• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MANUSIA TAK KUASA MELAWAN WAKTU

MANUSIA TAK KUASA MELAWAN WAKTU

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Agama Islam mengajarkan betapa pentingnya waktu. Waktu ternyata menjadi bagian tidak terpisahkan dari sejarah alam semesta. Waktu yang menentukan atas perjalanan kehidupan manusia dan alam seluruhnya. Waktu itu berjalan tanpa henti. Terus menerus berjalan seirama dengan kepastian Tuhan. Kepastian bagi alam dan kepastian bagi manusia. Tak ada yang tidak berjalan dengan waktu.

Waktu itu seperti pedang. Artinya dia akan terus memotong perjalanan kehidupan. Tidak ada yang bisa menghentikannya. Waktu berjalan sesuai dengan ketentuan Tuhan. Jika dikaitkan dengan manusia, maka waktulah yang menentukan kapan seseorang harus lahir dan kapan seseorang harus wafat. Ada yang berusia panjang dan ada yang berusia pendek. Semua berjalan di atas waktu yang sudah ditetapkan.

Begitu sentralnya waktu, sampai-sampai Allah SWT sering menggunakan waktu sebagai sumpahnya. Artinya betapa pentingnya waktu itu bagi manusia, alam semesta bahkan bagi Allah SWT. Di dalam konteks sumpah, maka Allah menggunakan waktu, misalnya: wal ‘ashr atau demi waktu ashar, lalu Wal laily atau demi waktu malam, kemudian wal fajri atau demi waktu fajar, dan wasy syamsi atau demi matahari atau demi waktu siang. Semua ini menggambarkan betapa waktu itu menjadi sangat penting dalam kehidupan manusia dan alam, sehingga Allah menjadikannya sebagai sumpahnya.

Pada artikel ini saya akan membahas mengenai sumpah Allah SWT sebagaimana tertera di dalam Surat Al Ashr, ayat 1 dan seterusnya. Allah SWT berfirman di dalam Surat Al Ashr yang bunyi teksnya sebagai berikut: ‘wal ashr. Innal insana la fi khusr. Illal ladzina amanu wa ‘amiuish shalihati wa tawa saubil haqqi wa tawa shaubish shabr. Yang artinya secara general adalah: “demi waktu. Sesungguhnya manusia dalam keadaaan merugi. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih dan saling berwasiat tentang kebenaran dan berwasiat tentang kesabaran”.

Untuk mengingatkan manusia agar melakukan kebaikan tersebut Allah SWT menggunakan metapora waktu yang terus berjalan tanpa henti bahkan sedetikpun. Waktu terus berjalan dalam siang dan malam, dalam hari kerja maupun liburan, dan terus berjalan di keramaian dan ketenangan, dalam keadaan perang atau damai. Waktu seperti pisau yang mengiris kehidupan  dari suatu saat ke saat yang lain.

Terkadang jika kita berada di dalam diam maka rasanya waktu berjalan agak lambat, namun di saat kita melakukan aktivitas yang menumpuk,  tiba-tiba waktu terasa cepat sekali berjalan. Mula-mula shalat subuh, tiba-tiba shalat dhuhur, lalu ashar, magrib, isya dan shubuh lagi. Waktu berjalan dengan cepat dan bahkan terkadang ada yang merasa kurang waktu karena kita harus menyelesaikan pekerjaan yang belum tuntas. Bahkan dengan perkembangan teknologi dirgantara maka orang bisa saja sarapan pagi di Ghuangzou dan makan siang di Jakarta. Waktu perjalanan bisa dilipat tanpa terasa.

Allah bersumpah dengan waktu artinya betapa sentralnya waktu tersebut. Jika manusia lalai dengan tugasnya untuk beribadah kepada Allah SWT, maka tanpa terasa tiba-tiba sudah mendekati waktu yang dijanjikan oleh Allah. Takdir kematian yang tidak bisa ditunda atau dimajukan. Allah benar-benar berwasiat kepada kita untuk memahami perubahan waktu yang  cepat dan kita harus menunaikan janji kita kepada Allah SWT.

Dengan tegas Allah menyatakan bahwa manusia akan merugi jika tidak menjadi manusia yang melakukan kebaikan. Perbuatan kebaikan tersebut ditujukan kepada Allah melalui ibadah sesuai dengan petunjuknya, atau melakukan kebaikan kepada sesama manusia sebagai perwujudan atas sifat-sifat kemanusiaan kita yang terdapat di dalamnya kasih sayang dan bahkan juga kita menyayangi alam sebagai sesama ciptaan Allah SWT.

