Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENJAGA AGAMA KITA

MENJAGA AGAMA KITA

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Hari ini, Senin, 29/05/2023, saya ke Jakarta untuk menghadiri undangan Prof. Kamaruddin Amin, Dirjen Bimas Islam dan lanjut hadir pada acaranya Prof. M. Ali Ramdlani, Dirjen Pendidikan Islam. Dua acara yang sangat penting untuk masa depan Indonesia. Yang di Ditjen Bimas Islam terkait dengan menyiapkan da’iyah masa depan, dan yang di Ditjen Pendis untuk menyiapkan kelanjutan kepemimpinan PTKIN empat tahun ke depan. Dua acara yang sangat strategis bagi Kemenag RI. Saya menunggu berangkatnya pesawat dan kemudian melakukan muhasabah  tentang kehidupan ini.

Tanpa terasa usia semakin merambat tua. Rasanya baru beberapa saat yang lalu kita menikmati kekuatan, kesehatan, kekayaan dan bahkan kekuasaan, tetapi tanpa terasa semua sudah berkurang. Kekuasaan sudah harus berhenti karena pejabat tidak boleh lebih dari 60 tahun. Harta juga biasa saja. Tidak ada yang berlebih. Cukuplah. Kesehatan tentu juga berkurang. Jika di masa lalu, 10 tahun yang lalu itu begitu perkasa dan sehat, maka tentu di usia di atas 60 sudah berkurang. Kemana-mana memakai jaket atau jas,  bukan karena gagah akan tetapi karena takut masuk angin. Begitu mudahnya angin masuk ke dalam tubuh kita karena pori-pori yang selama ini menjadi benteng, ternyata semakin lebar sehingga angin mudah menerobos. Masuk angin. Di rumah selalu tersedia herbal untuk menanggulangi agar angin di dalam tubuh tidak menjadi masalah.

Sungguh kehidupan memang berjalan cepat seirama dengan cepatnya waktu yang terus berjalan. Ternyata usia juga merambat sedemikian cepat. Hanya karena semangat saja sehingga kita masih bisa bertahan hidup di tengah berbagai “kesulitan” yang kita hadapi. Terkadang terpikir, kala masih muda seakan dunia ini berada di dalam genggaman, dunia mau kita gergaji saja, tetapi seirama dengan pertambahan usia, akhirnya tidak ada lagi yang bisa dibanggakan. Mungkin kita masih merasa bahagia karena masih memiliki anak-anak dan cucu yang menyenangkan. Bisa karena kepatuhannya kepada ajaran agama atau kehidupannya yang relative mapan.

Kehdupan manusia itu seperti cokro manggilingan. Semula di bawah, lahir dan anak-anak yang semua serba memperoleh bantuan. Mandi, berpakaian, makan, sampai tidur dalam pertolongan orang tua, lalu menjadi anak-anak, lalu remaja terus merangkak ke atas sampai kita di puncak kehidupan dengan kekuasaan, kekayaan, pangkat dan jabatan, serta kewibawaan, lalu menjadi semakin senja dengan hilangnya semua itu. Hilang sama sekali, lalu kita berada di bawah lagi, seperti anak-anak. Berjalan dipandu, mandi bahkan terkadang dimandikan, dan tidurpun terkadang harus dibantu terlentangnya. Dan pada saatnya kita kemudian wurud ing kasidan jati, wafat dalam memasuki alam keabadian ruh, yang memang begitulah hukum alamnya.

Tetapi kita semua masih bisa bersyukur karena kita masih bisa mendekap agama kita dengan sungguh-sungguh. Agama yang kita jalani semenjak masih anak-anak dan terus continue kita lakukan. Agama yang menjadi pedoman bagi manusia untuk menepati janji kita kepada Allah sewaktu di alam ruh. Bukankah kita pernah berjanji akan melaksanakan keyakinan kita bahwa Allah SWT adalah Tuhan kita dan kita akan mengabdi kepadanya di alam dunia.

Tangisan bayi yang pertama adalah tanda kehidupan dan sekaligus tanda akan besarnya tanggungjawab atas kehidupan kita. Kala  di alam ruh dan alam kandungan atau disebut sebagai alam buthun kita belum terkena kewajiban atas keyakinan kita tentang Tuhan, yang berupa menjalan perintah Allah, tetapi begitu lahir maka nanti di kala sudah baligh maka kita harus memulai untuk menjalankan perintah-perintah Allah SWT. Menangisnya bayi bukan hanya sekedar tanda hidup akan tetapi juga lambang akan tanggung jawab atas kehidupan duniawi.

Pedoman  mendasar di dalam kehidupan manusia adalah Kitab Suci Alqur’an yang kita yakini diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk menjadi pedoman di dalam kehidupan. Selain  itu juga terdapat sunnah Nabi Muhammad SAW yang juga menjadi pedoman lebih rinci dari ayat-ayat Alqur’an yang mujmal  atau general. Agama kita  dilengkapi dengan seperangkat ajaran yang lengkap dengan segala berita yang menggembirakan dan berita yang menakutkan. Tabsyir wa tandzir.

Islam merupakan ajaran yang lengkap, mulai dari ibadah, muamalah dan relasi dengan manusia dan alam seluruhnya. Semua yang kita lakukan akan menjadi amal ibadah jika diniatkan untuk ibadah kepada Allah. Bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarga adalah ibadah. Mengaji dan memberi caramah apapun yang memiliki nilai kebaikan dan kemanusiaan adalah ibadah. Bahkan kita menyenangkan manusia,  keluarga, orang lain dan orang yang baru kita kenal adalah ibadah. Kita mengambil duri atau paku di jalan raya adalah ibadah. Betapa luasnya cakupan ibadah tersebut di mata Allah SWT.

Dengan demikian hidup kita bisa diisi ibadah. Dakwah tidak hanya diisi dengan ceramah agama, tetapi kala kita memberikan petunjuk kepada orang lain dengan perkataan singkat tetapi penuh makna juga ibadah, menulis yang baik-baik di blog, WA, Tiktok, Instagram, Facebook dan sebagainya yang bertujuan untuk kemanusiaan dan keagamaan, maka semua itu adalah ibadah. Alangkah indahnya beragama di dalam Islam.

Kita sudah semakin berumur, maka kita sudah selayaknya semakin arif dalam beragama. Tidak beragama yang menakutkan dan menyusahkan, akan tetapi beragama yang menggembirakan dan menyejukkan. Kita masih diberi waktu oleh Allah SWT untuk berbuat baik dan beramal yang baik. Maka kita harus menjaga agama. Islam mengajarkan tentang addinun nasihah agama adalah nasehat untuk manusia tentang Allah, tentang kenabian, tentang manusia manusia seluruhnya.

Kita tidak menasehati Allah dan rasulnya, akan tetapi kita menasehati manusia dengan Allah dan rasulnya yang memiliki ajaran agama, dan nasehat tersebut juga diperuntukkan bagi manusia seluruhnya. Mari jaga agama dengan cara menjalankan apa yang sudah diajarkan oleh agama dimaksud. Ajaran agama yang damai yang rahmatan lil ‘alamin.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

Categories: Opini
Comment form currently closed..