• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

JAGA SHALAT JAMAAH SUBUH: PAHALANYA BESAR

JAGA SHALAT JAMAAH SUBUH: PAHALANYA BESAR

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Saya harus kembali ke Surabaya, setelah dalam beberapa hari  berada di rumah Tuban. Tentu saya harus kembali sebab ada dua acara penting yang harus saya lakoni pada hari Selasa dan Rabo, 26-27/12/2023. Diundang oleh Rektor UINSI Samarinda dan acara pengukuhan delapan professor di UINSA. Selain juga hari kamis harus menguji skripsi dan tesis di UINSA, dan ada lagi satu ujian disertasi terbuka di UINSATU Tulungagung tetapi melalui zoom. Ternyata di akhir tahun jadwal tetap padat.

Senin malam, 25/12/2023 atau malam Selasa itu saya berkesempatan memberikan ceramah pada jamaah Mushalla Raudhatul Jannah di dusun Semampir, Sembungrejo Merakurak Tuban. Saya memang harus menyempatkan untuk memberikan nasehat keagamaan pada jamaah shalat yang mengikuti shalat maghrib berjamaah. Sungguh ada rasa bahagia bisa memberikan sekedar nasehat keagamaan pada jamaah shalat magrib yang rutin shalat di mushallah tersebut. Ada tiga hal yang saya sampaikan, yaitu:

Pertama, kita bersyukur kepada Allah karena diberikan kesempatan untuk shalat berjamaah. Suatu kenikmatan yang luar biasa. Untuk bisa melakukan shalat jamaah tidak harus rumahnya dekat dengan masjid atau jauh dari masjid. Banyak orang yang rumahnya sangat dekat dengan mushalla atau masjid akan tetapi tidak mampu untuk melakukan shalat berjamaah, akan tetapi ada orang yang rumahnya jauh dari masjid atau mushalla akan tetapi konsisten melakukan shalat berjamaah. Semua ini tentu karena rahmatnya Allah SWT. Mari kita bersyukur kepada-Nya agar kenikmatan yang diberikan kepada kita akan semakin banyak dan semakin banyak. Allahumma amin ya rabbal alamin.

Kedua, salah satu tanda orang beriman adalah menjalankan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT melalui junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW. Yang sangat mendasar adalah melaksanakan shalat, baik yang dilakukan secara sendiri-sendiri atau shalat munfaridan atau shalat bersama-sama atau shalat jama’an. Namun demikian, Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa shalat berjamaah itu pahalanya 27 derajat, sedangkan untuk shalat sendirian itu hanya tiga derajat. Betapa jauhnya jarak pahala di dalam shalat antara shalat sendirian dan shalat berjamaah.   Di antara yang juga sangat besar pahalanya, adalah shalat shubuh berjamaah. Didahului dengan shalat tahiyatal masjid lalu shalat qabliyah shubuh, lalu shalat shubuh berjamaah, lalu dzikir atau membaca Alqur’an sampai waktu thulu’isy syamsi, lalu shalat sunnah syuruq, dan wirid lagi sampai masuk waktu shalat dhuha, lalu shalat dhuha,  maka pahalanya sebagaimana melakukan ibadah haji sempurna. Begitulah Nabi Muhammad SAW mengajarkannya. Sebagai manusia tentu ada terkadang waktu yang kita tidak bisa melakukannya karena udzur syar’i, misalnya perjalanan atau sedang kurang fit badan, tetapi sekurang-kurangnya ada waktu yang kita dapat melakukannya.

Saya tentu saja mengapresiasi atas keberlangsungan shalat berjamaah di mushalla ini, baik shalat jamaah magrib, isya’  maupun shubuh, yang semenjak mushalla ini didirikan sampai hari ini terus berlangsung, bahkan juga acara-acara yang terkait dengan keagamaan dan pendidikan untuk anak-anak, semuanya menandai bahwa warga sekitar mushalla ini sudah memiliki kesadaran untuk berbakti kepada Allah SWT melalui masjid. Hanya saja mungkin perlu ditularkan kepada generasi muda, anak-anak kita, keponakan kita, cucu kita, dan lain-lain agar bisa melakukannya. Yang sudah tua sudah oke, maka yang muda juga harus oke. Kita semua berkeyakinan bahwa ajaran untuk melakukan shalat berjamaah adalah bagian penting di dalam ajaran Islam.

