• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MEMPERINGATI ISRA DAN MI’RAJ

MEMPERINGATI ISRA DAN MI’RAJ

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Umat Islam di seluruh dunia dipastikan memperingati satu hari yang penting di dalam kehidupan sebagai umat beragama, yaitu peristiwa Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Di Indonesia jatuh pada hari Kamis, 08/02/2023.  Isra’ dan Mi’raj dinyatakan sebagai peristiwa penting karena di dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj itu Nabi Muhammad SAW mendapatkan perintah langsung dari Allah SWT untuk menjalankan ritual penting di dalam Islam, yaitu ibadah shalat.

Nabi diperjalankan Allah pada suatu malam dari Masjid Al Haram ke Masjid Al Aqsa. Masjid Al Haram di Mekkah al Mukarramah menuju ke Masjid al Aqsa di Yerusalem. Suatu perjalanan yang sangat jauh dan tidak bisa ditempuh dalam waktu semalam kecuali oleh kekuatan yang diberikan oleh Allah SWT. Jarak antara Mekah dan Yerusalem sejauh 1.472 KM. Pada zaman itu, hanya ada kendaraan unta atau kuda, maka dapat ditempuh selama satu bulan, sekarang dengan kendaraan darat dapat ditempuh selama 17 jam. Oleh karena itu, jarak tempuh antara Masjidil Haram dan Masjidil Aqsa dalam semalam, apalagi dilanjutkan dengan Mi’raj ke langit ke tujuh, ke Sidratul Muntaha lalu ke Mustawa dan ke Arasy dalam waktu semalam tentu sesuatu yang luar biasa. Malaikat Jibril yang menemani perjalanan isra’ dan mi’raj tertahan hanya sampai di Sidratul Muntaha. Malaikat Jibril tidak diberkahi untuk melanjutkan perjalanan ke Mustawa dan Arasy. Itu haknya Allah dan tidak ada satupun makhluk yang mampu mencapainya kecuali Nabi Muhammad SAW atas ridla Allah SWT.

Jarak antara langit terjauh, andaikan itu adalah Neptunus kira-kira 4,7 miliar kilometer. Artinya tidak masuk akal jika Rasulullah kemudian menempuh perjalanan yang sedemikian jauh apalagi ditambah perjalanan ke Sidratul Muntaha dan Mustawa lalu ke Arasy, yang jaraknya tidak terekam dalam dunia ilmiah atau scientific approach. Sejauh yang bisa dilacak oleh sains adalah misalnya perjalanan ke Mars yang membutuhkan waktu selama 26 hari berdasarkan informasi terakhir. Di masa lalu, jarak tempuhnya adalah sembilan bulan atau selama 270 hari. Bayangkan Rasulullah seharusnya menempuh perjalanan selama 26 hari melalui jalan pintas atau jalan Panjang  selama 270 hari.

Perjalanan Rasulullah tersebut digambarkan sebagai perjalanan yang diberkahi Allah di sekelilingnya dan hal itu sebagai bukti atas kekuasaan Allah yang memang di luar nalar manusia. Berkah merupakan kata yang abstrak, artinya ziyadah atau tambahan. Jadi kala Allah memperjalankan Nabi Muhammad dalam waktu yang kecepatannya melebihi kecepatan  cahaya, maka dipastikan bahwa Nabi Muhammad memiliki kekuatan yang melebihi batas kekuatan manusia yang paling digdaya sekalipun. Kekuatan Nabi Muhammad SAW melebihi dan bahkan berlipat-lipat dibandingkan dengan meteor yang di kala memasuki atmosfir akan terbakar. Jadi bisa dibayangkan bahwa kekuatan Nabi Muhammad SAW sewaktu mi’raj itu melebihi kekuatan api dan kekuatan dingin, sehingga Nabi melintas dengan berkah Allah SWT.

Saya tidak bisa memastikan apakah mu’jizat Rasulullah untuk menembus langit itu akan dapat dibuktikan oleh dunia ilmu pengetahuan. Akan tetapi dengan ditemukannya jalan pintas ke Mars yang selama itu dikenal selama 270 hari akhirnya bisa dipecahkan menjadi 26 hari. Hanya Allah SWT yang mengetahuinya. Perkembangan ilmu pengetahuan yang cepat bisa memungkinkan jika di masa lalu merupakan misteri, akan tetapi akhirnya menjadi kenyataan dalam dunia sains.

