• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PANCASILA DI ERA REFORMASI

Pemerintahan Indonesia telah berjalan dalam kurun waktu yang cukup lama, yaitu selama 66 tahun. Selama itu telah terdapat berbagai tantangan dan hambatan yang menghadang terhadap perjalanan negara ini. Ada sekian kasus yang dapat dilihat di dalam perjalanan bangsa ini.
Di antara yang penting adalah bagaimana bangsa ini secara tegas berhadapan dengan berbagai ideologi yang ingin masuk dan menggantikan ideologi yang sudah menjadi konsensus bersama. Pancasila dihadapkan dengan berbagai idologi lain, misalnya sosialisme-komunisme, kapitalisme-materialisme, Islamisme-fundamentalisme dan sebagainya.
Pancasila sesungguhnya adalah nafas bangsa Indonesia. Hal ini tentu saja disebabkan oleh peran Pancasila di dalam kehidupan bangsa ini. Pancasila menempati posisi yang sangat strategis di tengah kehidupsn bangsa Indonesia yang plural dan multikultural. Bisa dibayangkan seandainya kita sebagai bangsa kemudian tidak memiliki common platform yang sama untuk menjadi bangsa.
Seandainya bangsa ini tidak memiliki sinergi yang jelas antara satu dengan lainnya, yaitu harus ada nilai yang disepakati bersama, ada core nilai yang share di antara semua warga, dan tujuan bersama serta ada tindakan yang bisa dilakukan secara bersama-sama, maka bangsa ini tentu tidak ada. Makanya, kehadiran Pancasila di dalam kehidupan bangsa Indonesia tentu menjadi sesuatu yang sangat penting.
Falsafah bangsa ini memang perlu dikaji secara terus menerus. Jangan sampai sebsgaimana yang kita lihat dewasa ini. Salah satu kelemahan bangsa ini, terutama terkait dengan kepemimpinan adalah petubahan kepemimpinan di Indonesia adalah pemimpin baru selalu mengahibisi seluruh hal yang dikerjakan dan diimpikan oleh pemimpin sebelumnya. Ada keinginan untuk menbuat sejarahnya sendiri-sendiri, sehingga dirinyalah yang akan menjadi hero. Itulah sebabnya bangsa ini selalu berada di posisi awal dan tidak berada diposisi lanjutan.
Salah satunya adalah ketika Pancasila dikembangkan melalui program yang jelas, seperti penataran P4, maka program ini kemudian dihabisi oleh lainnya atau penerusnya, sebab program tersebut dilakukan oleh lawan politiknya, seakan bahwa yang dilakukan oleh pemerintahan yang lalu, adalah sesuatu yang salah dan jelek, sehingga harus dihapuskan.
Falsafah bangsa adalah falsafah hidup bangsa yang mencerminkan konsepsi yang menyeuruh dengan menempatkan haat dan martabat manusia sebgai fakyor yang sentral. Wawasan dan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancsila secara kultural yang tertanam dalam hati sanubari, watak kepribadiannya yang dicerminkan di dalam tindakannya.
Bangsa ini memang harus belajar terhadap membangun kesinambungan perencanaan pembangunan dari negara lain. Belajar memahami mana yang salah untuk dibenarkan dan yang benar untuk dilanjutkan. Dari orde baru tentu ada juga yang baik adalah tentang pembudayaan Pancasila yang dilakukannya. Kemudian dipelajari bagaimana kelemahan dan kekuatannya dan bukan membuang semuanya ke dalam sampah.
Sebsgai ideologi negara, Pancasila tentu merupakan nilai dasar bangsa yang tidak boleh dilepas begitu saja. Pancasila harus menjadi living ideology dan bukan hanya discourse ideology.
Di Malaysia, misalnya juga terjadi perubahan kepemimpinan nasional, akan tetapi program jangka panjangya tidak berubah, sebab program jangka panjang tersebut dibuat berdasarkan visi untuk menjadi The Truely Asia. Memang harus diakui bahwa ada peredaan suksesi di Indonesia dan Malaysia, akan tetapi mimpi bangsa untuk menjadi bangsa besar di dunia tentu saja tidak bisa diabaikan begitu saja.
