• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

JANGAN MERASA KITA ITU HEBAT

JANGAN MERASA KITA ITU HEBAT

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Acara tahsinan yang dilaksanakan oleh Komunitas Ngaji Bahagia di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency sudah mendekati akhir dari Juz 30. Yang mengaji di masjid ini adalah para senior. Ada Pak Suryanto yang usianya sudah 68 tahun, saya yang sudah usia 65 tahun dan beberapa yang lain, yang rata-rata usianya di atas 50 tahun. Meskipun tahsinan Alqur’an tetap saja harus dibarengi dengan tersenyum dan tertawa sebagai bagian  dari upaya melaksanakan motto “Ngaji Bahagia”.

Komunitas Ngaji Bahagia ini sudah sampai pada Surat Al ‘Alaq, yang merupakan wahyu pertama yang diberikan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW di Gua Hira. Wahyu pertama ini memberikan kejelasan mengenai status kenabian Nabi Muhammad SAW dan menjadi awal mula pengangkatan Muhammad SAW sebagai Rasulullah. Sebagaimana biasanya, maka sebelum tahsinan lalu dibacakan terjemah ayatnya dan jika perlu saya memberikan tambahan pemahaman tentang ayat dimaksud.

Secara khusus, ayat yang dibaca adalah “kalla innal insana la yatgho. An raahus taghna”, yang artinya: “sekali-kali tidak. Sungguh. Manusia itu benar-benar melampaui batas. Apabila melihat dirinya serba cukup”. (Surat Al ‘Alaq,  6-7). Melalui ayat ini, Allah memberikan peringatan kepada manusia agar manusia  jangan melampaui batas. Manusia bukanlah makhluk Tuhan yang paling berkuasa. Manusia hanyalah segumpal darah dan karena kasih sayang Allah lalu ditiupkan roh sehingga kemudian bisa hidup. Dan kala roh itu dicabut oleh yang memilikinya, maka manusia yang gagah sekalipun juga akan mati.

Bukankah manusia seperti Fir’aun yang merasa berkuasa dan merasa paling kuat sehingga menyatakan bahwa dirinya adalah Tuhan  yang harus disembah akhirnya harus mati di laut karena mengejar Nabi Musa dalam menyeberangi lautan. Jasad Fir’aun kemudian ditemukan dan di dalam penelitian yang dilakukan oleh Maurice Buchaile akhirnya dinyatakan bahwa Fir’aun tersebut memang mati di lautan karena terbukti di dalam mulutnya terdapat kandungan garam yang melebihi manusia lainnya. Akhirnya, Buchaille masuk Islam karena temuannya tersebut.

Di dalam Alqur’an Allah memberikan peringatan agar manusia jangan melampaui batas. Manusia harus mengingat siapa dirinya dan siapa yang menciptakannya. Meskipun kita sudah serba kecukupan, janganlah kita jumawa di hadapan Allah yang Maha Kuasa. Di dalam berhadapan dengan alam saja, misalnya kita pergi ke Kawah Gunung Bromo, di Probolinggo Jawa Timur.  Kita  dapat naik ke puncaknya dan pandanglah ke bawah dengan kedalamannya yang curam, maka kita akan berpikir dan renungkan betapa kecilnya manusia itu di hadapan alam tersebut. Kita pergi ke Grand Canyon, yang terletak di antara Las Vegas dan Washington DC di Amerika Serikat lalu kita naik di atas jembatan kaca di atas tebing yang sedemikian curam dan dalam yang  berwarna merah, betapa terasa kecilnya manusia itu berhadapan dengan alam. Bagi orang yang ketakutan ketinggian, maka terasa sangat menakutkan berjalan di atas kaca yang konon katanya memiliki kekuatan yang sangat besar.

Jika kita merenungkan hal ini, maka tidaklah pantas manusia itu menyombongkan diri dengan segala kekuatannya. Manusia hanyalah sebutir debu dalam hamparan alam yang luas dan penuh dengan aneka tantangan dan masalah. Oleh karena itu selayaknya jika manusia terus menerungkan akan penciptaan Tuhan yang sedemikian hebat. Dan lalu berpikir dan merenungkannya bahwa yang menciptakannya pastilah Dzat yang Maha Hebat, yang tidak sama dengan makhluknya. Allahu Akbar, Allah Maha Agung.