Perjalanan Nabi Muhammad SAW itu digambarkan sebagai perjalanan religious yang selalu mengandung misteri. Dan inti dari perjalanan tersebut, sebagaimana dinyatakan oleh Ustadz Muhammad Firdaus Ramadlan, SHI al Hafidz, dalam khutbah Jum’at, 09/01/2024, sekurang-kurangnya ada tiga hal, yaitu: pertama, memberikan gambaran betapa pentingnya ibadah shalat. Begitu pentingnya maka Nabi Muhammad dipanggil secara langsung oleh Allah SWT. Misalnya jika seorang pemimpin memanggil bawahannya secara langsung dengan empat mata menunjukkan betapa penting misi yang harus dilakukan. Maka di kala Allah mewajibkan shalat lima kali dalam sehari dalam peristiwa Mi’raj, maka menunjukkan betapa agungnya ritual shalat bagi manusia. Nabi Muhammad SAW adalah manusia sempurna, al insan al kamil, dan sebagai rasul maka Nabi Muhammad dikaruniai kelebihan atas rasul-rasul lainnya yang diwujudkan dalam kemampuan untuk bertemu langsung kepada Allah. Semua ini adalah karena keridlaan Allah SAW atas kerasulan Nabi Muhammad SAW.

Kedua, Nabi Muhammad adalah teladan dalam kesabaran. Nabi Muhammad SAW diberi berkah oleh Allah untuk menerima wahyu secara langsung merupakan buah kesabarannya. Nabi ditinggalkan oleh dua orang yang sangat dicintainya, Khadijah dan Abu Thalib, dan Nabi Muhammad menyerahkan semua kepada Allah SWT. Jika Nabi merasa sedih tentu sangat manusiawi akan tetapi karena kepasrahan dan kesabarannya maka dihibur untuk mendapatkan wahyu secara langsung.

Ketiga, jika Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan ke Yerusalem untuk mengunjungi pusat tiga agama, Yahudi, Nasrani dan Islam, yaitu masjidil Aqsa, maka hal tersebut memberikan penjelasan bahwa relasi antara Masjidil Haram dan Masjidil Aqsa sungguh sangat bersejarah. Itulah sebabnya Nabi Muhammad menganjurkan kepada umat Islam untuk menziarahi tiga masjid, yaitu Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsa. Dulu sebelum menjadikan ka’bah di Mekah al Mukarramah sebagai kiblat dalam shalat, maka Nabi Muhammad pernah menjadikan Masjidil Aqsa sebagai kiblat.

Dengan demikian, relasi antara Yerusalem dengan Masjidil Aqsa dengan Mekkah dengan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi di Madinah merupakan relasi yang saling berdekatan. Oleh karena itu menjadi pantas jika umat Islam membela Palestina sebagai bagian tidak terpisahkan dari perjuangan umat Islam.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

 

QAULAN SADIDAN: NYATAKAN APA ADANYA

QAULAN SADIDAN: NYATAKAN APA ADANYA

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Kita hidup di dalam dunia social dengan berbagai ragam suku bangsa, etnis, dan juga tradisi. Itulah sebabnya kita hidup di tengah pluralitas dan juga multikulturalitas. Ada berbagai macam suku bangsa, etnis, penggolongan social, penggolongan agama dan juga model relasi social. Semuanya memang telah menjadi kodrat di dalam kehidupan manusia. Tidak ada suatu masyarakat yang hanya terdiri dari satu golongan social. Mungkin di masa lalu ada, tetapi sekarang di tengah kemudahan migrasi dari satu wilayah ke wilayah lain, maka peluang untuk hidup dalam pluralitas dan multikulturalitas itu sangat besar.

Di Amerika Serikat, maka terdapat suatu ras baru yang merupakan campuran antara ras kulit putih dengan kulit berwarna, yaitu orang Amerika yang berasal dari Eropa dan Orang Amerika Latin, sehingga menghasilkan satu ras baru, America-Latino. Kulit mereka tidak kemerah-merahan dan juga tidak keputih-putihan tetapi merupakan paduan di antara dua warna kulit. Misalnya penyanyi Shakira, J. Lopez, dan petinju Mohammad Ali. Merupakan hasil ras campuran yang justru terkadang eksotik warna kulitnya. Demikian pula di Eropa dan Australia. Di Indonesia kita juga melihat ras campuran antara orang kulit Putih, Eropa, dengan orang kulit berwarna, Jawa atau Sunda, yang kemudian menghasilkan ras baru, sebenarnya, yaitu ras campuran seperti Sophia Latjuba, Tamara Blezinsky, Tamara Geraldine, Cinta Laura, Mawar Eva De Jongh, Caitlin-Halderman,  dan lain-lain.