Di masa lalu kita telah memiliki Garis-Garis Besar Haluan Negara yang sudah dibangun berdasarkan konsepsi yang kuat, maka semestinya konsepsi itulah yang dikaji ulang dan diambil manfaatnya. Sementara itu hampir selama orde reformasi tidak didapatkan hakuan negara yang jelas. Dan semua di antara kita tahu, baru pada akhir-akhlir ini kemudian kita rumuskan kembali Kebijakan Strategis Nasional (jakstranas) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) bagi arah pembangunan di Indonesia.
Akan tetapi yang jauh lebih penting adalah bagaimana mengawal JAKSTRANAS dan RPJP tersebut menjadi action yanh disaari oleh semua pihak dan kemudian bisa mengubah masyarakat menjadi lebih sejahtera sebagai tujuan untuk hidup betbangsa.
Wallahu a’lam bi al shawab.

PROBLEM PANCASILA DAN KARAKTER BANGSA

Pagi ini saya memperoleh ceramah yang sangat penting dari Prof. Dr. Daoed Yoesoef, tentang Filsafat Pancasila dalam kaitannya dengan Pembangunan Karakter Bangsa. Tetapi yang penting dipahami apakah yang dibangun adalah karakter bangsa atau karakter warga negaranya.
Secara historis, harus disadari bahwa Indonesia ini adalah suatu kreasi yang harus disempurnakan secara terus menerus. Penciptaan ini berbeda dengan ciptaan Tuhan yang berangkat dari ex nihilo, akan tetapi kreasi manusia itu berangkat dari yang sudah ada. Ada konsep toponimi atau ilmu yang mengkaji tentang asal usul nama, yang berisi tentang apa asal usul nama Indonesia. Seorang Antropolog (Earl) memberi nama penduduk di suatu wilayah selatan India, yang disebut Indonessos dan kemudian diterima oleh antropolog lain. Nama itu kemudian diganti oleh Adolf Bastian menjadi Indonezian. Dan kemudian M. Hatta, ketika memimpin organisasi di negeri Belanda dan menamakan organisasinya adalah Perhimpunan Indonesia.
Perlu waktu untuk menerima Indonesia sebagai nama suatu negara. Nama Indonesia harus dibanggakan sebab dia adalah nama yang diciptakan oleh para ilmuwan yang berbeda dengan Filipina yang berasal dari nama raja yang menjajahnya, meskipun mereka bangga sebagai bangsa. Aku adalah Philipino.
Ernest Renan di Sorbone menyatakan “what is a nation” yang disimpulkan bahwa ada kesamaan dan kemauan untuk hidup bersama, kemudian juga Sumpah Pemoeda, yang ingin menyatakan bahwa untuk menjadi bangsa maka harus ada sumpah yang diucapkannya, yaitu bertanah air satu tanah air Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia dan berbahasa satu bahasa Indonesia. Ketika bangsa Indonesia menyatakan untuk menjadi bangsa Indonesia, maka bangsa ini sudah maju, misalnya orang Jawa sudah memiliki sastra yang tinggi, misalnya sudah ada Serat Centini, yang oleh Raffles dinyatakan sebagai Javanese Ensiclopaedia. Kasus lagu Malaysia adalah lagu yang dinyanyikan oleh Orang Pantai Medan dengan judul Terang Bulan. Anehnya lagu itu sekarang dilarang dinyanyikan di Indonesia sebab dianggap menghina bangsa Malaysia. Berbeda dengan Lagu Indonesia Raya yang diciptakan oleh Wage Rudolf Soepratman, yang khas Indonesia.