Kita menyadari betul tentang the power of shalat shubuh berjamaah atau di dalam Bahasa Indonesia adalah kekuatan shalat shubuh berjamaah. Ketika saya melakukan penelitian di Jawa Tengah dulu (1990), saya menyaksikan kyai Syihabuddin, mursyid tarekat Syatariyah di Mayong Jepara Jawa Tengah,  selalu  berada di tempat imam mengerjakan shalat sampai matahari memasuki dhuha. Masyaallah ternyata hal ini dilakukan berdasarkan anjuran Nabi Muhammad SAW untuk mendapatkan pahala yang besar di dalam kehidupan.

Ketiga,  shalat berjamaah tersebut juga dapat dikaitkan dengan wirid atau dzikir berjamaah. Meskipun ada sebagian ulama yang tidak membolehkan wirid berjamaah ba’da shalat, namun demikian melalui dzikir berjamaah tersebut kita mendapatkan aura kebersamaan di dalam beribadah dan bisa merasakan kesyahduan wirid bersama. Saya masih berkeyakinan bahwa membaca Alqur’an secara berjamaah atau dzikir berjamaah dengan suara yang syahdu dan tertata akan dapat menembus arasy. Jika saya keluar sebentar untuk ke toilet lalu mendengarkan dari luar bacaan surat Alwaqi’ah secara berjamaah, maka rasanya suaranya itu menembus dinding masjid dan terus keluar menyebar melalui hembusan angin dan saya yakin akan terus ke angkasa lalu menembus arasy dan sampai ke hadirat Allah SWT.

Pada suatu ketika, penyair Zawawi Imron, sahabat saya, ditanya di dalam sebuah seminar, “kenapa orang melakukan wirid dengan suara keras”, maka Beliau menjawab: “agar dengan suara dzikir yang keras tersebut akan bisa didengar oleh tumbuh-tumbuhan, udara dan alam, sehingga alam menjadi bersahabat, udara akan menjadi bersih dan menyehatkan”. Sebuah jawaban yang luar biasa melampaui ekspektasi orang yang melakukan dzikir dengan suara keras.

Wallahu a’lam bi al shawab.

LESTARIKAN TRADISI MEMBACA SURAT YASIN

LESTARIKAN TRADISI MEMBACA SURAT YASIN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sungguh bukan sebuah kebetulan, bahwa pada saat saya pulang ke Dusun Semampir, Desa Sembungrejo, Kecamatan Merakurak ternyata ada kegiatan Jam’iyah Tahlil yang setiap Kamis malam atau malam Jum’at melakukan kegiatan yasinan dan tahlilan keliling mushala di dusun ini. Ketepatan untuk Jum’at, 21/12/2023, yang digunakan tahlilan dan yasinan adalah Mushalla Raudlatul Jannah, mushalla di depan rumah saya. Mushalla keluarga yang tanah dan mushallanya sudah diwakafkan kepada Yayasan Qarya Jadida, serta tanah dan bangunan Lembaga Pendidikan PAUD dan TK Al Hikmah.

Oleh karena itu, saya lalu didapuk untuk memberikan ceramah agama untuk memperkuat kesadaran beragama dalam Jam’iyah Tahlil di dusun ini. Saya tentu menyambut gembira atas inisiatif para anggota jam’iyah yang memberikan kesempatan kepada saya untuk memberikan ceramah agama. Tema yang saya ceramahkan adalah tentang “perlunya melestarikan bacaan Surat Yasin”. Ada tiga hal yang saya sampaikan di dalam ceramah ini, yaitu:

Pertama,  tentang syukur kepada Allah. Kita sungguh merasakan bahagia karena kita masih dikaruniai usia yang panjang dan sehat. Usia yang panjang tetapi sakit-sakitan tentu tidak mengenakkan. Makanya yang membahagiakan adalah usia panjang dan sehat. Kesehatan adalah segala-galanya. Syukur dapat dilakukan dengan ucapan atau syukur bi lisan, kemudian syukur bil  qalbi atau syukur dengan hati dan syukur bil fi’li atau syukur dengan perbuatan. Yaitu berbuat baik kepada sesama manusia dan melakukan ibadah kepada Allah SWT. Kita harus bersyukur kepada Allah atas semua nikmat yang diberikan kepada kita. Jika kita menghitung nikmatnya Allah pasti kita tidak akan mampu menghitungnya.

