• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

DIKLATPIM DAN PEMBELAJARAN KEPEMIMPINAN

Sudah menjadi pemimpin ternyata masih harus belajar kepemimpinan. Itulah yang kira-kira pertama kali dirasakan oleh beberapa kawan yang mengikuti Diklatpim Tingkat I di Lembaga Administrasi Negara (LAN) Jakarta. Pertanyaan ini tentunya layak dikemukakan sebab di antara peserta ini ternyata sudah ada yang memiliki pengalaman sebagai pejabat eselon I dalam varian instansinya.
Melalui proses panjang selama mengikuti pendidikan ini, maka akhirnya diketahui bahwa selalu ada manfaat dari proses belajar. Saya lalu menjadi ingat Sabda Nabi Muhammad saw yang menyatakan “carilah ilmu mulai dari ayunan sampai ke liang lahat.” Jadi pendidikan adalah long life education atau pendidikan sepanjang masa atau juga disebut sebagai life long education atau pendidikan sepanjang hayat. Jadi sebelum muncul konsep baru tentang pendidikan sepanjang hayat, maka Nabi Muhammad saw sudah mengajarkannya.
Pendidikan apapun, di manapun dan bagaimanapun selalu memiliki peran penting di dalam kehidupan ini. Sejarah telah membuktikannya. Bangsa yang pendidikan masyarakatnya maju adalah bangsa yang maju. Kemajuan pendidikan menjadi salah satu aspek penting di dalam indikator pengembangan sumber daya manusia (SDM).
Pendidikan dan Latihan yang diselenggarakan oleh LAN adalah pendidikan khusus kepemimpinan. Maka sesungguhnya yang ditransferkan di dalam proses pembelajaran adalah bagaimana menjadi seorang pemimpin. Saya memang sependapat dengan teori yang menyatakan bahwa kepemimpinan memang dilahirkan. Bisa saja lahir dari situasi sosial yang memang menghendaki kelahirannya atau yang memang didesain untuk menjadi pemimpin.
Di dalam situasi krisis biasanya akan melahirkan pemimpin. Masa krisis akan menjadi faktor eksternal lahirnya pemimpin. Di era penjajah, dimana tekanan eksternal sangat kuat, maka akan menghasilkan banyak pemimpin nasional. Mereka tidak lahir secara instan, akan tetapi lahir karena tekanan situasi yang sangat kuat. Di dalam hal ini, maka mereka akan menjadi pemimpin ideologis yang sangat kuat. Itulah sebabnya di era penjajahan akan selalu lahir pemimpin dengan tingkat ideologis yang sangat tinggi.
Berbeda dengan pemimpin yang dilahirkan oleh era keteraturan sosial yang kuat, maka yang lahir adalah pemimpin yang lebih fragmatis. Apalagi jika pemimpin tersebut tidak lagi mengenal atau merasakan masa-masa yang sulit, sehingga tidak merasakan pahit getirnya perjuangan. Itulah sebabnya, pesan Bung Karno adalah “jangan lupakan sejarah”.
Diklatpim tentu tidak akan melahirkan pemimpin heroik. Diklatpim akan melahirkan pemimpin yang secara struktural akan membangun komitmen untuk menjalankan yugas dan mencari solusi atas masalah yang dihadapi oleh institusinya. Dia akan membangun dan mengimplementasikan ide atau visinya di dalam permanent system yang digelutinya. Oleh karena itu, yang bersangkutan akan mengembangkan idenya untuk perbaikan dan pengembangan program yang terkait dengan tupoksinya.
Di dalam acara Pembukaan secara resmi Kantor Administrasi Negara, maka Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi AE Mangindaan, menyatakan bahwa untuk memangku jabatan eselon I, maka dipersyaratkan “didik duduk”. Artinya, bahwa seorang pejabat akan dapat menduduki jabatan eselon I selama yang bersangkutan sudah pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan yang relevan dengan eselonisasinya.
Jika di masa lalu bisa saja seseorang menduduki jabatan tertentu tanpa pendidikan yang setara, maka sekarang tidak bisa lagi. Itulah sebabnya Diklatpim Tingkat I ini sangat penting sebab memang merupakan persyaratan bagi pejabat atau yang sudah menjabat untuk memahami apa yang sebenarnya menjadi tugasnya.
Jadi, diklatpim memang akan menghasilkan pemimpin dalam kapabilitasnya sebagai pemimpin struktural yang akan menyangga kepemimpinan administratif dan pengambil kebijakan yang relevan dengan tupoksinya.
Wallahu a’lam bi al shawab.

