• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

SHALAT, RAHMAT DAN SURGANYA ALLAH

SHALAT, RAHMAT DAN SURGANYA ALLAH

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Pak Cholil memang penceramah agama yang mumpuni. Pak Cholil memiliki spesialisasi membaca dan menjelaskan kitab yang ditulis oleh Ibnu Hajar Al Asqalani, Kitab Nashaihul Ibad yang menjelaskan tentang seluk beluk peribadahan kepada Allah SWT dan juga relasi dengan sesama manusia. Pak Cholil Umam memberikan ceramah agama di masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency, ba’da shubuh pada Komunitas Ngaji Bahagia (KNB) pada Selasa, 30/01/2024.

Ada tiga hal yang disampaikan Pak Dr. Cholil, yaitu: Pertama, tentang surat-surat di dalam Al Qur’an itu ternyata memiliki maknanya sendiri-sendiri bagi umat Islam yang mempercayainya. Saya jika menjadi imam, misalnya dalam shalat maghrib, maka yang saya baca surat-surat pendek. Yaitu setelah membaca Surat Al Fatihah, maka saya membaca Surat Al Kafirun. Surat Al Kafirun tersebut memiliki pahala yang luar biasa. Dengan membaca Surat Al Kafirun, maka seakan-akan kita membaca seperempat Al quran. Lalu saya membaca Surat Al Ikhlas ba’da membaca Surat Al Fatihah pada rakaat kedua. Surat Al Ikhlas tersebut seakan-akan sepertiga Al Qur’an. Maka orang yang membaca Surat Al Ikhlas tiga kali seakan-akan membaca seluruh Al Qur’an. Saya membaca surat-surat yang pendek saja sebab jamaahnya juga pasti senang. Dan yang terpenting Nabi Muhammad SAW tidak membaca surat-surat yang panjang dalam shalat berjamaah.

Kedua, shalat merupakan amal ibadah yang diwajibkan di dalam Islam. Bahkan Nabi Muhammad SAW dipanggil langsung oleh Allah untuk menerima perintah shalat.   Di dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj maka Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk melakukan shalat sebagai kewajiban bagi umat Islam. Melalui shalat, maka kita bermuwajahah dengan Allah, seakan-akan kita berhadapan dengan Allah.

Shalat merupakan medium bagi umat Islam untuk mengingat Allah. Ashlatu lidzikri, yang artinya shalatlah untuk mengingat Allah. Umat Islam tidak hanya mengingat Allah begitu saja, akan tetapi diwajibkan mengingat Allah melalui syariat menjalankan perintah shalat. Dinyatakan bahwa “ash-shalatu ‘imaduddin, faman aqamaha faqad aqamad din, faman hadamaha faqad hadamad din”. Shalat adalah tiang agama. Siapa yang mendirikan maka dia mendirikan agama dan siapa yang meninggalkannya maka dia merusak agama”. Demikianlah penjelasan yang sangat penting di dalam menjalankan shalat.

Kita harus bersyukur sebab menjadi orang yang mendirikan agama. Orang yang mendirikan shalat untuk mengingat Allah. Mematuhi ajaran Allah dan menjaga sunnah Rasulullah. Apalagi kita bisa melakukannya dengan shalat berjamaah. Bukankah mengikuti shalat jamaah, apalagi shalat shubuh, adalah pekerjaan yang berat. Kita harus mengalahkan rasa kantuk, harus mengalahkan keinginan untuk tidur. Jam shalat shubuh itu jam enaknya tidur. Apalagi jika malamnya kita tidurnya agak larut. Makanya, dengan kita secara rutin dapat melakukan shalat jamaah shubuh, maka pahalanya besar sekali. Setiap langkah kedatangan kita ke masjid dicatat dengan pahala oleh Allah.

Ketiga, di dalam surat Al Fatihah, di dapatkan ayat yang berbunyi: “iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in”. Kepada-Mu ya Allah saya menyembah dan kepada-Mu kami memohon”. Jadi kalau kita meminta kepada Allah itu harus didahului dengan menyembahnya. Dan medium sesembahan yang terbaik adalah melalui shalat. Jika kita ingin ditolong Allah di dalam menyelesaikan masalah-masalah yang kita hadapi, maka shalat. Di dalam shalat itu kita pasrahkan semuanya kepada Allah. Jadi shalat bisa menjadi sarana agar kita dicintai Allah. Jika kita ingin juga dicintai oleh Rasulullah, maka kita membaca shalawat kepadanya. Sebanyak-banyaknya. Semakin banyak semakin baik. Allah dan Malaikatnya saja bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW, maka seharusnya kita juga melakukannya. Insyaallah kita akan dicintai oleh Allah dan rasulnya karena melakukan shalat dan membaca shalawat.

