• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

KEKUATAN RAKYAT DALAM PEMBANGUNAN

Sebagai bagian dari proses pembelajaran, maka saya harus membaca buku yang diwajibkan oleh para Widya Iswara untuk dipelajari dan dipahami maknanya. Buku yang harus dibaca adalah karya Niranjan Rajadhyaksha dengan judul The Rise of India, yang kemudian diterjemahkan ke dalam edisi Bahasa Indonesia dengan judul Transformasi Dari Kemiskinan Menuju Kemakmuran dan diterbitkan oleh Gramedia, tahun 2008. Saya beruntung karena memiliki versi aslinya dan juga terjemahannya.

Buku ini memang menarik sebab dituturkan dengan gaya yang lugas tanpa menggurui dan mengalir apa adanya. Jika dibaca rasanya seperti membaca novel tetapi akademis. Saya menyukai buku-buku seperti ini karena bisa dibaca kapan saja di saat waktu kosong dan tanpa referensi-referensi yang jlimet-jlimet. Sebagai buku bacaan, maka buku ini memang menghadirkan sesuatu yang berbeda dengan karya akademis yang tebal, berat dan rumit.

Buku ini terdiri dari Sembilan bab plus Pendahuluan dan Epilog. Di antara babnya tersebut adalah tentang “Ketakutan Valley”, “Abad kesempatan yang Hilang”, “Kekuatan Rakyat yang Hilang”, “Teknologi India”, “Agenda Global”, “Revolusi Keuangan”, “Sang Yogi dan Konsumen”, “Reformasi bagi Kaum Miskin: Uji Keasaman” dan “Sisi Bulan Yang Gelap”.

Sisi menarik sudah terlihat ketika penulis membahas isu tentang Enam Revolusi Besar, yaitu revolusi demografi, revolusi globalisasi, revolusi pengalihdayaan, revolusi pendanaan, revolusi aspirasi dan revolusi kebijakan. Enam revolusi inilah yang menjadi pokok bahasan di dalam buku ini. Dari sisi demografi, maka India adalah negara muda di tengah dunia yang semakin renta. Dari sisi globalisasi, India telah memasuki kawasan teknologi dan organisasi yang kuat. Dari  aspek outsourching, ada banyak pengalihan program luar negeri ke India, sehingga banyak tenaga kerja India yang bisa memasuki kawasan teknologi dimaksud. Dari sisi revolusi pendanaan, maka investasi India semakin meningkat yang disebabkan sebagian besar penduduknya adalah kaum muda produktif. Dari aspek revolusi aspirasi, maka India memperoleh keuntungan melalui gelombang perdagangan, pariwisata, atau televisi kabel. Dari sisi kebijakan, maka kebijakan India mengarah kepada gerakan pro rakyat.

India memang menjadi negara dengan jumlah penduduk lebih dari satu milyar. Jumlah penduduk yang besar tentu menjadi berkah tetapi sekaligus juga menjadi musibah. Hanya untungnya adalah komposisi penduduk India berada di usia produktif. Ketika Eropa semakin tua, maka India semakin muda. Komposisi penduduk yang tidak seimbang, misalnya terlalu banyak yang tua dan anak-anak, maka akan memberatkan negara, sebab banyak anggaran yang dikonsumsi untuk pengeluaran yang tidak produktif.

Selain problem konsumsi, maka problem lainnya adalah tekanan struktural yang menyertai banyaknya penduduk itu. Bahkan kemudian juga menumbuhkan pesimisme yang luar biasa, bahwa India memang dikutuk sebagai negara yang rakyatnya harus hidup di dalam kelaparan dan kemiskinan. Dan kebanyakan analisis menyatakan bahwa problem India adalah problem banyaknya penduduk. Akan tetapi ternyata Jepang berbicara lain, artinya bahwa keterbatasan wilayah dan jumlah penduduk yang banyak bukan penyebab kemiskinan dan kelaparan tersebut.

India sesungguhnya memperoleh manfaat besar terkait dengan jumlah penduduk dengan komposisi usia muda ini. Bahkan selama 15 tahun ke depan, maka India akan diuntungkan dengan komposisi ini. Jika Eropa bertambah sulit karena komposisi penduduknya, maka India bertambah beruntung karena proporsi penduduknya itu. Ada tonjolan sehat di tengahnya. Jumlah usia muda tentu sangat membantu negara itu untuk membangun dengan usia mudanya. Dengan demikian, maka tanggungan ekonomi juga akan menjadi menurun dan sebaliknya akan memperkuat tabungan pemerintah dan akan berpengaruh terhadap investasi yang lebih tinggi. Jadi transisi demografi akan berdampak dua hal, yaitu meningkatnya tabungan dan investasi.

