DARI SUDUT MASJID AL IHSAN: POLITIK SEHARUSNYA UNTUK RAKYAT
DARI SUDUT MASJID AL IHSAN: POLITIK SEHARUSNYA UNTUK RAKYAT
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Ba’da Shalat Shubuh jamaah Masjid Al Ihsan tidak segera pulang. Senin, 01/04/2023. Dan seperti biasanya memang kita membincang hal-hal yang terkait dengan masalah-masalah ibadah dengan segala tetek bengeknya. Tetapi kemarin tidak secara sengaja kita berbicara tentang situasi social politik kita akhir-akhir ini. Memang bukan pembicaraan dari para pakar, akan tetapi bukan berarti pembicaraan yang remeh temeh. Tetap saja pembicaraan serius di tengah nuansa cengengesan sebagaimana biasa di dalam Grup Ngaji Bahagia (GNB).
Politik merupakan artikulasi kepentingan. Artinya bahwa melalui jalan politik maka didapatkan akses kepada kekuasaan dan kepentingan. Dua kata ini penting di dalam memaknai politik. Jadi setiap tindakan politik dipastikan merupakan upaya untuk mengakses kepada kekuasaan dan pemenuhan kepentingan. Jadi semua kegiatan politik dipastikan dua hal itu yang diharapkan sebagai produknya.
Untuk artikulasi politik tersebut maka didirikanlah partai politik. Yaitu sekumpulan orang yang melakukan tindakan untuk melakukan upaya politik bertujuan kepada akses kepentingan, bisa terkait dengan kepentingan di dalam kontestasi pilihan presiden/wakil presiden atau pilihan legislative, baik pada level nasional maupun regional dan local. DPR dan DPRD Provinsi maupun Kabupaten/kota.
Partai politik adalah alat negara di dalam demokrasi. Untuk melakukan demokrasi maka negara membutuhkan partai politik. Di Indonesia sebagai negara dengan pilihan demokrasi sebagai instrument untuk menentukan siapa presiden/wakil presiden serta pimpinan dan anggota legislative, maka dilakukanlah pemilihan umum (PEMILU) untuk eksekutif dan legislative. Eksekutif yang menjalankan pemerintahan dan legislative yang merumuskan regulasi bersama dengan pemerintah, dan juga melakukan penganggaran dan pengawasan atas jalannya roda pemerintahan.
Tetapi di Indonesia benarkah politik itu untuk kepentingan masyarakat atau kepentingan rakyat? Inilah inti diskusi di Masjid Al Ihsan. Ada sejumlah nama di dalam diskusi informai seperti Pak Mulyanta, Pak Suryanto, Pak Sahid, Pak Hardi, Pak Rusmin, Pak Budi, saya dan lain-lain. Di dalam pandangan Pak Mul, politik di Indonesia itu belum menggambarkan tujuan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Politik di Indonesia itu masih bertujuan untuk kepentingan partai politik. Pak Sahid juga mengungkapkan bahwa kenyataannya bahwa birokrasi itu menjadi kendaraan politik penguasa. Lalu, Pak Budi juga menyatakan bahwa di Indonesia ini politik uang juga masih kuat.
Pada kesempatan ini memang diskusinya tidak memakai teori-teori politik yang rumit-rumit tetapi menggunakan logika yang sederhana-sederhana saja. Yang berada di sekeliling kita. Suatu kenyataan bahwa rakyat itu mulai sadar politik. Hal ini tentu dikaitkan dengan semakin melubernya informasi yang bisa diakses dengan mudah. Melalui transparansi dan keterbukaan informasi maka dipastikan control terhadap jalannya proses demokrasi akan lebih mudah dilakukan.
Tetapi kendala utama adalah pada kejujuran pelaksana PEMILU, di dalam hal ini adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU). Yang diharapkan adalah kejujuran KPU di dalam penghitungan suara. Masyarakat sungguh berharap agar KPU merupakan lembaga yang independent dan tidak bisa diintervensi oleh siapapun termasuk pimpinan parpol dan pimpinan pemerintahan. Jika KPU menerapkan prinsip shiddiq dan Amanah, jujur dan adil, maka yang dihasilkan tentu adalah orang-orang yang baik.
Bagi anggota legislative yang diharapkan adalah para anggota DPR/DPRD yang menyuarakan kepentingan rakyat. Jangan justru membohongi rakyat. Jangan melakukan pemberian harapan palsu (PHP). Janganlah janji muluk-muluk tetapi tidak ada buktinya. Buktinya untuk merumuskan Undang-Undang, misalnya perampasan aset saja juga tidak segera diselesaikan karena tekanan kepentingan politik yang datang dari para pelaku politik. Padahal ini yang sesungguhnya dibutuhkan rakyat untuk menjadi kepastian atas perilaku korupsi di negari ini yang kuantitas dan kualitasnya semakin meningkat.
Yang harus juga diperhatikan adalah agar aparat pemerintah berada di dalam posisi netral. Jangan hanya di atas kertas saja. Tetapi yang penting justru di dalam implementasinya. Para pimpinan birokrasi juga janganlah melakukan tindakan intervensi kepada stafnya atau bawahannya. Biarkankah para ASN menggunakan rational choice untuk menentukan siapa yang dipilihnya. Yang penting harus menggunakan logika persatuan dan kesatuan bangsa. Keutuhan dan keselamatan bangsa. Para ASN sebagai aparat negara tentu harus secara cerdas memilih pimpinan negara yang tetap memperjuangkan empat pilar consensus kebangsaan: Pancasila, NKRI, UUD 1945 dan kebinekaan. Jangan sampai salah memilih orang. Pilihlah yang terbaik dan akan memperjuangkan negeri ini agar selamat sampai tujuan.
Yang juga tidak kalah menarik juga agar masyarakat semakin cerdas. Menolak politik uang. Jangan justru memanfaatkan PEMILU sebagai lahan untuk mengeruk keuntungan, terutama pada makelar-makelar politik. Jangan sampai berita milyaran rupiah untuk menjadi anggota legislative, atau eksekutif dalam berbagai levelnya itu malah membudaya di kalangan masyarakat. Jika orang yang dipilih itu mengeluarkan uang atas keterpilihannya, maka tentu masuk akal jika kemudian ingin mengembalikan uangnya untuk pembiayaan politik. Jika kemudian ada yang melakukan tindakan koruptif, maka rakyat juga terlibat di dalam hal ini. Yang disampaikan oleh Ustadz Das’ad Latif di channel Youtube itu menjadi benar adanya, sebab politik uang itu sebenarnya karena umat Islam ikut di dalamnya. Tolak politik uang agar terpilih yang terbaik.
Inti dari pembicaraan kita pagi ini adalah agar masyarakat cerdas memilih siapa yang akan menjadi anggota legislative dan eksekutif dengan salah satu cara melakukan penolakan terhadap money politics, agar apparat sipil negara juga dapat menggunakan rational choice untuk memilih siapa yang terbaik, KPU juga bekerja dengan kejujuran dan keadilan, dan yang paling mendasar kita pilih pemimpin yang tetap berpegang teguh pada upaya untuk mempertahankan Pancasila, NKRI, UUD 1945 dan kebinekaan sebagai pilar kebangsaan untuk menyongsong Indonesia yang lebih baik di masa depan.
Wallahu a’lam bi al shawab.