Manusia itu diajarkan oleh Allah jangan melebihi batas. Manusia memang diciptakan dengan kelebihan dibandingkan dengan makhluk lainnya. Manusia diberikan kelengkapan inteligensi. Dengan akalnya atau rational intelligent, maka manusia bisa menciptakan atau membuat inovasi. Manusia bisa menciptakan yang belum ada menjadi ada. Dengan kemampuan akalnya untuk mencipta, manusia bisa menciptakan temuan baru, misalnya robot cerdas yang berasal dari kecerdasan buatan atau artificial intelligent. Ada boneka dengan kemampuan Bahasa melebihi manusia dengan bentuk fisik persis seperti manusia. Tetapi tetap saja tidak seperti manusia yang merupakan ciptaan Tuhan. Saya menjadi teringat dengan ucapan dosen saya, Drs. Tarsan Hamim Rois, dosen filsafat yang mengajar pada Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel tahun 1979, kala itu Pak Tarsan menyatakan bahwa: “suatu ketika manusia akan dapat menciptakan burung persis sama dengan burung yang ada sekarang”. Pernyataan ini terbukti bahwa dengan pemikirannya, manusia tidak hanya dapat menciptakan burung seperti burung akan tetapi bahkan mampu menciptakan boneka yang memiliki kemampuan seperti manusia.

Meskipun manusia telah hebat, sekali lagi manusia selalu memiliki kelemahan. Itulah sebabnya Allah SWT meminta kita untuk terus memikirkan ciptaan Allah sebagai bagian dari kesadaran akan adanya kebesaran Allah yang memang Maha Besar. Ayat yang saya kutip maknanya di atas memberikan gambaran agar kita jangan melebihi batas meskipun kita telah merasa cukup dalam banyak hal.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

RESEP HIDUP DENGAN PENINGKATAN IBADAH

RESEP HIDUP DENGAN PENINGKATAN IBADAH

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Komunitas Ngaji Bahagia pada Masjid Al Ihsan, 22/08/23, mendapatkan asupan materi pengajian yang sangat baik. Ngaji Bahagia tersebut seperti biasanya diselenggarakan setiap Selasa ba’da subuh yang diikuti oleh sejumlah jamaah shalat Shubuh. Kala itu, yang memberikan taushiyah adalah Ustadz Sahid, seorang ustadz yang sering memberi motivasi bagi jamaah Masjid Nasional Al Akbar, Surabaya. Selain itu  juga menjadi motivator di perusahaan swasta nasional seperti PLN, Telkom, dan juga instansi pemerintah dan organisasi social keagamaan.

Pak Sahid, begitulah biasanya saya memanggilnya menyampaikan beberapa hal terutama motivasi agar kita selalu menjaga amal ibadah sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT. Nabiyullah Muhammad SAW sudah memberikan pedoman-pedoman dalam beribadah untuk  menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangan Allah. Manusia dan jin diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya. “wa ma khalaqtul jinna wal insa illa liya’budun”. Yang artinya secara umum adalah “dan tidaklah diciptakan Jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada Allah”.

Ada lima S  yang perlu diperhatikan: S  pertama adalah:  Selalu berusaha untuk menghilangkan sikap dan perilaku kejelekan. Manusia harus selalu berupaya di dalam kehidupannya untuk meninggalkan amalan-amalan yang jelek. Amalan yang jelek harus dihilangkan. Islam mengajarkan agar kita sedikit-demi sedikit tetapi pasti menghilangkan kebiasaan berbuat yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.

S kedua adalah: Selalu menjaga sikap dan perbuatan yang diwajibkan untuk dilakukan. Menjaga sikap dan perbuatan yang baik adalah kewajiban umat manusia. Kewajiban kita semua. Kita ini diwajibkan untuk terus menerus menjaga amal perbuatan kita. Jangan sampai kita lalai untuk tidak menjaga amal kita yang baik di dalam kehidupan.

