• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

DI DALAM KEHIDUPAN ADA KESULITAN DAN ADA JUGA KEMUDAHAN

DI DALAM KEHIDUPAN ADA KESULITAN DAN ADA JUGA KEMUDAHAN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Di dalam kehidupan ini terkadang ada  posisi binary. Dua hal atau lebih yang terkadang terjadi dalam waktu bersamaan. Tetapi yang begini lebih jarang dibandingkan dengan ada saat bahagia dan ada saat kesulitan. Makanya, orang bisa disebut bahagia jika bisa menyelesaikan masalahnya. Hidup merupakan rangkaian masalah dan manusia akan merasa bahagia jika bisa melampaui masalahnya.

Di dunia itu terdapat  hukum berpasangan. Ada lelaki ada perempuan, ada kesulitan dan ada kemudahan, ada kesengsaraan dan ada kebahagiaan. Keduanya bisa berada di dalam satu waktu yang sama dan bisa juga bergantian. Yang jelas bahwa dua-duanya pasti pernah dialami oleh manusia di dalam kehidupannya. Siapapun yang masih menjadi manusia, maka akan terkena hukum berpasangan tersebut.

Islam mengajarkan tentang situasi ini. Di dalam salah satu ayat Alqur’an dijelaskan tentang kemudahan dan kesulitan. Allah menerangkan di dalam Kitab Sucinya, yang berbunyi: “fainna ma’al ‘usri Yusra. Inna ma’al ‘usri yusro. Fa idza faraghta fanshab wa ila rabbika farghab” (Surat Al Insyirah, ayat 5-8) yang artinya secara umum : “maka sesungguhnya bersama  kesulitan akan terdapat  kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap”. Jika kita meyakini bahwa Alqur’an merupakan kalam Tuhan, maka kita harus juga yakin bahwa di saat manusia sedang mengalami kesulitan, maka di lain kesempatan akan terdapat kemudahan. Bahkan jika manusia berusaha secara optimal, maka Allah akan membentangkan jalan untuk mendapatkan kemudahan.

Manusia hidup dalam lingkaran hidup. Lahir, hidup dan mati. Secara detail maka manusia akan lahir dari Rahim ibu, kemudian hidup dalam perawatan keluarga, mulai dari belum bisa berjalan sampai bisa berjalan, lalu beranjak remaja, beranjak dewasa, beranjak tua dan kemudian wafat. Hukum alam itu  tidak akan bisa ditolak. Kesedihan atau kesenangan merupakan kepastian Tuhan yang tentu saja bukan ketentuan azali, jika hal ini terjadi di dunia. Saya kira masuk dalam kepastian Tuhan  yang tergantung kepada apa yang dilakukan oleh manusia.

Allah memberikan pesan kepada manusia, bahwa dengan melakukan kebaikan maka manusia akan terhindar dari marabahaya atau hal-hal yang tidak menyenangkan. Di antara instrument untuk menghindari marabahaya adalah dengan bersedekah. Nabi Muhammad SAW menyatakan: “ash shadaqtu tadfa’u lil bala’ atau artinya bahwa sedekah itu akan menghindarkan dari balak atau marabahaya”. Padahal senyum yang membuat orang bahagia saja sudah menjadi bagian dari sedekah, atau membuang benda yang membahayakan orang lain di jalan juga sudah menjadi sedekah. Nabi Muhammad menyatakan: “idkhalul surur ash shadaqah” atau “membuat orang bahagia melalui senyuman adalah sedekah”. Menolong binatang yang kelaparan atau kehausan, selama binatang tersebut tidak membahayakan, adalah sedekah.

Kita ingat cerita di dalam sebuah hadits Nabi Muhammad SAW bahwa seorang pelacur yang menolong anjing yang kecebur ke sumur ternyata menjadi jalan masuk surganya Allah. Sebagaimana Imam Ghazali yang membiarkan lalat minum tintanya kala menulis, maka hal itu menjadi pemberat amal kebaikannya dan menjadikannya masuk surganya Allah. Jadi ada banyak jalan ke surga, tetapi semuanya bermuara kepada amal kebaikan.