Namun demikian yang paling menarik adalah mengenai revolusi diam yang dilakukan oleh masyarakat India. Revolusi diam tersebut adalah melalui pendidikan. Ada usaha untuk memberdayakan perempuan di dalam proses pembalajaran, dan untuk mengentaskan buta huruf. Untuk merespon keinginan masyarakatnya  ini, maka dilakukanlah Amandemen UU yang terkait dengan pendidikan. Melalui hal ini, maka banyak sekolah yang didirikan dan melibatkan sektor swasta. Amandemen tersebut menyatakan “Negara akan berusaha keras untuk memberikan, dalam periode sepuluh tahun…pendidikan wajib dan gratis untuk semua anak sampai mereka mencapai usia 14 tahun”.

Melalui kebijakan ini, maka guru yang malas, anak yang tidak sekolah dan orang tua yang tidak sadar akan arti pentingnya pendidikan menjadi terbangun dari tidur panjangnya. Bahkan juga dilakukan kebijakan untuk memberikan makanan pada siang hari bagi siswa. Prinsipnya pada perut yang lapar tidak akan bisa belajar dengan tenang.

Transisi demografi akan menjadi faktor dominan bagi pembangunan bangsa. India memiliki potensi untuk membangun lebih besar karena dividen demografinya ini. Jumlah penduduk besar dengan komposisi usia produktif yang lebih banyak dan ditunjang dengan tingkat pendidikan yang lebih baik, sementara upah kerja murah merupakan faktor keberuntungan India di dalam pembangunan bangsanya. Dan melalui hal ini maka India bergerak menuju kepada kesejahteraannya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

KEPENTINGAN BARAT DI TIMUR TENGAH

Memang sudah menjadi takdir Tuhan, bahwa di daerah tandus pandang pasir, ternyata di bawahnya terdapat sumber daya alam (SDA) yang luar biasa, yaitu minyak dan gas bumi. Melalui keberadaan SDA seperti itu, maka negara-negara Timur Tengah bisa menjadi negara dengan tingkat kemakmuran yang memadai. Sebutlah misalnya. Arab Saudi, Irak, Uni Emirat Arab, Qatar dan sebagainya adalah contoh beberapa negara yang memperoleh berkah minyak di dalam kehidupan masyarakatnya.
Sesungguhnya negara-negara ini bisa menjadi negara yang sangat kuat disebabkan oleh kenyataan SDA alam yang sangat prospektif tersebut. SDA seperti ini memang tidak bisa diperbaharui, sehingga jika tidak dimanej dengan pertimbangan yang sangat matang, maka dalam suatu kesempatan akan habis juga. Itulah sebabnya negara-negara teluk ini menjadi rebutan secara ekonomik oleh negara-negara barat sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari penguasaan ekonomi dunia oleh barat dan kroninya.
Penjajahan di era modern seperti sekarang memang tidak seperti di masa lalu, abad ke 18 dan 19 awal, akan tetapi penjajahan tersebut berupa penguasaan ekonomi melalui perusahaan-perusahaan internasional yang melakukan penguasaan secara sistematis yang dibantu oleh negara adi daya. Jika di masa lalu penjajahan tersebut berupa penguasaan wilayah dan mendudukinya, maka sekarang menggunakan pola lain, yaitu penguasaan ekonomi internasional.
Negara-negara barat memang sangat tergantung kepada produk minyak dari negeri-negeri teluk ini. Berjuta-juta barel dibutuhkan untuk menghidupkan roda ekonomi dan seluruh jaringan yang menopangnya. Makanya kepentingan barat terhadap negara-negara timur tengah juga luar biasa. Di sinilah arti pentingnya pemimpin negara teluk bagi kepentingan barat. Berbagai invasi yang dilakukan oleh barat terhadap negara-negara teluk hakikatnya adalah penyelamatan kepentingan ekonomi ini.
Memang harus diakui bahwa beberapa rezim yang jatuh, misalnya Irak dengan Saddam Husein, Libya dengan Moammar Khadafy, dan lainnya adalah pemimpin negara yang otoriter dan menggunakan kekuasaan militer untuk mempertahankan kekuasaannya. Semua lawan politiknya dibabat habis sebagai konsekuensi keberaniannya untuk melakukan pembangkangan politik. Makanya di dalam perspektif barat, negara-negara ini pantas dihajar agar dapat menerapkan demokrasi.
Akan tetapi demokrasi itu juga harus dikawal dengan senapan senjata oleh pasukan internasional dengan dalih pemulihan keamanan. Maka di Irak hingga sekarang juga masih bercokol kekuatan militer internasional. Salah satu kelemahan masyarakat di timur tengah adalah kesukuannya yang sangat kuat dan sulit bersatu dalam konsep demokrasi yang dipahami oleh masyarakat modern. Makanya, pertempuran antar suku dan faksi di sana juga sangat tinggi. Untuk mengaturnya maka dibutuhkan pemimpin yang kuat yang cenderung otoriter tersebut. Beberapa pemimpin negara bisa memimpin dalam waktu yang lama sebab menggunakan konsep kepemimpinan yang otoriter dimakud.
Oleh karena itulah maka yang dijadikan sebagai pintu masuk di dalam berbagai intervensi asing di negara-negara teluk adalah demokratisasi dan HAM. Di sinilah memang kelemahan utama negara di teluk tersebut dalam pandangan negara-negara yang menganggap dirinya paling demokratis. Ada keinginan untuk menjadikan negara-negara otoriter di teluk tersebut sebagai negara demokratis sebagaimana pandangan demokrasi barat.
Bisa saja demokrasi dalam pandangan barat tersebut tidak sama dan sebangun dengan pengalaman sejarah negara-negara yang memang terdiri dari suku-suku yang dalam banyak hal sering berseteru di dalam penguasaan negara. Oleh karena itu, demokrasi adalah pengalaman baru yang bisa saja akan mengalami stagnasi di masa depan.
Sebagai eksperimen tentang pengelolaan negara, maka tetap ada dua kemungkinan, yaitu berhasil atau gagal. Akan tetapi yang untung tetap saja adalah negara adi daya yang memiliki kepentingan ekonomi politik dalam kerangka penguasaan ladang minyak yang memang sangat dibutuhkan.
Wallahu a’lam bi al shawab.