Di dalam ayat yang lain juga dijelaskan: “wasta’inu bish-shabri wash-shalat”, yang artinya memohonlah kepada Allah melalui pertolongan dengan kesabaran dan shalat. Jadi untuk memohon pertolongan kepada Allah itu harus dengan dua hal, yaitu sabar dan shalat. Dua hal ini harus dilakukan secara konsisten. Tidak cukup dengan sabar atau tidak cukup dengan shalat, tetapi kedua-duanya. Jangan sampai shalatnya bagus tetapi suka marah-marah kepada orang lain. Atau sabar menghadapi orang lain tetapi tidak melakukan shalat. Keduanya harus berjalan seimbang. Yang sangat sulit bagi kita adalah menjaga kesabaran. Susah sekali. Hal ini menyangkut diri dan lingkungan. Jika kita tidak bisa memenej lingkungan kita dengan baik, maka seringkali kita menjadi marah-marah. Maka semuanya harus dihadapi dengan kesabaran agar kita dapat  hidup nyaman.

Di dalam shalat itu yang sulit adalah menjaga kekhusyuan. Kita dituntut untuk shalat dengan menghadirkan sepenuh jiwa, raga dan roh kita untuk Allah. Tetapi terkadang sangat sulit. Contoh, kita shalat lalu orang di shaf depan kita memakai sarung dengan merek BHS, atau Wadimor, atau Gajah Duduk, maka kita terkadang terpengaruh. Waduh sarungnya BHS, berapa harganya. Makanya yang paling baik itu shalat yang berada di shaf paling depan. Agar kita tidak terpengaruh pada jamaah lainnya.

Tetapi satu hal yang sangat penting, kita  harus memohon kepada Allah untuk memperoleh rahmatnya. Dengan rahmat Allah itu kita dapat berpeluang masuk surga. Andaikan shalat kita masih ada yang kurang tepat, maka dengan rahmat Allah itu akan menutup tentang kekurangan di dalam shalat kita.

Semoga kita dapat memasuki ridha dan rahmat Allah atas amal perbuatan yang kita lakukan. Melalui ridha dan rahmat Allah maka kita akan bisa memasuki surganya. Dan hal ini adalah harapan orang Islam sebagaimana juga harapan kita semua.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

QAULAN LAYYINAN SEBAGAI PRINSIP KOMUNIKASI SOSIAL

QAULAN LAYYINAN SEBAGAI PRINSIP KOMUNIKASI SOSIAL

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Jamaah Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency telah mendapatkan siraman rohani dalam pengajian yang dilakukan pada setiap Hari Selasa, ba’da Shubuh. Dalam dua kali terakhir diisi oleh Pak Dr. Cholil Umam, dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel. Materi Pak Cholil tentu terkait dengan pemahaman dan pengamalan beragama, khususnya terkait dengan sabar dan cara melakukannya.

Pada Selasa, 23/01/2024, saya yang memberikan ceramah ba’da Shubuh dengan tema yang agak berbeda. Saya lebih kuat nalar sosiologisnya dibandingkan dengan nalar keagamaannya. Saya menyampaikan tiga hal terkait dengan relasi antara generasi muda, debat dalam koridor Keislaman dan bagaimana menjadikan qaulan layyinan dalam relasi antar manusia.

Pertama, sekarang adalah eranya kaum muda, yang sering dilabel sebagai generasi muda atau generasi milenial. Para milenial memiliki beberapa ciri khas dalam kaitannya dengan belajar social atau belajar kemasyarakatan. Ada sekurang-kurangnya lima ciri khas, yaitu belajar tentang pengalaman. Generasi milenial sebenarnya memiliki kecenderungan untuk belajar berbasis pengalaman dan bukan hanya belajar tentang pengetahuan. Jadi yang sebenarnya dicari adalah pengalaman di dalam kehidupan. Untuk menemukan pengetahuan cukup dengan gadget. Apa saja yang ingin dipelajari ada di situ. Tinggal klik dan klik.