Hidup itu bagaikan berada di taman bunga. Sebuah taman bunga akan menjadi indah jika di dalamnya terdapat bunga yang warna-warni. Demikian pula di dalam kehidupan. Jika di dalam masyarakat terdapat berbagai warna kulit, ukuran badan, perangai dan prilaku yang berbeda-beda maka hidup akan menjadi indah. Itulah sebabnya kita harus memahami orang lain, tidak dengan menggunakan ukuran kita saja, akan tetapi dengan melakukan negosiasi pemahaman, sehingga akan memproduk kesepahaman yang mengasyikkan.

Saya meyakini bahwa di antara semua pedoman kehidupan baik yang berbasis agama atau social, maka sebenarnya ada yang disebut sebagai pola umum yang berlaku mendasar. Setiap ras, suku bangsa, golongan social dan agama tentu ada yang khusus yang memang menjadi inti di dalam kehidupannya, akan tetapi tentu ada yang menjadi milik bersama yang bersumber dari resources yang berbeda, misalnya berbeda agamanya tetapi ada “kesamaan” dalam hal-hal yang bercorak umum. Misalnya kesopanan, kebaikan sikap dan prilaku, dan relasi social yang sepadan, seimbang dan harmonis.

Di dalam membangun relasi social, tentu semua suku bangsa, ras, dan antar golongan memiliki hal yang sama yaitu berkata dengan jujur, apa adanya, tegas, dan tidak menyembunyikan sesuatu yang sudah diketahui oleh banyak orang. Di dalam relasi social dipastikan orang tidak suka untuk dibohongi, tidak suka dilecehkan, tidak suka untuk dikibuli, dan tidak suka untuk direndahkan.

Hidup itu memang perlu ketegasan. Perlu kejujuran. Di dalam memilih sesuatu juga harus disertai dengan ketegasan. Orang sering salah mengartikan bahwa berkata dengan tegas itu sama dengan berkata dengan keras. Padahal itu dua hal yang sangat berbeda. Jika kita menyamakan antara ketegasan dan kekerasan, maka kita akan bisa menyatakan bahwa kebanyakan orang Medan atau Papua itu keras, sebab suaranya yang memang sering keras. Padahal bersuara keras merupakan bagian dari tradisi dan gaya berbicara orang-orang tersebut.

Tegas secara Bahasa berarti mengungkapkan sesuatu apa adanya. Apa yang dinyatakan memang benar sesuai apa yang dipahami atas kenyataan yang diketahuinya. Sedangkan secara istilah tegas berarti mengungkapkan sesuatu dengan bahasa yang lugas, jujur, tidak berbelit-belit, apa adanya, dan tidak menyembunyikan sesuatu yang benar dan tidak berbasa-basi.

Ketegasan sesungguhnya sangat diperlukan di dalam semua lini kehidupan. Misalnya seorang pemimpin, maka harus memberikan perintah yang tegas sehingga dapat dipahami oleh stafnya dengan benar. Bayangkan jika perintah tersebut mengandung makna yang bermacam-macam, maka staf akan merasakan kebingungan untuk melaksanakannya. Termasuk di dalam memberikan fatwa atau judgement,  maka juga harus tegas. Jangan sampai fatwa itu membuat orang yang melaksanakannya merasakan tidak nyaman. Termasuk juga di kala harus membuat regulasi, maka pasal-demi pasal harus memberikan kejelasan apa dan bagaimana konsekuensi hukum itu bagi para pelanggarnya.

Sesungguhnya Islam sudah memberikan pesan yang sangat jelas. Qulil haqqa walau kana murran. Berkatalah yang benar walaupun dirasakan pahit. Quill haqqa itu bermakna berkata dengan jujur,  tegas, apa adanya. Bisa jadi pengungkapannya menggunakan cara yang sopan, sebab ketegasan tidak ada artinya jika kemudian justru tidak menyadarkan orang lain atau menyakiti orang lain. Ketegasan dan kesopanan itu ibarat dua sisi mata uang. Di satu sisi harus tegas, dan di sisi lain harus sopan.