INDUSTRY FOR BETTER LIFE

Saya senang sebab pagi ini, 24/10/2011,   saya memperoleh ceramah dari Wakil Menteri Perindustrian, Prof. Dr. Ir. Alex SW Retraubun, yang secara kritis melakukan penilaian tentang kebijakan ekonomi di Indonesia. Secara makro, ekonomi Indonesia berkembang 4,9 persen tahun 2009 dan tahun 2010 menjadi 6,1 persen.  Sesungguhnya Indonesia bisa mejadi raksasa ekonomi sebab memiliki sumber daya alam (SDA) yang luar biasa. Hanya sayangnya bahwa SDA yang melimpah tidak bisa menjadi pengungkit besar bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kekayaan yang ada di lautan ternyata tidak terhingga, demikian pula yang di daratan. Mulai dari bahan tambang, hasil hutan, hasil laut  dan sebagainya yang bisa dijadikan sebagai instrumen  bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Kiranya memang perlu ada perubahan mindset di kalangan para pengambil kebijakan. Untuk memahami pentingnya perubahan ternyata butuh waktu. Untuk menyadarkan bahwa ada potensi kelautan yang  memiliki potensi untuk pembangunan masyarakat. Makanya setiap wilayah akan didirikan cluster yang dipimpin oleh pejabat  yang memiliki mindset untuk menumbuhkan industri di wilayah clusternya.

Bayangkan bahwa rumput laut kita adalah yang terbaik di  dunia.  Akan tetapi bahwa yang dijadikan bahan ekspor adalah bahan baku yang  harganya murah. Ke depan kita harus mengekspor bahan jadi atau sekurang-kurangnya setengah jadi.  Sebab melalui  ekspor bahan baku, maka harganya tidak akan bisa bersaing.  Sebagai penghasil rumput laut untuk bahan-bahan  kosmetik, obat-obatan dan sebagainya, semestinya bisa diproduksinya di dalam negeri, sehingga yang diekspor adalah bahan jadi atau setengah jadi.