S ketiga adalah: Selalu berusaha konsisten untuk terus melakukan amalan kebaikan atau dipertahankannya amalan kebaikan tersebut selama kehidupannya. Manusia memiliki pilihan di dalam kehidupannya. Apakah akan menjadi baik atau menjadi jelek. Jika ingin menjadi baik maka harus menjalankan perintah Allah dan jika ingin kejelekan maka dapat  meninggalkan kebaikan dan melakukan kejelekan. Baik atau buruk adalah pilihan manusia dan memiliki konsekuensi bagi manusia. Petunjuk sudah diberikan, sehingga di saat manusia memilih kejelekan maka itu menjadi tanggung jawabnya.

S keempat adalah: Selalu berusaha  untuk menjalankan  kebaikan dan  amal kebaikan harus terus ditingkatkan. Di dalam kehidupan tentu manusia harus berusaha untuk meningkatkan amal kebaikan. Agar diusahakan jangan sampai beramal dengan tingkat yang stagnan. Hanya itu-itu saja kebaikannya. Selayaknya manusia bisa terus menerus berusaha untuk meningkatkan amalan ibadahnya, shalatnya, dzikirnya, sedekahnya, infaqnya atau kebaikan-kebaikan lainnya.

S  kelima adalah:  Selalu berupaya untuk memperbaharui sikap dan perilaku keberagamaan kita atau terus dikembangkan pengamalan beragama melalui upaya-upaya inovatif secara memadai dan benar. Harus ada kebaikan baru yang dilakukannya. Misalnya, jika selama ini baru shalat dan zakat, maka harus berupaya untuk bisa pergi haji. Atau jika selama ini baru zakat saja, maka kemudian ditingkatkan menjadi sedekah atau infaq. Ada inovasi baru atau ada sesuatu yang beru yang dilakukannya.

Di dalam kesempatan ini, saya menambahkan sedikit terkait dengan kejelasan posisi  dalam kehidupan manusia dan upaya yang harus dilakukan. Sebagaimana tadi yang dibacakan oleh Imam shalat Shubuh, Ustadz Firdaus, SHI al Hafidz, di dalam surat Al Bayyinah. Di situ dijelaskan tentang balasan bagi hamba Allah yang melakukan kebaikan dan melakukan kejelekan. Bagi yang kafir maka akan dimasukkan neraka Jahannam  dan akan kekal selamanya. Mereka disebut sebagai syarrul bariyah atau sejelek-jelek manusia. Orang kafir terdiri dari ahlu kitab dan orang musyrik. (Surat Al Bayyinah, 6).

Sementara itu, orang yang beriman dan beramal shaleh, mereka akan dimasukkan ke dalam barisan orang yang disebut sebagai Khairul bariyyah. Yaitu orang yang akan diganjar oleh Allah dengan suraga Aden  yang dibawahnya terdapat air mengalir dan sungai-sungai dan mereka akan kekal abadi di dalamnya. Allah Ridla terhadap mereka sehingga Allah memberikan pahala berupa kenikmatan surga yang tiada taranya. (Surat Al Bayyinah, 7-8)

Apa yang sudah dijelaskan oleh Pak Sahid tadi merupakan upaya agar kita semua masuk ke dalam barisan orang yang Khairul bariyyah. Dan untuk menjadi seperti ini, maka kita harus mempertahankan iman dan meningkatkan iman kita, menjauhi larangannya dan amalan yang bisa merusak iman kita. Caranya adalah dengan memperhatikan lima hal tersebut. Upayakan agar kita terus menjaga iman dan amal ibadah kita, terus berupaya agar kita dapat  memperoleh ridhanya Allah SWT. Dengan melakukannya secara optimal, kita berharap bahwa kita akan dapat menjadi bagian dari ahlu Jannah dan akan kekal hidup di dalamnya.

Tentang pemahaman mengenai kekal tentu harus dibedakan antara kekekalan Allah dengan kekekalan ciptaannya. Allah itu abadi tanpa ada awal dan akhinya, sedangkan ciptaan Allah itu ada awal dan akhirnya. Kata kekal tentu merupakan bagian dari kekekalan Allah, yang kita tidak bisa memprediksinya sekarang.

