• May 2024
    M T W T F S S
    « Apr    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

QAULAN MA’RUFAN DI TENGAH KEHIDUPAN SOSIAL

QAULAN MA’RUFAN DI TENGAH KEHIDUPAN SOSIAL

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Kita hidup di era media social. Kita nyaris tidak bisa dipisahkan dengan media social. Hampir setiap saat kita membuka tayangan video seperti  tik tok, youtube yang tersaji sedemikian variative yang menyita perhatian dan waktu. Sungguh kita sudah kerasukan media social sedemikian parahnya, sehingga setiap waktu luang dipastikan kita akan melihat dan mendengarkan tayangan berbagai macam hal lewat hand phone. Apa saja tersedia di dalam media social. Mulai pesan keagamaan, pesan politik, pesan ekonomi, pesan birokrasi, pesan hiburan atau entertainment baik yang sopan, yang bernilai atau yang tidak terkontrol dari sisi etika.

Di dalam kerumunan, misalnya terminal,  bandara, kafe dan bahkan di dalam birokrasi, maka akan dapat dilihat betapa riuhnya mereka bercengkerama dengan Hand phone masing-masing. Bahkan dua sorang suami-istri yang duduk berdampingan, masing-masing sibuk dengan gadgetnya. Suami tidak diperhatikan atau istri tidak diperhatikan. Dunia mereka berada di dalam genggamannya. Ada yang sibuk nonton tayangan di Tik Tok, dan ada yang sibuk membaca pesan-pesan di WhatsApp, atau mendengarkan music atau obrolan santai.

Saya hanya akan membahas tentang relasi social dan bagaimana panduan etikanya. Kita hidup di dalam relasi social. Kita tidak hidup sendirian di dalam dunia. Kita memerlukan orang lain untuk berkomunikasi, berdialog, bertemu muka atau saling berkirim informasi dan sebagainya. Hanya ada di dalam cerita manusia yang hidup sendirian, seperti cerita Robinson Crusoe atau Hay bin Yaqdhan. Manusia yang hidup dalam kesendirian dan ditemani oleh hewan-hewan lainnya. Tetapi itu hanya fiksi. Yang jelas bahwa kita memerlukan orang lain di dalam kehidupan. Kala Nabi Adam kesepian di Surga, maka Allah menurunkan manusia dalam jenis lain, Hawwa, untuk menemaninya. Surga menjadi semarak karena hadirnya perempuan yang dipersonifikasikan dengan Hawwa. Terlepas bagaimana cerita berikutnya, tetapi sesungguhnya manusia memerlukan manusia lainnya di dalam kehidupan.

Islam mengajarkan tentang tatakrama di dalam membangun relasi social. Pedoman etika tersebut adalah qaulan ma’rufa. Ajaran Islam merupakan seperangkat pedoman yeng berisi kebaikan untuk dilaksanakan dan keburukan yang harus ditinggalkan. Selain itu juga ada yang dianjurkan, ada yang sebaiknya ditinggalkan atau kebolehan untuk dilakukan. Inilah yang disebut sebagai af’alul khomsa. Yaitu diwajibkan, dilarang, disunnahkan, dimakruhkan dan dimubahkan.  Berkata  yang baik, memuliakan, dan menyenangkan hati lawan bicara atau sasaran pembicaraan merupakan amalan yang dianjurkan. Bahkan cenderung untuk diwajibkan. Atau disebut sebagai sunnah muakkad atau sunnah yang mendekati wajib atau keharusan. Sebagai ajaran yang momot dengan etika atau hubungan baik dengan sesama manusia, maka Islam tentu sangat menganjurkan agar seseorang berkata dalam konsep qaulan ma’rufan.

