PERILAKU PEMBULIAN DAN KERUGIAN DI AKHERAT
PERILAKU PEMBULIAN DAN KERUGIAN DI AKHERAT
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Sebagai manusia yang memang memiliki peluang untuk melakukan kekhilafan atau kesalahan, maka terkadang kita melakukan amalan atau perbuatan yang tidak relevan dengan pesan agama, khususnya bagaimana memperlakukan manusia lainnya dalam konteks pernyataan yang bertentangan dengan qaulan kariman atau qaulan layyinan. Berkata yang mengandung kemuliaan dan lemah lembut.
Manusia memang diberi potensi untuk melakukan kesalahan dan lupa atau di dalam bahasa agama disebut sebagai mahalul qatha’ wan nisyan. Makanya, juga jangan heran jika kemudian terdapat manusia yang lupa atau lalai dan melakukan kesalahan sebab memang hal ini merupakan potensi yang terdapat di dalam diri manusia. Patut diingat bahwa yang tidak melakukan kesalahan atau dosa adalah Nabiyullah Muhammad SAW yang disebut di dalam bahasa agama sebagai manusia yang ma’shum.
Hanya saja yang perlu dilakukan adalah bagaimana agar jangan kesalahan melulu yang dilakukan akan tetapi perilaku yang baik yang harus lebih banyak. Manusia juga diberi potensi untuk melakukan kebaikan karena ajaran agama yang menuntunnya dalam melakukan kebaikan dimaksud. Bukankah setiap ajaran agama mengajarkan kebaikan bagi manusia. Agama sesungguhnya memberikan pedoman tentang keteraturan social dan tidak mengajarkan konflik social.
Tetapi secara empiris bahwa terdapat banyak konflik social yang bernuansa agama. Kita tahu bahwa agama itu di dalam banyak hal dilibatkan dalam konflik social untuk memperkuat identitas mereka yang terlibat konflik. Kasus politik yang kemudian menjadi konflik bernuansa agama, atau konflik social lalu bernuansa agama. Beberapa kasus konflik social di Indonesia memberikan penjelasan seperti itu.
Di Indonesia banyak dijumpai penyiaran agama atau dakwah yang kontennya bukan untuk memberikan pemahaman tentang Islam yang rahmatan lil alamin akan tetapi justru mencaci maki, membuli dan membunuh karakter orang, komunitas atau organisasi keagamaan. Dakwah yang seperti ini justru dijadikan sebagai lahan subur oleh media social untuk memperkuat atau mengembangkannya. Akibatnya masyarakat menjadi tersegmentasi di dalam pemahaman agama sebagaimana yang mereka dengarkan dari konten Youtube. Betapa mudahnya kita mengakses narasi-narasi yang bertentangan dan bahkan serangan dan pembalasan. Attacking yang dilakukan memang menohok jantung pemahaman beragama kelompok lain, sehingga juga akan menimbulkan tindakan responsive yang seimbang. Ada sekelompok umat Islam yang syahwat penguasaannya sangat kuat bahkan terkadang kelewatan dalam melakukan dakwahnya dengan diksi-diksi bullying sehingga membuat kubu lawan juga bereaksi yang sepadan.
Sesungguhnya Islam mengajarkan tentang konsep muflis, yaitu ajaran agama yang terkait dengan orang yang amal shalihnya banyak bahkan luar biasa, akan tetapi menjadi merugi karena ada ungkapan atau tindakan yang membuat orang lain sakit hati, terdzolimi dan dilecehkan bahkan mendapatkan kekerasan fisik. Semakin banyak orang yang diperlakukan seperti ini, maka akan semakin banyak pahalanya yang tergerus. Dan bahkan pahalanya habis sementara itu yang menuntut untuk memperoleh keadilan atas dirinya masih banyak. Makanya, bisa jadi pahalanya habis dan akibatnya dia akan menanggung dosa orang lain, karena pahalanya sudah tidak bisa dijadikan pengganti atas kealpaannya tersebut.
Di dalam hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, dinyatakan: “Apakah kalian tahu siapa muflis (orang yang pailit)? Para sahabat menjawab: ‘muflis (orang yang pailit) itu adalah yang tidak mempunyai dirham maupun harta’.Tetapi Nabi SAW berkata: ‘muflis (orang yang pailit) dari umatku ialah orang yang datang pada hari kiamat membawa pahala shalat, puasa dan zakat, namun (ketika di dunia) dia telah mencaci dan salah (menuduh) orang lain, makan harta, menumpahkan darah, dan memukul orang lain (tanpa hak). Maka orang itu akan diberi pahala dari kebaikan-kebaikannya. Jika telah habis kebaikan-kebaikannya, maka dosa-dosa mereka akan ditimpakan kepadanya, kemudian dia akan dilemparkan ke dalam neraka”.
Hadits Nabi Muhammad SAW ini memberikan pelajaran kepada kita semua, umat Islam, agar jangan melakukan beberapa hal, yaitu: 1) Mencaci maki orang lain dengan alasan apapun, termasuk alasan menjelaskan ajaran agama. Melakukan pembulian atas orang lain, membunuh karakter orang lain, dan sebagainya. 2) Memakan harta yang bukan haknya, seperti hak organisasi, hak anak yatim, hak orang lain yang kita tahu semua itu. 3) melakukan kekerasan fisik dan mental bahkan pembunuhan. Tindakan yang harus dihindari umat Islam. Membunuh satu orang tanpa dosa itu merupakan extra-ordinary crime. 4) memukul orang lain tanpa hak. Yaitu melakukan kekerasan fisik yang tidak seharusnya dilakukan terhadap orang tersebut.
Oleh karena itu perlu kita melakukan muhasabah (menghitung neraca amal) di dalam kehidupan. Apakah neraca amal kita merugi atau menguntungkan. Kita harus berhitung tentang neraca amal agar dapat memahami apakah termasuk orang yang beruntung atau merugi. Sungguh kita ingin menjadi orang yang beruntung. Makanya kita harus terus beristighfar, sebagaimana Nabi Muhammad SAW. Beliau itu sudah dijamin menjadi manusia yang ma’shum, tanpa dosa, dan pasti masuk surga, tetapi Beliau mewajibkan dirinya untuk beristighfar 100 kali. “Untuk apa kata Aisyah RA: Nabi menjawab: agar aku menjadi hamba Allah yang bersyukur”.
Wallahu a’lam bi al shawab.