Wallahu a’lam bi al shawab.

MUSIBAH, TAKDIR DAN TAWAKKAL

MUSIBAH, TAKDIR DAN TAWAKKAL

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Manusia sungguh makhluk yang lemah dalam kaitannya dengan pengetahuan tentang apa yang akan terjadi ke depan. Manusia tidak memiliki seperangkat pengetahuan untuk mencandra masa depan. Yang diketahui adalah masa lalu. Sesuatu yang sudah dialami atau diketahui saja yang bisa dijelaskan sementara apa yang akan terjadi besuk manusia tidak kuasa memahaminya. Di sinilah keterkaitan antara musibah, takdir dan tawakkal.

Inilah kata kunci dalam ceramah Selasanan, 22/08/2023,  yang biasa dilakukan pada Masjid Al Ihsan, Perumahan Lotus Regency. Acara ini dilakukan ba’da shalat shubuh setelah membaa Surat Al Waqi’ah dan doa. Acara ini merupakan agenda Masjid Al Ihsan yang diikuti oleh jamaah shalat Shubuh dalam durasi waktu 45 menit. Jam 05.00 sampai jam 05.45 WIB. Komunitas Ngaji Bahagia ini sudah berjalan selama tiga tahun, dan acara ini tentu diharapkan akan terus berlangsung sebagai sarana untuk “watawa shaubil haq wa tawa shaubish shabr”.

Di dalam acara ini saya menjelaskan tiga hal, dalam kaitannya dengan salah satu ayat Alqur’an yang menjelaskan tentang relasi antara musibah, takdir dan tawakkal. Ayat tersebut berbunyi: “Qul lay yushibana illa ma kataballahu lama huwa maulana wa ‘alallahi fal yatawakkalil mu’minun”. Yang artinya: “katakanlah:  tidak sekali-kali akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelinduang kami,  dan hanya kepada Allah orang-orang beriman harus bertawakkal”. (Alqur’an, At Taubah: 51).

Pertama, Jika kita pahami ternyata ada beberapa  aspek mendasar dari ayat ini, yaitu adanya mushibah, adanya ketentuan Allah, sesuatu yang telah tertulis atau takdir, dan tawakkal bagi orang mu’min. mushibah secara tekstual berarti kejadian. Namun demikian di dalam Bahasa Indonesia diserap artinya sebagai sesuatu yang negative atau kejadian yang tidak dikehendaki. Musibah lebih dimaknai sebagai kejadian yang tidak mengenakkan, tidak menyenangkan dan bahkan menyengsarakan. Jadi, mushibah dimaknai sebagai sebuah kejadian yang sung-sungguh tidak diharapkan. Kejadian adalah istilah generik untuk menggambarkan terjadinya sesuatu yang menimpa atau mengenai manusia.

Kedua,  segala sesuatu yang terjadi di dunia sudah terdapat catatannya. Di dalam konteks ini disebut sebagai takdir atau ketentuan Tuhan yang bersifat azali. Semua yang terjadi di dunia ini sudah terdapat catatannya semenjak 50 juta tahun sebelum diciptakan alam dan segala isinya. Percaya kepada takdir Tuhan adalah bagian dari rukun iman. Siapapun yang beragama Islam harus meyakini keberadaan takdir Tuhan yang akan berlaku bagi manusia. Kapan kita hidup, kapan kita mati, siapa jodoh kita, bagaimana rezeki kita sudah ada takarannya. Hanya saja ada takdir yang mu’allaq atau tergantung dan ada yang mubram atau pasti. Yang mu’allaq misalnya adalah yang terkait dengan usaha. Terjadinya perubahan pada kehidupan manusia di dunia termasuk takdir yang mua’allaq. Sedangkan kematian adalah takdir yang pasti. Setiap yang hidup akan menemui kematian, dan kapan kematian itu datang sangat tergantung kepada kepastian Tuhan. Tidak ada yang tahu kapan kematian tersebut akan datang kepada manusia.