Sungguh manusia akan merugi jika tidak melakukan amalan kebaikan. Di dalam teks Alqur’an dinyatakan kecuali orang-orang yang beriman kepada Allah SWT dan berbuat baik dan orang yang berwasiat tentang kebenaran dan berwasiat tentang kesabaran. Marilah kita renungkan teks Aqur’an ini. Pertama, iman. Dunia keyakinan memang dunia abstrak. Berada di dalam hati dan pikiran yang bisa dinyatakan irrasional, tidak masuk akal. Iman yang benar memang tidak harus masuk akal dalam konteks ada wujud atau bendanya. Iman itu sesuatu yang berbeda dengan semua itu. Iman  memerlukan kesaksian batin, keyakinan batin yang berpadu dengan akal supra rasional.

Keyakinan membutuhkan atas kebenaran yang mutlak atau ultimate something atau sesuatu yang tidak terbatas. Tuhan itu lebih abstrak dibandingkan dengan jiwa. Sesuatu yang tidak kasatmata. Mengenai jiwa orang hanya melihat gejalanya tetapi tidak melihat jiwanya. Para ahli psikhologi lalu menjadikan psikhologi atau ilmu jiwa atau al ilm al nafs  adalah perilaku. Akhirnya ilmu jiwa itu adalah ilmu perilaku. Riset ilmu jiwa adalah penelitian perilaku manusia yang tampak. Iman itu keyakinan yang terpateri di dalam jiwa dan diungkapkan secara lesan. Kita  mempercayai keberadaan Tuhan dengan lisan dan hati.

Kedua, amal shalih. Seseorang harus melakukan perbuatan yang baik. Manusia harus mengabdi secara total kepada Allah dan juga harus mengabdi kepada kemanusiaan. Cintailah diri orang lain sebagaimana kamu mencintai dirimu sendiri. Manusia memang memiliki potensi untuk berbuat khilaf terhadap orang lain, akan tetapi Allah memberikan instrument untuk saling memaafkan. Di dalam Islam selalu terdapat solusi atas sesuatu yang “bermasalah” dalam relasi dengan sesama manusia.

Ketiga, wasiat tentang kebenaran dan kesabaran. Manusia memiliki potensi kesalahan, kekhilafan dan dosa, maka Allah memberikan instrument agar manusia saling berwasiat atau saling menasehati. Jika ada di antara kita yang melakukan kesalahan agar diluruskan untuk melakukan kebaikan atau kebenaran dan jika ada menghadapi apapun yang memerlukan pemikiran dan tindakan yang sulit agar bersabar. Jika sedang menerima masalah hendaknya bersabar sambil terus berupaya untuk menyelesaikannya. Islam mengajarkan bahwa bersabar adalah keindahan, fashabrun jamil.

Oleh karena itu, marilah kita manfaatkan waktu yang masih ada di dalam kehidupan kita dengan setidak-tidaknya menjadikan Surat Al Ashr ini sebagai pedoman di dalam kehidupan. Kita semua berkeyakinan bhwa kita dapat  melakukannya sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang kita miliki. Yang penting harus berusaha.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

MENJAGA AGAMA KITA

MENJAGA AGAMA KITA

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Hari ini, Senin, 29/05/2023, saya ke Jakarta untuk menghadiri undangan Prof. Kamaruddin Amin, Dirjen Bimas Islam dan lanjut hadir pada acaranya Prof. M. Ali Ramdlani, Dirjen Pendidikan Islam. Dua acara yang sangat penting untuk masa depan Indonesia. Yang di Ditjen Bimas Islam terkait dengan menyiapkan da’iyah masa depan, dan yang di Ditjen Pendis untuk menyiapkan kelanjutan kepemimpinan PTKIN empat tahun ke depan. Dua acara yang sangat strategis bagi Kemenag RI. Saya menunggu berangkatnya pesawat dan kemudian melakukan muhasabah  tentang kehidupan ini.