Hanya sayangnya bahwa tidak semua generasi milenial belajar tentang pengalaman. Egoism kaum milenial terkadang bisa menjadi pemicu kenapa mereka tidak menjadikan pengalaman generasi sebelumnya untuk dijadikan kaca benggala. Ada banyak generasi milenial yang justru ingin menemukan jati dirinya dengan membongkar tradisi atau kebiasaan generasi sebelumnya. Ada sebuah buku yang menarik judulnya: “Millennials Kill Everything” yang ditulis oleh Yuswohady, Farid Fatahillah, Budi Triyaditia, dan Amanda Rachmaniar. Berdasarkan buku ini, maka  generasi milenial memiliki perilaku yang berbeda dengan perilaku generasi sebelumnya, termasuk perilaku konsumsinya. Tidak hanya itu juga life style yang dilakukannya. Semua serba berubah dan mau tidak mau mereka harus diikuti.

Kedua,  kita baru saja milihat penampilan dan ekpresi para calon wakil presiden dalam acara debat cawapres dalam pemilu 2024. Kita bisa melihat bagaimana performance Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Nomor 02, yang berlaga di dalam debat cawapres  untuk pilpres 2024. Kita melihat ada Prof. Dr. Mahfud MD, usia 66 tahun, Cak Muhaimin Iskandar 58 tahun dan Gibran Rakabuming Raka 36 tahun. Jika dilihat dari usia, maka Prof. Mahfud termasuk generasi baby boomer, Cak Imin generasi X dan Gibran generasi milenial atau generasi Y.  Sebuah diskusi yang menarik untuk dicermati. Tidak hanya masyarakat Indonesia tetapi juga masyarakat dunia. Debat ini akan menentukan Indonesia masa depan. Debat ini menggambarkan bagaimana relasi antara generasi tua, yang diwakili oleh Prof. Mahfud dan Cak Imin dan generasi muda yang diwakili oleh Gibran.

Tanpa berupaya untuk mendowngrade siapapun, tetapi kita melihat bagaimana tampilan, ekspresi, penyampaian gagasan, dan gimmick yang menyertai perdebatan tersebut. Tentu ada yang menganggap debat itu biasa saja. Di  dalam perdebatan pasti ada upaya untuk “mengalahkan” yang lain. Di  dalam setiap perdebatan pasti menghasilkan pandangan siapa yang lebih baik dan sebagainya. Semuanya tentu didasarkan atas tafsir atau analisis yang selalu berkaitan dengan kepentingan siapa yang menganalisis dan untuk kepentingan apa dan siapa. Karena penilaian atas debat cawapres itu berbasis atas pemahaman atau tafsir siapa yang melakukannya, maka para penafsir lain tentu akan memahami apa dan siapa dia. Semuanya akan terpulang kepada masing-masing kita. Ada yang pro dan ada yang kontra. Biasa saja.

Ketiga, agama kita mengajarkan prinsip komunikasi yang disebut sebagai qaulan layyinan. Atau berkata dengan lemah lembut berbasis pada kasih sayang. Konsep qaulan layyinan itu berangkat dari perintah Allah kepada Nabi Musa dan Nabi Harun di kala keduanya  akan berbicara tentang Millah Nabi Musa, yaitu jalan Tuhan yang Maha Esa dan Maha Rahman dan Rahim. Di dalam Surat Thaha ayat 44 dijelaskan panjang lebar tentang bagaimana suasana pertemuan Nabi Musa dan Harun dengan Fir’aun. Dijelaskan: “kala Nabi Musa dan Harun akan bertemu dengan Fir’aun yang sombong, merasa berkuasa penuh dan dhalim, maka Nabi Musa dan Harun diperintah oleh Allah agar tetap mengedepankan perkataan yang lemah lembut dan kasih sayang. Allah menyatakan: faqula qaulan layyinan la’allahu yatadzakkaru au yakhsya.  Yang artinya: “maka berkatalah dengan lemah lembut, semoga dia (Fir’aun) menjadi ingat akan Allah atau takut. Allah memberikan gambaran kepada Nabi Musa dan Nabi Harun, bahwa ada dua potensi yang bisa didapatkan dengan berkata yang lemah lembut, yaitu agar seseorang bisa ingat terhadap Allah dan segala efek yang ditimbulkan dengan perintah Tuhan dan yang lain akan menjadi takut atas adzab Tuhan kepadanya. Untuk Fir’aun ternyata tidak sadar akan kedhalimannya dan kesesatannya bahkan tidak ada ketakutan atas adzab Allah, dan kemudian akhirnya ditimpa adzab Allah dengan tenggelam di Laut Merah.