Ketika Indonesia merdeka, maka kita membentuk bangsa baru, sebagaimana orang Amerika yang juga sama akan membentuk bangsa baru. Hanya saja bedanya adalah orang Amerika terdiri dari orang-orang yang memutuskan untuk keluar dari negaranya. Makanya, mereka mudah untuk menerima bangsa baru tersebut. Sedangkan bangsa Indonesia terdiri dari masyarakat yang memang sudah ada di situ, sehingga untuk menjadi satu memang lebih sulit. Dalam kasus orang Dayak, maka dulu mereka bahagia dengan hutannya, akan tetapi sekarang mereka dikejar-kejar, akan tetapi anehnya orang luar dilindungi untuk menebang hutan. Makanya untuk apa menjadi satu jika ternyata justru tidak bahagia. Soekarno menyatakan bahwa kemerdekaan adalah jembatan emas, sedangkan Hatta menyatakan bahwa kita akan membangun dunia di mana semua orang merasa bahagia.
Untuk menjadi bangsa yang kuat, Soekarno menciptakan Pancasila. Akan tetapi Pancasila belum merupakan filsafat bangsa. Pancasila baru bagian-bagian yang dikumpulkan menjadi satu, yang disebut Pancasila. Sebagai bagian-bagian yang terkumpul, maka tentu ada keanehan, misalnya Ketuhanan Yang Maha Esa yang kemudian diredusir menjadi Keagamaan yang Maha Esa. Ketuhanan direduksi di dalam ritual-ritual. Itu artinya mereduksi nilai-nilai final menjadi nilai-nilai instrumental. Ketuhanan itu lalu diartikan oleh kaum mayoritas dan seringkali mendiskriminasi yang minoritas.
Pada era reformasi ini, maka terjadi berbagai ketidakberesan di banyak level. Misalnya, pimpinan daerah dapat mengangkat kepala diknas dari penjaga kuburan atau ada juga kepala dinas pemadaman kebakaran yang diangkat menjadi kepala dinas pendidikan. Jadi memang ada kesalahan di dalam mengelola negara ini, di mana terjadi plutokrasi, yaitu hanya orang kaya yang bisa menjadi pemimpin dalam level apapun. Mestinya segala sesuatu dikelola oleh yang profesional.
Di Perancis, profesionalitas dan keahlian memang dihargai. Akan tetapi tiak semua keahlian tersebut bisa dianugerahi gelar doktor honoris causa. Di Sorbonne selama 100 tahun hanya ada satu kali pemberian gelar doktor, yaitu kepada Albert Einstein karena dia menghasilkan rumus-rumus yang sangat brillian. Hal ini sangat berbeda dengan universitas di Indonesia yang begitu mudah memberikan gelar doktor. Kasus di UI adalah tamparan terhadap dunia akademis kita. Mc Carter menghormati Kaisar Hirohito yang menyatakan pasca dibom oleh sekutu, dia menyatakan “masih ada berapakah guru yang hidup.”
Kemudian faktor kerawanan lainnya adalah pola pikir yang belum matang, seperti mitologi, politik dan ide federalisme. Negara kita tidak cocok dengan ide federalisme yang disebabkan suatu kenyataan untuk menyatukan bangsa saja belum bisa. Masyarakat Eropa sudah bisa menyelesaikan kesatuan bangsanya, sehingga bisa menggunakan sistem federal sebagai pilihan bangsanya.
Apakah bangsa itu perlu karakter? Memang bahwa bangsa itu harus berwibawa. Namun demikian, hingga hari ini kita belum berhasil membangun karakter bangsa. Soekarno inginnya membangun karakter bangsa itu berdasar atas Pancasila. Untuk itu maka yang dibangun adalah karakter pemimpin bangsanya. Kemudian yang dijadikan patokan adalah para negarawan, yaitu seorang politisi yang megabdikan dirinya untuk kepentingan bangsanya. Politikus adalah orang yang menjadikan negara sebagai means untuk kepentingan primordialnya. Kemudian juga orang yang mendesain negara akan dibawa kemana? Ibaratnya negara adalah sebuah kapal, yang ternyata bisa bernjalan karena didesian seperti itu. Bukan karena pekerjanya, misalnya juru mudi, juru kapal dan sebagainya. Kemudian Juga negara harus dipimpin oleh seorang spesialis yang memiliki pengetahuan dan memiliki ketercakupan dengan lainnya. Negara juga harus dipimpin oleh orang yang berani mengambil keputusan dan bukan hanya perumus kebijakan.
