Membaca Harian Suara Karya tentang respons para pengemis tentang fatwa haram yang dikeluarkan oleh MUI Sumenep dalam judul “Mengemis Haram, Gepeng Cuek” (Suara Karya, 25/08/09), tentu membuat kita harus berhitung ulang tentang efektivitas fatwa bagi para subyek pelaku mengemis. Ternyata memang tidak mudah untuk menjelaskan persoalan mengemis ini dari sisi pelaku. Dalam cerita tentang Dudun yang mengalami kegagalan dalam mengais kehidupan dikota semenjak tahun 1987, maka pilihannya tidak ada lain adalah mengemis. Tentu ada banyak orang yang senasib dengan Dudun di negeri ini. Masih banyak di antara mereka yang tidak beruntung.
(more..)
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumenep membuat gebrakan dengan melansir fatwa haram bagi mengemis. Fatwa ini kemudian direspon positif oleh MUI Jawa timur. MUI memang telah berkali-kali membuat gebrakan dengan fatwa-fatwanya. Masih segar dalam ingatan tentang Fatwa Merokok Haram, Fatwa wajib mencoblos dalam pemilu dan tentu masih banyak lagi.
Sebuah fatwa memang tidak datang dari ranah kosong. Setiap fatwa tentu dihasilkan dari ijtihad yang mendalam dan panjang. Untuk fatwa mengemis haram ini tentu saja juga telah didiskusikan dengan sangat mendasar dan berdasarkan pengamatan yang panjang tentang fenomena mengemis di kalangan masyarakat. Adakah mengemis telah disalahgunakan untuk kepentingan yang yang salah. Adakah mengemis telah menjadi profesi dan bukan karena kehidupannya miskin atau melarat. Dan tentu masih ada sederet pertanyaan tentang mengemis sebagai fenomena sosial. (more..)
Pengawasan terhadap kegiatan dakwah memang sudah dilakukan dengan plus minusnya. Di Batam pengawasan telah dilakukan oleh para polisi. Makanya para ulama setempat lalu merasa gerah. Salah seorang pengurus MUI Batam, Azahari Abbas, lalu melayangkan keberatan terhadap pengawasan dakwah tersebut. Baginya bahwa dengan pengawasan seperti itu, maka suasananya seperti kembali ke Orde Lama, yaitu ketika para da’i harus melaporkan materi dakwahnya kepada aparat keamanan.
Memang harus diakui bahwa ada –sebagian kecil—dari para da’i yang melakukan dakwah yang mengarah kepada kekerasan. Dakwah yang dilakukan oleh Abu Jibril di Pamulang juga menuai keresahan umat. Alih-alih membuat kerukunan umat, dakwah yang dilakukannya justru membuat konflik horizontal dengan warga setempat. Bahkan umat Islam di Pamulang yang selama itu dalam keadaan damai lalu menjadi terkontaminasi. Menurut warga di situ bahwa dakwah Abu Jibril selalu menyalahkan orang lain. Tidak ada yang benar, semuanya salah. Bahkan setelah masjid di daerah itu dikuasai, maka jamaah masjid dari daerah setempat merasa tidak nyaman lagi beribadah di masjid tersebut.
(more..)
Dakwah secara lughotan adalah ajakan atau seruan kepada jalan Allah. Hal ini senada dengan firman Allah dalam Surat An-Nahl, 125 yang artinya: “Ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah, mauidzoh hasanah dan bermujadalahlah dengan cara sebaik-baiknya. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui siapa yang mendapatkan petunjuk.” Jalan Allah itu tidak lain adalah agama Islam.
Islam sesuai dengan namanya adalah agama keselamatan. Agama yang mengajarkan agar manusia memperoleh keselamatan baik di dunia maupun kelak di akhirat. Sebagai jalan keselamatan, maka pastilah bahwa orang yang beragama Islam akan mendahulukan keselamatan tersebut di dalam kehidupannya. (more..)
Saya diwawancarai oleh Radio El-Shinta, Ahad 23 Agustus 2009 tentang pengawasan oleh aparat keamanan terhadap kegiatan dakwah. Pengawasan terhadap kegiatan dakwah oleh para da’i tersebut dilaksanakan berdasarkan perintah Kapolri untuk menjaga agar dakwah tidak dijadikan sebagai sarana untuk melakukan kegiatan terorisme yang memang sedang diawasi dengan ketat.
Kebijakan seperti ini memang bukan sesuatu yang baru. Peristiwa pengawasan terhadap dakwah tersebut pernah dilakukan oleh pemerintah di era Orde Baru. Secara historis, bahwa pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah di era Orde Baru tentu dipicu oleh berbagai peristiwa “pembangkangan” yang dilakukan oleh para eksponen Islam garis keras, seperti Komando Jihad, teror Warman, Kasus Woyla dan sebagainya. (more..)