Ada istilah yang menarik misalnya menjemput takdir. Maknanya bahwa takdir tentang usaha atau kerja  dan hasilnya itu dapat diupayakan. Kepastian seseorang akan memiliki rezeki merupakan takdir Tuhan, akan tetapi hasil dari rezeki dapat ditentukann oleh upaya yang dilakukan. Di dalam tradisi Jawa disebutkan ono pakon ono pakan artinya bahwa jika seseorang melakukan sesuatu baik atas inisiatif sendiri atau atas inisiatif orang lain, maka didapatkan rewardnya atau hasilnya. Besar kecilnya hasil dapat bergantung kepada usahanya.

Ketiga, tawakkal atau pasrah atas hasil yang didapatkan. Tidak setiap usaha dipastikan ada hasilnya. Terkadang sudah usaha semaksimal mungkin ternyata hasilnya tidak optimal. Sudah bekerja keras dengan mempertimbangkan semua variable yang menyebabkan keberhasilan, akan tetapi hasilnya tidak optimal. Inilah yang sering disebut sebagai factor X. sebuah factor yang ternyata di luar nalar dan perhitungan manusia. Semua strategi telah diupayakan realisasinya, akan tetapi ternyata ada hal yang tidak diperhitungkan dan menggagalkan rencana yang sangat terukur.

Di sinilah Islam mengajarkan agar berdoa. Selain orang sudah berusaha, maka selayaknya juga berdoa. Bahkan doa dapat memegang atau menjadi kata kunci penting. Saya menyatakan bahwa doa memiliki kapasitas 60 persen, sedangkan usaha itu kapasitasnya 40 persen. Manusia tidak boleh merasa bahwa usahanya dipastikan berhasil, akan tetapi harus tetap berdoa untuk kesuksesannya, dan jika semua sudah dilakukan, maka akan menerima apa yang didapatkannya, dan di sinilah kita harus pasrah kepada-Nya. Allahlah yang akhirnya menjadi penentu akan kegagalan atau keberhasilan usaha yang dilakukan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

BERSYUKURLAH KITA MASIH BISA MEMBACA SHALAWAT

BERSYUKURLAH KITA MASIH BISA MEMBACA SHALAWAT

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sebagai umat Islam, tentu kita berharap agar di kelak kemudian hari dapat masuk surga. Saya kira hal yang sangat wajar. Sebagai manusia yang bertaqwa kepada Tuhan dan sesungguhnya juga sudah menjalankan perintah Tuhan, tentu juga merupakan kewajaran jika kita terus berdoa kepada Tuhan agar bisa masuk surga. Saya kira tidak ada orang yang tidak berkeinginan untuk menjadi yang terbaik pada akhirnya.

Salah satu di antara keyakinan umat Islam, tentu termasuk umat Islam Indonesia adalah meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW itu memiliki dan diberi otoritas oleh Allah SWT untuk memberikan syafaat khususnya pada hari mahsyar atau yaumuml hisab. Pada waktu yang akan datang di luar kehidupan di dunia tersebut, maka ada satu fase di mana manusia akan ditimbang amalnya. Ada yang amalnya bagus dan timbangannya bagus dan ada yang amalnya jelek dan timbangan tentu buruk. Inilah yang kemudian di dalam Alqur’an disebut sebagai ashhabul yamin wa  ashhabusy syimal. Golongan kanan dan golongan kiri. Tentu orang yang berkelakuan baik akan berharap bisa masuk dalam golongan kanan. Bahkan orang yang berkelakuan buruk pun berharap bisa masuk ke dalam golongan kanan.

Allah SWT memiliki kasih sayang yang luar biasa. Kasih sayang yang tiada taranya. Kasih sayang tersebut berupa rahmat yang tidak ada hentinya. Contoh, agar manusia bisa hidup maka diciptakan udara yang dengan udara tersebut manusia bisa menghirupnya dengan leluasa tanpa membayar sedikitpun. Allah hanya mengingatkan agar menjaga keseimbangan ekosistem alam agar semuanya bisa berjalan baik. Melalui keberadaan udara yang segar tersebut, maka manusia bisa menghirup udara untuk diproses di dalam paru-paru dan kemudian oksigen tersebut bisa menjadi salah satu yang menggerakkan kehidupan manusia. Selain itu juga kasih sayang dalam bentuk ketercukupan untuk memenuhi kebutuhan biologis, kebutuhan social dan kebutuhan integrative.