Tanpa terasa usia semakin merambat tua. Rasanya baru beberapa saat yang lalu kita menikmati kekuatan, kesehatan, kekayaan dan bahkan kekuasaan, tetapi tanpa terasa semua sudah berkurang. Kekuasaan sudah harus berhenti karena pejabat tidak boleh lebih dari 60 tahun. Harta juga biasa saja. Tidak ada yang berlebih. Cukuplah. Kesehatan tentu juga berkurang. Jika di masa lalu, 10 tahun yang lalu itu begitu perkasa dan sehat, maka tentu di usia di atas 60 sudah berkurang. Kemana-mana memakai jaket atau jas,  bukan karena gagah akan tetapi karena takut masuk angin. Begitu mudahnya angin masuk ke dalam tubuh kita karena pori-pori yang selama ini menjadi benteng, ternyata semakin lebar sehingga angin mudah menerobos. Masuk angin. Di rumah selalu tersedia herbal untuk menanggulangi agar angin di dalam tubuh tidak menjadi masalah.

Sungguh kehidupan memang berjalan cepat seirama dengan cepatnya waktu yang terus berjalan. Ternyata usia juga merambat sedemikian cepat. Hanya karena semangat saja sehingga kita masih bisa bertahan hidup di tengah berbagai “kesulitan” yang kita hadapi. Terkadang terpikir, kala masih muda seakan dunia ini berada di dalam genggaman, dunia mau kita gergaji saja, tetapi seirama dengan pertambahan usia, akhirnya tidak ada lagi yang bisa dibanggakan. Mungkin kita masih merasa bahagia karena masih memiliki anak-anak dan cucu yang menyenangkan. Bisa karena kepatuhannya kepada ajaran agama atau kehidupannya yang relative mapan.

Kehdupan manusia itu seperti cokro manggilingan. Semula di bawah, lahir dan anak-anak yang semua serba memperoleh bantuan. Mandi, berpakaian, makan, sampai tidur dalam pertolongan orang tua, lalu menjadi anak-anak, lalu remaja terus merangkak ke atas sampai kita di puncak kehidupan dengan kekuasaan, kekayaan, pangkat dan jabatan, serta kewibawaan, lalu menjadi semakin senja dengan hilangnya semua itu. Hilang sama sekali, lalu kita berada di bawah lagi, seperti anak-anak. Berjalan dipandu, mandi bahkan terkadang dimandikan, dan tidurpun terkadang harus dibantu terlentangnya. Dan pada saatnya kita kemudian wurud ing kasidan jati, wafat dalam memasuki alam keabadian ruh, yang memang begitulah hukum alamnya.

Tetapi kita semua masih bisa bersyukur karena kita masih bisa mendekap agama kita dengan sungguh-sungguh. Agama yang kita jalani semenjak masih anak-anak dan terus continue kita lakukan. Agama yang menjadi pedoman bagi manusia untuk menepati janji kita kepada Allah sewaktu di alam ruh. Bukankah kita pernah berjanji akan melaksanakan keyakinan kita bahwa Allah SWT adalah Tuhan kita dan kita akan mengabdi kepadanya di alam dunia.

Tangisan bayi yang pertama adalah tanda kehidupan dan sekaligus tanda akan besarnya tanggungjawab atas kehidupan kita. Kala  di alam ruh dan alam kandungan atau disebut sebagai alam buthun kita belum terkena kewajiban atas keyakinan kita tentang Tuhan, yang berupa menjalan perintah Allah, tetapi begitu lahir maka nanti di kala sudah baligh maka kita harus memulai untuk menjalankan perintah-perintah Allah SWT. Menangisnya bayi bukan hanya sekedar tanda hidup akan tetapi juga lambang akan tanggung jawab atas kehidupan duniawi.

Pedoman  mendasar di dalam kehidupan manusia adalah Kitab Suci Alqur’an yang kita yakini diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk menjadi pedoman di dalam kehidupan. Selain  itu juga terdapat sunnah Nabi Muhammad SAW yang juga menjadi pedoman lebih rinci dari ayat-ayat Alqur’an yang mujmal  atau general. Agama kita  dilengkapi dengan seperangkat ajaran yang lengkap dengan segala berita yang menggembirakan dan berita yang menakutkan. Tabsyir wa tandzir.