Sayangnya masih ada kebijakan para pimpinan negara yang mengembangkan pemikiran neoliberalisme, dengan proposisinya yang terkenal yaitu “biarkan pasar bersaing bebas terjadi begitu saja”. Melalui filsafat ekonomi kapitalistik  ini,   maka segalanya diatur pasar. Tidak perduli  apakah yang akan bersaing itu sepadan atau tidak. Di Amerika, proteksi terhadap program industri yang baru lahir selalu dilakukan dan baru boleh bersaing ketika sudah tumbuh dewasa. Sedangkan di Indonesia, hal itu tidak terjadi.  Besar-kecil bersaing bebas.  Itulah sebabnya di Indonesia pertumbuhan industri sangat sulit.

Bisa dibayangkan bagaimana Indonesia bisa mengimpor garam padahal Indonesia memiliki banyak wilayah yang bisa menghasilkan garam. Sepanjang pulau Madura adalah produsen garam yang telah menyejarah sepanjang masa. Produknya juga tidak kalah dengan yang lain. Ketika mereka panen garam, ternyata produk garam di pasar sudah jenuh sebab ada barang impor.  Di NTT terdapat waktu selama delapan bulan tidak ada hujan, sehingga musim kering sebagai musim produksi garam  yang luar biasa, jauh lebih besar disbanding dengan kapasitas Jawa Timur.  Jadi kalau semua digerakkan, maka sebenarnya swasembada garam itu akan bisa dilaksanakan.

Demikian pula dengan kentang. Bagaimana negara yang terkenal sebagai negara agraris ini ternyata mengimpor kentang  dari C ina. Ketika para petani Indonesia panen kentang ternyata kentang di pasar sudah sangat  banyak sehingga harga kentang lokal tidak bisa bersaing dengan kentang dari Cina. Inilah beberapa ironi yang terjadi di Indonesia.

Perkembangan industry sangat rendah dan dengan distribusi yang sangat tidak merata. Bayangkan industry berkembang dengan persentase 70 persen di Jawa, 20 persen di Sumatera dan 10 persen di wilayah lain. Hal ini menandakan bahwa pembangunan  industri kita tidak adil. Ada bias distribusi yang luar biasa. Bisa dibayangkan bahwa kakao itu produk dari Sulawesi, sementara  itu pabrik kakao di Bandung.  Maka biaya produksinya menjadi mahal, sebab ada biaya transportasi, upah  kerja dan prosesnya yang menjadi lebih mahal. Andaikan di bangun pabrik kakao tersebut di Sulawesi, maka harga produknya relatif rendah dan juga bisa mengembangkan kawasan ekonomi  di wilayah lain.

Ada tradisi untuk mengembangkan industri besar, seperti industri Sawit. Sebab di situ banyak orang besar yang  berada di situ. Sementara industri kelapa tidak terurus. Produk kelapa itu ada di sepanjang pantai mulai dari Sumatera sampai Papua. Dan yang mengurus kelapa adalah masyarakat.  Makanya pantas jika masih banyak orang miskin sebab industri yang berkaitan langsung dengan produk masyarakat tidak diurus dengan maksimal.

Jadi harus ada kebijakan dan keputusan untuk mendukung terhadap industry yang berkaitan langsung dengan masyarakat. Kalau industri otomotif tanpa didukung oleh kebijakan pemerintah pun akan bisa berkembang, akan tetapi jika industri kelapa yang berbasis rakyat harus didukung oleh keberpihakan pemerintah.

Wallahu a’lam bi al shawab.

