muhammad SAW.

Di dalam peribahasa Jawa dikenal suatu  konsep anak macan akan menjadi macan. Anak macan tidak akan menjadi kucing. Factor genealogis itu betapa pentingnya di dalam sejarah kehidupan umat manusia. Makanya gen seseorang itu akan menentukan akan seperti apa pada kehidupannya. Jika gen yang dimiliki itu  orang besar mestinya juga memiliki potensi untuk menjadi orang besar. Hanya saja factor lingkungan  juga memiliki pengaruh besar pada kehidupan seseorang. Pendidikan, pergaulan, dan relasi social akan sangat menentukan terhadap bagaimana tampilan kehidupan seorang individu.

Nabi-Nabi Allah memiliki doanya masing-masing untuk keturunannya. Di  dalam Surat Alfurqan, ayat 74: dikisahkan tentang doa Nabiyullah Ibrahim AS, yang bunyinya: Rabbana hablana min azwajina wa dzurriyatina qurrata a’yun waj’alna lil muttaqina imama”, yang artinya kurang lebih adalah: “Wahai Tuhan kami, anugerahkan kepada kami istri-istri  dan keturunan kami sebagai permata hati kami, dan jadikanlah sebagai pemimpin umat yang bertaqwa”. Sebuah doa yang sangat baik yang menjelaskan bahwa yang diminta bukan hanya istri dan anak tetapi keturunan. Anak, cucu, cicit, dan seterusnya ke bawah.

Doa ini memberikan gambaran dan mengajarkan kepada kita semua bahwa orang tua itu selayaknya terus berdoa kepada Allah agar anak keturunannya menjadi orang yang shalih dan shalihat, dan bahkan bisa menjadi pemimpin umat Islam yang bertaqwa. Sebuah kebahagiaan bagi umat Islam yang memiliki keturunan yang shalih dan shalihat adalah karena pahala yang diberikan oleh anak cucu kita akan terus mendampingi kita di dalam alam barzakh dan bahkan di dalam akherat.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

 

PERILAKU PEMBULIAN DAN KERUGIAN DI AKHERAT

PERILAKU PEMBULIAN DAN KERUGIAN DI AKHERAT

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sebagai manusia yang memang memiliki  peluang untuk melakukan  kekhilafan atau kesalahan, maka terkadang kita melakukan amalan atau perbuatan yang tidak relevan dengan pesan agama, khususnya bagaimana memperlakukan manusia lainnya dalam konteks pernyataan yang bertentangan dengan qaulan kariman atau qaulan layyinan. Berkata yang mengandung kemuliaan dan lemah lembut.

Manusia memang diberi potensi untuk melakukan kesalahan dan lupa atau di dalam bahasa agama disebut sebagai mahalul qatha’ wan nisyan. Makanya, juga jangan heran jika kemudian terdapat manusia yang lupa atau lalai dan melakukan kesalahan sebab memang hal ini merupakan potensi yang terdapat di dalam diri manusia. Patut diingat bahwa yang tidak melakukan kesalahan atau dosa adalah Nabiyullah Muhammad SAW yang disebut di dalam bahasa agama sebagai manusia yang ma’shum.

Hanya saja yang perlu dilakukan adalah bagaimana agar jangan kesalahan melulu yang dilakukan akan tetapi perilaku yang baik yang harus lebih banyak. Manusia juga diberi potensi untuk melakukan kebaikan karena ajaran agama yang menuntunnya dalam melakukan kebaikan dimaksud. Bukankah setiap ajaran agama mengajarkan kebaikan bagi manusia. Agama sesungguhnya memberikan pedoman tentang keteraturan social dan tidak mengajarkan konflik social.

Tetapi secara empiris bahwa terdapat banyak konflik social yang bernuansa agama. Kita  tahu bahwa agama itu di dalam banyak hal dilibatkan dalam konflik social untuk memperkuat identitas mereka yang terlibat konflik. Kasus politik yang kemudian menjadi konflik bernuansa agama, atau konflik social lalu bernuansa agama. Beberapa kasus konflik social di Indonesia memberikan penjelasan seperti itu.

