RESHUFFLE DAN AKSELERASI PENCAPAIAN VISI BANGSA
Hari ini kira-kira menjadi hari yang menegangkan bagi khususnya para menteri Kabinet Indonesia Bersatu jilid II. Tentu saja hal ini terkait dengan rencana reshuffle yang akan dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hari-hari menegangkan. Begitulah kiranya. Makanya menjadi pejabat sekelas menteri juga mengandung resiko, sebab bisa jadi tidak sampai kurun waktu jabatan selesai ternyata sudah dilengserkan. Jabatan politik memang begitu adanya.
Tentang jabatan memang merupakan sesuatu yang tidak abadi. Jabatan menteri atau jabatan politik lainnya memang rawan dengan persoalan politik. Di beberapa negara, seperti Thailand, Korea Selatan dan juga Indonesia, maka yang rawan dengan pergantian adalah jabatan politik tersebut. Gus Dur ketika menjadi presiden hanya bertahan selama dua tahun. Dia dilengserkan oleh lawan politiknya di MPR dan tidak jelas apakah kesalahan fundamentalnya. Megawati yang meneruskan jabatannya juga hanya bertahan tiga tahun dan gagal dalam pencalonan berikutnya.
Jika orang menyadari tentang betapa rawannya jabatan politik tersebut, maka menjadi pejabat politik tentunya juga harus menyiapkan mental untuk berhenti sewaktu-waktu. Saya menjadi teringat dengan pernyataan Yusril Ihza Mahendra yang juga hanya bertahan kira-kira dua tahun sewaktu menjadi menteri di era Pak SBY pada tampuk kepemimpinan pertama. Dia menyatakan bahwa di dalam jabatan politik maka orang harus siap untuk berhenti kapan saja. Ketika dihentikan oleh Pak SBY dan ditawari jabatan menjadi duta besar, maka dinyatakannya bahwa dia ingin berada di luar pemerintahan.
Salah satu hal yang sangat mendasar dengan jabatan adalah pada visi kebangsaannya. Ketika ada seseorang yang masuk di dalam jajaran kabinet, maka yang penting adalah loyalitasnya kepada visi bangsa. Jadi ketika seseorang telah menjadi pejabat pada level tinggi tersebut, maka kepatuhannya hanyalah kepada visi bangsa, sebagaimana tercantum di dalam Pembukaaan UUD 1945, yaitu untuk menyejahterakan kehidupan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa, membangun perdamain abadi dan menghapuskan penjajahan di atas dunia.
Oleh karena itu kesetiaan kepada partai atau kelompok kepentingan lainnya juga harus diredusir untuk mengarah kepada visi dan cita-cita bangsa. My loyalty to the party end when my loyalty to the country begin. Jadi semestinya ketika seseorang sudah menjadi pejabat tinggi maka loyalitasnya adalah kepada negara atau kepada cita-cita bangsa.
Drama tentang jabatan menteri juga sebentar lagi akan diketahui oleh publik.
Makanya yang sebaiknya dilakukan adalah dengan mengamati terhadap apa yang akan terjadi. Hingga sekarang sudah terdapat sebanyak 19 wamen yang rencananya akan dilantik bersamaan dengan reshuffle kabinet. Terhadap hal ini juga terdapat kritik yang luar biasa gencar terkait dengan banyaknya jabatan wamen. Yang sudah difit and proper test adalah wamenkumham, Mamenag, Wamenenergi dan sumber daya mineral, dua wamendiknas, wamen luar negeri, wamen perindustrian, wamen pertanian, wamen PU, wamen keuangan, wamen kesehatan, wamen perencanaan pembangunan, dan sebagainya.
Itulah sebabnya ada sejunlah kritik yang disampaikan kepada presiden terkait dengan hal ini. Jika jumlah menterinya saja sudah gemuk dan kemudian ditambah dengan sejumlah wamen, maka dipastikan bahwa kabinet akan menjadi semakin gemuk.
Namun demikian, bahwa persoalan gemuk atau kurus kabinet adalah hak prerogatif presiden, maka biarkanlah presiden yang akan menentukannya. Jika presiden menganggap bahwa personal kementarian memang perlu ditambah, maka sahlah keputusan presiden tersebut. Tentu ada rasionalitas tindakan tentang penambahan dan pemberhentian atau penggantian menteri atau wakil menteri sekarang.
Hanya yang tetap perlu dikaji lebih mendalam adalah apakah dengan menambah sejumlah wamen ini kemudian akselerasi untuk mencapai visi bangsa akan cepat tercapai ataukah tidak. Dan jawabannya tentu akan kita tunggu sampai jabatan yang bersangkutan habis ataukah akan ada reshuffle lagi di tahun berikutnya. Sebaiknya kita tunggu kinerjanya sampai tahun depan.
Wallahu a’lam bi al shawab.