Mereka adalah orang yang bisa dijadikan panutan. Yang bisa ditiru adalah Nabi Musa yang ketika dijanjikan sebuah negara, maka ketika sampai di tempat tujuan, maka yang diminta masuk adalah muridnya dan bukan dirinya sendiri. Pemimpin juga harus selalu belajar dan juga diupayakan agar dapat membangun tim yang kuat, sehingga keberhasilan adalah keberhasilan yang dicapai melalui kerjasama yang kuat.
Di dalam hal ini maka yang sesungguhnya diperlukan adalah adanya keinginan untuk menjadikan negara sebagai means untuk memperoleh kesejahteraan. Maka seorang pemimpin juga akan berhasil manakala ketika di dalam memimpin tersebut loyalitasnya diberikan secara memadai.
Wallahu a’lam bi al shawab.

REFORMASI BIROKRASI DI ERA TRANSISI

Satu aspek yang sangat penting di era reformasi adalah mengenai reformasi birokrasi. Hal ini disampaikan oleh Dr. Asmawi Rewansyah, MSc, kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN). Sebagai bagian dari pejabat negara, maka yang penting adalah pemimpin yang memahami mengenai bagaimana memimpin lembaga negara. Tujuan reformasi birokrasi adalah untuk mencapai good governance dan clean government.
Sistem administrasi negara menurut UUD 1945 yang diamandemen memiliki cakupan yaitu administrasi yang terkait dengan organisasi atau birokrasi, management atau administer dan tata hubungan atau komunikasi. Sedangkan negara memiliki cakupan yaitu wilayah negara, warga negara dan pemerintahan negara. Dari relasi keduanya, maka yang menjadi titik temunya adalah kebijakan publik.
Di dalam sejarahnya, maka administrasi yang lebih dulu dikembangkan, akan tetapi kemudian yang lebih berkembang di era berikutnya adalah manajemen. Aministrations bermakna suatu kewenangan dalam waktu tertentu. Sehingga yang sering diungkapkan adalah US administrasions berarti pemerintahan Amerika dalam waktu tertentu. Sedangkan konsep management lebih bermakna sebagai sesuatu yang lebih langgeng.
Administrasi berasal dari bahasa latin, artinya bahwa di dalam administrasi ada pelayanan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki kewenangan untuk itu. Problemnya ketika pelayanan itu masuk di dalam birokrasi, maka konsep itu menjadi pejabat yang berwenang. Akhirnya bahwa birokrasi yang sesungguhnya terkait dengan pelayanan kepada publik justru menjadi pelayanan kepada pejabat.
Organisasi dalam pengertian ideal adalah birokrasi. Di dalam organisasi birokrasi, kemudian terdapat manajemen, yang memanggul fungsi penting yang tidak sekedar programming, organizing, actuating dan controlling (POAC), akan tetapi juga perlu mentoring, counseling, communicating, networking dan sebagainya. Jadi fungsi manajemen bukan hanya perencanaan, pengorganisasian, actuating dan evaluating. Di tengah perubahan yang terus terjadi, maka perubahan fungsi harus dimaksimalkan.
Untuk membangun manajemen yang baik, maka yang perlu diperhatikan adalah siapa yang sesungguhnya menjadi sasaran dari implementasi manajemen itu. Harus ada kejelasan siapa yang menjadi sasaran atau partnernya.
Public administrations adalah public polecy making. Seorang leader harus membuat kebijakan dan keputusan. Di dalam kebijakan publik maka yang penting adalah perumusan, penerapan dan evaluasi. Wujud kebijakan publik adalah regeling atau pengaturan dan beschiking atau pengaturan yang dilakukan oleh aparat yang lebih bawah. Makanya, kewenangan untuk merumuskan pengaturan tersebut ada dua, yaitu kewenangan atributive dan distributive. Yang atributif adalah kewenangan yang melekat pada seorang pemimpin. Kekuasaan ini melekat kepada seseorang yang memperoleh kewenangan tersebut. Sedangkan kewenangan distributif adalah kewenangan yang berada kepada orang yang diberi kewenangan. Jadi jika saya memberikan kewenangan distributif, maka kewenangan dan tanggungjawab berada di dalam diri yang diberi wewenang.