Di Indonesia banyak dijumpai penyiaran agama atau dakwah yang kontennya bukan untuk memberikan pemahaman tentang Islam yang rahmatan lil alamin akan tetapi justru mencaci maki, membuli dan membunuh karakter orang, komunitas atau organisasi keagamaan. Dakwah yang seperti ini justru dijadikan sebagai lahan subur oleh media social untuk memperkuat atau mengembangkannya. Akibatnya masyarakat menjadi tersegmentasi di dalam pemahaman agama sebagaimana yang mereka  dengarkan dari konten Youtube. Betapa mudahnya kita mengakses narasi-narasi yang bertentangan dan bahkan serangan dan pembalasan. Attacking yang dilakukan memang menohok jantung pemahaman beragama kelompok lain,  sehingga juga akan menimbulkan tindakan responsive yang seimbang. Ada sekelompok umat Islam yang syahwat penguasaannya sangat kuat bahkan terkadang kelewatan dalam melakukan dakwahnya dengan diksi-diksi bullying  sehingga membuat kubu lawan juga bereaksi yang sepadan.

Sesungguhnya Islam mengajarkan tentang konsep muflis, yaitu ajaran agama yang terkait dengan orang yang amal shalihnya banyak bahkan luar biasa, akan tetapi menjadi merugi karena ada ungkapan atau tindakan yang membuat orang lain sakit hati, terdzolimi dan dilecehkan bahkan mendapatkan kekerasan fisik. Semakin banyak orang yang diperlakukan  seperti ini, maka akan semakin banyak pahalanya yang tergerus. Dan bahkan pahalanya habis sementara itu yang menuntut untuk memperoleh keadilan atas dirinya masih banyak. Makanya, bisa jadi  pahalanya habis dan akibatnya dia akan menanggung dosa orang lain, karena pahalanya sudah tidak bisa dijadikan pengganti atas kealpaannya tersebut.

Di dalam hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, dinyatakan: “Apakah kalian tahu siapa muflis (orang yang pailit)? Para sahabat menjawab: ‘muflis (orang yang pailit) itu adalah yang tidak mempunyai dirham maupun harta’.Tetapi Nabi SAW berkata: ‘muflis (orang yang pailit) dari umatku ialah orang yang datang pada hari kiamat membawa pahala shalat, puasa dan zakat, namun (ketika di dunia) dia telah mencaci dan salah (menuduh) orang lain, makan harta, menumpahkan darah, dan memukul orang lain (tanpa hak). Maka orang itu akan diberi pahala dari kebaikan-kebaikannya. Jika  telah habis kebaikan-kebaikannya, maka dosa-dosa mereka akan ditimpakan kepadanya, kemudian dia akan dilemparkan ke dalam neraka”.

Hadits Nabi Muhammad SAW ini memberikan pelajaran kepada kita semua, umat Islam, agar jangan melakukan beberapa hal, yaitu: 1) Mencaci maki orang lain dengan alasan apapun, termasuk alasan menjelaskan ajaran agama. Melakukan pembulian atas orang lain, membunuh karakter orang lain, dan sebagainya. 2) Memakan harta yang bukan haknya, seperti hak organisasi, hak anak yatim, hak orang lain yang kita tahu semua itu. 3) melakukan kekerasan fisik dan mental bahkan pembunuhan. Tindakan yang harus dihindari umat Islam. Membunuh satu orang tanpa dosa itu merupakan extra-ordinary crime. 4) memukul orang lain tanpa hak. Yaitu melakukan kekerasan fisik yang tidak seharusnya dilakukan terhadap orang tersebut.