Islam merupakan ajaran yang lengkap, mulai dari ibadah, muamalah dan relasi dengan manusia dan alam seluruhnya. Semua yang kita lakukan akan menjadi amal ibadah jika diniatkan untuk ibadah kepada Allah. Bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarga adalah ibadah. Mengaji dan memberi caramah apapun yang memiliki nilai kebaikan dan kemanusiaan adalah ibadah. Bahkan kita menyenangkan manusia,  keluarga, orang lain dan orang yang baru kita kenal adalah ibadah. Kita mengambil duri atau paku di jalan raya adalah ibadah. Betapa luasnya cakupan ibadah tersebut di mata Allah SWT.

Dengan demikian hidup kita bisa diisi ibadah. Dakwah tidak hanya diisi dengan ceramah agama, tetapi kala kita memberikan petunjuk kepada orang lain dengan perkataan singkat tetapi penuh makna juga ibadah, menulis yang baik-baik di blog, WA, Tiktok, Instagram, Facebook dan sebagainya yang bertujuan untuk kemanusiaan dan keagamaan, maka semua itu adalah ibadah. Alangkah indahnya beragama di dalam Islam.

Kita sudah semakin berumur, maka kita sudah selayaknya semakin arif dalam beragama. Tidak beragama yang menakutkan dan menyusahkan, akan tetapi beragama yang menggembirakan dan menyejukkan. Kita masih diberi waktu oleh Allah SWT untuk berbuat baik dan beramal yang baik. Maka kita harus menjaga agama. Islam mengajarkan tentang addinun nasihah agama adalah nasehat untuk manusia tentang Allah, tentang kenabian, tentang manusia manusia seluruhnya.

Kita tidak menasehati Allah dan rasulnya, akan tetapi kita menasehati manusia dengan Allah dan rasulnya yang memiliki ajaran agama, dan nasehat tersebut juga diperuntukkan bagi manusia seluruhnya. Mari jaga agama dengan cara menjalankan apa yang sudah diajarkan oleh agama dimaksud. Ajaran agama yang damai yang rahmatan lil ‘alamin.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

INGIN RIDLO ALLAH UNTUK  SURGA YANG SANGAT PENTING

INGIN RIDLO ALLAH UNTUK  SURGA YANG SANGAT PENTING

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Bagi kalangan ahli tasawuf, maka yang diutamakan adalah memperoleh ridlo Allah SWT, baik di dalam kehidupan di dunia terlebih kehidupan di akhirat. Oleh karena itu, para ahli tasawuf mengedepankan ridla Allah di atas semua yang berupa kenikmatan di akhirat. Banyak orang yang berpikir, bahwa akhir segalanya di dalam kehidupan adalah di kala kita dapat memasuki surganya Allah, akan tetapi bagi ahli tasawuf,  ridla Allahlah yang menentukan akhir dari segala kehidupan roh manusia.

Manusia dengan rohnya memang akan mengalami perjalanan untuk berpindah-pindah dari satu fase kehidupan kepada satu fase kehidupan lainnya. Dimulai dengan alam roh yang kita sudah lupa kapan saatnya, tetapi yang jelas bahwa di sana ada perjanjian yang kita lakukan dengan kewajiban untuk mengabdi kepada Allah dan tidak kepada yang lain. Instrument  untuk mengingat perjanjian itu adalah agama yang diturunkan oleh Allah kepada manusia. Di masa lalu diturunkan kitab Zabur kepada umat Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman dan nabi-nabi lain sesudahnya, sampai kemudian diturunkan kepada Nabi Musa kitab suci Taurat dan nabi-nabi lain sesudahnya, lalu diturunkan Kitab Injil kepada Nabi Isa dan nabi-nabi lain, dan kemudian diturunkan Alqur’an kepada Nabi Muhammad SAW dan kepada umatnya. Kitab-kitab suci ini selalu diturunkan kepada Nabi-Nabi tertentu yang sesungguhnya untuk membenahi atas tafsir pada kitab suci yang sudah melenceng dari teks kitab suci dimaksud. Itulah makna kenapa kitab Suci Alqur’an dianggap sebagai  kitab terakhir yang terjaga dari kesalahan teksnya, meskipun terdapat penafsiran yang berbeda tetapi pada prinsip-prinsip utamanya terdapat kesamaan-kesamaan.

Roh manusia mengalami perpidahan dari alam roh ke alam dunia, ke alam kubur dan ke alam akhirat. Makanya, roh itu abadi dalam konteks tidak mengalami kerusakan, karena memang diciptakan oleh Allah untuk merasakan alam keabadian. Tetapi tentu tidak abadi sebagaimana keabadian Allah, yang tidak ada awalnya dan tidak ada akhirnya. Sebagaimana keabadian surga dan neraka yang tidak sama dengan keabadian Allah, karena surga dan neraka adalah ciptaan Allah SWT.

