• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENDUKUNG PRESIDEN DENGAN PROGRAMNYA

Ketika saya berkunjung ke Thailand, saya kagum akan sikap orang Thailand terhadap rajanya. Ketika ada pertunjukan di Gedung Opera di Bangkok dan kemudian diceritakan tentang perjalanan sejarah bangsa Thailand dan kala itu ditampilkan gambar raja Thailand di layar, maka seluruh hadirin diminta untuk berdiri sebagai tanda menghormat. Semuanya berdiri dan memberikan penghormatan.
Mengapa hal ini saya ulang lagi untuk saya tulis, sebab saya ingin menyampaikan bahwa di sebuah negara yang katanya mengedepankan demokrasi justru terjadi yang sebaliknya, seorang pemimpin bisa dihujat habis-habisan dan hal itulah yang dianggap sebagai wujud demokrasi. Menghujat pemimpin sama dan sebangun dengan kebebasan sebagai inti demokrasi.
Saya rasa praktek berdemokrasi di Indonesia juga mirip dengan cerita ini. Ketika sebagian kecil masyarakat Indonesia melakukan demonstrasi, maka umpatan dan hujatan adalah bagian dari proses yang disebut sebagai demonstrasi tersebut. Jika tidak ada hujatan dan umpatan maka dianggap sebagai demonstrasi yang kurang greget.
Akhir-akhir ini semakin banyak demonstrasi yang mengatasnamakan rakyat dengan menggugat peran pemerintah. Dan terutama yang digugat adalah peran kepemimpinan nasional, terutama adalah Presiden SBY. Jadi yang dihujat tentu saja adalah presiden yang dianggapnya belum melaksanakan amanat rakyat. Sayangnya, bahwa kebanyakan pendemo tidak memahami apa yang sesungguhnya dituntut. Banyak di antara mereka yang hanya ikut-ikutan dan bahkan juga tidak memahami apa yang menjadi prioritas pembangunan bangsa ini.
Sesungguhnya kita harus menempatkan sesuatu pada proporsinya. Artinya bahwa ada yang memang berhasil dan ada yang memang masih kurang dan bahkan tidak berhasil. Secara makro ekonomi, maka tentu angka makro ekonomi bisa menjelaskan tentang keberhasilan pembangunan. Data dari The World Economy seringkali menjadi ukuran keberhasilan pembangunan secara umum.
Akan tetapi yang masih menjadi masalah adalah pemenuhan rasa keadilan dan kesejahteraan. Pemenuhan rasa keadilan dan kesejahteraan inilah yang memang dirasakan oleh banyak orang. Ada anggapan bahwa pembangunan Indonesia gagal, artinya bahwa pembangunan belum menyentuh persoalan mendasar bangsa. Meskipun kita bisa menilai bahwa ungkapan ini lebih politis, akan tetapi kenyataannya masih ada yang merasakan bahwa memang pembangunan belum menghasilkan kesejahtaraan dan keadilan yang merata.
Rasa keadilan dan kesejahteraan inilah yang kemudian menjadi bahan gugatan di antara para pendemo untuk melakukan gerakan demonstrasinya. Tapi yang sesungguhnya dijadikan sebagai conten demonstrasi adalah masalah yang kurang tegas. Memang masih ada korupsi yang belum tersentuh oleh pidana. Ada juga masalah kemiskinan yang belum sepenuhnya bisa diatasi. Tetapi yang jelas bahwa usaha ke arah itu meski terasa lambat sudah dilakukan.
Jadi yang sesungguhnya mendasar adalah bagaimana agar pemberantasan korupsi dan pemidanaan bagi para koruptor segera bisa dipercepat. Namun semuanya harus berada di dalam koridor hukum yang berlaku.
Wallahu a’lam bi al shawab.