Islam memberikan panduan bahwa qaulan sadidan, qulan kariman, qaulan layyinan itu tidak berdiri sendiri-sendiri tetapi merupakan satu kesatuan. Di dalam ungkapan kejujuran dan ketegasan terdapat ungkapan lemah lembut dan ungkapan yang menghargai orang lain.

Alangkah indahnya ajaran Islam dalam persoalan relasi social. Semua ini bersesuaian dengan hakikat human relation, human right, human expression, and  human dignity. Jika umat Islam dan umat agama lain bisa mengamalkan yang seperti ini, maka dijamin bahwa kerukunan, harmoni dan keselamatan dipastikan eksis di tengah kehidupan kita.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

MENGHADAPI RELASI SOSIAL KOMPLEKS; BAGAIMANA SIKAP KITA?

MENGHADAPI RELASI SOSIAL KOMPLEKS: BAGAIMANA SIKAP KITA?

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Ceramah saya pada acara Selasanan, 06/02/2024, sebagai ceramah rutin  ba’da Shubuh, di Masjid Al Ihsan diikuti oleh warga Lotus Regency dan juga Warga Sakura Regency. Tema di dalam ceramah ini bukan aspek agama an sich tetapi lebih dekat kepada pemahaman tentang relasi social dalam pandangan Islam di tengah kehidupan social yang semakin kompleks terutama pada akhir-akhir ini. Sebagaimana biasanya, maka ceramah ini saya bagi dalam tiga session, yaitu:

Pertama, tentang ungkapan rasa syukur kepada Allah bahwa kita semua yang hadir shalat jamaah Shubuh dan mengikuti ceramah ba’da shubuh ini dikaruniai kesehatan lahir dan batin, fisik dan rohani, bahkan bahkan sehat jasad, jiwa dan roh. Hal ini semua tidak lain karena rahmat Allah kepada kita semua. Ada di antara kita yang sudah di atas 60 tahun bahkan mendekati 70-an tahun, ada yang masih 50-tahunan. Tetapi semua sehat, bergas waras-wiris, tentu karena kenikmatan yang diberikan Tuhan kepada kita semua. Syukur Alhamdulillah.

Kedua, kita hidup di era yang kompleks. Serba rumit atau sering disebut sebagai era disruptif, sebuah era di mana sering terjadi gonjang ganjing, terjadi perubahan yang mendadak, terjadi situasi yang tidak nyaman tetapi kita harus menghadapinya. Kita harus mengikutinya. Kita tidak bisa melawan. Kita mengikuti perubahan cepat tersebut dengan harap-harap cemas, dan tertatih-tatih. Suatu contoh tiba-tiba terjadi pandemic Covid-19 yang mengharu biru kehidupan. Tiba-tiba harus berada di rumah, bekerja di rumah, sekolah di rumah bahkan juga ibadah di rumah. Work from home, learn at home dan ritual at home. Tetapi tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa hikmah. Dan hikmah yang dirasakan adalah dengan semakin menguatnya keinginan untuk mengikuti perubahan zaman terutama dalam bidang teknologi informasi. Belajar daring, ujian daring, silaturrahmi virtual, dan pemanfaatan media social yang juga canggih untuk kepentingan kita semua.

Era ini ditandai dengan internet of thing (IoT), big data dan artificial intelligent (AI). Hidup kita serba internet. Nyaris tidak ada rumah yang tidak terpasng Wifi. Internet sudah menjadi kebutuhan primer. Jika Hp kita tidak ada pulsanya kita bingung setengah mati. Lebih baik tidak sarapan pagi dari pada kehabisan pulsa. Memang hidup menjadi lebih efektif dengan internet. Misalnya ada perusahaan yang menerapkan prinsip “selama ada internet, selama itu pula bisa bekerja”. Internet sudah menjadi kebutuhan tidak hanya dunia industry, perusahaan, Lembaga Pendidikan dan bahkan juga masyarakat luas.  Melalui kehadiran internet, maka tumbuh dengan subur kewirausahaan on line, perdagangan on line, dan juga munculnya start up terutama di kalangan generasi milenial. Era ini lalu disebut dengan era digital.

Lalu, big data juga memberikan dampak yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Melalui big data, maka tidak ada yang tidak bisa dilakukan. Bahkan ada analisis bahwa pekerjaan-pekerjaan yang selama ini membutuhkan analisis secara komprehensip, dari berbagai sudut pandang, maka dapat diselesaikan dengan mudah dan cepat melalui penguasaan big data. Bahkan konon katanya keputusan hukum pun bisa diselesaikan oleh hasil analisis dari big data. Hakim tinggal menggunakan keputusannya.