Manusia tergolong dalam tiga bagian. Pertama, ahli tasawuf, yakni orang yang memiliki usaha taqarrub kepada Allah SWT, dan karena kedekatannya tersebut lalu Allah membukakan hijab yang menyelubungi antara Allah dan hambanya. Saya tidak bisa menggambarkan bagaimana relasi vertical Allah dan manusia tersebut, akan tetapi kenyataan empirisnya pasti ada. Semua agama mengajarkan tentang keberadaan makhluk Allah yang bernama manusia dengan kapasitas bisa melakukan hal semacam ini. Di dalam Islam disebut sebagai waliyullah, orang yang memiliki kedekatan spiritual yang memasuki alam keilahian. Di dalam ajaran Nasrani, sebagaimana Alqur’an menjelaskan adalah para hawariyun, atau sahabat Nabi Isa yang menjadi pengikut setianya.

Kedua, ahli ilmu pengetahuan yaitu mereka yang mendalami ilmu keislaman dan kemudian mengajarkannya kepada umat lain. Fungsinya adalah menjadi pengingat kepada manusia lain agar bertaqwa dan mengabdi kepada Allah. Di dalam kehidupannya disibukkan untuk mengembangkan kebaikan dan kebenaran. Kebaikan umum atau kebaikan khusus. Kebaikan umum terkait dengan kemanusiaan, misalnya menyebarkan tentang keadilan, persamaan dan toleransi, sedangkan yang khusus adalah kebaikan dan kebenaran yang berbasis pada ajaran Islam untuk umat Islam. Ajaran keadilan, persamaan dan toleransi sesungguhnya juga ajaran Islam dan secara umum bisa diberlakukan untuk semua penganut agama.

Ketiga, orang awam atau orang yang tidak memiliki seperangkat pengetahuan agama yang sangat baik, akan tetapi ada yang amal kebaikannya luar biasa dan ada yang tidak memiliki amalan kebaikan. Orang dengan penggolongan ketiga tersebut “rawan” di dalam kehidupannya tergantung kepada factor internal dan eksternal yang ada pada yang bersangkutan. Factor lingkungan menjadi penyebab dominan di dalam kebaikan atau keburukan. Dia akan menjadi baik, jika berada di dalam lingkungan baik dan akan menjadi jelek kalau berada di dalam lingkungan yang jelek. Makanya, Islam mengajarkan agar kita berada di dalam perkawanan yang baik dan benar. Di dalam konsepsi Islam Jawa disebut sebagai wongkang sholeh kumpulono. Kita harus berkawan dengan orang yang baik. Jika kita berkawan dan berada di dalam lingkungan yang baik tentu Allah akan senang pada perilaku kita.

Namun demikian, tentu ada hamba Allah yang diberi otoritas untuk mengubah lingkungan  jelek menjadi baik atau lingkungan  rusak menjadi lingkungan yang baik. Ingat bahwa kebanyakan pesantren besar  didirikan di lokasi yang rusak, misalnya kampung maling, kampung judi, dan sebagainya. Pesantren Tebuireng didirikan oleh Hadratusy Syekih Hasyim Asy’ari pada kampung yang rusak, tetapi dengan usaha yang sungguh-sungguh  akhirnya justru dari tempat tersebut menjadi pesantren yang sangat terkenal hingga hari ini. Semua itu tentu karena keridlaan Allah SWT.

Kita memahami bahwa keridlaan Allah merupakan penentu atas semua akhir dari kehidupan manusia. Dan kita ingin mendapatkan keridlaan tersebut. Kita  ingin diri kita, keluarga kita dan bahkan umat Islam semuanya bisa mendapatkan keridlaan Allah SWT dan berakhir dengan penempatan kita di dalam surganya Allah SWT. Atas keridlaan Allah, maka api yang panas menjadi dingin, sebagaimana Nabi Ibrahim. Laut yang bergelora dengan air, dapat berubah menjadi jalan terbentang pada waktu Nabi Musa  dan manusia raksana Thalut bisa dikalahkan oleh ketapel Nabi Dawud.