Di dalam kenyataannya, bahwa kesalahan dministrasi banyak dilakukan, misalnya soal disposisi yang dibuat oleh atasan kepada bawahan. Misalnya ketika atasan memberi perintah kepada bawahan, maka harus jelas apa wewenangnya dengan disposisi tersebut. Seseorang yang memperoleh disposisi dari atasan, maka harus jelas bahwa disposisi tersebut tidak bertentangan dengan peraturan yang telah ada sebelumnya. Jika perintah tersebut dilaksanakan, maka tanggung jawab tentu ada di tangan orang yang memperoleh kewenangan distributif tersebut.
Yang menjadi tantangan administrasi negara adalah nilai dasar yang belum mampu diaplikasikan secara maksimal, kemudian demokrasi belum memperoleh bentuk yang sesuai dengan masyarakat Indonesia. Lalu kedaulatan, keadilan, dan kesejahteraan rakyat yang belum tercapai. Dari sisi kelembagaan, maka tantangannya adalah tatanan kelembagaan yang belum efektif dan efisien, lalu hubungan kerjasama yang belum terpola secara efektif dan efisien, kemudian belum jelasnya grand design bangsa ke depan.
Sedangkan dari sisi tata kelola pemerintahan, maka tantangannya adalah masih belum relevannya antara fungsi pemerintahan dengan implementasi pemerintahan. Selain itu, kebijakan publik juga belum pro growth, pro poor dan pro job. Dan juga masih terdapat kesenjangan antar wilayah, antar daerah dan sebagainya. Lalu yang juga masih belum mungkin untuk dilakukan adalah mengurangi kemiskinan sebesar-besarnya untuk mengejar MDGs 2015, dan sebagainya. Dari sisi SDM, maka tantangannya adalah masih rendahnya integritas, kompetensi, dan pentingnya reward dan punishment bagi mereka yang beprestasi dan tidak beprestasi.
Reformasi birokrasi memang menjadi tujuan reformasi, akan tetapi sebagaimana dipahami bahwa hingga sekarang ternyata reformasi tersebut belum sebagaimana yang diharapkan. Masih banyak masalah yang dihadapi bangsa ini. Antara lain adalah masih semaraknya KKN dan sebagainya. Mentalitas kita juga masih belum menjadi pendorong bagi munculnya reformasi birokrasi. Mentalitas yang menjadi pendorong etos kerja ke arah tumbuhnya reformasi birokrasi belum terpola sedemikian rupa. Dengan demikian, yang dibutuhkan ke depan adalah membangun kultur yang relevan untuk terciptanya clean government dan good governance itu.
Makanya, ke depan yang dibutuhkan adalah membangun administrasi berbasis Pancasila di mana di dalamnya terdapat dimensi ketuhanan, kemanusiaan, keadilan, mufakat dan musyawarah serta membangun kesatuan dan persatuan bangsa. Oleh karena itu, harus ada keberanian untuk merumuskan administrasi negara sebagai basis reformasi birokrasi yang memiliki basis kultural Indonesia.
Wallahu a’lam bi al shawab.

DIKLATPIM DAN PENGUASAAN ADMINISTRASI

Ini adalah hari saya pertama memasuki acara diklatpim Tingkat I yang diselenggarakan di Lembaga Administrasi Negara (LAN). Sesungguhnya saya merasakan bahwa keikutan saya di Diklatpim adalah bagian dari tugas sebagai seorang pegawai negeri sipil (PNS), yang diminta oleh atasan saya untuk mengikutinya. Jika saya menggunakan ukuran banyaknya pekerjaan yang harus saya handle di tengah keinginan melakukan perubahan di IAIN Sunan Ampel, maka saya sebenarnya ingin konsentrasi untuk itu. Namun demikian saya harus mengikuti Diklatpim sebagai bagian dari tanggung jawab sebagai PNS.