Kemudian juga AI. Kita juga hidup di era AI, dan salah satu wujud kongkritnya adalah robot. Ada banyak robot yang telah diciptakan. Robot penjaga toko, robot pelayan rumah tangga, sampai robot untuk pelayanan kebutuhan orang dewasa, khususnya kaum lelaki. Di China sudah diciptakan robot Hori, yang bisa berbahasa 87 bahasa dunia, dan menggunakan bahan-bahan yang mirip dengan manusia. Saya tidak tahu apa saja bahannya. Tahun ini sudah bisa dipasarkan di dunia. Melalui AI, maka mobil juga tidak perlu sopir. Jika kita ke China, dan berkeinginan untuk rekreasi, maka sudah tersedia mobil tanpa sopir yang siap mengantarkan kita ke mana saja kita berkeinginan. Sungguh luar biasa.  Kita bisa mendengarkan suara Presiden Soeharto, bukan pembicaraan di masa lalu, tetapi pembicaraan Pak Harto menghadapi masa sekarang. Suara, gerak bibir dan kontennya sangat luar biasa. Kita juga bisa menikmati sajian music duet antara Elvis Presley yang sudah wafat dengan anaknya, Lisa Presley, dalam tayangan yang sungguh sangat hidup dan menggambarkan bahwa keduanya sezaman. Semua ini adalah ulah AI. Sungguh luar biasa.

Ketiga, gunakan prinsip ajaran Islam untuk menghadapi semerbaknya unggahan dari berbagai channel dan berbagai kontennya. Ada dua prinsip penting sebagai basis di dalam kita melaksanakan relasi social yang kompleks. Yaitu qoulan kariman adalah berbicara atau mengupload sesuatu dengan prinsip memuliakan orang lain. Di dalam prinsip ini, maka jika kita menerima atau mengunggah kontens atau pesan agar dipertimbangkan, apakah yang saya unggah ini tidak membuat orang merasa terciderai. Apakah orang di seberang sana tidak merasa terdholimi, atau merasa tidak nyaman hatinya. Prinsipnya kita harus menghormati orang lain. Jika kita ingin dihormati, maka kita juga harus menghormati, begitulah adanya.

Kita juga harus berkata yang lemah lembut meskipun menghadapi orang yang dholim sekalipun. Sebagaimana pesan Allah kepada Nabi Musa dan Nabi Harun yang dmintanya untuk qaulan layyinan, atau berkata yang lemah lembut meskipun harus menghadapi orang yang sangat sombong, keras kepala, jahat dan dholim sekalipun. Sebagaimana Allah pesankan kepada kedua Nabi dimaksud, bahwa dengan pernyataan yang lemah lembut tersebut akan terdapat dua peluang, yaitu mengingat kebenaran Allah atau takut akan adzab Allah.

Di dalam menghadapi era sekarang ini, dengan eksplosi informasi, merebaknya pembunuhan karakter dan juga bullying, maka kita tetap harus menggunakan prinsip sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW berdasarkan wahyu Allah, lakukan semuanya dengan pernyataan yang lemah lembut dan pernyataan yang memuliakan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

QAULAN KARIMAN DALAM RELASI SOSIAL

QAULAN KARIMAN DALAM RELASI SOSIAL

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Zaman ini disebut era teknologi informasi pada tahapan Era Revolusi Industri 4.0. Zaman serba digital. Sebuah era yang ditandai dengan cyber war dalam arena  proxy war. Sebuah era di mana terjadi “perang” cyber yang menggunakan teknologi informasi dan salah satunya adalah media social. Ada banyak sarananya, misalnya Artificial intelligent, big data dan internet of thing.

Sesungguhnya manusia memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan, baik secara cepat atau lambat. Di masa lalu tidak terpikirkan bahwa perkembangan tata cara berkomunikasi berlangsung secepat ini. Tetapi melalui teknologi android semuanya berubah. Dari komunikasi tatap muka, orang perorang ke komunikasi virtual. Sebuah model baru dalam berkomunikasi yang tidak dibatasi oleh jarak. Bayangkan sekarang dengan mudah orang mengetahui apa yang dilakukan oleh kerabatnya. Ambil contoh, misalnya ada kerabatnya yang pergi umrah, maka pada the real time diketahui apa yang dilakukannya. Hanya berbeda jam saja. Tetapi mereka bisa berkomunikasi secara langsung tanpa jeda.