SISTEM KEBIJAKAN DALAM PERSPEKTIF DAYA SAING

Kali ini yang memberikan pencerahan adalah Prof. Dr. Mustopadidjaja, AR, SE, MPIA, yang memang memiliki kapasitas untuk menjadi narasumber di dalam tema yang penting ini. System kebijakan ini angat penting dibicarakan terkait dengan otonomi daerah dan menciptakan daya saing. Untuk itu maka harus diperhatikan tentang aspek social politik dan sebagainya dalam rangka untuk menciptakan kesejahteraan berkeadilan.

Sistem kebijakan publik menyangkut persoalan yang konstitusional, demokratis,  cepat, tepat dan akuntabel. Otonomi daerah terkait dengan integritas dan kompetensi di dalam memikul tanggungjawab. Sedangkan  peningkatan daya saing melalui program entrepreneurship dalam memanfaatkan potensi dan peluang perekonomian domestic dan internasional.

Menurut DUNN dan DYE menyatakan bahwa definisi sistem kebijakan publik adalah suatu kesatuan kelembagaan yang berperan mewadahi, dan melangsungkan proses kebijakan dan terdiri dari empat unsur pokok yaitu lingkungan kebijakan, proses pengelolaan kebijakan, kebijakan itu sendiri dan kelompok sasaran kebijakan, dimana berperan sebagai stakeholder.

Dunia perguruan tinggi sebenarnya sudah memberikan beberapa model sebagai contoh tentang bagaimana kebijakan tersebut dilakukan. Hanya sayangnya bahwa model-model tersebut belum bisa diaplikasikan secara maksimal berdasarkan eksperimennya. Ada banyak model yang ditemukan akan tetapi belum diaplikasikan oleh pengambil kebijakan.

Di antara pentingnya perumusan system kebijakan adalah untuk peningkatan daya saing bangsa. Di antara factor yang mempengaruhi daya saing bangsa tersebut adalah labor market efficiency, financial market sophistication, technical readiness, market size, business sophistication dan innovation.

Berdasarkan perbandingan pelayanan publik pada beberapa Negara C-AFTA, diketahui rankingnya sebagai berikut: Singapura di peringkat 3, Malaysia di peringkat 24, China di peringkat 29, Thailand di peringkat 36, India di peringkat 49, Indonesia di peringkat 54, Vietnam di peringkat 75 dan Filipina di peringkat 87 (data The World Bank, tahun 2009-2010).

Berdasarkan perbandingan kemudahan bisnis di beberapa negara C-AFTA, diketahui bahwa Singapira diperingkat 1, Thailand di peringkat 12, Malaysia di peringkat 23. Vietnam di peringkat 83, Indonesia di peringkat 126, Filipina di peringkat 228 dan Kamboja di peringkat  143.  (data tahun 2010 dari The World Bank).

Melihat kenyataan ini, maka sesungguhnya peringkat Indonesia di dalam pelayanan public dan kemudahan berbisnis masih relatif rendah. Hal ini menandakan bahwa sektor pelayanan publik dan kemudahan untuk berusaha masih harus ditingkatkan secara maksimal. Hal ini diperlukan untuk mengejar ketertinggalan di dalam pembangunan bangsa.

Berdasarkan Inpres Tahun 2010, maka sistem prioritas program pembangunan yaitu: reformasi birokrasi, pendidikan, kesehatan, penanggulangan kemiskinan, ketahanan pangan, insfrastruktur, iklim investasi dan iklim usaha, energi, lingkungan hidup dan pengelolaan bencana, daerah tertinggal, terdepan, terluas, dan pasca konflik, kebudayaan, kreativitas dan inovasi teknologi, prioritas lainnya di bidang polhukam, perekonomian dan kesra.

Di dalam kenyataan riil, maka tantangan yang kita hadapi adalah penguatan sinergi pemerintah, masyarakat dan dunia usaha dalam rangka akselerasi pencapaian pembangunan berkeadilan. Dan di sinilah arti pentingnya program pendidikan yang dilaksanakan sekarang ini.

Wallahu a’lam bi al shawab.