Oleh karena itu perlu kita melakukan muhasabah (menghitung neraca amal) di dalam kehidupan. Apakah neraca amal kita merugi atau menguntungkan. Kita harus berhitung tentang neraca amal  agar  dapat memahami apakah  termasuk orang yang beruntung atau merugi. Sungguh kita ingin menjadi orang yang beruntung. Makanya kita harus terus beristighfar, sebagaimana Nabi Muhammad SAW.  Beliau itu sudah dijamin menjadi manusia yang ma’shum, tanpa dosa, dan pasti masuk surga, tetapi  Beliau mewajibkan dirinya untuk beristighfar 100 kali. “Untuk apa kata Aisyah RA: Nabi menjawab: agar aku menjadi hamba Allah yang bersyukur”.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

 

 

TRILOGI KEHIDUPAN: IKHTIAR, BERDOA DAN TAWAKKAL

TRILOGI KEHIDUPAN: IKHTIAR, BERDOA DAN TAWAKKAL

Prof. Dr. Nur Syam, MSI

Manusia sebenarnya memiliki dan diberi potensi oleh Allah SWT untuk melakukan usaha di dalam memenuhi hajad kehidupannya. Untuk memenuhi kebutuhan fisik atau biologis, kebutuhan social dan kebutuhan integratifnya. Manusia memiliki potensi dan memang diberikan oleh Allah kemampuan untuk mengakses berbagai macam usaha dalam kerangka memenuhi hajad hidupnya dimaksud.

Hajad kehidupan tersebut dapat dipenuhi dengan berbagai macam upaya, misalnya bekerja di sector wirausaha atau perusahaan, menjadi pegawai pemerintah, menjadi Angkatan bersenjata, menjadi pekerja film, pekerja dan pengusaha online, atau bahkan bekerja di sector jasa transportasi. Semua itu dilakukan di dalam kerangka untuk memenuhi kebutuhan. Kehidupan tersebut  semakin menekan dewasa ini, seirama dengan semakin menguatnya cenkeraman materialisme yang merebak di setiap sector kehidupan.

Ada beberapa jenis pekerjaan yang tetap diminati oleh masyarakat Indonesia, misalnya menjadi Aparat Sipil Negara (ASN). Jumlah pekerja di sector ini sebanyak 4.315.181 orang. Yang terdiri dari PNS sebanyak 3.956.018 orang dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sebanyak 359.163 orang.  Untuk membuktikan bahwa menjadi ASN tersebut masih tinggi bisa dilihat pada saat ada penerimaan atau rekruitmen ASN, maka peserta membeludak di tengah jumlah ASN yang sangat sedikit. Padahal menjadi ASN itu artinya memilih kehidupan yang sekedar cukup, karena menjadi ASN tidak menjanjikan kekayaan di tengah kehidupan yang semakin materialistic.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), maka sector pekerjaan yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor pertanian dengan prosentase sebesar  29,96 persen, sector perdagangan sebesar 19,03 persen. Angka ini terkait dengan jumlah pekerja usia produktif. Sedangkan dilihat dari bekerja di sector formal sebesar 40, 38 persen, dan bekerja di sector informal sebesar 59,62 persen berdasarkan atas data jumlah penduduk yang berusia produktif dan telah bekerja. Berdasarkan data stsititik juga diketahui bahwa sector pekerjaan kehutanan, perkebunan dan pertanian menyerap tenaga sebesar 38,78 juta atau setara dengan 29,59 persen. Jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 135.611.310 orang pada bulan Pebruari 2022, sementara yang menganggur sebanyak 9.102.950 orang.

Yang juga menarik adalah keenderungan baru dalam dunia pekerjaan, yaitu usaha online. Di tengah gelegak tehnologi informasi, maka yang kemudian ikut merebak sebagai lahan baru bekerja adalah pada sector digital ekonomi. Saya hanya akan sedikit membahas tentang berusaha pada sector pekerjaan online, yang sekarang sedang ngetren. Usaha-usaha yang bisa dikendalikan dari rumah ini ternyata menjadi lahan baru seirama dengan kecenderungan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup hanya dari gadget. Usaha ini juga dipermudah dalam kaitannya dengan usaha transportasi online, misalnya Gojek, Grab, NUJek dan sebagainya. Sector pekerjaan ini banyak diminati oleh generasi milenial, yang kemudian menghasilkan konsep generasi rebahan.