Diklatpim memang merupakan program pendidikan dan pelatihan bagi pejabat struktural sehingga yang nengikuti program ini adalah pejabat struktural seperti pejabat karir. Makanya, yang menjadi peserta di dalam program ini adalah misalnya sekretaris daerah kabupaten, sekretaris kota, dan pejabat karir lainnya. Sehingga saya adalah satu-satunya pejabat fungsional yang mengikuti acara ini, meskipun secara struktural bisa disetarakan pejabat eselon satu.
Dengan demikian, ketika saya datang ke Diklatpim tingkat I maka hanya sayalah satu- satunya yang memiliki latar belakang sebagai pendidik. Semua yang hadir di sini adalah pejabat-pejabat struktural yang sudah menyelesaikan Diklatpim tingkat II. Jadi sesungguhnya saya juga beruntung sebab tanpa Diklatpim Tingkat II dan langsung mengikuti Diklatpim Tingkat I. Pokoknya selalu ada keuntungan bagi saya. Melalui pelatihan ini saya tentu akan memperoleh banyak hal yang terkait dengan kepemimpinan dalam perspektif administrasi negara.
Kepemimpinan memang sesuatu yang sangat penting. Apakah pemimpin itu dilahirkan atau tidak bukanlah menjadi persoalan yang krusial, akan tetapi bahwa pemimpin memiliki sejumlah fungsi signifikan bagi perubahan pastilah banyak diamini oleh banyak orang. Di dalam jagat organisasi, apakah formal atau tidak formal, maka pemimpin memiliki posisi strategis. Saya menjadi teringat dengan ungkapan KHA. Wahid Hasyim, ketika beliau menyatakan bahwa pemimpin yang tidak tahu arah, maka akan dibawa kemana organisasi yang dipimpinnya, ibaratnya seperti seorang nakhoda yang berada di tengah laut dan tidak tahu arah ke mana menuju pantai.
Agar pemimpin memiliki pengetahuan administrasi dan memiliki kemampuan mengelola organisasi yang dipimpinnya, maka penjejangan pelatihan seperti ini tentu sangat penting. Melalui diklatpim seperti ini, maka seorang pemimpin akan memahami tentang masalah yang dihadapi oleh lembaganya dan kemudian bagaimana cara untuk menyelesaikannya. Jadi memang harus ada suatu saat di mana pemimpin itu seakan berada di luar institusinya dan kemudian memotret dari luar tentang lembaganya tersebut. Dengan cara seperti ini, maka ke depan secara mandiri dan bersama dengan stafnya, akan dapat menyelesaikan problem kelembagaannya dengan cara yang cerdas dan bermanfaat.
Setelah saya memperoleh gelar profesor, maka saya berpikir akan berhenti untuk mengikuti acara-acara seperti ini. Akan tetapi justru dua kali saya terlibat di dalam acara pelatihan terstruktur. Pertama pada tahun 2006, ketika saya harus terlibat di dalam acara Higher Education Management Course di McGill University Canada yang mengantarkan saya untuk berpikir lebih riil dan detail, misalnya bagaimana harus membuat action plan di dalam suatu program yang sesuai dengan visi dan misi organisasi. Saya merasa beruntung dengan mendapatkan pelatihan seperti ini. Dan kedua adalah pelatihan di Diklatpim Tingkat I yang diselenggarakan oleh LAN. Saya tentu berharap semoga ada manfaat signifikan dari pelatihan ini terutama di dalam kerangka pengembangan lembaga yang diamanahkan kepada saya.
Wallahu a’lam bi al shawab.

LINK AND MATCH PERGURUAN TINGGI DAN PERUSAHAAN

Salah satu hal penting yang sering dilupakan orang di dalam menyelesaikan pekerjaan adalah kerja sama. Sebuah kenyataan bahwa tidak ada seseorang meskipun dia seorang hero yang bisa menyelesaikan seluruh pekerjaannya seorang diri. Dia pastilah membutuhkan orang lain agar pekerjaannya tersebut bisa diselesaikannya.
Di antara kerja sama yang sesungguhnya dibutuhkan adalah kerjasama antara universitas dengan dunia business. Mungkin di antara kita ada yang bertanya mengapa perlu menjaring kejasama dengan perusahaan dan untuk apa? Pertanyaan ini penting untuk dijawab mengingat bahwa kerjasama atau sinergi dengan lembaga apapun tentu menjadi sangat penting di era sekarang ini.