BELAJAR DARI RUNTUHNYA REZIM OTORITER

Kita semua hampir tidak percaya bahwa rezim kuat di Afrika menjadi bertumbangan akibat kekuatan barat yang bersekutu dengan dan dibantu oleh kekuatan lokal. Mesir, negara yang menjadi kiblat modernisasi di Afrika utara ternyata juga tumbang dalam gerakan reformasi yang dilakukan oleh rakyatnya. Demikian pula Tunisia juga hancur karena kekuatan people power. Dan yang terakhir tentunya adalah kejatuhan Moammar Khadafy di Libya.
Tentu tidak ada yang menduga bahwa orang kuat nomor satu di benua Afrika tersebut akan tumbang. Hal ini tentu saja disebabkan oleh kekuatan militer, kekuatan dana dan kharisma Sang Kolonel untuk menjadi penguasa tiada banding si negerinya. Dukungan pasukan yang setia yang ditopang oleh kekuatan penguasaan ekonomi dalam negeri dan kekuatan rezim otoriter yang dimilikinya tentu menjadi pertimbangan bahwa Libya sangat berbeda dengan Mesir dan Tunisia.
Akan tetapi secara faktual ternyata sungguh berbeda. Khadafy akhirnya harus menemui ajalnya dalam serangan bertubi-tubi yang dilakukan oleh tentara sekutu Amerika Serikat dan Perancis dibantu oleh tentara rakyat dari dalam negeri. Tanggal 21 Oktober 2011 menjadi saksi tersungkurnya kekuatan otoriter Khadafy di daerah kelahirannya. Namun demikian, sesungguhnya kekuasaannya tidak akan jatuh seandainya tidak ada campur tangan tentara sekutu, yang bahu membahu dengan kekuatan rakyat di dalam negeri.
Memang harus diakui bahwa para penguasa negeri kaya minyak ini adalah penguasa tiran. Otoriterisme menjadi bagian tidak terpisahkan dari tindakan penguasanya. Hosni Mubarak juga merupakan representasi dari presiden dengan kekuasaan otoriter. Demikian pula Republik Libya juga dipimpin oleh diktator yang berkuasa selama 42 tahun. Sebelumnya Irak dengan Saddam Husein juga negara yang dikenal sebagai negara otoriter. Negara-negara dengan sistem pemeritahan otoriter ini ketepatan adalah negara yang kaya minyak dan sangat potensial untuk menjadi negara kuat.
Khadafy sangat tidak disukai Barat sebab dianggap sebagai pemimpin yang memiliki nyali untuk melawannya. Begitu bengalnya, maka George W. Bush menganggapnya sebagai Anjing Gila. Sebuah julukan kebencian yang luar biasa. Kasus Lockerby adalah contoh betapa bengalnya Khadafy dalam percaturan dan relasinya dengan dunia Barat. Makanya, semenjak tahun 1992, Lybia diembargo oleh Barat dalam kapasitasnya sebagai negara merdeka. Akan tetapi bukan Libya jika tidak mampu bertahan di tengah embargo ekonomi tersebut.
Meskipun di tahun-tahun terakhir, Khadafy mulai bisa bersahabat dengan Barat, akan tetapi tetap saja Khadafy tidak akan menguntungkan Barat. Melalui kekuasaannya yang otoriter, maka Khadafy akan tetap membahayakan kepentingan Barat dalam skala global game. Tetap saja Khadafy dianggap sebagai musuh yang harus dienyahkan. Maka disusunlah skenario untuk menghancurkannya melalui pintu masuk demokrasi dan HAM. Kenyataannya bahwa Khadafy memang tetap bertahan dengan kepemimpinan otoriternya tersebut, dan juga menghabisi semua lawan politiknya tanpa menghiraukan HAM.
Anti demokrasi dan HAM inilah yang kemudian menjadi entry point untuk melakukan gerakan serangan kepada rezim Khadafy oleh Barat yang dibantu oleh kekuatan dalam negeri. Dan sebagaimana diketahui Khadafy pun tumbang dengan segenap keluarganya. Anak-anaknya semuanya tewas di dalam serangan yang memborbardir Libya tersebut.
Sungguh merupakan akhir yang tragis bagi penguasa yang dahulu merebut kekuasaan juga dengan cara kudeta terhadap Raja Idris itu.
Apa yang sesungguhnya bisa dipelajari dari runtuhnya kekuasaan tiranik di benua Afrika ini? Indonesia tentu saja juga mengalami reformasi melalui proses kekuatan rakyat atau people power. Hanya bedanya, di Indonesia tidak terjadi pertumpahan darah. Reformasi damai. Hal ini tentu saja disebabkan oleh adanya kesadaran bagi para pemimpin bangsa ini untuk melakukan perubahan secara damai tersebut. Era Soeharto sebagai rezim otoriter tidak melakukan perlawanan ketika terjadi gerakan people power tersebut. Makanya, gerakan people power juga hanya dilakukan melalui demonstrasi dan orasi tanpa letupan moncong senjata api.
Inilah kiranya keunikan reformasi di Indonesia yang tidak ada bandingannya di dunia ini. Jika kita mengalami reformasi damai, maka sudah sepantasnya jika kita sekarang juga melakukan pengisian reformasi tersebut dengan gerakan membangun bangsa dengan kekuatan sendiri atau kemandirian dan kerja keras. Makanya yang dibutuhkan adalah kesadaran masyarakat untuk terus membangun dan juga pimpinan negara yang mengedepankan demokrasi dan HAM.
Melalui pengedepanan dua hal ini secara benar, maka kasus Libya tentu tidak akan pernah terjadi di negeri yang kita cintai ini.
Wallahu a’lam bi al shawab.