Kedua, ibu-ibu dipastikan sebagai umat Islam yang baik. Ibu-Ibu ini tidak hanya meyakini keberadaan Allah semata, akan tetapi telah melaksanakan ajaran Islam. Salah satu di antaranya adalah melaksanakan acara yasinan atau acara membaca yasin bersama-sama dan membaca tahlil atau membaca kalimat tauhid, la ilaha illallah. Artinya kita sudah termasuk orang yang melaksanakan janji kita kepada Allah kala di alam roh. Di alam roh kita sudah pernah berjanji kepada Allah untuk menyaksikan bahwa  Allah itu wujud yang maha pencipta jagad raya dan sebagai sesembahan manusia. Roh manusia itu sudah mengalami perjalanan dari zaman alam roh dan sekarang mengalami alam dunia. Yang akan datang akan masuk ke dalam alam kubur atau alam barzakh. Kita tidak tahu berapa lama roh kita akan berada di dalam alam barzakh. Dan setelah itu, akan memasuki alam akhirat atau alam pembalasan atas amal ibadah.

Sebagai umat Islam yang telah lama mengamalkan bacaan yasin dan tahlil, maka saya mengapresiasi atas keberlangsungan jam’iyah tahlil di dusun ini. Kalau tidak salah sudah semenjak tahun 1990-an. Ini menandakan bahwa kesadaran untuk melestarikan acara rutin malam jum’atan ini sudah sangat tinggi. Jarang sebuah organisasi dapat  berjalan dalam waktu tahunan  dengan acara keagamaan. Dan jam’iyah tahlilan di dusun ini telah membuktikannya. Hanya sayangnya, yang ikut jam’iyahan ini adalah orang-orang yang sudah berusia tua. Yang anak-anak muda agak jarang ikut. Makanya, ke depan perlu dipikirkan agar juga melibatkan anak-anak muda.

Ketiga, yang kita baca adalah Surat Yasin. Surat Yasin dikenal sebagai jantungnya Alqur’an. Sedangkan surat Al ikhlas itu hatinya atau intinya Alqur’an. Ada sebuah Riwayat yang menyatakan bahwa pada waktu Sayyidina Ali menikahi Sayyidah Fathimah binti Rasulullah adalah dengan membaca surat Al Ikhlas sebanyak tiga kali. Nabi pernah bercerita kepada Sayyidina Ali bahwa membaca surat Al Ikhlas sebanyak tiga kali, maka sama dengan mengkhatamkan Alqur’an. Selanjutnya Surat Yasin itu merupakan jantungnya Alqur’an. Hal ini sebagai gambaran bahwa betapa pentingnya Surat Yasin bagi kehidupan kita. Ibaratnya,  Alqur’an itu tubuh manusia, tanpa jantung maka tubuh itu akan mati. Dapat diibaratkan bahwa tanpa Surat Yasin, maka Alqur’an itu tidak hidup. Dengan demikian siapapun yang membaca Surat Yasin, berarti telah menghidupkan Alqur’an.

Ada banyak fadhilah membaca Surat Yasin, tetapi di dalam ceramah ini saya hanya akan menjelaskan dua saja fadhilah membaca atau keutamaan membaca Surat Yasin, yaitu dengan membaca Surat Yasin, maka  dapat menghapus dosa. Jika pada malam hari kita membaca Surat Yasin, maka Allah akan menghapus dosa yang kita lakukan. Allah memberikan pahala kepada orang yang membaca Surat Yasin dan juga memberikan ampunan kepada orang yang membaca Surat Yasin. Ibu-ibu sudah tahunan membaca Surat Yasin. Artinya pahala membaca Surat Yasin juga pasti diterima oleh ibu-ibu. Meskipun membacanya hanya sekali dalam sepekan, yaitu malam jum’at, maka Allah sudah pasti akan memberikan pahalanya dan memberikan ampunan atas kekhilafan ibu-ibu sekalian. Oleh karena itu jangan pernah lelah untuk membaca Surat Yasin setiap pekannya. Jika malam ini  ada yang terlambat diusahakan pekan depan jangan terlambat. Agar jangan sampai kita hanya dapat ekornya Surat Yasin. Atau separuh badannya Surat Yasin. Upayakan agar kita mendapatkan seluruh badannya Surat Yasin. Yang penting juga niatnya jangan hanya untuk arisan akan tetapi untuk membaca Surat Yasin agar mendapatkan pahala dan ampunan dari Allah SWT.