Saya merasa bersyukur karena hari ini, 12/09/2011, saya bisa berkunjung ke President University, sebuah universitas di Cikarang yang didirikan tepat di tengah perusahaan yang tergabung di dalam Jababeka. Universitas ini didirikan oleh Setyono Djuandi Darmono, yang menjabat sebagai Founder dan CEO Jababeka. Perguruan tinggi ini merupakan perguruan tinggi internasional, sehingga bahasa pengantar untuk perkuliahan adalah bahasa Inggris. Sebagai perguruan tinggi internasional, maka mahasiswanya juga datang dari berbagai negara, khususnya Asia Tenggara dan negara-negara lain.
Perguruan tinggi ini memang didirikan dengan mimpi besar, yaitu menjadi perguruan tinggi yang alumninya tidak mencari kerja akan tetapi justru dicari oleh pengguna kerja. Sebagai perguruan tinggi yang berada di tengah-tengah perusahaan nasional dan internasional, maka yang dihadapi adalah pentingnya menyediaan tenaga kerja untuk memenuhi pasaran kerja nasional atau internasional tersebut. Dan sebagaimana penuturan Rektor President University, Prof. Dr. Ermaya Suradinata, SH. MS. MH., bahwa lulusan PT ini memang banyak dibutuhkan oleh perusahaan.
Untuk bisa lulus dari perguruan tinggi ini, maka mahasiswa harus magang selama setahun di tempat kerja. Mereka yang tidak bisa magang maka akan tertunda kelulusannya. Di dalam hal ini, maka PT berkewajiban untuk mencarikan lahan magang dan jika sudah selesai maka akan bisa diwisuda. Itulah sebabnya, maka tidak ada alumni PT ini yang kemudian menjadi penganggur. Semuanya terserap di pasar kerja dan bahkan tidak bisa memenuhi kebutuhan tenaga kerja tersebut.
PT ini memang didesain untuk menjawab kebutuhan tenaga kerja di perusahaan di Jababeka dan tentu saja juga kebutuhan pasar tenaga kerja di tempat lain. Bahkan untuk kepentingan tersebut, maka ada sebanyak ratusan MoU dengan perusahaan yang menjadi mitra PT tersebut. Jadi sedari semula memang didirikannya PT ini adalah untuk kepentingan timbal balik antara PT dengan perusahaan.
Di masa lalu, Prof. Wardiman Djojonegoro, Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pernah menggagas tentang kurikulum yang lingk and match, maka kiranya yang memenuhi standart tersebut adalah PT seperti President University ini. Seluruh program studinya didesain untuk kepentingan pemenuhan tenaga kerja profesional di perusahaan.
Sebagaimana yang diceritakan oleh Rektor, bahwa program studi Ilmu Hukum, maka yang dibutuhkan adalah program studi yang terkait dengan penyediaan ahli hukum bisnis internasional, sebab sesungguhnya banyak perusahaan internasional yang membutuhkan tenaga kerja dengan kualifikasi seperti ini. Demikian pula program studi media komunikasi dan sebagainya. Semua program studi didesain untuk kepentingan perusahaan yang menjadi mitra PT ini. Itulah sebabnya bahwa alumni PT ini selalu mendapatkan pekerjaan di perusahaan yang menjadi mitranya.
Delapan tahun PT ini didirikan, dimulai dengan akademi teknik dan dalam waktu dua tahun sudah berubah menjadi universitas dan berkembang dengan sangat cepat. Bahkan mahasiswanya juga bertambah dari tahun ke tahun. Untuk tahun ini menerima 1200 mahasiswa lebih, padahal padahal tahun sebelumnya hanya menerima 600 mahasiswa. Kenaikan mahasiswa secara signifikan ini tentu saja didasari oleh perimbangan praksis, bahwa lulusan PT ini sudah dipastikan dapat bekerja. Jadi kekhususan PT ini adalah lulusannya yang link and match dengan dunia kerja selain memang sudah menjadi perguruan tinggi internasional.
Wallahu a’lam bi al shawab.