Ada banyak ayat di dalam Alqur’an yang memberikan kabar kegembiraan kepada umatnya. Tetapi juga ada kabar dari Allah yang memberikan peringatan kepada hambanya. Tentu saja yang selamat adalah orang yang bisa menjauhi apa yang diperingatkan oleh Allah dan mendekati apa yang diberitakan sebagai kegembiraan dari Allah. Kita semua adalah orang yang sudah memiliki kesadaran tentang bagaimana menjalankan kabar kegembiraan dan sejauh-jauhnya menghindari kabar peringatan. Kita sudah meyakini sepenuh hati tentang keesaan Allah, seluruh rangkaian iman sudah diyakini, dan juga sudah melakukan upacara ritual keagamaan yang termaktub di dalam lima rukun Islam. Memang ada yang belum melakukan ibadah haji karena factor biaya, namun demikian, ibadah lainnya sudah kita lakukan.

Ada di antara kita yang semenjak kecil sudah mengamalkan ajaran Islam dan ada yang tidak semenjak kecil melakukan ibadah, tetapi kita semua yakin bahwa mengamalkan ajaran Islam adalah kunci kita untuk mendapatkan ridlanya Allah dan akan berlanjut menjadi bagian dari orang yang akan memasuki surganya Allah. Kita sudah mengamalkan dzikir-dzikir penting di dalam ajaran Islam, misalnya membaca kalimat Tauhid, la ilaha illallah, yang diyakini sebagai kuncinya surga dan juga shalawat:  “Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammad wa ‘ala ali Sayyidina Muhammad” sebagai instrument untuk memperoleh syafaat Nabi Muhammad SAW. Dan juga bacaan-bacaan wirid lainnya.

Insyaallah kita bisa menjadi bagian orang yang memperoleh kemudahan di tengah kesulitan di dalam kehidupan. Dan ujung akhir dari kemudahn tersebut adalah terbukanya pintu kebahagiaan bagi kita semua, tidak hanya bahagia di dunia tetapi juga bahagia di akhirat.

Wallahuna’lam bi al shawab.

 

 

MENJADI PEMILIH CERDAS UNTUK INDONESIA KE DEPAN

MENJADI PEMILIH CERDAS UNTUK INDONESIA KE DEPAN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Tema ngaji di Komunitas Ngaji Bahagia pada Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya akhir-akhir ini juga terkait dengan politik. Tentu tidak bertujuan untuk mengarahkan pada pilihan atas capres atau cawapres tertentu, akan tetapi dikaitkan dengan pilihan-pilihan rasional sejauh yang bisa dilakukan. Maklumlah bahwa komunitas ini memang terdiri dari orang-orang yang terpelajar dan telah memiliki pengalaman tentang kehidupan termasuk dalam mengikuti berbagai pilihan umum atau pemilu, baik pada Pilkada maupun pilpres.

Pada pelaksanaan mengaji Selasanan, pada 19/09/2023, maka secara sengaja saya memilih tema tentang “Menjadi Pemilih Cerdas Untuk Indonesia ke Depan”. Tema ini saya pilih untuk memberikan gambaran bahwa hanya dengan pemilih cerdas saja,  maka masa depan Indonesia akan dapat dipertanggungjawabkan.  Jika di Indonesia itu mayoritas pemilihnya adalah orang-orang yang cerdas, maka masa depan NKRI tentu akan lebih baik. Mimpi atau visi di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang dikenal sebagai empat pokok pikiran, yaitu: mencerdaskan kehidupan bangsa, melindungi segenap warga negara, mewujudkan keadilan sosial dan menciptakan perdamaian abadi tentu bukan hanya tertulis di dalam teks akan tetapi menjadi kenyataan. Jika kita menginginkan terwujudnya empat pokok pikiran ini, maka tentu negara ini harus dipimpin oleh orang yang tepat.

Di dalam perhelatan memilih presiden dan wakil presiden, tahun 2024, maka tiga hal yang harus dipertimbangkan, yaitu: pertama, menghindari politik uang. Sudah lazim di dalam berbagai pemilihan, baik pilpres, pilkada atau pemilihan DPR/DPRD, maka telah menjadi rahasia umum dengan ungkapan wani piro. Intinya, berani berapa agar pilihan itu dijatuhkan kepada siapa yang dituju. Jadi pilihan akan diarahkan kepada siapa yang bayar. Siapa yang bisa membayar lebih tinggi maka dialah yang akan dipilih.  Inilah yang disebut sebagai politik plutokrasi atau negara yang dikuasai oleh orang kaya. Siapa yang memiliki uang dialah yang akan menguasai negara atau menguasai politik.

