JANGAN MERASA KITA ITU HEBAT
JANGAN MERASA KITA ITU HEBAT
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Acara tahsinan yang dilaksanakan oleh Komunitas Ngaji Bahagia di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency sudah mendekati akhir dari Juz 30. Yang mengaji di masjid ini adalah para senior. Ada Pak Suryanto yang usianya sudah 68 tahun, saya yang sudah usia 65 tahun dan beberapa yang lain, yang rata-rata usianya di atas 50 tahun. Meskipun tahsinan Alqur’an tetap saja harus dibarengi dengan tersenyum dan tertawa sebagai bagian dari upaya melaksanakan motto “Ngaji Bahagia”.
Komunitas Ngaji Bahagia ini sudah sampai pada Surat Al ‘Alaq, yang merupakan wahyu pertama yang diberikan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW di Gua Hira. Wahyu pertama ini memberikan kejelasan mengenai status kenabian Nabi Muhammad SAW dan menjadi awal mula pengangkatan Muhammad SAW sebagai Rasulullah. Sebagaimana biasanya, maka sebelum tahsinan lalu dibacakan terjemah ayatnya dan jika perlu saya memberikan tambahan pemahaman tentang ayat dimaksud.
Secara khusus, ayat yang dibaca adalah “kalla innal insana la yatgho. An raahus taghna”, yang artinya: “sekali-kali tidak. Sungguh. Manusia itu benar-benar melampaui batas. Apabila melihat dirinya serba cukup”. (Surat Al ‘Alaq, 6-7). Melalui ayat ini, Allah memberikan peringatan kepada manusia agar manusia jangan melampaui batas. Manusia bukanlah makhluk Tuhan yang paling berkuasa. Manusia hanyalah segumpal darah dan karena kasih sayang Allah lalu ditiupkan roh sehingga kemudian bisa hidup. Dan kala roh itu dicabut oleh yang memilikinya, maka manusia yang gagah sekalipun juga akan mati.
Bukankah manusia seperti Fir’aun yang merasa berkuasa dan merasa paling kuat sehingga menyatakan bahwa dirinya adalah Tuhan yang harus disembah akhirnya harus mati di laut karena mengejar Nabi Musa dalam menyeberangi lautan. Jasad Fir’aun kemudian ditemukan dan di dalam penelitian yang dilakukan oleh Maurice Buchaile akhirnya dinyatakan bahwa Fir’aun tersebut memang mati di lautan karena terbukti di dalam mulutnya terdapat kandungan garam yang melebihi manusia lainnya. Akhirnya, Buchaille masuk Islam karena temuannya tersebut.
Di dalam Alqur’an Allah memberikan peringatan agar manusia jangan melampaui batas. Manusia harus mengingat siapa dirinya dan siapa yang menciptakannya. Meskipun kita sudah serba kecukupan, janganlah kita jumawa di hadapan Allah yang Maha Kuasa. Di dalam berhadapan dengan alam saja, misalnya kita pergi ke Kawah Gunung Bromo, di Probolinggo Jawa Timur. Kita dapat naik ke puncaknya dan pandanglah ke bawah dengan kedalamannya yang curam, maka kita akan berpikir dan renungkan betapa kecilnya manusia itu di hadapan alam tersebut. Kita pergi ke Grand Canyon, yang terletak di antara Las Vegas dan Washington DC di Amerika Serikat lalu kita naik di atas jembatan kaca di atas tebing yang sedemikian curam dan dalam yang berwarna merah, betapa terasa kecilnya manusia itu berhadapan dengan alam. Bagi orang yang ketakutan ketinggian, maka terasa sangat menakutkan berjalan di atas kaca yang konon katanya memiliki kekuatan yang sangat besar.
Jika kita merenungkan hal ini, maka tidaklah pantas manusia itu menyombongkan diri dengan segala kekuatannya. Manusia hanyalah sebutir debu dalam hamparan alam yang luas dan penuh dengan aneka tantangan dan masalah. Oleh karena itu selayaknya jika manusia terus menerungkan akan penciptaan Tuhan yang sedemikian hebat. Dan lalu berpikir dan merenungkannya bahwa yang menciptakannya pastilah Dzat yang Maha Hebat, yang tidak sama dengan makhluknya. Allahu Akbar, Allah Maha Agung.
Manusia itu diajarkan oleh Allah jangan melebihi batas. Manusia memang diciptakan dengan kelebihan dibandingkan dengan makhluk lainnya. Manusia diberikan kelengkapan inteligensi. Dengan akalnya atau rational intelligent, maka manusia bisa menciptakan atau membuat inovasi. Manusia bisa menciptakan yang belum ada menjadi ada. Dengan kemampuan akalnya untuk mencipta, manusia bisa menciptakan temuan baru, misalnya robot cerdas yang berasal dari kecerdasan buatan atau artificial intelligent. Ada boneka dengan kemampuan Bahasa melebihi manusia dengan bentuk fisik persis seperti manusia. Tetapi tetap saja tidak seperti manusia yang merupakan ciptaan Tuhan. Saya menjadi teringat dengan ucapan dosen saya, Drs. Tarsan Hamim Rois, dosen filsafat yang mengajar pada Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel tahun 1979, kala itu Pak Tarsan menyatakan bahwa: “suatu ketika manusia akan dapat menciptakan burung persis sama dengan burung yang ada sekarang”. Pernyataan ini terbukti bahwa dengan pemikirannya, manusia tidak hanya dapat menciptakan burung seperti burung akan tetapi bahkan mampu menciptakan boneka yang memiliki kemampuan seperti manusia.
Meskipun manusia telah hebat, sekali lagi manusia selalu memiliki kelemahan. Itulah sebabnya Allah SWT meminta kita untuk terus memikirkan ciptaan Allah sebagai bagian dari kesadaran akan adanya kebesaran Allah yang memang Maha Besar. Ayat yang saya kutip maknanya di atas memberikan gambaran agar kita jangan melebihi batas meskipun kita telah merasa cukup dalam banyak hal.
Wallahu a’lam bi al shawab.