Sungguh kita sedang dimanjakan oleh media social dalam kehidupan. Melalui media social, maka apapun bisa dicari dan ditemukan.  Jika kita ingin mengetahui apa yang kita perlukan, maka dengan google search, maka akan dapat ditemukan jawabannya. Kita tidak perlu bertanya kepada orang lain, bahkan bertanya kepada kyai jika ada masalah-masalah agama. Semuanya serba instan untuk dicari di dalam media social.

Namun yang menjadi problem dewasa ini dalam kaitannya dengan media social adalah bagaimana seharusnya melakukan komunikasi. Media social sebagai media ekspresi ternyata sangat rentan dengan problem etika. Ada etika social yang terkadang dilupakan di kala melakukan relasi social. Terutama di saat politik sedang merebak. Milsanya pilkada, pilgub dan pilpres, termasuk pilpres tahun 2024.

Islam sesungguhnya sudah memberikan panduan tentang bagaimana seharusnya melakukan komunikasi yang baik atau relasi social yang membahagiakan. Di antara prinsip di dalam berkomunikasi baik lesan atau verbal atau dengan non verbal, maka harus menggunakan prinsipqaulan kariman.

Secara lughawi atau kebahasaan, qaulan berarti perkataan dan kariman adalah kemuliaan. Berasal dari Bahasa Arab qala artinya berkata atau fi’il atau kata kerja, dan karama yang artinya memuliakan. Karama adalah kata kerja atau fi’il. Karaman adalah kata benda atau isim yang berarti kemuliaan. Qaulan kariman berarti perkataan yang memuliakan, atau pernyataan yang  menyenangkan atau ungkapan yang membuat orang lain bahagia.

Di dalam kehidupan, suka atau tidak suka, senang atau tidak senang, kita mesti melakukan komunikasi dengan orang lain. Andaikan kita orang yang ekstrovert, tetapi dipastikan bahwa kita tetap akan berkomunikasi dengan orang lain. Meski komunikasi tersebut sangat terbatas. Beruntunglah jika menjadi orang yang introvert, maka kita dapat  melakukan komunikasi dalam banyak hal. Baik kita menjadi orang yang introvert atau ekstrovert, akan  tetapi tetap saja kita harus menggunakan etika dalam berkomunikasi.

Etika tersebut adalah pedoman berkomunikasi dengan memuliakan orang lain sebagai  lawan bicara. Ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu: pertama, pembicaraan yang menghormati atas lawan bicara. Kita harus memuliakan sesama manusia. Jangan sampai pembicaraan  kita membuat orang lain merasa direndahkan. Manusia memiliki harkat dan martabat yang harus dipahami sebagai sesama manusia. Jika kita berusia lebih muda, maka sangat layak jika kita memuliakan orang yang lebih tua. Jangan sampai karena kelebihan ilmu atau apapun menghilangkan keinginan untuk memuliakan orang yang lebih tua usianya.

Kedua, menghormati lawan bicara. Salah satu kebutuhan manusia yang termasuk kebutuhan sekunder adalah keinginan untuk dihormati. Menghormati orang lain yang berbicara dengan kita hendaknya dilakukan dengan perkataan yang bisa membuat hatinya senang dan merasakan ditinggikan derajatnya. Kita akan dihormati orang jika kita menghormati orang. Kita juga akan dimuliakan orang jika kita memuliakan orang. Kita akan marasa senang jika kita menyenangkan orang lain. Prinsipnya, bahwa menghormati orang lain adalah “kewajiban” kita dalam relasi social.

Ketiga, gunakan kesantunan. Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang mengedepankan sopan dan santun. Masyarakat Indonesia dikenal oleh warga dunia sebagai masyarakat yang memiliki keramahan dan kesantunan di dalam pergaulan. Oleh karena itu sudah seharusnya jika sopan santun tersebut menjadi ukuran bagi kita semua. Tidak ada yang lebih baik dibandingkan dengan pergaulan yang berbasis kesantunan. Tidak ada yang lebih hebat dibandingkan dengan relasi social yang mengedepankan rasa persaudaraan yang berbasis pada penghormatan, kemuliaan dan kesetaraan.

Sebagai umat Islam tentu kita merasa senang bahwa Islam mengajarkan mengenai bagaimana seharusnya membangun relasi social berbasis pada prinsip qaulan kariman. Tidak hanya dalam berbicara tetapi juga di kala kita mengunggah postingan, berkirim pesan melalui  WhatsApp, twitter, Instagram dan sebagainya.