Lalu apa kaitan antara generasi milenial, kampanye cawapres dan ungkapan yang lembah lembut dan menyejukkan? Ternyata bahwa generasi muda harus belajar dari para generasi sebelumnya tentang tetap pentingnya menjaga etika di dalam berdebat atau dalam relasi social baik antar sesama generasi milenial atau terhadap generasi yang lebih senior. Para generasi milenial yang belajar berbasis pengalaman, maka sebaiknya juga belajar dari generasi yang lebih senior tentang bagaimana tata krama di dalam perbincangan baik itu diskusi, debat atau pembicaraan non formal. Semua ada etikanya, dan di dalam Islam terdapat sebuah prinsip qaulan layyinan, yang artinya pernyataan yang diungkapkan harus dengan lemah lembut sehingga  membuat lawan bicaranya senang dan menyenangkan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

MENJAGA KEISLAMAN KITA: ISLAM ITU MUDAH

MENJAGA KEISLAMAN KITA: ISLAM ITU MUDAH

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sungguh kita ini manusia yang istimewa, sebab bisa mempercayai keberadaan Tuhan, Nabi Muhammad SAW dan segala yang diatribusikan kepada Allah dan rasulnya tersebut. Meskipun kita tidak menjadi orang yang sangat memahami ajaran Islam dengan kedalaman tertentu, akan tetapi kita dapat  menjalankan ajaran Islam sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Adakah yang lebih hebat dari kita? Saya kira nyaris tidak ada.

Kita ini  berbeda dengan para sahabat, dan tabiin yang bisa mengetahui dan mendengarkan ajaran Islam secara langsung dari Nabi Muhammad SAW dan para sahabat yang membersamai-Nya, sehingga tingkat kepercayaan dan keyakinan atau amalan-amalannya terukur sebagaimana amalan Nabi Muhammad SAW. Kita kita berselang 14 abad lebih, lalu percaya dan yakin lalu mengamalkan ajaran Islam yang seperti pengamalan Nabi Muhammad SAW. Alangkah hebatnya kita itu.

Allah SWT menurunkan Nabi Muhammad SAW, lalu hadir di tengah-tengah kita para ulama yang menjadi penyambung lidah dan kepanjangan tangan Nabi Muhammad SAW yang suci untuk menebarkan ajaran Islam yang menjadi pegangan kita semua. Untuk mempercayai keberadaan Allah dan kebenaran kalamnya, Al Qur’an al Karim, Allah SWT menurunkan para saintis untuk mengkaji kebenaran kalam Allah. Ada banyak contoh dari pengkaji kebenaran Islam dari jalur ilmu pengetahuan. Mereka adalah orang yang diberikan hidayah untuk membantu kita agar semakin yakin akan kebenaran Allah dan kalam mulianya. Allah juga menurunkan para alim ulama yang dengan kekuatan riyadhahnya mendapat kebenaran Allah dan kitab Sucinya. Allah SWT menurunkan cahaya kebenaran melalui ainun bashirah yang diberikan kepada mereka. Dan lagi-lagi kita dapat menjadi yakin akan kebenaran Allah, Nabi Muhammad SAW dan kitab sucinya.

Hal inilah yang membuat  kita menjadi manusia yang beruntung. Sungguh-sungguh beruntung. Kita tidak perlu berjuang untuk mendapatkan hidayah Allah SWT, tetapi kita telah menjadi umat Islam semenjak lahir. Dan melalui pergaulan di dalam dunia dengan para ulama dan para ahli ilmu pengetahuan menjadikan keislaman kita semakin baik. Kita aktif di dalam pengajian baik yang dilakukan secara rutin sepekanan atau membaca dan mendengarkan pengajian melalui media social. Semuanya menjadi instrument bagi penguatan keimanan dan keislaman kita.

Islam  secara teologis mudah dipahami. Hanya ada satu Tuhan yang Maha Esa, yang tidak terbilang, yang  menciptakan dan memelihara alam makro kosmos dan mikro kosmos menjadi teratur dan penuh kemaslahatan. Kajian secara akademik tentang hipotesis Ketuhanan akhirnya justru sampai kepada kesimpulan bahwa alam yang sophisticated dan teratur tidak mungkin diciptakan oleh akal yang biasa-biasa saja. Tidak mungkin alam yang teratur itu terjadi dengan sendirinya. Pasti ada akal (mind) suci dan hebat  yang supra rasional. Dipastikan bahwa alam yang  sangat teratur diciptakan oleh Tuhan, yang di dalam Islam dikenal sebagai Allah SWT.