Secara empiris money politics telah menjadi tradisi di dalam berbagai pilihan. Bahkan semua yang berkaitan dengan pilihan maka di sana akan didapatkan adanya politik uang dimaksud. memang politik uang itu seperti kentut. Dirasakan baunya tetapi tidak diketahui barangnya. Politik uang itu seperti tuyul. Makhluk halus yang diyakini oleh masyarakat khususnya di Jawa sebagai makhluk yang tidak kasat mata tetapi dapat mengumpulkan uang dalam jumlah besar. Ada banyak orang kaya yang kemudian diduga memelihara tuyul. Ada banyak macam cara orang untuk memperoleh kekayaan di dalam keyakinan Jawa, misalnya babi ngepet. Semuanya tidak dapat dibuktikan secara empiris tetapi diyakini keberadaannya. Politik merupakan peristiwa empiris sehingga harus juga didekati secara empiris, di antaranya adalah dengan menolak uang sogok, uang suap atau pemberian berupa uang di dalam proses politik.

Kedua, gunakan akal sehat untuk memilih. Kita bersyukur memiliki kemampuan untuk memilah dan memilih. Kita diberikan oleh Allah peralatan akal yang lengkap. Tidak hanya kemampuan rasional, yang memberikan solusi untung dan rugi, tetapi juga diberi kemampuan emosional yang mempertimbangkan setiap pilihan prilaku atau tindakan dengan berbasis pada pilihan hati. Hati Nurani itu merupakan suara dari dalam yang dipandu oleh etika dan pedoman kebaikan dari ajaran agama. Kita juga diberikan oleh Allah kemampuan sosial atau sosial intelligent sebuah kemampuan untuk merasakan baik buruknya tindakan atau prilaku berbasis pada rasa kemanusiaan. Jika kita melakukan kebaikan pada orang lain maka kita bahagia, dan jika kita melukai hati orang lain maka kita menjadi menderita.  Dan yang tidak kalah penting bahwa kita diberikan oleh Allah sebuah karunia yang besar ialah spiritual intelligent atau perasaan ketuhanan yang bersumber dari roh kita yang memang berasal dari Allah SWT.

Melalui kemampuan yang lengkap tersebut, maka manusia akan dapat memilih mana yang paling anfa’ atau paling bermanfaat. Bukankah Islam mengajarkan khairun nas anfa’uhum lin nas, sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya. Jika kita memilih pemimpin yang benar berbasis dengan empat kecerdasan tersebut artinya kita sudah memilih untuk kebaikan bagi diri, komunitas dan masyarakat Indonesia.

Ketiga, pilihlah yang terbaik di antara yang baik. Pilihlah yang baik di antara yang kurang baik. Kita semua harus berkeyakinan bahwa di antara capres dan cawapres tersebut pasti ada yang lebih baik. Di antara capres dan cawapres tersebut tentu tidak semuanya sempurna atau tidak semuanya bernilai sangat baik atau baik, akan tetapi hendaknya dipilih pasangan yang masih memiliki kebaikan, yang memiliki kemandirian di dalam melihat problem bangsa. Ada juga yang secara religious lebih baik, atau ada juga yang memiliki prinsip terpercaya dan jujur. Kita meyakini bahwa untuk memimpin bangsa yang besar ini memang diperlukan kekuatan fisik dan batin yang baik. Oleh karena itu hendaknya juga dipilih yang kekuatan batinnya sangat memadai dan hal itu dapat dilihat pada prilaku religiositasnya. Kita meyakini sebuah asumsi bahwa orang yang religiusitasnya baik, tentu berpeluang memiliki prilaku yang baik di dalam kehidupan. Selain itu juga capres dan cawapres yang tidak diragukan keindonesiaannya, dengan prinsip menegakkan Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Kebinekanaan.

Tentu kita semua sudah memiliki preferensi siapa di antara capres dan cawapres tersebut yang sesuai dengan kehendak dan keinginan kita. Kita sudah memiliki pilihan berdasar atas pilihan rasional tetapi jangan lupa juga mendasarkan pada pilihan supra rasional. Dan Islam sudah memberikan instrumennya yaitu dengan shalat istikharah.

Wallahu a’lam bi al shawab.