KEPEMIMPINAN DAN PERCEPATAN PENUNTASAN KORUPSI

Banyak orang yang menyatakan bahwa pemerintah lambat di dalam merespon berbagai persoalan yang dihadapi bangsa ini. Sebagaimana diungkapkan di harian Kompas, 21/10/2011, bahwa jika diketahui bahwa banyak uang negera yang diselewengkan oleh penyelenggara negara, maka seharusnya presiden melalui kewenangannya bisa melakukan percepatan untuk menyelesaikan masalahnya. Presiden bisa berkoordinasi dengan aparat hukum untuk menuntaskan masalah ini.
Akan tetapi tentu ada sebuah pertanyaan dasar yaitu apakah semudah itu melakukan percepatan tindakan hukum bagi koruptor. Jawabannya tentu saja tidak mudah. Ada sejumlah variabel yang mesti diperhatikan, misalnya kekuatan politik, kekuatan pengusaha, kekuatan dukungan yang bersangkutan dan yang tidak kalah penting adalah kesahihan bukti pelanggaran. Di tengah hiruk pikuk HAM dan koridor hukum dan tekanan eksternal yang selalu membayangi masalah penegakan hukum, maka sesungguhnya yang rumit adalah menyelesaikan sesuatu di luar hukum itu sendiri.
Semua tentu setuju bahwa penegakan hukum yang terkait dengan tindakan korupsi harus cepat diselesaikan dengan tanpa pandang bulu. Hal ini harus dilakukan untuk menjawab tuduhan bahwa pemerintah pilih kasih di dalam penyelesaian kasus-kasus korupsi. Meskipun semua juga tahu bahwa penegakan hukum tersebut sudah dilakukan.
Saya termasuk yang menolak anggapan bahwa pemerintah tidak memiliki agenda tentang pemberantasan korupsi. Meskipun tampak tertatih-tatih akan tetapi gerakan pemberantasan korupsi sudah dilakukan. Melalui wadah KPK, maka geliat tentang pemberantasan korupsi sudah ditabuh dan juga sudah berhasil menyelesaikan beberapa kasus yang dianggap penting.
Sesungguhnya agenda penuntasan kasus korupsi tersebut sudah terdapat di dalam agenda prioritas pembangunan. Sebagaimana yang tertuang di dalam Inpres Tahun 2010, bahwa salah satu agenda pemerintah adalah tentang prioritas pada polhukam. Jika kita menyimak hal ini, maka pemberantasan korupsi adalah salah satu bagian dari prioritas di bidang hukum yang harus ditegakkan.
Kasus korupsi memang masih membelenggu bangsa ini. Hingar bingar kasus korupsi yang melibatkan partai politik adalah bagian penting yang masih menyisakan masalah. Dan dugaan seperti ini yang pada gilirannya memperpuruk performance pemerintah di mata pengeritiknya.
Di antara pilihan skenario planning Indonesia, maka di era reformasi ini memang dipilih skenario lambat tetapi pasti. Bisa saja skenarionya dipilih yang cepat dalam segala aspeknya, akan tetapi resiko yang ditanggung oleh perubahan cepat tersebut juga akan lebih besar. Dengan demikian, setiap pilihan skenario akan memiliki kelemahan dan kekuatannya sendiri. Namun demikian pilihan skenario lambat tetapi pasti juga tidak kalah pentingnya. Pada era Gus Dur menjadi presiden dicoba untuk menggunakan skenario cepat dalam banyak hal, akan tetapi juga berhadapan dengan kekuatan lain yang sangat powerfull dan gigantic.
Belajar dari banyak pengalaman ini, maka di dalam pemberantasan korsi juga harus benar-benaf berdasarkan atas pembuktian yang benar dan hal ini pasti membutuhkan waktu yang panjang. Tidak bisa dengan hantam kromo dengan dalih memiliki kekuasaan.
Dengan demikian, maka ketika kita merasakan bahwa pemerintah lambat di dalam penyelesaian kasus korupsi, maka sesungguhnya hal tersebut adalah pilihan untuk melakukan perubahan secara gradual tetapi pasti dan tujuan akhirnya akan dapat dicapai.
Wallahu a’lam bi al shawab.