Melalui pemahaman atas Allah SWT yang  Maha Esa, maka manusia tidak perlu melakukan eksplorasi tentang Tuhan, terkecuali oleh para ahli sains dan ulama yang memiliki kelebihan sesuai dengan ijin Allah SWT. Itulah sebabnya Allah SWT mengajarkan agar manusia jangan ragu-ragu di dalam keimanan dan keislaman.  La raiba fihi hudal lil muttaqin. Jangan ragu-ragu. Allah SWT dipastikan menurunkan para ahli ilmu pengetahuan yang dapat memberikan penjelasan berbasis pada Teks Suci sebagaimana wahyu Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Allah SWT juga menurunkan ulama yang dapat menjelaskan kegaiban-kegaiban di seputar Allah dan ciptaannya, sehingga kita dapat memahami tentang hal tersebut.

Di dalam peribadahan, betapa sederhananya. Islam itu tidak rumit. Untuk shalat kita dapat melakukannya di semua masjid atau mushalla yang tersedia. Kita bisa menjadi pengikut shalat siapa saja. Kita yang memiliki kemampuan dalam membaca Al Qur’an juga dapat menjadi imam bagi siapa saja. Tidak ada hirarkhi yang tegas-tegas membedakan antara satu umat Islam dengan lainnya. Hirarkhi itu ada dalam pengetahuan dan ketaqwaannya  saja, misalnya ahli ilmu keislaman atau ahli ilmu lainnya. Tidak ada perbedaan antara satu suku bangsa atas lainnya. Yang dinyatakan membedakan hanyalah kadar ketaqwaannya.

Ajaran yang prinsip di dalam Islam juga sama. Misalnya jumlah shalat dan rakaatnya. Yang berbeda hanya di dalam bacaan-bacaan di dalamnya. Perbedaan tersebut sangat wajar terjadi sebab banyaknya sahabat Nabi Muhammad SAW yang meriwayatkan atas bacaan di dalam shalat. Perbedaan tersebut sudah direpresentasikan oleh para fuqaha atau ahli fiqih yang tercermin di dalam pendapat para imam madzhab. Ada Imam Maliki, Imam Syafi’i, Imam Hambali dan  Imam Hanafi. Sekali lagi perbedaan itu pada cabang-cabangnya dan bukan pada asas prinsipal di dalamnya.

Yang juga membanggakan bahwa perbedaan dalam pengamalan Islam itu dipahami sebagai varian dalam penafsiran Islam. Tidak perlu dipertentangkan dengan semangat menyala-nyala. Telah terdapat pemahaman bahwa dunia tafsir atas teks itu memang bisa sangat banyak sesuai dengan ahli tafsirnya. Tetapi yang menggembirakan bahwa semua tafsir yang berbeda tersebut tidak sampai merusak teks yang sudah dibakukan.

Saya kira sudah saatnya kita bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberikan pilihan kepada kita untuk beragama sesuai dengan ajaran Islam yang sungguh membahagiakan dan bukan menyulitkan. Sekali lagi Islam tidak hanya berisi tandzir atau informasi yang menakutkan akan tetapi juga informasi yang menyenangkan atau tabsyir. Islam menyeimbangkan keduanya sebagai upaya untuk menjaga agar kita tetap berada di dalam koridor memahami dan mengamalkan Islam sesuai dengan keyakinan kita.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

TETAPLAH BERSABAR DAN PASRAH KEPADA ALLAH MESKI DALAM KESULITAN

TETAPLAH BERSABAR DAN PASRAH KEPADA ALLAH MESKI DALAM KESULITAN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Selasa, 16/01/2023 di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency, seperti biasanya dilaksanakan pengajian rutin bada Shubuh dan yang menjadi penceramah adalah Dosen Prodi Bimbingan dan Konseling Islam pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK), Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya,  Dr. Cholil Umam, MPdI, yang sudah sangat lama menekuni dunia dakwah terutama di masjid-masjid di Surabaya.

Saya bersyukur bisa mendengarkan dan mengikuti ceramah yang sangat baik dari Pak Cholil. Banyak pengalaman yang diceritakannya, sehingga yang disampaikan bukan hanya pengetahuan teoretik tetapi apa yang sudah dialaminya, apa yang dilakukannya. Melalui contoh realistic  tersebut, maka para peserta pengajian menjadi merasakan bagaimana suka dan dukanya dalam berbuat syukur, sabar dan tawakkal. Dengan begitu, maka kita merasa terlibat di dalam ungkapan-ungkapan yang dicontohkannya.