BERDOALAH MUMPUNG MASIH ADA WAKTU

BERDOALAH MUMPUNG MASIH ADA WAKTU

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Selain berusaha, manusia disunnahkan untuk berdoa. Perintah berdoa itu tidak hanya berupa deskripsi pentingnya berdoa, akan tetapi diberikan contoh tentang bagaimana para Nabiyullah itu melakukannya. Semua Nabiyullah mengajarkan untuk berdoa sebagaimana yang diceritakan di dalam Teks Suci Al Qur’an. Nabi Ibrahim, Nabi Yunus, Nabi Zakariya dan Nabi Muhammad SAW semuanya mengajarkan berdoa sebagaimana tertuang di dalam teks Alqur’an.

Tentu masih ingat yang pernah saya tuliskan trilogy usaha, doa dan tawakkal. Manusia memang wajib berusaha, tetapi juga harus berdoa dan hasilnya diserahkan kepada Allah yang berupa tawakkal dimaksud. Sesungguhnya berdoa merupakan salah satu usaha manusia agar upaya atau ikhtiar yang dikerjakan itu berhasil. Tetapi di dalam kehidupan ini selalu ada dua potensi yang mengiringi kehidupan tersebut, yaitu sukses atau gagal. Dan efeknya, jika berhasil menjadi gembira dan jika gagal menjadi sedih. Inilah dunia kehidupan manusia di dalam kehidupannya.

Nabi sebagai manusia terpilih yang selalu mengemban wahyu Allah saja masih berdoa kepada-Nya. Kurang apa Nabi Muhammad SAW sebagai manusia yang paling sempurna dan Nabi yang menjadi kekasih Allah, yang diberikan kewenangan atau otoritas untuk memberikan syafaat kepada umatnya, ternyata masih memerlukan berdoa kepada Allah. Di antara doa yang paling sering dibaca oleh Nabi Muhammad SAW adalah “Rabbana atina fid dunya hasanah wa fil akhirati hasanah wa qina ‘adzaban nar”. Yang artinya adalah: “Ya Allah Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akherat dan selamatkanlah kami dari siksa neraka”. Banyak ahli fiqih yang menjelaskan hal ini. Salah satunya adalah Sayyid Sabiq di dalam bukunya Fiqih Sunnah.

Nabi Yunus yang terkenal sebagai Nabi yang pernah ditelan oleh Ikan di kala kapal yang ditumpanginya itu harus mengorbankan seseorang karena kapal kelebihan muatan, dan terpilihlah Nabi Yunus. Di dalam perut ikan itulah Nabi Yunus berdoa: “la ilaha illah anta subhanaka inni kuntu minadh dhalimin”. Yang artinya: “tidak ada  Tuhan kecuali Engkau Ya Allah, Maha Suci Engkau Ya Allah,   seungguhnya aku termasuk orang-orang yang dhalim”. Semuanya memang takdir Allah, kenapa yang terpilih dari sejumlah penumpang kapal itu untuk dilemparkan ke lautan, dan kenapa Nabi Yunus harus ditelan Ikan, dan bagaimana prosesi doanya, dan seterusnya tentu merupakan kerahasiaan Allah SWT. Tetapi yang jelas Alqur’an menjelaskan bahwa Nabi Yunus berdoa kepada Allah di kala mengalami yang tidak mengenakkan tersebut.

Doa Nabi Ibrahim di kala dibakar oleh Raja Namrudz, doa Nabi Ibrahim adalah: “hasbunallahu wa ni’mal wakil”. Artinya: “Cukuplah Allah bagi kami karena Dia sebaik-baik penolong”. Doa Nabi Ibrahim ini dikabulkan oleh Allah, sehingga api yang memiliki sifat membakar menjadi tidak membakarnya. Api yang panas kehilangan sifat panasnya dan  menjadi dingin. Allah menolong Nabi Ibrahim dengan kemahabesaran kekuasaannya dan kemahabesaran kekuatannya. Hanya dengan kalimat “kun fayakun”, maka api yang sungguh sangat panas dan membakar apa saja yang ada di dalamnya atau di tengahnya lalu menjadi dingin. Nabi Ibrahim selamat dari kobaran api dahsyat yang membakarnya. Semua karena Allah ingin menunjukkan kepada kaum Nabi Ibrahim, bahwa ada kekuatan lain yang berada di belakang utusannya tersebut.