Bahkan nikmat yang paling besar adalah nikmat dapat menjadi umat Islam. Sedemikian sayangnya Allah SWT kepada manusia maka diturunkanlah pedoman agar manusia selamat. Pedoman tersebut berupa ajaran agama yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul yang dipilih oleh Allah sebagai utusannya. Silih berganti Nabi dan Rasul tersebut diturunkan kepada umat manusia. Nabi Ibrahim diturunkan kepada umatnya di kala umat manusia menyembah berhala. Diajarkan kepada mereka Agama Hanif, agama yang lurus yang mengesakan Allah SWT. Itulah sebabnya Nabi Ibrahim disebut Bapak Monotheisme, karena Nabi Ibrahim mengajarkan hanya ada satu Tuhan yang wajib disembah dan dilakukan perintahnya. Secara berturut-turut kepada kemudian datang Nabi  Dawud, Nabi Sulaiman, Nabi Musa, Nabi Isa dan Nabi Muhammad SAW. Semua mengajarkan agama sesuai dengan Millah Ibrahim, yang manusia harus meyakini bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Millah Ibrahim ini yang kemudian disebut sebagai Agama Semitis atau agama yang diturunkan kepada orang-orang Semit dan kemudian menyebar ke berbagai penjuru dunia. Agama Yahudi, Kristen, Katolik dan Islam disebut sebagai Agama Semitis.

Semua agama memiliki jalan keselamatan. Islam tentu jalan keselamatannya adalah dengan ketauhidan yang benar dan amalan ibadah yang benar. Orang harus meyakini tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad Rasulullah, serta beramal yang shaleh sesuai dengan ajaran Islam. Islam mengajarkan agar seseorang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. La ilaha illallah. Dan dilanjutkan dengan Muhammadur Rasulullah. Lalu setelah itu harus mengamalkan ajaran Islam secara utuh atau kaffah. Bagi yang bisa melakukannya, maka dialah yang sesungguhnya bisa menjadi bagian dari golongan kanan.

Kita diajarkan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah kekasih Allah. Nabi akhiriz zaman. Satu-satunya Nabi yang diberikan kekuatan untuk bertemu dan “bermuwajahah” dengan Allah di alam arasy. Tidak ada satu pun Nabi dan Rasul selain Nabi Muhammad yang bisa melakukannya. Hanya Nabi terpilih saja yang bisa melakukannya. Sebagai Nabi pilihan yang memiliki keistimewaan maka Nabi Muhammad diberikan otoritas untuk memberikan syafaat fi yaumil hisab.

Tentu saja untuk memperoleh syafaatnya harus ada instrument yang bisa digunakan. Tidak mungkin syafaat tersebut diberikan dengan tanpa melakukan sesuatu yang disukai oleh yang memiliki syafaat. Reward akan selalu diberikan kepada orang yang patuh, taat dan melakukan sesuatu yang disukai oleh yang memberi syafaat. Seorang guru atau dosen dapat  memberikan reward bagi siswa atau mahasiswanya, jika siswa atau mahasiswanya tersebut patuh dan memiliki kapasitas yang sangat baik dalam program pembelajarannya. Indeks prestasinya sangat baik dan diperolehnya melalui jalan yang benar. Jadi tidak ada reward yang diberikan tanpa ada penyebab atas pemberian reward dimaksud.

Di antara keistimewaan Nabi Muhammad SAW adalah mengenai shalawat, yang menjadi salah satu penyebab kecintaan Allah dan juga kecintaan Nabi Muhammad SAW. Shalawat kepada Nabi Muhammad SAW itu hanya dibaca oleh manusia akan tetapi juga Malaikat Allah. Kalimat shalawat yang pasti dibaca umat Islam adalah Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammad wa ‘ala ahlihi waashhabihi ajma’in  atau  Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammad wa ‘ala ali Sayyidina Muhammad”.

