MENDUKUNG PRESIDEN DENGAN PROGRAMNYA
Ketika saya berkunjung ke Thailand, saya kagum akan sikap orang Thailand terhadap rajanya. Ketika ada pertunjukan di Gedung Opera di Bangkok dan kemudian diceritakan tentang perjalanan sejarah bangsa Thailand dan kala itu ditampilkan gambar raja Thailand di layar, maka seluruh hadirin diminta untuk berdiri sebagai tanda menghormat. Semuanya berdiri dan memberikan penghormatan.
Mengapa hal ini saya ulang lagi untuk saya tulis, sebab saya ingin menyampaikan bahwa di sebuah negara yang katanya mengedepankan demokrasi justru terjadi yang sebaliknya, seorang pemimpin bisa dihujat habis-habisan dan hal itulah yang dianggap sebagai wujud demokrasi. Menghujat pemimpin sama dan sebangun dengan kebebasan sebagai inti demokrasi.
Saya rasa praktek berdemokrasi di Indonesia juga mirip dengan cerita ini. Ketika sebagian kecil masyarakat Indonesia melakukan demonstrasi, maka umpatan dan hujatan adalah bagian dari proses yang disebut sebagai demonstrasi tersebut. Jika tidak ada hujatan dan umpatan maka dianggap sebagai demonstrasi yang kurang greget.
Akhir-akhir ini semakin banyak demonstrasi yang mengatasnamakan rakyat dengan menggugat peran pemerintah. Dan terutama yang digugat adalah peran kepemimpinan nasional, terutama adalah Presiden SBY. Jadi yang dihujat tentu saja adalah presiden yang dianggapnya belum melaksanakan amanat rakyat. Sayangnya, bahwa kebanyakan pendemo tidak memahami apa yang sesungguhnya dituntut. Banyak di antara mereka yang hanya ikut-ikutan dan bahkan juga tidak memahami apa yang menjadi prioritas pembangunan bangsa ini.
Sesungguhnya kita harus menempatkan sesuatu pada proporsinya. Artinya bahwa ada yang memang berhasil dan ada yang memang masih kurang dan bahkan tidak berhasil. Secara makro ekonomi, maka tentu angka makro ekonomi bisa menjelaskan tentang keberhasilan pembangunan. Data dari The World Economy seringkali menjadi ukuran keberhasilan pembangunan secara umum.
Akan tetapi yang masih menjadi masalah adalah pemenuhan rasa keadilan dan kesejahteraan. Pemenuhan rasa keadilan dan kesejahteraan inilah yang memang dirasakan oleh banyak orang. Ada anggapan bahwa pembangunan Indonesia gagal, artinya bahwa pembangunan belum menyentuh persoalan mendasar bangsa. Meskipun kita bisa menilai bahwa ungkapan ini lebih politis, akan tetapi kenyataannya masih ada yang merasakan bahwa memang pembangunan belum menghasilkan kesejahtaraan dan keadilan yang merata.
Rasa keadilan dan kesejahteraan inilah yang kemudian menjadi bahan gugatan di antara para pendemo untuk melakukan gerakan demonstrasinya. Tapi yang sesungguhnya dijadikan sebagai conten demonstrasi adalah masalah yang kurang tegas. Memang masih ada korupsi yang belum tersentuh oleh pidana. Ada juga masalah kemiskinan yang belum sepenuhnya bisa diatasi. Tetapi yang jelas bahwa usaha ke arah itu meski terasa lambat sudah dilakukan.
Jadi yang sesungguhnya mendasar adalah bagaimana agar pemberantasan korupsi dan pemidanaan bagi para koruptor segera bisa dipercepat. Namun semuanya harus berada di dalam koridor hukum yang berlaku.
Wallahu a’lam bi al shawab.