Di dalam tradisi agama lain, misalnya Hindu juga didapati cerita tentang seseorang yang tidak terbakar kala dimasukkan di dalam api. Di dalam episode Ramayana, misalnya Dewi Sinta, istri Ramawijaya, yang diculik oleh Rahwana dan dicurigai oleh Ramawijaya bahwa Dewi Sinta sudah tidak lagi suci, maka Dewi Sinta meminta agar dibakar. Jika api membakar tubuhnya berarti dia sudah tidak suci lagi, tetapi jika api tidak membakarnya, maka dia masih suci sebagaimana sediakala sebelum diculik oleh Rahwana. Dewi Sinta tidak terbakar dan terjawablah bahwa Dewi Sinta memang suci tak tersentuh siapapun. Saya tidak tahu apa doa Dewi Sinta kala itu. Pengetahuan saya tentang hal ini hanya saya dapatkan dari cerita pewayangan saja.

Begitulah dahsyatnya doa. Namun demikian, belum semua doa dikabulkan oleh Allah. Ada kalanya doa tersebut dikabulkan di dunia, ada yang bisa jadi akan dikabulkan di akherat dan ada doa yang memang belum saatnya dikabulkan. Namun demikian kita tidak boleh suudz dzan kepada Allah. Kita harus selalu husnudz dzan kepada Allah. Artinya kita tidak boleh lelah di dalam berdoa, kapan dan di manapun. Doa boleh dilantunkan ba’da shalat, di tempat pekerjaan, di dalam perjalanan, di mall, di café dan lainnya. Di manapun kita dapat berdoa kepada Allah SWT.

Kita boleh berdo’a sebanyak-banyaknya. Berdoa yang banyak boleh tetapi jangan meminta yang banyak. Demikianlah ungkapan KH. Zainuddin MZ.  Artinya, kita disunnahkan untuk berdoa kepada Allah dengan sebaik-baik dan sebanyak-banyaknya untuk kebaikan kehidupan kita. Sekali lagi berdoalah untuk kebaikan. Allah meminta kepada kita untuk berdoa dalam kebaikan dan bukan berdoa di dalam kejelekan.

Jika kita berdoa, maka mintalah rizki yang halal, mintalah ilmu yang bermanfaat, mintalah kesehatan yang bermanfaat dan mintalah iman yang benar. Empat rangkaian doa ini saya kira bisa menjadi panduan bagi kita di dalam kehidupan. Marilah kita berdoa kepada Allah mumpung masih ada waktu untuk itu.

Wallahu a’lam bi al shawab

 

 

KEKUASAAN ITU PENTING

KEKUASAAN ITU PENTING

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Diskursus tentang kekuasaan tidak pernah berhenti. Kekuasaan tersebut telah menjadi perbincangan bahkan semenjak terdapat kehidupan manusia di dunia. Dalam level kecil, misalnya keluarga, maka Nabi Adam adalah pemimpin pada masanya. Nabi Adam adalah pemimpin bagi keluarganya dan juga pemimpin pada masa keturunannya. Bahkan tidak hanya menjadi diskursus tetapi juga praktiknya sekaligus. Manusia di dalam kehidupannya tidak bisa dipisahkan dengan kepemimpinan dan kekuasaan.

Kepemimpinan dan kekuasaan adalah dua entitas yang berbeda tetapi menjadi satu kesatuan. Ada  kepemimpinan dipastikan ada kekuasaan dan ada kekuasaan juga dipastikan ada kepemimpinan. Dua-duanya tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Kira-kira seperti sekeping koin, saling berhimpit satu dengan lainnya. Sebelah sisi koin ada kepemimpinan dan di sebelah sisi lainnya ada kekuasaan.

Inilah inti dari ceramah saya pada jamaah Komunitas Ngaji Bahagia (KNB) di Masjid Al Ihsan, Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya, Selasa 12 September 2023 yang diikuti oleh para jamaah shubuh di masjid tersebut. Memang materi pengajian di KNB bisa secara spesifik membicarakan tentang agama, atau juga membicarakan hal lain yang terkait dengan situasi social kemasyarakatan yang sedang trending atau menjadi bahan perbincangan di berbagai media social. Dan dewasa ini yang sedang trending adalah tentang relasi antara Islam dan politik.