STRATEGIC MANAGEMENT UNTUK ORGANISASI

Pada suatu kesempatan, saya memperoleh tambahan informasi tentang strategic management yang disampaikan oleh Yodhia Antariksa, MSc, yang memang seorang trainer tentang management strategic. Sebagai seorang trainer, maka dia memiliki gaya yang berbeda di dalam penyampaian pokok-pokok bahasannya.
Tetapi inti dari management strategik adalah pada pemimpin yang bertipe eksekutor, sebab melalui kepemimpinan seperti ini, maka akan dapat dilakukan sesuatu secara tepat dan cepat. Tetapi yang tidak kalah penting adalah kemampuan komunikasi, selaon yang juga mendasar adalah budgeting follows strategy. Dewasa ini banyak lembaga yang justru mengembangkan performance bahwa strategy follows budgeting.
Berdasarkan riset terakhir menunjukkan bahwa tahun 2050 Indonesia akan menjadi negara dengan kepuasan ekonomi nomor tujuh melampaui Amerika Serikat, Inggris, Jepang dan sebagainya. Artinya, bahwa ada kajian yang menyatakan bahwa Indonesia ternyata memiliki peluang untuk menjadi lebih baik. Ada sementara kalangan memberikan informasi bahwa Indonesia akan tenggelam, misalnya pemberitaan di televisi kita. Akan tetapi kita tetap bersyukur bahwa melalui proses pembangunan hang dilaksanakan sekarang ternyata ada pengakuan bahwa Indonesia akan tetap survive.
Berdasarkan fungainya, maka terdapat lima tugas perencanaan strategis:
1. Membentuk visi strategis, yaitu apa visi anda untuk organisasi dan di bagian mana seharusnya organisasi dipandang oleh publik, apa yang akan difokuskan di masa depan, apakah teknologi, produk pelanggan. Organisasi seperti apa yang kita inginkan di masa depan. Misalnya India memiliki visi menjadi pusat teknologi informasi tahun 2025. India telah memiliki pusat teknologi dunia, yaitu Bangalore. Maka India memproduksi sarjana teknik yang banyak untuk mendukung pengembangan India sebagai pusat teknologi informasi. Sedangkan Amerika justru menurun jumlah sarjana tekniknya. Makanya di dalam buku Declining of America, maka digambarkan bahwa akan ada penurunan kekuatan Amerika sebab kurangnya sarjana teknik.
2. Menentukan tujuan strategis, yaitu mengkonversi laporan manajerial dari visi strategis.
3. Merumuskan isu strategis.
4. Implementasi strategi, strategi gagal bukan karena implemetasnya saja akan tetapi bisa saja eksekusinya yang gagal.
5. Monitoring dan evaluasi bisa melalui balance score card atau lainnya.
Faktor pembentuk pemilihan strategi adalah faktor eksternal, yaitu ekonomi, sosial, politik, regulasi. Akan tetapi juga diperlukan analisis dan pilihan strategi, yaitu analisis lingkungan sosial, ekonomi politik dan budaya mayarakat.
Melalui analisis lingkungan intenal organisasi, maka semua ini akan menghasilkan the best strategy: the goodness of fit test, the competitive advantage test, dan the performance test.
Riset di Seattle menyatakan bahwa penduduk yang disajikan dengan berita bunuh diri, maka tenyata angka bunuh diri meningkat. Makanya pemberitaan yang jelek akan membuat orang menjadi pesimis. Sayangnya bahwa pemberitaan di televisi kita justru memberikan informasi tentang kegagalan negara yang lebih dominan ketimbang keberhasilannya. Hal ini tentu akan membuat banyak orang yang menjadi pesimis.
Strategi yang baik mendorong ke kompetitiveness, semakin kuat performancenya, maka akan semakin kuat pula kompetitivenessnya. Jika demikian halnya, maka bagi seorang pemimpin haruslah mengembangkan performance organisasinya sehingga kemudian akan menghasilkan tingkat kompetitiveness yang semakin meningkat secara signifikan.
Wallahu a’lam bi al shawab.