Saya mencoba untuk menuliskan tentang taushiyah Ustadz Cholil dalam tiga hal, yaitu: pertama, pentingnya kesabaran. Pak Cholil bercerita pengalamannya bagaimana diuji oleh Allah untuk sabar. Beliau menyatakan: “saya itu dari sisi ekonomi sudah menjadi orang yang cukup. Rumah saya  lebih besar dibandingkan rumah Mantan Rektor dan Sekjen Kemenag. Saya merasakan bahwa rejeki yang diberikan oleh Allah kepada saya  sudah terasa berlebih. Anak-anak sekolah di lembaga pendidikan ternama di Surabaya, anak saya yang di SMA Al Hikmah bahkan bisa pergi keluar negeri karena dapat mengikuti kompetisi bergengsi. Jadi semuanya itu karena saya terus melazimkan membaca Surat Al Waqiah setiap hari, bahkan oleh guru saya diminta supaya membaca Surat Al Waqiah 41 kali dalam sekali duduk. Saya lakukan. Tetapi Allah ternyata  menguji saya dengan uang yang saya miliki sebanyak 1,7 Milyard diminta oleh Allah dalam sekejap. Saya terlibat di dalam proyek pembangunan tower PLN ternyata uang itu hangus. Kelabakan juga sebab itu bukan uang sedikit bagi PNS seperti saya. saya punya usaha mencetak buku pelajaran dan terkumpul uangnya sebanyak itu, akhirnya harus diminta oleh yang memiliki rejeki. Di sinilah saya introspeksi untuk bersabar dan tetap bersyukur. Allah mengajarkan kepada kita, agar tetap membaca hamdalah atas kenikmatan dan juga kesusahan yang kita alami.

Lebih lanjut dinyatakan: “saya itu kalau disuruh kyai tidak saya tanya, apa dan bagaimana. Pokoknya saya lakukan. Disuruh membaca Surat Al Waqiah saya lakukan, di suruh shadaqah saya lakukan. Saya setiap hari membawa minuman dan makanan. Tidak banyak 10 biji. Terkadang minuman dan roti, terkadang makanan. Pernah suatu kali saya lewat di jalan dan kemudian saya lihat ada pemulung, ternyata dia belok ke gang kecil, sehingga makanan tersebut tidak jadi saya berikan. Saya terus jalan dan sampai di Sumenep ketemu orang tua yang berjalan dan makanan itu akhirnya saya berikan. Saya berpikir, bahwa makanan itu rejekinya orang di Sumenep dan bukan rejekinya pemulung di Surabaya. Pernah juga saya membawa makanan dan jamnya sudah mepet menjelang jam 2 siang. Khawatir busuk, akhirnya ada dua orang tukang becak yang sedang tidur dan saya bangunkan untuk saya berikan makanan itu. Saya berpikir, bahwa orang yang sedang tidurpun jika Allah berkehendak memberikan rejeki pasti akan sampai ke tangannya rejeki tersebut. Subhanallah.

Kedua, kesabaran itu kuncinya sukses. Dijelaskan bahwa hanya dengan kesabaran semua masalah kehidupan akan bisa teratasi. Dinyatakannya: “saya  sama sekali tidak ahli dalam aplikasi-aplikasi. Baru saja di kampus disibukkan dengan pengisian aplikasi yang ukuran saya pasti tidak bisa. Saya melihat bagaimana sibuknya dan ruwetnya pengisian aplikasi elektronik Sistem Kinerja Pegawai (e-SKP), lalu tiba-tiba ada staf di Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang menawarkan bantuan untuk mengisi e-SKP dimaksud. Saya sediakan bahan-bahannya dan pengisian dibantunya. Ini adalah rahmatnya Allah kepada saya. Dosen yang lain pada merasa ruwet mengisi e-SKP, dan saya dibantu dengan ikhlas oleh staf pada FDK. Inilah bentuk kasih sayang Allah kepada hambanya. Saya merasakan betapa Allah itu memberikan kasih sayangnya kepada hambanya yang bersabar di dalam menghadapi problem yang dihadapinya. Yang penting berdoa agar diberikan kemudahan di dalam menghadapi kehidupan. makanya surat yang sangat sering saya baca di dalam shalat adalah surat Al Insyirah, karena di situ Allah menjanjikan bahwa pada setiap kesulitan ada kemudahan.