Ada tiga hal yang saya sampaikan pada pengajian kali ini, yaitu: pertama, betapa pentingnya kekuasaan bagi umat Islam. Harus diingat bahwa Islam menyebar secara signifikan pada masa atau zaman Walisanga di Nusantara adalah karena bangkitnya kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, misalnya Kerajaan Samudra Pasai, Kerajaaan Malaka, Kerajaan Demak,  Kerajaan Cirebon dan lainnya.

Setelah melewati dakwah secara personal yang dilakukan oleh para waliyullah di Jawa dan diikuti dengan dakwah secara organisasional, maka tahapan berikutnya adalah dakwah dengan menggunakan medium kerajaan. Setelah walisanga cukup memiliki kemampuan untuk mengorganisir masyarakat Islam di Jawa, maka kemudian mendirikan Kerajaan Demak dengan raja pertamanya adalah Raden Fatah, yang juga keturunan Raja Majapahit atau Brawijaya terakhir. Berdirinya kerajaan Demak menandai proses dakwah melalui kekuasaan. Dan hasilnya sungguh luar biasa, karena secara meyakinkan masyarakat Nusantara lalu berkonversi dari Agama Hindu Buddha ke Agama Islam. Jadi memiliki kekuasaan menjadi penting agar umat Islam bisa menjadi pemain dan bukan penonton. Agar umat Islam bisa merumuskan kebijakan yang menyejahterakan umat secara umum dan khususnya umat Islam.

Kedua, yang diinginkan oleh umat Islam Indonesia adalah politik Islam dan bukan Islam politik. Ada perbedaan substansial tentang Islam politik dan politik Islam. Islam politik itu akan menjadikan Islam sebagai ideologi dalam suatu negara. Islam adalah ideologi negara. Negara harus berdasar Islam. Makanya visinya adalah menjadikan Islam sebagai dasar negara dan menggantikan Pancasila sebagai dasar negara.

Yang diinginkan oleh mayoritas umat Islam Indonesia adalah menjadikan politik Islam atau menjadikan  etika Islam sebagai basis untuk menjalankan pemerintahan atau negara dalam dasar negara yang sudah disepakati para pendiri bangsa. Bukan dalam bentuk atau corak relasi antara agama dan negara yang integrated atau menyatu dalam satu kesatuan, seperti di negara-negara Islam, akan tetapi dalam corak yang disebut sebagai relasi agama dan negara dalam coraknya symbiosis mutualisme. Antara negara dan agama saling membutuhkan. Negara membutuhkan agama sebagai basis moralitasnya dan agama membutuhkan negara untuk mengatur relasi antar umat beragama. Seperti koin mata uang. Di sisi satunya terdapat agama dan di sisi lainnya terdapat negara. Disebut koin karena kiri dan kanannya berbeda tetapi dapat saling menguatkan dan mementingkan.

Indonesia, sesuai dengan apa yang sudah disepakati oleh para founding fathers negeri ini telah memilih Pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945 sebagai landasan yuridis bernegara, NKRI sebagai bentuk Negara Republik Indonesia dan kebinekaan sebagai kultur dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Inilah yang terus diperjuangkan oleh organisasi social Islam di Indonesia seperti NU, Muhammadiyah, Jam’iyatul Washliyah, PERTI, Nahdlatul Wathan dan sebagainya.

Ketiga, Islam memang tidak secara spesifik memberikan corak dan bentuk negara  yang diajarkan oleh Teks Suci Alqur’an. Islam mengajarkan prinsip mendasarnya, misalnya musyawarah dalam bermasyarakat dan bernegara, lebih bersifat kemanusiaan dan kemasyarakatan, mengedepankan penyelesaian masalah kenegaraan atau kebangsaan dengan musyawarah satu dengan lainnya. Itulah sebabnya terdapat variasi dalam memilih dasar,  bentuk dan aturan-aturan yang berbasis musyawarah dimaksud. Ada yang mamlakah atau kerajaan dengan system mamlakah parlimantariyah atau mamlakah tutalitariyah. Ini merupakan istilah yang tidak baku. Tetapi yang jelas ada kerajaan dengan system parlemen dan ada yang totaliter. Lalu juga ada yang bercorak jumhuriyyah atau republic. Inilah pilihan berbasis pada musyawarah yang disepakati oleh para pendiri bangsa dan negara dan dilanjutkan oleh penerusnya.