KEBIJAKAN PUBLIK YANG KURANG PRO RAKYAT

Pagi ini saya memperoleh pencerahan yang luar biasa dari Dr. Son Diamar, tentang analisis kebijakan publik. Sebagai seorang pejabat eselon I, maka harus menguasai manajemen strategik. Oleh karena itu harus berpikir sistemik dan bukan parsial atau sektoral. Makanya harus berpikir tentang ancaman, tantangan, hambatan dan peluang. Selain itu juga harus berani untuk berpikir out of box.
Jika ada kendala hukum atau aturan, maka kendala aturan tersebut harus disikapi dengan mungkin membuat aturan baru yang bisa menjadi instrumen hukum yang dapat dipakai untuk mengembangkan mengembangkan peran birokrasi. Jadi memang sebagai pemimpin harus memiliki keberanian untuk menjadi agen yang memiliki kemampuan untuk menyiasati struktur, termasuk norma-norma hukum.
Indonesia memiliki empat titik dari 10 titik strategis di dunia, selain Jepang, Singapura, Malaysia dan sebagainya. Pada tahun 2020, Selat Malaka dan sebagainya tidak bisa lagi dilewati oleh kapal besar, maka Indonesia bisa menjadi alternatif untuk kepentingan tersebut. Indonesia menempati perempatan terbesar di dunia.
Dari sisi ekonomi, maka sebagian besar perekonomian dikuasai oleh asing. Dari sektor transportasi kelautan, maka betapa kelihatan bahwa transportasi dikuasai oleh asing. Untuk impor barang-barang dari luar negeri, maka kapalnya juga menyewa dari luar negeri. Padahal biaya sewa kapal luar negeri tersebut sangat mahal. Seharusnya untuk pengiriman barang impor tersebut harus dilakukan dengan armada sendiri
Dalam kasus kebijakan transportasi udara, maka di luar negeri ada semacam keseimbangan, misalnya ketika Jerman akan mengirim pesawat penerbangan ke Perancis, maka Perancis menawarkan bahwa satu pesasat Jerman Lufthansa masuk, maka Air France juga satu masuk. Demikian ke negara-negara lain. Padahal di Indonesia, tidak ada tawaran seperti itu, sehingga Air Asia bisa ke mana saja, demikian pula Singapore Airline. Semua menguasai ekonomi Indonesia.
Evaluasi kebijakan meliputi masukan, proses, keluaran, proses dan hasil. Proses input output inilah yang bisa dijadikan sebagai model analisis untuk melihat kebijakannya. Jadi yang harus dilihat adalah kebijakan dan bukan hanya implementasinya saja. Di Indonesia, kenapa terjadi kegagalan dalam pembangunan, yang perlu dilihat adalah kebijakannya. Di masa lalu, jika ada kegagalan bahwa yang salah adalah implementasinya. Kebijakan dicocokkan dengan implementasi dan jika gagal maka yang disalahkan adalah pelaksanaannya. Ke depan, yang harus dilihat adalah kebijakannya. Jadi kebijakan harus dicek dengan norma dasarnya.
Melalui analisis deskriptif akan bisa kita memahami kenapa bangsa ini miskin. Hal ini disebabkan oleh ekonomi yang tidak sejalan dengan UUD 1945. Ada 10 aspek yang harus dicermati, yaitu Bank Indonesia, penanaman modal, migas, minerba, sumber daya air, pesisir dan laut, hutan, tanah, keuangan negara dan perbendaharaan. Kiranya memang perlu ada yang dicermati tentang 10 aspek tersebut dari sisi perannya dan aturan normatif yang mendasarinya. Misalnya tentang UU perbankan yang tidak bisa diintervensi oleh pemerintah.