Kemudian, membaca Surat Yasin bagi orang yang sedang dalam situasi sakaratul maut juga sangat baik. Dengan membaca Surat Yasin, maka akan memudahkan roh orang yang akan meninggalkan jasadnya lebih mudah. Di dalam Bahasa Jawa dinyatakan padang dalane jembar kuburane. Oleh karena itu jika ada di antara keluarga kita yang sedang mengalami saat menjelang kematian, maka bacakan Surat Yasin agar mudah jalan keluarnya roh dari jasad untuk menuju kepada alam barzakh. Islam merupakan jalan kemudahan bagi yang hidup, bagi orang yang akan wafat dan juga orang yang berada di dalam barzakh.

Kita semua perlu untuk mentradisikan bacaan Surat Yasin, agar kita memperoleh keselamatan di dunia dan akhirat. Kita harus meyakini bahwa dengan membaca Surat Yasin, maka Allah akan mendatangkan pahala untuk kita semua.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

JAGA DZIKIR

JAGA DZIKIR

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Untuk akhir tahun 2023, saya memang secara sengaja  pulang ke rumah Tuban lebih awal. Tidak seperti biasanya yang menjelang tahun baru masihiyah, maka pada tahun ini saya pulang ke Tuban Hari Selasa, 19/12/23, setelah menyelesaikan acara menguji skripsi para mahasiswa Program Strata I Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) dan ujian Tesis untuk mahasiswa program magister Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI). Saya akan kembali menjelang tahun baru, ketepatan juga ada acara di UINSA  untuk mengikuti prosesi Pengukuhan Professor beberapa dosen UINSA dan juga undangan untuk memberikan pembekalan bagi para pimpinan dan dosen UINSI Palangkaraya.

Di saat pulang itulah maka saya sempatkan untuk memberikan ceramah pada jamaah Mushallah Raudlatul Jannah di Dusun Semampir, Desa Sembungrejo, Kecamatan Merakurak, Tuban. Mushalla ini  di depan rumah dan  sudah cukup lama dibangun sekitar tahun 1990. Bukan masjid yang besar, tetapi saya bersyukur mushalla ini terus digunakan untuk shalat rawatib baik untuk jamaah lelaki maupun perempuan. Pada hari Rabo, 20/12/2023 ba’da shubuh saya memberikan ceramah agama dengan tema “menjaga dzikir Kepada Allah SWT”. Tema yang menurut saya sangat penting agar para jamaah konsisten di dalam menjalankan wirid yang selama ini sudah terbiasa dilakukan. Ada tiga hal yang saya sampaikan kepada jamaah shalat shubuh, yaitu:

Pertama,  kita dicela sebagai pengamal Islam yang melakukan bidh’ah. Sebagaimana diketahui bahwa dewasa ini serangan atas umat Islam yang melakukan dzikir ba’da shalat semakin menguat, dinyatakannya bahwa Nabi Muhammad SAW tidak melakukannya, sehingga dihukumi sebagai bidh’ah. Bagi kelompok Salafi  bahwa yang tidak dilakukan Nabi Muhammad SAW dalam kaitannya dengan ritual, apakah itu dzikir atau amalan ibadah lain semuanya dianggapnya bid’ah dhalalah dan layak masuk neraka.

Masyarakat pedesaan sekarang memasuki area media social, terutama anak-anak muda. Oleh karena itu, agar diupayakan  jangan sampai kita terpengaruh oleh provokasi yang disampaikan oleh para Salafis untuk mengurangi dzikir kita kepada Allah SWT. Jangan sampai kita terpengaruh untuk tidak mengamalkan amalan yang afdhal karena dianggapnya tidak memiliki rujukan. Kampanye semacam ini terus dilakukan dengan dalih amar ma’ruf nahi mungkar.

Sebagai umat yang sedari dahulu diajari oleh para ulama kita untuk berdzikir ba’da shalat mestilah harus terus dipegangi, jangan sampai karena provokasi para ulama belakangan yang merasa benar sendiri lalu kita mengikutinya. Yakinlah bahwa yang diajarkan oleh para ulama itu bukan untuk melawan atau melanggar ajaran agama, khususnya tuntunan Kanjeng Nabi Muhammad SAW, akan tetapi sebagai upaya untuk secara bersama-sama berdzikir kepada Allah, semoga Allah menerima dzikir kita tersebut.