Bacaan sependek ini ternyata memiliki kekuasaan dahsyat. Shalawat ini ternyata memiliki kekuatan untuk menjadi penyebab kecintaan Rasulullah kepada para pembacanya. Siapa yang sering membaca shalawat maka dia yang insyaallah selamat. Ada orang yang secara rutin dan istiqamah bisa membaca shalawat 100 kali, ada yang 1000 kali dan bahkan ada yang 10.000 kali dalam sehari. Jika orang sudah membaca shalawat sebanyak 10.000 kali maka dipastikan akan memperoleh keutamaan, yang kita semua tidak tahu kecuali para pelakunya.

Yang penting bagi kita adalah istiqamah untuk membaca shalawat berapapun jumlahnya. Dan kita tentu bersyukur karena bisa mengamalkan ajaran untuk keselamatan ini. Jika dengan shalawat kita selamat kenapa tidak kita lakukan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

BERSYUKURLAH MENJADI ORANG INDONESIA

BERSYUKURLAH MENJADI ORANG INDONESIA

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Mengapa kita harus bersyukur sebagai bangsa Indonesia? Ada apa sesungguhnya? Pertanyaan-pertanyaan ini patut untuk dikemukan apalagi dalam konteks peringatan 78 Tahun Kemerdekaan Indonesia yang jatuh pada hari Kamis, 17 Agustus 2023. Saya tentu akan membahasnya dari perspektif agama dan masyarakat, sebagai bagian dari kajian yang selama ini saya tekuni.

Pertanyaan ini sesungguhnya muncul pada saat pengajian rutin Selasanan pagi bada Shubuh di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya, 14/08/2023.  Pertanyaan ini terkait dengan masih kuatnya keyakinan orang Indonesia atas keberadaan Tuhan dan sangat sedikit yang tidak percaya keberadaan Tuhan, sementara itu di Eropa justru sebaliknya. Dewasa  ini semakin banyak orang yang tidak percaya Tuhan atau bisa dinyatakan sebagai atheis.

Berdasarkan Survey yang dilakukan oleh The World of Statistic 2022, bahwa negara dengan tingkat terbesar percaya kepada Tuhan adalah Indonesia sebesar 97 persen, dan disusul oleh Turkey dengan 91 persen. Sementara di Eropa misalnya di Italia, sebagai pusat ajaran Katolik, maka keyakinan adanya Tuhan tinggal 50 persen dan sisanya adalah kaum atheis atau sekurang-kurangnya tidak yakin Tuhan itu ada. Di Eropa Barat jauh lebih parah lagi. Di Inggris, Jerman, Perancis, dan lain-lain justru yang percaya kepada Tuhan berada di bawah angka 30 persen. Maka, Eropa sedang menuju menjadi negara atheis. Inilah yang menyebabkan kita bersyukur karena masyarakat Indonesia itu masyarakat yang sangat religious. Masyarakat yang meyakini bahwa ada kekuatan Tuhan dibalik alam semesta ini.

Besarnya keyakinan atas keberadaan Tuhan itu tentu saja terkait dengan lingkungan social, di mana kita ada atau di mana kita dilahirkan. Inilah yang menyebabkan kita harus bersyukur kepada Allah terlahirkan yang tanpa keinginan kita untuk lahir di Indonesia. Kita lahir di Bumi Pertiwi Negara Republik Indonesia. Saya yang lahir pada tanggal 7 Agustus 1958, kini sudah 65 tahun, bersyukur karena lahir pada jam dan hari Indonesia. Seandainya saya lahir pada jam yang berbeda saja, maka saya akan lahir di Afghanistan atau Irak atau Suriah. Karena saya lahir pada jam yang bertepatan di Indonesia,  maka saya lahir di Indonesia dan menjadi warga negara dan bangsa Indonesia. Terlepas dari takdir Tuhan yang saya harus lahir dari Rahim Ibu saya dalam pernikahannya dengan Bapak saya. Takdir  itu telah tertulis di Alam Roh, 50 juta tahun alam roh, yang tidak bisa diprediksi berapa lamanya.