Dalam kaitannya dengan luas wilayah Indonesia, maka jasa Juanda (Perdana Menteri) luar biasa untuk menentukan wilayah Indonesia sebagai negara kepulauan yang terkenal dengan Deklarasi Juanda tahun 1982. Melalui deklarasi tersebut, maka hukum laut yang sekarang ada adalah atas prakarsa Indonesia. Dan dengan pengakuan internasional tentang Konvensi Hukum Laut tersebut tentu menguntungkan Indonesia.
Indonesia semestinya bisa lebih sejahtera, akan tetapi secara faktual masih terdapat sejumlah hambatan. Lima sistem kebijakan yang menjadi penghambat kemajuan, yaitu BI menyebabkan negara sulit memperoleh modal, keuangan negara yang riil bercorak fragmented, aset diobral untuk pemodal, birokrasi tanpa grand design atau fragmented sentralisir, politik berbalut politik uang, miskin karena dikuasai asing.
Dalam bidang ekonomi, maka kenapa pembangunan tidak diarahkan kepada yang mendasar, seperti pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan tangkap, kehutanan dan ESDM. Padahal potensi ini adalah kekuatan kita agar bisa menyumbang besar pada ekonomi global. Inilah kekuatan Indonesia. Jadi bukan ekonomi kreatif yang sumbangannya hanya kecil-kecil dan tidak signifikan bagi pengembangan ekonomi makro.
Diperlukan public private personal entrepreneurship atau perusahaan bersama. Dalam kasus ternyata banyak pengusaha yang tidak memberikan sumbangan PAD bagi pemerintah, sebab memang kesalahannya terdapat pada kebijakannya. Misalnya ada pengusaha yang datang ke pemerintah, untuk mengembangkan real estate, maka sesegera saja pemerintah mengeluarkan ijin Hak Guna Bangunan dan kemudian dengan HGB tersebut maka dapatlah diajukan untuk pinjaman kredit ke Bank. Maka sesungguhnya para pengusaha hanya bermodal surat sakti dari pemerintah.
Padahal seharusnya dibuatlah kebijakan yang menyertakan pemerintah dan masyarakat untuk memiliki saham dengan proporsi yang memang bisa masuk akal. Ada hak rakyat, ada hak pemerintah, ada hak individu yang harus dihargai oleh siapa saja. Dalam kasus Ancol, ketika Pak Ciputra menawarkan proporsi 90 persen bagj yang memiliki ide, sedangkan pemerintah hanya 10 persen. Maka Pak Ali Sadikin menyatakan bahwa karena yang punya tanah, akses modal, dan sebagainya adalah pemerintah, maka dibalik, 10 persen perusahaan dan 90 persen pemerintah. Akhirnya diputuskan 35 persen pengusaha dan 65 persen pemerintah.
Jadi, memang kepemimpinan memegang peranan penting di dalam mengelola negara, sehingga potensi yang dimiliki tidak akan hilang dan menjadi milik individu. Tetapi semuanya belum terlambat. Masih ada kesempatan untuk meninjau kembali peraturan perundang-undangan yang kiranya belum relevan dengan pro rakyat.
Wallahu a’lam bi al shawab.