Jangan sampai kita terprovokasi untuk mengunggap pesan yang tidak berbasis pada qaulan kariman. Bayangakanlah bahwa jika kita tidak suka dengan unggahan yang membuat kita marah, maka juga jangan kita mengunggah pesan yang membuat orang marah. Jadikanlah hidup kita bahagia  karena membahagiakan orang lain.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

QAULAN MA’RUFAN DI TENGAH KEHIDUPAN SOSIAL

QAULAN MA’RUFAN DI TENGAH KEHIDUPAN SOSIAL

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Kita hidup di era media social. Kita nyaris tidak bisa dipisahkan dengan media social. Hampir setiap saat kita membuka tayangan video seperti  tik tok, youtube yang tersaji sedemikian variative yang menyita perhatian dan waktu. Sungguh kita sudah kerasukan media social sedemikian parahnya, sehingga setiap waktu luang dipastikan kita akan melihat dan mendengarkan tayangan berbagai macam hal lewat hand phone. Apa saja tersedia di dalam media social. Mulai pesan keagamaan, pesan politik, pesan ekonomi, pesan birokrasi, pesan hiburan atau entertainment baik yang sopan, yang bernilai atau yang tidak terkontrol dari sisi etika.

Di dalam kerumunan, misalnya terminal,  bandara, kafe dan bahkan di dalam birokrasi, maka akan dapat dilihat betapa riuhnya mereka bercengkerama dengan Hand phone masing-masing. Bahkan dua sorang suami-istri yang duduk berdampingan, masing-masing sibuk dengan gadgetnya. Suami tidak diperhatikan atau istri tidak diperhatikan. Dunia mereka berada di dalam genggamannya. Ada yang sibuk nonton tayangan di Tik Tok, dan ada yang sibuk membaca pesan-pesan di WhatsApp, atau mendengarkan music atau obrolan santai.

Saya hanya akan membahas tentang relasi social dan bagaimana panduan etikanya. Kita hidup di dalam relasi social. Kita tidak hidup sendirian di dalam dunia. Kita memerlukan orang lain untuk berkomunikasi, berdialog, bertemu muka atau saling berkirim informasi dan sebagainya. Hanya ada di dalam cerita manusia yang hidup sendirian, seperti cerita Robinson Crusoe atau Hay bin Yaqdhan. Manusia yang hidup dalam kesendirian dan ditemani oleh hewan-hewan lainnya. Tetapi itu hanya fiksi. Yang jelas bahwa kita memerlukan orang lain di dalam kehidupan. Kala Nabi Adam kesepian di Surga, maka Allah menurunkan manusia dalam jenis lain, Hawwa, untuk menemaninya. Surga menjadi semarak karena hadirnya perempuan yang dipersonifikasikan dengan Hawwa. Terlepas bagaimana cerita berikutnya, tetapi sesungguhnya manusia memerlukan manusia lainnya di dalam kehidupan.

Islam mengajarkan tentang tatakrama di dalam membangun relasi social. Pedoman etika tersebut adalah qaulan ma’rufa. Ajaran Islam merupakan seperangkat pedoman yeng berisi kebaikan untuk dilaksanakan dan keburukan yang harus ditinggalkan. Selain itu juga ada yang dianjurkan, ada yang sebaiknya ditinggalkan atau kebolehan untuk dilakukan. Inilah yang disebut sebagai af’alul khomsa. Yaitu diwajibkan, dilarang, disunnahkan, dimakruhkan dan dimubahkan.  Berkata  yang baik, memuliakan, dan menyenangkan hati lawan bicara atau sasaran pembicaraan merupakan amalan yang dianjurkan. Bahkan cenderung untuk diwajibkan. Atau disebut sebagai sunnah muakkad atau sunnah yang mendekati wajib atau keharusan. Sebagai ajaran yang momot dengan etika atau hubungan baik dengan sesama manusia, maka Islam tentu sangat menganjurkan agar seseorang berkata dalam konsep qaulan ma’rufan.