Makanya, keridlaan Allah adalah segalanya. Itulah sebabnya menjadi bermanfaat  jika kala selesai shalat kita berdoa: “Allahumma inna nas alukal jannata wal afwa ‘indal hisab. Yang artinya: “Ya Allah kami memohon kepadaMU surga dan ampunan kala masa hisab”. Kita memang harus berdo’a seperti ini, karena kita yakin bahwa dengan amalan shalat yang baik, kita akan memperoleh ridla Allah yang berujung kepada keanggotaan kita di dalam surga. Allahumma amin.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

 

 

 

HIDUP BERKAH

HIDUP BERKAH

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Setiap orang ingin menggapai keberkahan hidup. Berkah itu secara general bisa diartikan sebagai pertambahan kenikmatan atas sesuatu yang diterima. Jika harta maka dirasakan bahwa harta yang diberikan oleh Allah SWT  itu menjadi sesuatu yang memiliki kenikmatan tambahan. Atau jika kesehatan, maka berkah kesehatan itu artinya fisik, jiwa dan rohani kita selalu dalam kesehatan. Jika keluarga, maka dirasakan bahwa seluruh anggota keluarga merasakan kedamaian, ketenteraman dan selalu di dalam kehidupan yang baik dan bermanfaat.

Jika kita sedang berkuasa, maka keberkahan kekuasaan itu berarti yang dilakukan itu memberi manfaat kepada orang lain atau masyarakat. Kebijakan yang dibuat bisa memberikan efek positif bagi masyarakat yang dipimpinnya. Jika sebagai seorang birokrat, maka yang dilakukannya itu bermakna kemajuan bagi institusinya dan institusinya menjadi institusi yang bermanfaat bagi masyarakat. Di era yang disebut sebagai pelayanan optimal bagi para pelanggan, maka jika para stakeholder kita merasakan kepuasan atas kinerja kita, maka kita dapat  menyatakan bahwa institusi dan team kerja telah bekerja secara optimal.

Jika kita sebagai guru atau dosen atau kyai, maka keberkahan ilmu itu bisa dirasakan jika semakin banyak anak didik, mitra belajar, siswa, santri atau mahasiswa yang diajar mampu dan berhasil untuk menggapai kehidupan yang semakin baik. Keberhasilan murid merupakan kebanggaan guru, dan ketidaksuksesan murid adalah kesedihan guru. Seorang guru yang baik jika bisa merasakan apa yang dirasakan oleh murid-muridnya. Ada murid kita yang menjadi pejabat, menjadi birokrat, menjadi teknokrat, menjadi wirausahawan, menjadi  businessman, menjadi politisi, menjadi akademisi dan sebagainya merupakan kebanggaan yang tidak terkira dari seorang guru atau dosen. Lalu juga menjadi sedih jika melihat siswa atau mahasiswa yang pernah diajarnya kurang berhasil di dalam kehidupannya.

Jika menjadi usahawan, maka akan menjadi berkah kehidupannya jika pertambahan kekayaannya tidak hanya menjadi akumulasi modal saja akan tetapi justru menambah nilai manfaat bagi umat. Tidak hanya sekedar memenuhi Corporate Social Responsibility (CSR) akan tetapi lebih dari itu. Ada keyakinan bahwa sebagian harta yang didapatkannya melalui serangkaian usahanya itu merupakan bagian dari orang-orang dhu’afa yang harus ditanggungnya. Jadi bukan bersikap sebagai kapitalis murni yang hanya menumpuk atau mengakumulasikan modal saja, akan tetapi tergerak dan mengimplementasikan kepeduliannya atas orang lain yang kurang atau tidak beruntung.

Di Indonesia, ada banyak orang yang berhasil secara ekonomi karena menjadi pengusaha. Ada orang-orang Indonesia yang masuk dalam jajaran 100 orang terkaya di dunia. Ada kaum businessman yang hartanya sangat banyak. Sejumlah 15 orang terkaya di Indonesia yang akumulasi kekayaannya lebih dari 40 persen APBN Indonesia. Bahkan ada orang kaya nomor 1 dan 2 di Indonesia yang kekayaannya itu mencapai angka lebih dari Rp500 trilyun. Artinya sama dengan anggaran Kementerian Agama  selama 4 tahun. Karena akumulasi kekayaaan tersebut dari perusahaan-perusahaan yang dimilikinya, maka dipastikan bahwa CSR perusahannya juga besar.