Data ini penting untuk menggambarkan bahwa bekerja merupakan sebuah keharusan bagi manusia untuk memenuhi hajad hidup dengan cara bervariasi. Memang ada orang yang sukses di dalam bekerja dan ada yang tidak berhasil. Ada bekerja dan menjadi kaya dan ada yang bekerja dan hanya berkecukupan saja. Jika hal ini dikaitkan dengan ajaran agama, maka di sana ada takdir yang terkait dengan kesuksesan atau kegagalan. Bahkan bahagia dan  tidak bahagia atau sa’idun wa sakiyyun itu sudah ada ketentuannya. Tetapi yang pasti bahwa keterlimpahan harta di dunia belum bisa menjamin keterlimpahan kebahagiaan di akherat kelak. Di dalam konsep Islam terkait dengan ketaqwaan. Inna akramakum ‘indallahi atqokum”.  Yang  artinya: “sesungguhnya yang lebih baik di hadapan Allah adalah yang paling taqwa di antara kamu”.

Meskipun ayat ini terkait dengan aspek kesukuan, kebangsaan dan ras akan tetapi tentu bisa dinisbahkan dengan kehidupan lainnya, misalnya status social, strata social, penggolongan social, dan sebagainya. Jadi apapun status sosialnya belum tentu menjamin termasuk orang yang beruntung kecuali yang bersangkutan memiliki ketaqwaan kepada Allah SWT. Yaitu orang yang beriman dan beramal shalih.

Itulah sebabnya maka doa yang sering kita baca adalah “Allahumma inna nas’aluka ilman nafi’a, wa rizqan thayyiba, wa ‘amalan mutaqabbala”. Yang artinya: Ya Allah sesungguhnya kami memohon ilmu yang bermanfaat, rizqi yang luas dan baik dan amal yang diterima” (HR. Ibnu Majah). Jadi Allah meminta kepada kita untuk berdoa kepada-Nya agar ilmu yang kita miliki menjadi ilmu yang bermanfaat. Ilmu yang bermanfaat itu akan menjadi pendamping bagi kita sampai hari akhir. Tidak terputus meskipun kita sudah wafat. Lalu rizki yang baik, yang halal dan thayyiban, yang halal dan baik,  sehingga harta tersebut dapat menjadi pendamping kita sampai hari kiamat, kala harta itu juga sebagiannya disedekahkan atau diinfakkan. Lalu kita juga diminta untuk melakukan  amal yang baik yang diterima oleh Allah SWT. Doa dapat  menjadi salah satu instrument penting di dalam kehidupan manusia. Ada usaha atau ikhtiar dan ada doa yang mendampinginya.

Kemudian, kala usaha sudah dilakukan dengan kesungguhan, penuh perhitungan, dan penuh dengan pengukuran lalu juga sudah dilakukan doa sesuai dengan ajaran agama, maka kemudian hasilnya diserahkan kepada Allah SWT. Kita harus tawakkal. Sebaik apapun strategi bisnis, sebaik apapun penerapan strategi bisnis, sebaik apapun upaya untuk menggapai keberhasilan, maka masih ada satu variable penting yaitu takdir Allah akan kesuksesan atau kegagalan.

Hanya sayangnya bahwa takdir itu diketahui setelah semua usaha dilakukan. Dan begitulah memang hukumnya. Takdir pasti datang belakangan. Kita tidak memiliki kemampuan untuk merenda takdir. Kita hanya memiliki kekuasaan untuk berusaha, berdoa dan akhirnya menyerahkan semuanya kepada Allah SWT. Orang menyatakan sebagai guratan takdir atau garis tangan. Ada orang yang sukses karena garis tangan, dan ada orang yang gagal juga guratan takdir. Itulah sebabnya takdir menjadi misteri di dalam kehidupan manusia. Takdir adalah urusan azali.   Tugas  sebagai manusia adalah menjemput takdir yang baik, dan itu bisa tergantung pada ikhtiar dan doa. Bisa jadi karena usaha dan doa, maka takdir yang masih menggantung atau mu’allaq di antara ya atau tidak, kemudian  akan menjadi ya. Menjadi berhasil.

Dengan demikian, manusia tidak bisa melangkahi trilogy kehidupan, yaitu ikhtiar, doa dan tawakkal. Kepasrahan adalah akhir dari semua usaha dan doa yang kita panjatkan. Dan yang kita harapkan adalah agar takdir itu sesuai dengan usaha, dan doa yang kita terus lantunkan.

Wallahu a’lam bi al shawab.