Kedua,  kita melakukan  ittiba’ kepada para ulama. Para ulama yang mengajarkan dzikir ba’da shalat itu bukan ulama kaleng-kaleng, yang hanya nyaring bunyinya, akan tetapi sesungguhnya secara substantif mengajarkan tentang pentingnya amalan ibadah yang dilakukan secara berjamaah. Bukankah para waliyullah dan para ulama terdahulu yang mengajarkan Islam itu adalah ulama yang memiliki kapasitas keilmuan yang sangat tinggi. Siapa yang meragukan Kanjen Eyang Syekh Ibrahim Asmaraqandi, Kanjeng Sunan Ampel, Kanjeng Sunan Bonang, Kanjeng Sunan Drajad, Kanjeng Sunan Kalijaga dan diteruskan oleh para ulama seperti Hadratusy Syaikh Kyai Haji Hasyim Asy’ari, KH. Wahid Hasyim, KH. As’ad Syamsul Arifin dan sebagainya yang mengajarkan Islam yang kita pahami dan kita amalkan dewasa ini. Janganlah pernah ragu untuk membaca wirid atau dzikir ba’da shalat rawatib.

Saya harus mengapresiasi kepada jamaah shalat di Mushalla Raudlatul Jannah di Dusun Semampir, Sembungrejo, Merakurak, Tuban. Jamaah ini terus menerus mengamalkan wirid ba’da shalat. Coba kita perhatikan semua mengamalkan istighafar atau permohonan ampunan kepada Allah SWT. Semua membaca ayat kursi, semua membaca hamdalah, subhanallah, Allahu Akbar dan kalimat tauhid, Lailaha illallah. Coba bacaan ini merupakan rangkaian bacaan yang diabsahkan oleh para ulama dan telah menjadi amalan umat Islam Indonesia dalam ratusan tahun semenjak masuknya Islam di Nusantara. Alangkah indahnya melakukan dzikir secara bersama, yang insyaallah akan sampai ke arasy dan sampai kehadirat Allah SWT. Lantunan wirid secara bersama itu akan menembus langit dan sampai kepada Allah SWT.

Ketiga, meyakini yang kita lakukan adalah amalan yang benar. Yakinlah bahwa bacaan yang kita lakukan tersebut akan dapat menyenangkan Allah dan juga menyenangkan Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Setiap  kita berdzikir didahului dengan bacaan shalawat kepada Nabi Muhammad dan hal itu sangat dianjurkan di dalam Islam. Jika Allah SWT senang dan Nabi Muhammad SAW juga senang, maka keridlaan Allah pasti didapatkan. Alangkah senangnya jika kita memperoleh ridlanya Allah SWT.

Agama itu terkait dengan keyakinan. Oleh karena itu, setiap amalan yang kita lakukan harus didasari oleh keyakinan. Jika kita beramal tidak dengan keyakinan yang sepenuhnya, maka amalan tersebut akan mubazir. Kita harus yakin bahwa yang kita lakukan itu benar sesuai dengan pemahaman para ulama yang mengajarkannya. Kita harus yakin bahwa ulama itu tidak sembarangan dalam mengajarkan ilmu keislaman, termasuk di dalamnya  membaca wirid ba’da shalat rawatib.

Marilah kita lestarikan untuk membaca wirid secara berjamaah ini dan ajarkan kepada anak cucu kita agar terus melakukannya. Kita didik anak-anak kita, keluarga kita agar terus mencintai amalan-amalan yang afdhal sebagaimana diajarkan oleh guru-guru kita, ulama-ulama kita agar kita semua nanti di alam akherat akan mendapatkan syafaat atas amalan yang kita lakukan. Ridla Allahlah yang kita cari.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

 

 

KONTRADIKSI PSIKHOLOGIS DA’I

KONTRADIKSI PSIKHOLOGIS DA’I

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Seperti biasanya, jika hari selasa, maka saya kebagian untuk memberikan ceramah pada Komunitas Ngaji Bahagia (KNB) yang diikuti oleh Jamaah Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency dan Masjid Ar Raudhah pada Perumahan Sakura Regency. Pengajian dilaksanakan pada Hari Selasa, 19/12/2023 ba’da Shubuh. Alhamdulillah bahwa acara pengajian berjalan lancar dan yang penting diakhiri dengan sarapan nasi dan gule sapi, yang disediakan oleh Pak Budi dari Perumahan Lotus Regency.

Ada tiga hal yang saya sampaikan di dalam acara kuliah shubuh, yaitu: pertama, ungkapan rasa syukur kepada Allah karena nikmat kesehatan yang diberikannya. Melalui nikmat kesehatan tersebut, maka kita dapat  mengikuti shalat jamaah, dzikir berjamaah, mendengarkan ceramah, dan juga silaturrahim. Jadi di dalam satu momentum, ada banyak pahala yang bisa didapatkan oleh seorang muslim karena aktivitas bersama yang  dilakukan. Alhamdulillah wa syukru lillah.