Ma’rufa berasal dari Bahasa Arab yang artinya adalah kebaikan yang berlaku di dalam suatu masyarakat. Kata ma’ruf merupakan kebaikan yang terdapat di dalam lingkungan suatu masyarakat atau komunitas, yang bersumber dari nilai social berpadu dengan nilai keagamaan. Perlu ditambahkan dengan nilai keagamaan, sebab ada juga suatu masyarakat yang menggunakan nilai social saja atau norma social yang ternyata tidak sesuai dengan norma agama. Nilai atau value adalah pandangan dan tindakan yang bercorak “relative” yang belum tentu menjadi acuan di dalam tindakan. Sedangkan norma atau norm adalah pandangan atau tindakan yang “mengikat” bagi suatu komunitas sebab telah menjadi kesepakatan, meskipun tidak tertulis. Norma tersebut  mengikat pandangan dan tindakan masyarakat karena dapat berimplikasi pada sangsi social. Misalnya seseorang yang berkata kasar maka orang akan menghindarinya, karena khawatir dikenai ucapan yang menyebabkan sakit hati. Upaya untuk menghindarinya merupakan sangsi social yang dikenakan oleh masyarakat dalam lingkungannya.

Islam mengajarkan tentang sopan santun di dalam berbicara atau mengungkapkan segala sesuatu baik vebal maupun non verbal. Di dalam Alqur’an dijelaskan di dalam Surat An Nisa’ ayat 5 dan 8, dan Al Baqarah 235 dan 263 dan Al Ahzab ayat 32. Secara istilah qaulan ma’rufa adalah perkataan atau pernyataan yang baik, mengandung kesopanan atau kesantunan, tidak menyakiti hati lawan bicara atau sasaran pernyataan dan juga berisi ungkapan mengingatkan dengan bahasa yang santun dan baik. Di dalam Surat Al Ahzab ayat 32 dijelaskan sebagai berikut: “wahai istri-istri Nabi kamu tidak seperti perempuan-perempuan lain jika kamu bertaqwa, maka janganlah tunduk (melemah-lembutkan suara) dalam berbicara sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah dengan perkataan yang baik”. Ayat ini memang khitabnya kepada istri Nabi, tetapi sesungguhnya memiliki makna generic bahwa manusia harus berkata atau membuat pernyataan yang berada di dalam koridor yang baik.

Manusia berada di dalam lingkungan social yang variative. Plural  dan multicultural. Dipastikan bahwa yang bersangkutan selalu berhubungan dengan individu lain. Manusia memiliki berbagai perangai, pandangan, sikap dan tindakan yang bermacam-macam. Oleh karena itu juga akan terjadi keragaman di dalamnya. Ada yang berbudi halus, ada yang kasar. Ada yang gaya berbicaranya meledak-ledak dan ada yang lembah lembut. Ada yang sangat sopan tetapi juga ada yang kasar. Inilah realitas kehidupan social.

Meskipun demikian, Islam tetap mengajarkan agar kita berlaku baik dalam relasi social dimaksud. Tidak boleh berkata atau menyatakan sesuatu dengan bahasa yang menyinggung perasaan, yang bisa membuat hati orang lain terluka. Islam sedemikian baiknya mengajari manusia agar selalu berada di dalam koridor menjaga relasi social atau hablum minan nas dengan tetap mengedepankan kebaikan perkataan, kebaikan sikap dan kebaikan tindakan.

Islam itu sedemikian agungnya mengajari manusia untuk membuat pernyataan yang santun, yang membuat orang merasakan kebahagiaan kala bertemu dan berbicara atau merasakan kedamaian. Islam mengajarkan fal yaqul khoiron,  atau berkata yang baik. Islam mengajarkan berkata yang qaulan ma’rufan atau berkata yang penuh dengan kesopanan.

Kita sedang berada di dalam era unggahan berbagai tayangan yang kebanyakan tidak sesuai dengan koridor ajaran Islam. Kita menyaksikan ada banyak hoaks, ada banyak ungkapan yang bahkan membunuh karakter apalagi menghadapi pilpres pada tahun 2024. Di media social bergentayangan berita dan informasi yang sungguh diperlukan kesabaran untuk menghadapinya. Ada suasana saling menyerang dengan pernyataan, yang intinya membela kelompoknya dan menghancurkan kelompok lain.

Sungguh di dalam keadaan seperti ini, marilah kita kembali kepada ajaran Islam, agar kita selalu berada di dalam moralitas qaulan ma’rufan agar kehidupan yang damai dan harmonis itu tidak tereduksi oleh berbagai unggahan di dalam media social. Kita harus menjaga masyarakat, negara dan bangsa  agar tetap berada di dalam kerukunan dan kedamaian.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

Categories: Opini
Comment form currently closed..