Semenjak awal memang strategi pembangunan di Indonesia menggunakan model  pertumbuhan atau growth model. Maka yang besar didorong untuk semakin besar, dan kemudian hasilnya akan menetes ke bawah atau trickle down effect. Perusahaan besar akan memiliki sejumlah unit perusahaan menengah dan terus ke bawah untuk bisa mempekerjakan  tenaga kerja  dari  kalangan masyarakat. Akan tetapi rencana trickle down effect ini tidak berjalan sebagaimana rencana sebab watak kapitalis murni itu yang justru menguat, sehingga tetesan ke bawah pun tidak terjadi.

Di antara kita tentu sudah bersyukur bahwa kita hidup di Indonesia yang masyarakat, bangsa dan negaranya memiliki modal dasar keamanan dan kedamaian. Bagi kita modal perdamaian, keamanan dan ketenteraman masyarakat merupakan modal social yang sangat besar. Dengan modal tersebut, maka bagaimanapun keadaan ekonomi kita, ternyata kita masih memiliki peluang untuk bisa hidup. Maka, keberkahan sebuah negara adalah kala negaranya itu aman dan damai, lalu warganya bisa merasakannya sebagai modal kehidupan yang luar biasa.

Sungguh kita dapat bersyukur sebagai warga bangsa Indonesia. Kita memiliki keluarga, kekayaan, harta atau pangkat dan jabatan, pekerjaan dan usaha yang bisa berjalan dalam kenyataan social yang terjadi di Indonesia. Jika ada di antara kita yang belum beruntung secara ekonomi, akan tetapi setidak-tidaknya masih mendapatkan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan minimal keluarga.

Selalu saya nyatakan bahwa modal aman dan damai merupakan kata kunci keberkahan yang besar dari bangsa Indonesia. Jika kita tidak mensyukuri hal semacam kita, maka jangan sampai Allah SWT memberikan dampak negative bagi bangsa Indonesia. Jika ada di antara sedikit warga negara Indonesia yang cenderung untuk memprovokasi tindakan disharmoni, maka semoga warga negara seperti itu mendapatkan hidayah dari Allah SWT.

Sebagai penutup artikel ini, marilah kita berdo’a kepada Allah SWT dengan doa yang sering dibaca. Allahumma bariklana fi ‘umrina, Allahumma bariklana di ‘ilmina, Allahumma bariklana fi rizqina, Allahumma bariklana fi hayatina, Ya arhamar rahimin. Ya Allah berkahi umur kami, Ya Allah berkahi ilmu kami, Ya Allah berkahi rizki kami, Ya Allah berkahi kehidupan kami, Wahai Dzat yang memberi kerahiman bagi kami.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

KAUM PEREMPUAN, MEDIA SOSIAL DAN KEBUTUHAN INFORMASI

KAUM PEREMPUAN, MEDIA SOSIAL DAN KEBUTUHAN INFORMASI

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Ada yang menarik di dalam sessi tanya jawab pada acara Moderasi Beragama bagi Para Guru Madrasah Se Kabupaten Bangkalan. Acara yang diselenggarakan oleh Detasemen Khusus  (Densus) 88 Anti Teror. Acara ini menghadirkan para kepala Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) dan juga guru-guru pada madrasah di Kabupaten Bangkalan. Acara ini diselenggarakan di Aula MAN Bangkalan, 24/05/2023, dan dihadiri oleh Kakankemenag Kabupaten Bangkalan, Ahmad Sururi, Kepala Madrasah Aliyah Negeri Bangkalan, Ali Wafa, dan tentu saja AKBP Dofir, Kanit Pencegahan Terorisme pada Densus 88 Anti Teror.

Pertanyaan yang menarik  tersebut terkait dengan ungkapan saya dalam sessi presentasi yang saya nyatakan bahwa para ibu jangan secara terus menerus menonton Youtube, agar menonton Youtube atas apa yang diperlukan saja, jangan sampai kecanduan Youtube. Jika seperti ini nanti akan bisa menjadi masalah terkait dengan keluarga. Tidak dilarang menonton Youtube tetapi agar dibatasi sesuai dengan kebutuhan.