Kedua, ceramah ba’da shubuh ini membicarakan tentang bagaimana seorang da’I menghadapi kontradiksi dari makna lafdzi ajaran agama Islam tentang dakwah. Kontradiksi tersebut tentu bukan pertentangan yang saling tidak membolehkan atau satu melarang dan satu membolehkan akan tetapi kontradiksi psikhologis yang bisa dirasakan oleh para da’i di dalam aktivitas dakwahnya.

Saya memahami makna dakwah adalah ajakan langsung maupun tidak langsung agar mitra dakwah melakukan kebaikan sebagaimana  pesan di dalam agama Islam. Jika selama ini dakwah itu dimaknai hanya ceramah saja, maka sesungguhnya dakwah memiliki makna yang luas yang terkait dengan ajakan untuk menjadi lebih baik dalam perspektif agama. Ingat bahwa ada kebaikan yang hanya menggunakan perspektif humanisme saja tanpa mengaitkannya dengan ajaran agama, khususnya agama Islam. Jadi akhirnya saya harus berkesimpulan bahwa semua bentuk kebaikan yang didasari oleh ajaran Islam yang bisa didengarkan, dilihat dan dirasakan oleh orang lain adalah dakwah.

Dijumpai statemen di dalam AlQur’an: kabura maqtan ‘indallahi ‘an taqulu ma la taf’alun. Yang artinya kurang lebih adalah: “sebuah dosa besar di sisi Allah, orang yang menyatakan dan tidak mengamalkannya”. Melalui ayat ini, maka Allah memberikan peringatan bagi para penyebar Islam, Da’i atau muballigh bahwa dakwah hanya dapat dilakukan jika orang sudah benar-benar mengamalkan apa yang disampaikannya  atau yang didakwahkannya. Jika kita hanya menyatakan dan tidak melakukannya maka ancamannya adalah dosa. Jika kita hanya melihat ayat ini, maka orang akan menjadi takut untuk menyebarkan ajaran Islam. Islam yang disebarkan itu tidak hanya menjadi pengetahuan tetapi harus menjadi amalan.

Namun demikian, di sisi lain juga terdapat anjuran untuk menyampaikan ajaran Islam itu meskipun hanya satu ayat. Ballighu ‘anni walaw ayatan. Yang artinya: “sampaikan dariku meskipun hanya satu ayat. Artinya, seseorang dianjurkan untuk melakukan dakwah sesuai dengan kemampuannya. Meskipun wajib dakwah adalah wajib kifayah atau tidak mengikat orang perorang, sebagaimana wajib ain, akan tetapi tentu mendapatkan kebaikan jika melakukannya. Pada sisi lainnya juga terdapat dalil di dalam Alqur’an Surat An Nahl, 125 yang menyatakan: “ud’u ila sabili rabbika bil hikmati wal ma’idhotil hasanati wa jadilhum billati hiya ahsan”, yang artinya “ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan kebijaksanaan dan dengan nasihat yang bijak dan ajaklah berdebat dengan kebijakan atau kebaikan”.

Melalui kontradiksi ini, maka saya sebut di dalam diri da’i terdapat suatu kondisi yang bisa dilabel dengan sebutan kontradiksi psikhologis. Di satu sisi ada kewajiban atau sunnah tetapi di sisi lain terdapat peringatan agar yang disampaikan hanyalah yang dilakukan saja. Di dalam menyikapi hal ini, maka kita harus mengedepankan dimensi kemanfaatan. Tanpa dakwah maka tidak mungkin Islam bisa menyebar sedemikian luas. Memang ada takdir Tuhan untuk beriman atau tidak beriman kepada Allah, akan tetapi untuk menjadi beriman tentu mengharuskan adanya washilah atau perantara dan yang menjadi perantaranya adalah para da’i atau para ulama. Itulah sebabnya Islam menyatakan: “al Ulama warastat al anbiya” artinya: “para ulama adalah washilah atau perantara para Nabi”.

