• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MANUSIA TAK KUASA MELAWAN WAKTU

MANUSIA TAK KUASA MELAWAN WAKTU

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Agama Islam mengajarkan betapa pentingnya waktu. Waktu ternyata menjadi bagian tidak terpisahkan dari sejarah alam semesta. Waktu yang menentukan atas perjalanan kehidupan manusia dan alam seluruhnya. Waktu itu berjalan tanpa henti. Terus menerus berjalan seirama dengan kepastian Tuhan. Kepastian bagi alam dan kepastian bagi manusia. Tak ada yang tidak berjalan dengan waktu.

Waktu itu seperti pedang. Artinya dia akan terus memotong perjalanan kehidupan. Tidak ada yang bisa menghentikannya. Waktu berjalan sesuai dengan ketentuan Tuhan. Jika dikaitkan dengan manusia, maka waktulah yang menentukan kapan seseorang harus lahir dan kapan seseorang harus wafat. Ada yang berusia panjang dan ada yang berusia pendek. Semua berjalan di atas waktu yang sudah ditetapkan.

Begitu sentralnya waktu, sampai-sampai Allah SWT sering menggunakan waktu sebagai sumpahnya. Artinya betapa pentingnya waktu itu bagi manusia, alam semesta bahkan bagi Allah SWT. Di dalam konteks sumpah, maka Allah menggunakan waktu, misalnya: wal ‘ashr atau demi waktu ashar, lalu Wal laily atau demi waktu malam, kemudian wal fajri atau demi waktu fajar, dan wasy syamsi atau demi matahari atau demi waktu siang. Semua ini menggambarkan betapa waktu itu menjadi sangat penting dalam kehidupan manusia dan alam, sehingga Allah menjadikannya sebagai sumpahnya.

Pada artikel ini saya akan membahas mengenai sumpah Allah SWT sebagaimana tertera di dalam Surat Al Ashr, ayat 1 dan seterusnya. Allah SWT berfirman di dalam Surat Al Ashr yang bunyi teksnya sebagai berikut: ‘wal ashr. Innal insana la fi khusr. Illal ladzina amanu wa ‘amiuish shalihati wa tawa saubil haqqi wa tawa shaubish shabr. Yang artinya secara general adalah: “demi waktu. Sesungguhnya manusia dalam keadaaan merugi. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih dan saling berwasiat tentang kebenaran dan berwasiat tentang kesabaran”.

Untuk mengingatkan manusia agar melakukan kebaikan tersebut Allah SWT menggunakan metapora waktu yang terus berjalan tanpa henti bahkan sedetikpun. Waktu terus berjalan dalam siang dan malam, dalam hari kerja maupun liburan, dan terus berjalan di keramaian dan ketenangan, dalam keadaan perang atau damai. Waktu seperti pisau yang mengiris kehidupan  dari suatu saat ke saat yang lain.

Terkadang jika kita berada di dalam diam maka rasanya waktu berjalan agak lambat, namun di saat kita melakukan aktivitas yang menumpuk,  tiba-tiba waktu terasa cepat sekali berjalan. Mula-mula shalat subuh, tiba-tiba shalat dhuhur, lalu ashar, magrib, isya dan shubuh lagi. Waktu berjalan dengan cepat dan bahkan terkadang ada yang merasa kurang waktu karena kita harus menyelesaikan pekerjaan yang belum tuntas. Bahkan dengan perkembangan teknologi dirgantara maka orang bisa saja sarapan pagi di Ghuangzou dan makan siang di Jakarta. Waktu perjalanan bisa dilipat tanpa terasa.

Allah bersumpah dengan waktu artinya betapa sentralnya waktu tersebut. Jika manusia lalai dengan tugasnya untuk beribadah kepada Allah SWT, maka tanpa terasa tiba-tiba sudah mendekati waktu yang dijanjikan oleh Allah. Takdir kematian yang tidak bisa ditunda atau dimajukan. Allah benar-benar berwasiat kepada kita untuk memahami perubahan waktu yang  cepat dan kita harus menunaikan janji kita kepada Allah SWT.

Dengan tegas Allah menyatakan bahwa manusia akan merugi jika tidak menjadi manusia yang melakukan kebaikan. Perbuatan kebaikan tersebut ditujukan kepada Allah melalui ibadah sesuai dengan petunjuknya, atau melakukan kebaikan kepada sesama manusia sebagai perwujudan atas sifat-sifat kemanusiaan kita yang terdapat di dalamnya kasih sayang dan bahkan juga kita menyayangi alam sebagai sesama ciptaan Allah SWT.

Sungguh manusia akan merugi jika tidak melakukan amalan kebaikan. Di dalam teks Alqur’an dinyatakan kecuali orang-orang yang beriman kepada Allah SWT dan berbuat baik dan orang yang berwasiat tentang kebenaran dan berwasiat tentang kesabaran. Marilah kita renungkan teks Aqur’an ini. Pertama, iman. Dunia keyakinan memang dunia abstrak. Berada di dalam hati dan pikiran yang bisa dinyatakan irrasional, tidak masuk akal. Iman yang benar memang tidak harus masuk akal dalam konteks ada wujud atau bendanya. Iman itu sesuatu yang berbeda dengan semua itu. Iman  memerlukan kesaksian batin, keyakinan batin yang berpadu dengan akal supra rasional.

Keyakinan membutuhkan atas kebenaran yang mutlak atau ultimate something atau sesuatu yang tidak terbatas. Tuhan itu lebih abstrak dibandingkan dengan jiwa. Sesuatu yang tidak kasatmata. Mengenai jiwa orang hanya melihat gejalanya tetapi tidak melihat jiwanya. Para ahli psikhologi lalu menjadikan psikhologi atau ilmu jiwa atau al ilm al nafs  adalah perilaku. Akhirnya ilmu jiwa itu adalah ilmu perilaku. Riset ilmu jiwa adalah penelitian perilaku manusia yang tampak. Iman itu keyakinan yang terpateri di dalam jiwa dan diungkapkan secara lesan. Kita  mempercayai keberadaan Tuhan dengan lisan dan hati.

Kedua, amal shalih. Seseorang harus melakukan perbuatan yang baik. Manusia harus mengabdi secara total kepada Allah dan juga harus mengabdi kepada kemanusiaan. Cintailah diri orang lain sebagaimana kamu mencintai dirimu sendiri. Manusia memang memiliki potensi untuk berbuat khilaf terhadap orang lain, akan tetapi Allah memberikan instrument untuk saling memaafkan. Di dalam Islam selalu terdapat solusi atas sesuatu yang “bermasalah” dalam relasi dengan sesama manusia.

Ketiga, wasiat tentang kebenaran dan kesabaran. Manusia memiliki potensi kesalahan, kekhilafan dan dosa, maka Allah memberikan instrument agar manusia saling berwasiat atau saling menasehati. Jika ada di antara kita yang melakukan kesalahan agar diluruskan untuk melakukan kebaikan atau kebenaran dan jika ada menghadapi apapun yang memerlukan pemikiran dan tindakan yang sulit agar bersabar. Jika sedang menerima masalah hendaknya bersabar sambil terus berupaya untuk menyelesaikannya. Islam mengajarkan bahwa bersabar adalah keindahan, fashabrun jamil.

Oleh karena itu, marilah kita manfaatkan waktu yang masih ada di dalam kehidupan kita dengan setidak-tidaknya menjadikan Surat Al Ashr ini sebagai pedoman di dalam kehidupan. Kita semua berkeyakinan bhwa kita dapat  melakukannya sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang kita miliki. Yang penting harus berusaha.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

Categories: Opini
Comment form currently closed..