RESHUFFLE DAN AKSELERASI PENCAPAIAN VISI BANGSA

Hari ini kira-kira menjadi hari yang menegangkan bagi khususnya para menteri Kabinet Indonesia Bersatu jilid II. Tentu saja hal ini terkait dengan rencana reshuffle yang akan dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hari-hari menegangkan. Begitulah kiranya. Makanya menjadi pejabat sekelas menteri juga mengandung resiko, sebab bisa jadi tidak sampai kurun waktu jabatan selesai ternyata sudah dilengserkan. Jabatan politik memang begitu adanya.
Tentang jabatan memang merupakan sesuatu yang tidak abadi. Jabatan menteri atau jabatan politik lainnya memang rawan dengan persoalan politik. Di beberapa negara, seperti Thailand, Korea Selatan dan juga Indonesia, maka yang rawan dengan pergantian adalah jabatan politik tersebut. Gus Dur ketika menjadi presiden hanya bertahan selama dua tahun. Dia dilengserkan oleh lawan politiknya di MPR dan tidak jelas apakah kesalahan fundamentalnya. Megawati yang meneruskan jabatannya juga hanya bertahan tiga tahun dan gagal dalam pencalonan berikutnya.
Jika orang menyadari tentang betapa rawannya jabatan politik tersebut, maka menjadi pejabat politik tentunya juga harus menyiapkan mental untuk berhenti sewaktu-waktu. Saya menjadi teringat dengan pernyataan Yusril Ihza Mahendra yang juga hanya bertahan kira-kira dua tahun sewaktu menjadi menteri di era Pak SBY pada tampuk kepemimpinan pertama. Dia menyatakan bahwa di dalam jabatan politik maka orang harus siap untuk berhenti kapan saja. Ketika dihentikan oleh Pak SBY dan ditawari jabatan menjadi duta besar, maka dinyatakannya bahwa dia ingin berada di luar pemerintahan.
Salah satu hal yang sangat mendasar dengan jabatan adalah pada visi kebangsaannya. Ketika ada seseorang yang masuk di dalam jajaran kabinet, maka yang penting adalah loyalitasnya kepada visi bangsa. Jadi ketika seseorang telah menjadi pejabat pada level tinggi tersebut, maka kepatuhannya hanyalah kepada visi bangsa, sebagaimana tercantum di dalam Pembukaaan UUD 1945, yaitu untuk menyejahterakan kehidupan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa, membangun perdamain abadi dan menghapuskan penjajahan di atas dunia.
Oleh karena itu kesetiaan kepada partai atau kelompok kepentingan lainnya juga harus diredusir untuk mengarah kepada visi dan cita-cita bangsa. My loyalty to the party end when my loyalty to the country begin. Jadi semestinya ketika seseorang sudah menjadi pejabat tinggi maka loyalitasnya adalah kepada negara atau kepada cita-cita bangsa.
Drama tentang jabatan menteri juga sebentar lagi akan diketahui oleh publik.
Makanya yang sebaiknya dilakukan adalah dengan mengamati terhadap apa yang akan terjadi. Hingga sekarang sudah terdapat sebanyak 19 wamen yang rencananya akan dilantik bersamaan dengan reshuffle kabinet. Terhadap hal ini juga terdapat kritik yang luar biasa gencar terkait dengan banyaknya jabatan wamen. Yang sudah difit and proper test adalah wamenkumham, Mamenag, Wamenenergi dan sumber daya mineral, dua wamendiknas, wamen luar negeri, wamen perindustrian, wamen pertanian, wamen PU, wamen keuangan, wamen kesehatan, wamen perencanaan pembangunan, dan sebagainya.
Itulah sebabnya ada sejunlah kritik yang disampaikan kepada presiden terkait dengan hal ini. Jika jumlah menterinya saja sudah gemuk dan kemudian ditambah dengan sejumlah wamen, maka dipastikan bahwa kabinet akan menjadi semakin gemuk.
Namun demikian, bahwa persoalan gemuk atau kurus kabinet adalah hak prerogatif presiden, maka biarkanlah presiden yang akan menentukannya. Jika presiden menganggap bahwa personal kementarian memang perlu ditambah, maka sahlah keputusan presiden tersebut. Tentu ada rasionalitas tindakan tentang penambahan dan pemberhentian atau penggantian menteri atau wakil menteri sekarang.
Hanya yang tetap perlu dikaji lebih mendalam adalah apakah dengan menambah sejumlah wamen ini kemudian akselerasi untuk mencapai visi bangsa akan cepat tercapai ataukah tidak. Dan jawabannya tentu akan kita tunggu sampai jabatan yang bersangkutan habis ataukah akan ada reshuffle lagi di tahun berikutnya. Sebaiknya kita tunggu kinerjanya sampai tahun depan.
Wallahu a’lam bi al shawab.