SISTEM KEBIJAKAN DALAM PERSPEKTIF DAYA SAING
Kali ini yang memberikan pencerahan adalah Prof. Dr. Mustopadidjaja, AR, SE, MPIA, yang memang memiliki kapasitas untuk menjadi narasumber di dalam tema yang penting ini. System kebijakan ini angat penting dibicarakan terkait dengan otonomi daerah dan menciptakan daya saing. Untuk itu maka harus diperhatikan tentang aspek social politik dan sebagainya dalam rangka untuk menciptakan kesejahteraan berkeadilan.
Sistem kebijakan publik menyangkut persoalan yang konstitusional, demokratis, cepat, tepat dan akuntabel. Otonomi daerah terkait dengan integritas dan kompetensi di dalam memikul tanggungjawab. Sedangkan peningkatan daya saing melalui program entrepreneurship dalam memanfaatkan potensi dan peluang perekonomian domestic dan internasional.
Menurut DUNN dan DYE menyatakan bahwa definisi sistem kebijakan publik adalah suatu kesatuan kelembagaan yang berperan mewadahi, dan melangsungkan proses kebijakan dan terdiri dari empat unsur pokok yaitu lingkungan kebijakan, proses pengelolaan kebijakan, kebijakan itu sendiri dan kelompok sasaran kebijakan, dimana berperan sebagai stakeholder.
Dunia perguruan tinggi sebenarnya sudah memberikan beberapa model sebagai contoh tentang bagaimana kebijakan tersebut dilakukan. Hanya sayangnya bahwa model-model tersebut belum bisa diaplikasikan secara maksimal berdasarkan eksperimennya. Ada banyak model yang ditemukan akan tetapi belum diaplikasikan oleh pengambil kebijakan.
Di antara pentingnya perumusan system kebijakan adalah untuk peningkatan daya saing bangsa. Di antara factor yang mempengaruhi daya saing bangsa tersebut adalah labor market efficiency, financial market sophistication, technical readiness, market size, business sophistication dan innovation.
Berdasarkan perbandingan pelayanan publik pada beberapa Negara C-AFTA, diketahui rankingnya sebagai berikut: Singapura di peringkat 3, Malaysia di peringkat 24, China di peringkat 29, Thailand di peringkat 36, India di peringkat 49, Indonesia di peringkat 54, Vietnam di peringkat 75 dan Filipina di peringkat 87 (data The World Bank, tahun 2009-2010).
Berdasarkan perbandingan kemudahan bisnis di beberapa negara C-AFTA, diketahui bahwa Singapira diperingkat 1, Thailand di peringkat 12, Malaysia di peringkat 23. Vietnam di peringkat 83, Indonesia di peringkat 126, Filipina di peringkat 228 dan Kamboja di peringkat 143. (data tahun 2010 dari The World Bank).
Melihat kenyataan ini, maka sesungguhnya peringkat Indonesia di dalam pelayanan public dan kemudahan berbisnis masih relatif rendah. Hal ini menandakan bahwa sektor pelayanan publik dan kemudahan untuk berusaha masih harus ditingkatkan secara maksimal. Hal ini diperlukan untuk mengejar ketertinggalan di dalam pembangunan bangsa.
Berdasarkan Inpres Tahun 2010, maka sistem prioritas program pembangunan yaitu: reformasi birokrasi, pendidikan, kesehatan, penanggulangan kemiskinan, ketahanan pangan, insfrastruktur, iklim investasi dan iklim usaha, energi, lingkungan hidup dan pengelolaan bencana, daerah tertinggal, terdepan, terluas, dan pasca konflik, kebudayaan, kreativitas dan inovasi teknologi, prioritas lainnya di bidang polhukam, perekonomian dan kesra.
Di dalam kenyataan riil, maka tantangan yang kita hadapi adalah penguatan sinergi pemerintah, masyarakat dan dunia usaha dalam rangka akselerasi pencapaian pembangunan berkeadilan. Dan di sinilah arti pentingnya program pendidikan yang dilaksanakan sekarang ini.
Wallahu a’lam bi al shawab.