Ketiga, Dakwah dapat dikategorikan dalam empat hal,  yaitu: dakwah bil lisan atau bil kalam atau dakwah dengan menggunakan ungkapan atau pernyataan atau ceramah agama, diskusi dan sebagaimana yang bersifat oral. Lalu dakwah bil yad atau dakwah dengan kekuasaan. Dalam konteks ini dakwah dapat menjadi instrument untuk berdakwah, misalnya dengan membuat kebijakan-kebijakan yang bernuansa keagamaan. Kemudian dakwah bilhal atau dakwah dengan keteladanan prilaku atau dakwah dengan materi misalnya sedekah, infaq, membangun lembaga pendidikan, membangun masjid dan segala hal yang terkait dengan kebaikan fisikal maupun non fisikal. Dan juga tidak kalah penting adalah dakwah bil Qalam yaitu dakwah dengan menggunakan media tulisan.

Melalui kategori dakwah seperti ini, maka setiap muslim rasanya memiliki peran dalam berdakwah. Bisa dalam bentuk lesan, bisa dalam bentuk tulisan, bisa dalam bentuk bil hal, dalam bentuk merumuskan dan menetapkan kebijakan. Rasanya, setiap di antara kita bisa melakukannya, hanya dengan intensitas yang berbeda-beda dan kadar yang berbeda-berbeda pula.

Saya berkeyakinan, bahwa semua amalan yang ditujukan kepada orang lain dan di dalamnya  terdapat pesan kebaikan langsung atau tidak langsung, maka semua itu adalah dakwah. Dan insyaallah kita semua telah melakukannya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

KAFIR: INSYAALLAH KITA TIDAK MASUK DI SINI

KAFIR: INSYAALLAH KITA TIDAK MASUK DI SINI

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Ada yang membanggakan dari pengajian di Komunitas Nagaji Bahagia (KNB), yaitu ngaji ini dipenuhi juga dengan gelak tawa selain berbagai penjelasan tentang agama dan ajaran-ajarannya. Bahkan menurut saya, ngaji gelak tawa ala KNB ini akhirnya menjadi ciri khasnya. Hal-hal yang serius pun bisa disampaikan dengan tertawa dan canda ria. Slogannya adalah minimal tertawa 17 kali. Dan  insyaallah kita bisa bahagia karena tertawa sejumlah itu.

Saya akan melanjutkan pembahasan tentang kafir yang sudah dijelaskan pada pekan sebelumnya, 05/12/2023.  Pada pembahasan sebelumnya sudah dibahas tentang makna kafir secara sosiologis, artinya bukan sebagaimana para ahli tafsir yang menafsirkan kata kafir, akan tetapi lebih terkait dengan penjelasan-penjelasan rasional sepanjang tidak meninggalkan makna teksnya sendiri. Jangan sampai jatuh kepada penjelasan kaum liberalis yang sering melepaskan diri dari teks yang sesungguhnya sangat penting dan mendasar. Ada tiga hal yang  saya jelaskan di dalam tulisan ini.

Pertama, kafir itu menggambarkan akan ketidakpatuhan seseorang atas ajaran agama. Dia tahu agama itu ada dan agama mengajarkan tentang kebaikan  individual maupun kebaikan social, namun dia tidak tertarik untuk menjalankan kehidupannya dengan moralitas agama. Mereka ini lebih senang menjalani kehidupannya dengan pedoman yang dianggapnya benar, misalnya mengikuti konsepsi kaum humanis. Saya menjadi ingat pemain bola yang sangat terkenal dari Belanda, Ruud Gullit, pemain yang sangat saya kagumi, yang pernah bermain di AC Milan dengan trio Belandanya, yaitu Ruud Gullit, Marco van Basten dan Frank Rijkard, yang merajai dunia sepakbola klub di Eropa. Ruud Gullit ini adalah orang yang agnostic dan di dalam kehidupannya dipandu oleh pemikiran filsafat humanisme.

Dewasa ini, semakin banyak orang Eropa yang atheis, tidak percaya keberadaan Tuhan. Saya pernah menulis di nursyamcentre.com tentang “Eropa Semakin Tidak Bertuhan”, 14/08/2023, yang berdasarkan survey The World Statistics, bahwa kebanyakan masyarakat di negara di Eropa tingkat kepercayaannya terhadap Tuhan itu di bawah 30 persen. Inggris, Belanda, Swiss, Jerman, Perancis, Spanyol dan lain-lain jumlah yang percaya Tuhan semakin sedikit. Sebaliknya, Indonesia semakin religious sebab 97 persen penduduknya mempercayai eksistensi Tuhan. Kita bersyukur di negeri yang indah dan damai ini dengan penduduknya yang sangat religious. (nursyamcentre.com 10/08/2023).