Jadi menjadi kerajaan atau republic adalah pilihan rasional yang telah disepakati berlakunya bagi masyarakat bangsa. Jika Indonesia memilih republic, dengan undang-undang yang disepakati dan bentuk negara kesatuan, maka inilah yang telah disepakati oleh pendiri bangsa dan hal itu yang dianggap sebagai kebenaran sebagai bangsa dan negara.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

 

POLITIK ITU NEGOSIASI

POLITIK ITU NEGOSIASI

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Komunitas Ngaji Bahagia, bisa juga disingkat dengan KNB, memang sekelompok orang atau jamaah Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency yang memiliki kesadaran untuk saling berbagi dalam apa saja, tidak hanya persoalan agama tetapi juga aspek social, ekonomi hingga politik. Berbagi dan Bahagia. KNB ini saya kira sudah cukup eksis sebab telah berjalan selama 1,5  tahun semenjak Covid-19 telah reda. Mulai  awal tahun 2022. Pengajian dilaksanakan setiap selesai shalat Subuh pada hari Selasa, sehingga juga bisa disebut “Pengajian Selasanan”.

Pada Selasa, 05/09/2023, pengajiannya terkait dengan perkembangan politik akhir-akhir ini yang memang menarik untuk dibicarakan oleh siapa saja. Termasuk KNB.  Yang  menjadi pemantik diskusi adalah Pak Mulyanta, Ketua RW 08 Kelurahan Gayungan  Surabaya. Pak Mulyanta termasuk orang yang sering terlibat di dalam kegiatan-kegiatan politik, karena menjadi salah satu tim relawan Calon Presiden. Sengaja tidak saya sebutkan tim relawan siapa.

Pak Mul, begitu biasa anggota KNB memanggilnya, menyatakan bahwa politik itu seharusnya tetap menjaga etika. Meskipun tujuannya untuk mencari kemenangan, akan tetapi tetap harus mengedepankan etika. Ada etika berpolitik. Di dalam politik itu harus tetap ada nilai-nilai yang dijadikan sebagai pedoman untuk berpolitik. Di dalamnya harus ada penghargaan atas komitmen yang sudah dibangun secara bersama. Beberapa hari yang lalu, Pak Anis telah melakukan deklarasi di dalam pencalonan presiden dan wakil presiden. Pak Anis telah memilih Cak Imin sebagai calon wakil presiden.

Hal ini yang kemudian menimbulkan tanda tanya, bahwa telah terjadi masalah etika politik. Berdasarkan berita-berita yang kita dengar dan baca bahwa pengusung koalisi perubahan, yang terdiri dari Partai Nasdem, PKS dan Partai Demokrat telah mengikat kesepakatan akan mengusung Pak Anis Baswedan sebagai Presiden dan salah satu usulan Partai pengusung koalisi untuk menjadi wakil presiden. Dari PKS misalnya Aher dan dari PD misalnya AHY. Ternyata Pak Surya Paloh ketua Partai Nasdem secara sepihak memilih Cak Imin, Ketua PKB, sebagai calon wakil presiden.

Di sinilah terjadi kisruh di dalam koalisi. Makanya Pak SBY lalu menyebutkan telah terjadi pengkhianatan atas komitmen di dalam koalisi. PD dengan Pak SBY dan AHY sangat menyesalkan atas Tindakan melakukan pengambilan keputusan secara sepihak yang dilakukan oleh Pak Anis, Pak Surya Paloh dan Partai Nasdem. Dari sini kemudian memunculkan istilah berpolitik harus tetap menjadikan nilai atau norma yang menghargai komitmen kebersamaan. Jadi harus tetap mengedepankan etika politik.

Seperti biasanya, maka saya memberikan tambahan komentar atas apa yang dinyatakan oleh Pak Mul tersebut. Ada tiga hal yang saya sampaikan, yaitu: pertama, sekarang ini ada kecenderungan yang kuat untuk mengekspresikan agamanya. Di mana-mana kita jumpai perilaku beragama yang semakin menguat. Ada dorongan yang kuat dari berbagai factor yang menyebabkan semakin menguatnya pemahaman dan pengamalan beragama. Karena factor media social, maka terdapat kecenderungan di kalangan masyarakat untuk beragama dalam coraknya yang tekstual atau kontekstual. Yang tekstual dipengaruhi oleh para pendakwah semacam kaum Salafi dan yang kontekstual dipengaruhi oleh para pendakwah di kalangan Islam ahli Sunnah wal jamaah. Kalangan Salafi lebih suka menyebut dirinya sebagai Ahlu Sunnah saja tanpa jamaah. Makanya, kala agama mereka di buli, maka sontak terjadi ledakan informasi untuk membuli balik. Pertanyaannya, apakah pemahaman dan pengamalan beragama itu berkorelasi dengan pilihan politik. Hal  ini yang masih kabur. Dalam pandangan kaum Islamis, maka ada figure yang disebut sebagai individu yang memusuhi agama.