Ketiga, kita harus pasrah kepada Allah. Serahkan semuanya kepada Allah. Kita tidak memiliki kekuatan apa-apa, selain pasrah kepada Allah. Contoh Nabi-Nabi Allah. Nabi Ibrahim yang dibakar oleh Namrudz, maka ditawari oleh Malaikat untuk menyelamatkannya, lalu Nabi Ibrahim bertanya bagaimana cara menyelamatkannya, dijawab oleh Malaikat dengan berdoa kepada Allah, maka Ibrahim menyatakan saya bisa berdoa. Maka doanya adalah: “hasbunallah wa ni’mal wakil”, dan melalui doa sebagai washilah itu, Allah mengabulkannya sehingga api yang sifatnya membakar menjadi dingin. Nabi Musa yang dikejar oleh fir’aun juga sama. Nabi Musa berdoa kepada Allah dan diminta oleh Allah untuk memukulkan tongkatnya tiga kali ke laut Merah, dan laut terbelah sehingga Nabi Musa dan kaumnya selamat. Nabi Yunus yang marah meninggalkan umatnya, lalu naik kapal dan ternyata Nabi Yunus justru dibuang di tengah laut karena terkena undian sebagai orang yang harus dibuang ke laut agar kapalnya tidak tenggelam. Di dalam perut ikan hiu yang gelap tersebut, Nabi Yunus berdoa: “la ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minadh dhalimin. Selamatlah Nabi Yunus dan dimuntahkan ikan sehingga sampai di tepi laut. Dan yang unik, ketika Nabi Yunus itu tidak sadarkan diri, maka datanglah sapi dan memberikan susunya ke mulut Nabi Yunus. Begitulah Allah itu memberikan rahmatnya kepada orang yang pasrah. Tidak ada siapa-siapa kecuali Allah SWT.

Contoh-contoh ini dapat menjadi ibrah bagi kita semua untuk menjadi orang yang sabar, orang yang syukur dan orang yang pasrah kepada Allah. Maka bersabarlah, bersyukurlah dan tawakkal kepada Allah, semoga kita semua mendapatkan rahmatnya Allah SWT.

Wallahu a’lam bi al shawab.

TUGAS MANUSIA UNTUK  MENJAGA KEBAIKAN: THEO-ANTROPOSENTRISME

TUGAS MANUSIA UNTUK  MENJAGA KEBAIKAN: THEO-ANTROPOSENTRISME

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Ada banyak perspektif di dalam melihat kebaikan. Ada beberapa pemikiran filsafati yang mendasari tentang kebaikan. Saya hanya akan membahas tiga saja dari sekian banyak pemikiran filsafat yang mendasari cara orang melihat kebaikan. Tetapi sebelum membahas tentang kebaikan, maka apa sesungguhnya kebaikan itu? Bagi saya, kebaikan adalah pemikiran, sikap dan tindakan seseorang yang mengandung makna tidak merugikan manusia dan alam, serta berada di dalam konteks kemaslahatan.

Dari pengertian ini, maka ada beberapa hal yang perlu dipahami, yaitu: pemikiran yang terkait dengan kemaslahatan, sikap yang terkait dengan kemaslahatan, dan tindakan yang terkait dengan kemaslahatan. Sesuatu yang maslahat pasti tidak merugikan orang lain, tidak merusak alam dan variannya, dan pasti akan memberikan keuntungan bagi kehidupan manusia dan alam. Di dalam kemaslahatan tersebut dipastikan terdapat keseimbangan di dalam menjaga relasi antara alam dan manusia.

Pertama, secara filsafati,  ada kebenaran yang dipandu oleh humanisme. Pandangan humanisme terkait dengan pemahaman, sikap dan tindakan yang memanusiakan manusia. Pandangan yang menjunjung tinggi atas martabat dan harkat manusia. Humanisme menganggap bahwa manusia adalah pusat. Di dalam kajian antropologi disebut sebagai antroposentrisme, atau menempatkan manusia sebagai pusat segala-galanya.

Di dalam kehidupan ini ada orang yang menyatakan bahwa yang penting berbuat baik. Perbuatan baik tersebut tidak harus dikaitkan dengan norma agama atau norma moral yang berbasis agama. Ukuran baik dan buruk ditentukan oleh kegunaannya atau usefulness. Jika sesuatu ada manfaatnya berdasar atas ukuran pandangannya dan diterima oleh masyarakat sekitarnya, maka dianggap sebagai kebaikan. Tidak perduli apakah hal tersebut sesuai atau tidak sesuai dengan ajaran agama. Jika ada yang sama hanya dianggap sebagai kebetulan. Ada banyak orang atheis yang berpandangan dan menjadikan humanisme sebagai pilihan di dalam kehidupannya.