Kedua, kita hidup di negara yang multicultural dan plural. Jumlah sukunya sangat banyak, jumlah bahasanya juga banyak, selain itu agamanya juga beraneka ragam. Tentu saja kita membutuhkan berkomunikasi atau membangun relasi social dengan semua pemeluk agama. Tidak hanya berkomunikasi dengan sesama penganut agama Islam tetapi juga penganut agama Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu dan bahkan dengan penganut aliran kepercayaan. Disinilah terdapat konteks mengembangkan sikap toleran atau tenggang rasa. Kita boleh merasa benar sendiri atau menyatakan truth claimed, tetapi jangan lupa bahwa di tetangga kita ada yang berkeyakinan lain, beragama lain.

Sebagaimana yang saya jelaskan pada ngaji kemarin, maka kita harus membangun toleransi social tetapi bukan toleransi teologis. Kita boleh membeli dagangan orang China yang beragama Buddha, dan  kita boleh meminjam  uang dari Bank Syariah tetapi miliknya orang beragama lain. Boleh. Kita boleh bertamu dan bahkan berceramah di Gereja tetapi kita harus bersikap tidak membangun sikap toleransi teologis. Yaitu menyamaratakan ajaran teologis, ritual dan konsekuensi beragama, dan menjadikan satu kesatuan. Yang seperti ini tidak boleh. Jangan. Kita boleh melakukan relasi social dengan mengembangkan sikap saling menghargai dan saling menghormati keyakinan dan ritual agama lain. Lakum dinukum waliyadin. Bagimu agamamu dan bagiku agamaku.

Ketiga, usahakan jangan mengafirkan orang lain apalagi terhadap sesama muslim. Kita jangan sampai terpancing untuk menyatakan orang yang sudah menyatakan asyhadu anla  ilaha illahllah wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah kemudian dinyatakan sebagai kafir. Orang yang sudah bersyahadat itu artinya sudah mukmin, sudah beriman kepada Allah SWT. Ada yang memang berhenti pada syahadat saja dan ada yang sudah berlanjut dengan melakukan ritual-ritual keagamaan. Sudah melakukan shalat, zakat, puasa dan bahkan haji. Tentu saja orang yang seperti ini sangat tidak layak dinyatakan sebagai kafir. Jika terdapat perbedaan pandangan atau tafsir atas ajaran agama, tentu hal itu sebagai kewajaran. Bukan hal yang aneh. Yang tahu dengan tepat apakah tafsir ajaran Islam tentu adalah Nabi Muhammad SAW, sedangkan sahabat, tabi’in dan tabiit tabi’in tentu menafsirkan atas ajaran agama sebagaimana yang diceritakan oleh sahabat-sahabat Nabi Muhammad. Antar sahabat Nabi sendiri juga bisa berbeda dalam menafsirkan atas ucapan, sikap dan tindakan Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu tentu tidak tepat jika atas perbedaan ini lalu melabelnya dengan kafir.

Nabi Muhammad SAW pernah menyatakan: “sesungguhnya Rasulullah bersabda: seandainya seseorang mengatakan ‘wahai kafir’ kepada saudaranya, maka tuduhan kafir itu akan kembali kepada salah satu di antara keduanya” (HR. Bukhari). Kiranya hadits ini dapat menjadi pengingat agar kita tidak mudah menberikan label kafir kepada orang lain. Kita harus hati-hati tentang pernyataan tersebut, agar kita bisa selamat.

Jika sekarang ini, terutama di media social, maka jangan kita ikutan dengan ungkapan yang mengandung ungkapan takfiri ini. Ucapan yang mengkafirkan atas orang lain. Misalnya menyatakan bahwa Islam Nusantara itu lebih kafir dari orang kafir. Pernyataan ini seperti ini tentu mengandung bias yang menyesatkan. Islam Nusantara itu hanya labeling untuk menggambarkan mengenai Islam yang barada di wilayah Nusantara, yang tentu saja tetap memiliki rujukan teologis, ritual dan akhlak yang sesuai dengan Islam di Timur Tengah. Yang berbeda hanya cabang-cabangnya saja atau masalah furu’iyah.

Dengan demikian, kita tentu berharap bahwa umat Islam di Indonesia akan lebih arif dan bijaksana dalam menyikapi perbedaan dan tidak selalu menyatakan yang berbeda dengan kelompoknya sebagai kaum bid’ah, kaum kafir dan sebagainya. Semoga Allah SWT menyelamatkan bangsa Indonesia dari disharmoni yang disebabkan truth claimed  tafsir yang berlebihan.

Wallahu a’lam bi al shawab.