Berdasarkan teori ilmu sosial, paradigma Perilaku Sosial, maka manusia itu dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Kita lahir di Indonesia, dari orang tua di Indonesia, yang ketepatan beragama Islam, maka saya menjadi Islam semenjak lahir. Begitu lahir langsung diperdengarkan adzan dan iqamah. Pertama kali lahir ke dunia sudah diperdengarkan nama Allah yang maha besar. Itulah sebabnya kita dapat beragama Islam karena keadaan lingkungan kita. Bahkan seandainya kita lahir dari Rahim orang Buddha atau Hindu dan lahir kita di Bali, maka kita akan menjadi beragama Hindu. Jadi, lingkungan memiliki pengaruh yang besar di dalam kehidupan kita.

Sebagai umat Islam kita tentu bersyukur atas karunia Tuhan terbesar di dalam kehidupan ini, sebab semenjak bayi hingga hari ini kita masih menjadi penganut agama Islam yang setia. Kita tetap meyakini keberadaan Allah dan juga sekuat-kuatnya menjalankan perintah Allah. Tidak ada di dalam hati sedikitpun untuk mengingkari keberadaan Allah. Bagi kita Allah itu wujud, ada. Allah itu kekal. Allah itu yang awal  tiada awalnya dan yang akhir tiada akhirnya. Allah itu berbeda dengan makhluk. Keyakinan itu telah terpateri semenjak kita belajar di Masjid, di Sekolah dan pengajian-pengajian mulai di masa kecil hingga sekarang.

Semua ini terjadi bukan tanpa sebab, bukan tanpa musabab. Kita dapat menjadi umat Islam adalah berkat perjuangan para pendahulu kita, para waliyullah. Tanpa kehadiran mereka di Bumi Nusantara pada awal abad ke 11-18, maka kita tidak akan menjadi umat Islam. Dan  terus sampai sekarang para ulama, kyai dan ustadz terus mendedangkan adanya keyakinan kepada Allah, kapan dan di manapun. Inilah keuntungan kita di Indonesia.

Para waliyullah, yang dikenal sebagai Walisanga, adalah penyebar Islam di Nusantara. Mereka berdakwah pada saat pemerintahan akhir Majapahit, dan sukses untuk mengislamkan Jawa dan juga mengislamkan Nusantara. Melalui ikhtiar, doa dan dakwahnya tersebut, maka masyarakat Nusantara bisa menjadi umat Islam. Masyarakat Indonesia dapat menjadi umat beragama. Oleh karena itu, jika kita tidak bersyukur atas semua ini, maka rasanya kita telah mengingkari upaya-upaya Islamisasi yang dilakukan oleh leluhur kita.

Kita bersyukur bahwa Islam masih dominan di Indonesia. Dengan angka prosentase sebesar 87 persen umat Islam di Indonesia, maka menempatkan Indonesia sebagai negara dengan umat Islam terbesar di dunia. Perkembangan Islam dalam performance keislaman juga terus membaik. Berkat organisasi NU dan Muhammadiyah dan lain-lain yang sepaham dengan Islam moderat atau Islam rahmatan lil alamin, maka dinamika relasi antar umat beragama juga sangat baik. Nyaris tidak kita jumpai konflik social yang didasari oleh keyakinan beragama.

Sebagaimana yang dinyatakan oleh Wapres, Prof. Dr. KH. Ma’ruf Amin, pada waktu Pembukaan Raker Ikatan Pesantren Indonesia (IPI) di Surabaya, 11-13/08/2023, bahwa ulama internasional di bawah koordinasi Grand Syekh Al Azhar pernah datang ke Indonesia dengan menyatakan bahwa Indonesia adalah masa depan Islam. Dinyatakannya jika di masa lalu itu kitab berbahasa Arab diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, maka ke depan haruslah Kitab Berbahasa Indonesia diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab. Indonesia adalah contoh toleransi dan kerukunan umat beragama.

Kenyataan seperti ini yang mengharuskan kita bersyukur kepada Allah SWT sebab karunia menjadi orang Indonesia ternyata karunia terbesar di dalam kehidupan kita, baik sebagai individu, anggota keluarga dan anggota masyarakat, negara dan bangsa.

Wallahu a’lam bi al shawab.