Ma’rufa berasal dari Bahasa Arab yang artinya adalah kebaikan yang berlaku di dalam suatu masyarakat. Kata ma’ruf merupakan kebaikan yang terdapat di dalam lingkungan suatu masyarakat atau komunitas, yang bersumber dari nilai social berpadu dengan nilai keagamaan. Perlu ditambahkan dengan nilai keagamaan, sebab ada juga suatu masyarakat yang menggunakan nilai social saja atau norma social yang ternyata tidak sesuai dengan norma agama. Nilai atau value adalah pandangan dan tindakan yang bercorak “relative” yang belum tentu menjadi acuan di dalam tindakan. Sedangkan norma atau norm adalah pandangan atau tindakan yang “mengikat” bagi suatu komunitas sebab telah menjadi kesepakatan, meskipun tidak tertulis. Norma tersebut  mengikat pandangan dan tindakan masyarakat karena dapat berimplikasi pada sangsi social. Misalnya seseorang yang berkata kasar maka orang akan menghindarinya, karena khawatir dikenai ucapan yang menyebabkan sakit hati. Upaya untuk menghindarinya merupakan sangsi social yang dikenakan oleh masyarakat dalam lingkungannya.

Islam mengajarkan tentang sopan santun di dalam berbicara atau mengungkapkan segala sesuatu baik vebal maupun non verbal. Di dalam Alqur’an dijelaskan di dalam Surat An Nisa’ ayat 5 dan 8, dan Al Baqarah 235 dan 263 dan Al Ahzab ayat 32. Secara istilah qaulan ma’rufa adalah perkataan atau pernyataan yang baik, mengandung kesopanan atau kesantunan, tidak menyakiti hati lawan bicara atau sasaran pernyataan dan juga berisi ungkapan mengingatkan dengan bahasa yang santun dan baik. Di dalam Surat Al Ahzab ayat 32 dijelaskan sebagai berikut: “wahai istri-istri Nabi kamu tidak seperti perempuan-perempuan lain jika kamu bertaqwa, maka janganlah tunduk (melemah-lembutkan suara) dalam berbicara sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah dengan perkataan yang baik”. Ayat ini memang khitabnya kepada istri Nabi, tetapi sesungguhnya memiliki makna generic bahwa manusia harus berkata atau membuat pernyataan yang berada di dalam koridor yang baik.

Manusia berada di dalam lingkungan social yang variative. Plural  dan multicultural. Dipastikan bahwa yang bersangkutan selalu berhubungan dengan individu lain. Manusia memiliki berbagai perangai, pandangan, sikap dan tindakan yang bermacam-macam. Oleh karena itu juga akan terjadi keragaman di dalamnya. Ada yang berbudi halus, ada yang kasar. Ada yang gaya berbicaranya meledak-ledak dan ada yang lembah lembut. Ada yang sangat sopan tetapi juga ada yang kasar. Inilah realitas kehidupan social.

Meskipun demikian, Islam tetap mengajarkan agar kita berlaku baik dalam relasi social dimaksud. Tidak boleh berkata atau menyatakan sesuatu dengan bahasa yang menyinggung perasaan, yang bisa membuat hati orang lain terluka. Islam sedemikian baiknya mengajari manusia agar selalu berada di dalam koridor menjaga relasi social atau hablum minan nas dengan tetap mengedepankan kebaikan perkataan, kebaikan sikap dan kebaikan tindakan.

Islam itu sedemikian agungnya mengajari manusia untuk membuat pernyataan yang santun, yang membuat orang merasakan kebahagiaan kala bertemu dan berbicara atau merasakan kedamaian. Islam mengajarkan fal yaqul khoiron,  atau berkata yang baik. Islam mengajarkan berkata yang qaulan ma’rufan atau berkata yang penuh dengan kesopanan.

Kita sedang berada di dalam era unggahan berbagai tayangan yang kebanyakan tidak sesuai dengan koridor ajaran Islam. Kita menyaksikan ada banyak hoaks, ada banyak ungkapan yang bahkan membunuh karakter apalagi menghadapi pilpres pada tahun 2024. Di media social bergentayangan berita dan informasi yang sungguh diperlukan kesabaran untuk menghadapinya. Ada suasana saling menyerang dengan pernyataan, yang intinya membela kelompoknya dan menghancurkan kelompok lain.

Sungguh di dalam keadaan seperti ini, marilah kita kembali kepada ajaran Islam, agar kita selalu berada di dalam moralitas qaulan ma’rufan agar kehidupan yang damai dan harmonis itu tidak tereduksi oleh berbagai unggahan di dalam media social. Kita harus menjaga masyarakat, negara dan bangsa  agar tetap berada di dalam kerukunan dan kedamaian.

Wallahu a’lam bi al shawab.