Kedua, politik itu adalah negosiasi. Jadi yang penting adalah negosiasi yang melalui proses panjang atau pendek dan menghasilkan keuntungan secara bersama. Oleh karena itu yang terjadi adalah negosiasi yang smooth atau yang hard. Di dalam konteks misalnya koalisi perubahan yang digagas oleh Nasdem, PKS dan PD yang berakhir dengan kekecewaan PD atas pemilihan Cak Imin, maka ini bisa dikategorikan sebagai negosiasi yang keras. Bisa saja terjadi adanya ketidaksepakatan, sehingga ada yang mengambil jalan ketiga. Dan ketepatan yang mengambil jalan ketiga adalah pemilik suara terbesar dari pemilu sebelumnya, yaitu Nasdem dengan Surya Paloh sebagai pimpinannya. Jadi, fatsun politik itu tidak perasaan tetapi kepentingan. Ketemunya kepentingan itulah yang menjadikan partai yang berbeda bisa bertemu.  Jadi memang harus dikalkulasi betul tentang berbagai scenario yang bisa menggagalkan kebersamaan di dalam koalisi. Dan pada akhirnya, PD harus gigit jari dan terpaksa harus hengkang dari koalisi perubahan yang sudah digagas bersama.

Ketiga, ada yang menarik dari masuknya Cak Imin sebagai pendatang di dalam koalisi perubahan, sebab begitu masuk di dalamnya melalui negosiasi ternyata  langsung mendapatkan posisi sebagai calon wakil presiden, yang sesungguhnya juga sangat diminati oleh PD dan PKS. Meskipun PKS tidak hadir di dalam deklarasi di Hotel Majapahit Surabaya, tetapi belum tentu PKS akan hengkang dari koalisi perubahan. Tentu akan menghitung secara cermat apa yang didapatkannya jika terlibat di dalam  koalisi lain atau membuat poros baru. Sekali lagi bahwa negosiasi akan menjadi jalan utamanya. Sebagai contoh, wakil presiden itu ekivalen dengan berapa jabatan Menteri. Hal ini tentu ada hitungannya.

Tetapi yang lebih penting adalah koalisi antara Nasdem, PKS dan PKB. Koalisi di tingkat provinsi dan kabupaten sudah biasa terjadi, namun di dalam koalisasi nasional dalam system pemerintahan demokratis merupakan hal baru. Selama ini terdapat simbolisasi bahwa PKB adalah partai yang basis konstituennya adalah kalangan ahli sunnah wal jamaah yang memiliki paham dan pengamalan beragama yang bersearah dengan tradisi-tradisi local, sehingga dianggap tidak lagi mengamalkan ajaran agama yang murni. Sementara itu PKS adalah partai dengan basis konstituen yang terdiri dari kalangan Salafi Wahabi yang pada akar rumput sering benturan, sebab kalangan Sunnah sering menyatakan amalan kaum ahli sunnah wal jamaah sebagai amalan yang mengandung Tahayyul, Bidh’ah dan Churafat (TBC). Benturan ini relative keras terutama diperparah dengan media social.

Jika koalisi ini benar-benar terjadi, maka hal ini akan menjadi isu yang menarik di kalangan ahli ilmu social-politik, sebab akan dapat menghasilkan konsep yang tidak lagi bertumpu pada demarkasi hitam putih, ahli sunnah versus ahli sunnah wal jamaah atau antara PKS versus PKB atau antara FPI, HTI versus NU. Peristiwa akhir-akhir ini mengingatkan tulisan saya tahun 1990-an tentang “Jarak Ideologi Partai Politik di Indonesia”. Di dalam tulisan itu saya nyatakan bahwa jarak ideologi partai politik di Indonesia itu tidak tegas, tidak sebagaimana di Pakistan, Irak dan sebagainya. Di Indonesia itu meskipun ideologinya bisa berbeda-beda akan tetapi basis keindonesiaannya masih lebih dominan.

Wallahu a’lam bi al shawab.