Kedua, secara filsafati, ada kebenaran yang dipandu oleh filsafat materialisme. Pandangan materialisme terkait dengan pemahaman, sikap dan tindakan yang mengagungkan atas kekuatan materi di dalam kehidupan manusia. Materi adalah segala-galanya. Bagi kalangan ini, maka yang baik itu selalu diukur dari aspek materi. Jika mengikuti cara berpikir kaum Marxian, maka yang menentukan perubahan social adalah ekonomi atau yang secara konseptual disebut sebagai economic determinant. Kebaikan itu ditentukan oleh bagaimana kesuksesan seseorang dalam kehidupan ekonomi. Semakin banyak materi, maka semakin baik kehidupannya. Dengan demikian untuk mengukur kebaikan itu akan ditentukan oleh seberapa kekayaan yang dimilikinya. Jadi yang dianggap berhasil adalah orang yang bisa masuk dalam daftar orang-orang kaya baik secara nasional atau internasional. Jumlahnya di dunia hanya satu persen saja.

Ketiga, secara filsafati juga dikenal kebenaran yang dipandu oleh agama. Ada ragam pandangan misalnya theosentrisme. Di dalam konteks ini, theosentrisme merupakan pemahaman, sikap dan tindakan yang menganggap Tuhan adalah segala-galanya. Pandangan serba Tuhan. Jika antroposentrisme beranggapan bahwa serba manusia, maka theosentrisme berpandangan serba Tuhan. Pandangan theosentrisme itu melihat manusia sebagai sesuatu yang pasif dan Tuhan yang aktif. Semua didesain Tuhan, dan manusia hanyalah pelaku saja. Atau dengan kata lain bisa dinyatakan sebagai serba takdir dan manusia tidak memiliki kekuasaan apapun di dalam kehidupan ini.

Di dalam Islamic theology, maka pandangan ini bisa dikaitkan dengan aliran jabariyah atau determisme. Manusia tidak memiliki kekuatan dan kekuasaan apapun, manusia hanyalah pelaku yang menjalankan desain Tuhan. Seseorang berperilaku baik atau buruk itu merupakan takdir yang sudah ditentukan oleh Tuhan. Yang lebih ekstrim, manusia masuk surga atau neraka itu sudah merupakan ketentuannya. Pandangan theosentrisme itu seakan-akan menafikan utusan Tuhan, Nabi dan Rasul, yang diberikan kekuasaan oleh Allah untuk mengajak kepada kebaikan.

Saya berpendapat bahwa diperlukan suatu konsep yang dapat mewadahi kebaikan yang berbasis pada takdir Tuhan dan upaya manusia untuk merealisasikannya. Konsep tersebut adalah theo-antroposentrisme. Kebaikan itu terletak di antara takdir Tuhan dan upaya manusia. Tuhan itu Maha Baik dan penuh dengan kebaikan. Tuhan itu Maha Kasih Sayang dan penuh dengan kasih sayang. Agar manusia berada di dalam kebaikan, maka Tuhan menurunkan Rasul dan banyak Nabi yang bertugas pada komunitas-komunitas di seluruh dunia dengan tugas membimbing manusia di dalam jalan kebaikan.

Di dalam theo-antroposentrisme, maka manusia dapat memilih di antara pilihan yang sudah didesain oleh Allah. Ada pilihan jalan yang baik dan benar serta ada pilihan jalan sesat dan salah. Semuanya sudah diberitakan oleh Rasul dan Nabi-Nabi yang bertugas untuk menjadi pengingat bagi manusia di dalam menjalani kehidupannya. Makanya dikenal ada orang yang baik dan ada orang yang jahat, yang ukurannya adalah bagaimana kehidupan yang bersangkutan didasari oleh etika yang diajarkan oleh Tuhan melalui washilah para rasul dan nabi sesuai dengan teks ajaran agama.

Kebaikan dengan demikian adalah hasil negosiasi antara etika religious dan perilaku manusia. Bisa saja ada kebenaran bagi kaum humanis meskipun tidak mendasarkan pandangannya pada teks suci, namun bagi kaum agamawan, maka kebenaran itu haruslah hasil negosiasi antara kebenaran Tuhan dan kebenaran hasil pemahaman manusia atas kebenaran Tuhan.

Jadi tetap ada negosiasi antara teks dan konteks. Ada negosiasi antara theosentrisme dan antroposentrisme. Dan tugas manusia adalah menjaga agar kebaikan tetap menjadi arus utama di dalam kehidupan.

Wallahu a’lam bi shawab.