Pernyataan ini memantik respon langsung dari kaum Wanita.  Pertanyaannya adalah “sekarang ini kita hidup di era media sosial, artinya kita harus terlibat di dalam dunia media sosial tersebut. Saya merasa kurang sepakat dengan narasumber, kenapa yang dijadikan sebagai sasaran larangan atau pengurangan nonton Youtube hanya kaum perempuan, kenapa yang lelaki tidak. Lalu, selama ini kami menggunakan media Youtube untuk kepentingan-kepentingan yang positif, misalnya untuk mengetahui berbagai informasi dan juga perkembangan informasi di dunia. Selain juga misalnya untuk memenuhi kebutuhan tentang resep makanan, pengetahuan agama dan informasi hiburan.  Jadi tidak mungkin kami  menutup begitu saja kecenderungan untuk menjadi bagian dari media sosial”.

Saya memberi respon balik atas pertanyaan ini. “Saya bersyukur bahwa Ibu-Ibu memiliki kecenderungan untuk melihat berbagai keadaan dan informasi di seputar kehidupan kita. Saya memang secara sengaja untuk menyatakan bahwa nonton Youtube itu kebolehan, akan tetapi yang boleh itu akan menjadi makruh bahkan haram jika kemudian jika itu kebablasan atau menjadi pecandu media sosial. Seakan kita berada di bawah tempurung jika  tidak nonton media sosial. Bagi saya nonton Youtube, tik tok, WA, Instagram, Facebook itu boleh saja, tidak ada larangan. Hukumnya mubah. Akan tetapi yang boleh itu bisa menjadi larangan jika kemudian kita menomorsatukan media sosial dan melupakan sisi kehidupan lainnya.

Saya lanjutkan: “kita semua  harus cerdas dalam bermedia sosial. Kita bisa menentukan apa yang penting dilihat dan apa yang tidak perlu ditonton. Kita harus cerdas memilih mana konten yang bermanfaat dan mana yang tidak. Kecerdasan bermedia sosial itu menentukan apakah kita sudah bisa mamahami dunia baru atau belum. Jika kita menjadi orang yang melakukan tindakan sharing saja apa yang didapatkan, maka itu pertanda bahwa kita belum dewasa di dalam bermedia sosial. Jika kita melakukan itu berarti kita sedang berada di dalam era transisi menuju peradaban digital. Kita masih masyarakat transisional.

Secara commonsense, waktu luang ibu-ibu lebih banyak dibandingkan dengan lelaki, kecuali bagi perempuan yang bekerja. Tetapi bagi perempuan yang menjadi ibu rumah tangga, maka waktu luangnya cenderung lebih banyak. Itulah sebabnya di antara pengalihannya adalah dengan menonton Youtube. Bagi perempuan yang tipenya seperti ini, maka dipastikan bahwa temannya adalah media sosial.

Sesungguhnya menjadi bagian dari dunia sosial tentu merupakan kebaikan, selama yang menjadi konten yang dicermatinya adalah konten yang positif. Misalnya mendengarkan ceramah-ceramah agama yang mendidik dan bukan ceramah agama yang merusak disharmoni di antara sesama umat Islam. Jadilah bagian dari konten-konten ceramah agama seperti ceramahnya Gus Baha’ atau Gus Muwafiq, atau Gus Miftah, Kyai Marzuki Mustamar dan da’i-da’i lain yang mengusung tema-tema yang moderat. Dan jangan menjadi pengikutnya da’i-da’i yang justru akan merusak terhadap ukhuwah Islamiyah. Saya kira para guru sudah tahu siapa yang di dalam konten ceramahnya itu bisa merusak citra Islam yang ramah menjadi Islam yang galak atau menakutkan.

Kita harus cerdas bermedia sosial. Oleh karena itu kita harus menjadi agen bagi literasi media tersebut. Para guru harus menjadi imam dalam literasi media sosial. Guru itu digugu lan  ditiru atau dijadikan sebagai teladan. Makanya, para guru harus memberi contoh yang baik dalam memahami agama atau mengamalkan ajaran agama. Jangan sampai justru guru yang mengajarkan agama yang penuh kebencian dan bukan agama yang memberikan kasih sayang.

Kita yang akan merasa bersalah kalau negeri Indonesia yang aman dan damai ini lalu menjadi kacau balau, menjadi tidak aman dan penuh konflik sosial. Kitalah yang bertanggung jawab, sebab para gurulah yang akan mengantarkan anak didik kita akan kemana arah yang ditempuhnya. Mari kita sadari di tangan kitalah nasib bangsa Indonesia ke depan.

Wallahu a’lam bi al shawab.