KETELADANAN PEMIMPIN

Sebagai agama yang mengajarkan tentang arti pentingnya kepemimpinan, maka Al Qur’an menyatakan bahwa pada diri Nabi Muhammad saw adalah contoh yang baik atau uswah hasanah khususnya bagi orang yang menginginkan adanya keteraturan kehidupan di dunia ini. Pertanyaannya adalah apakah ada relevansi antara kepemimpinan dengan keteraturan dunia?  Sebagai jawabannya, maka dapat dipastikan bahwa ada relevansi yang signifikan antara keduanya.  Keterkaitan tersebut dapat dilihat di dalam berbagai praksis kehidupan yang menyejarah di dalam dunia ini.

Di dalam sejarah agama-agama, maka berbagai konflik yang terjadi sesungguhnya dipicu oleh bagaimana para pemimpin mereka menafsirkan tentang relasi antar agama-agama. Di dalam konflik antara suku-suku di India dengan etnis Arya di India, maka mempertemukan antara Rahwana atau Dasamuka yang merupkan representasi kulit berwarna di India atau masyarakat asli India dengan etnis Arya yang datang dari utara berkulit putih dan berbeda kepercayaan dengan kelompok lainnya. Jika Rahwana dan bangsanya menyembah Dewa  Syiwa, maka kelompok bangsa Arya menyembah Dewa Indra yang keduanya kemudian bertempur di dalam episode Epos Ramayana. Jadi pemimpin kedua bangsa berperang untuk kepentingan masing-masing bangsanya. Konflik atau ketidakteraturan di India tersebut terjadi karena pimpinannya berpegang pada prinsip kebenaran masing-masing.

Perang paling monumental adalah Perang Salib yang melibatkan tentara Islam dan Kristen di zaman pertengahan.  Pimpinan tertinggi atau Panglima Perang Islam adalah Salahuddin al Ayyubi dan Pimpinan tertinggi tentara Kristen atau Panglima Perangnya adalah Richard Berhati Singa. Keduanya adalah pimpinan bangsa yang ditangannya segala keputusan berperang atau tidak berperang ditetapkan. Perang seratus tahun tersebut menjadi tonggak bagi pembagian dunia Islam dan Kristen yang batas-batasnya sangat jelas. Perang ini tentu mengakibatkan banyak kerusakan, baik harta maupun nyawa. Dan tentu saja masing-masing ingin menjadi pemenang. Jadi, pimpinan juga menentukan terhadap adanya ketidakteraturan di  dunia ini.

Sejarah tentu bukan peristiwa ideal. Di dalam sejarah selalu ada bercak-bercak darah yang menetes karena sabetan pedang atau tembakan senapan bahkan meletusnya bom yang meluluhlantakkan dunia dan manusia di dalamnya. Sejarah apapun menggambarkan tentang jatuhnya air mata kesedihan karena ditinggalkan orang-orang yang dicintainya. Di dalam sejarah Islam, misalnya diketahui bagaimana Sayyidina Usman dan Sayyidina Ali meninggal karena keculasan lawan-lawan politiknya. Demikian pula meninggalnya Sayyidina Hussein di Padang Karbala.

Ketika Sayyidina Hussein akan pergi dengan keluarganya untuk mendatangi Padang Karbala, maka beliau dilarang pergi. Ada semacam firasat yang menggambarkan bahwa Sayyidina Hussein dan keluarganya akan dibantai habis oleh lawan politiknya. Ternyata betul bahwa Sayyidina Hussein dan keluarganya dihabisi di Padang Karbala. Kepalanya ditebas dari depan dan lepas dari tubuhnya. Cucu Nabi Muhammad saw yang suci ini harus berkalang tanah dalam sejarah Islam politik yang terjadi kala itu. Muawiyah menang di dalam percaturan kekuasaan politik,  sedangkan Sayyidina Hussein menang di dalam percaturan kultural berbasis moralitas. Sayyidina Hussein dikenang sebagai syahid yang luar biasa dalam membela kebenaran yang berbasis moralitas keislaman di kala itu. Ia dikenang oleh umat manusia sebagai orang suci sampai akhir zaman. Kenyataan historis ini juga menyiratkan suatu gambaran bahwa pemimpinlah yang menentukan apakah dunia ini akan teratur atau tidak.

Dengan demikian, sebenarnya dunia ini akan menjadi aman atau tidak sangat tergantung kepada para pemimpinnya. Itulah sebabnya  kedudukan pemimpin sangat menentukan terhadap bagaimana keteraturan sosial atau konflik sosial itu akan terjadi. Secara konseptual, maka dua fenomena ini menghasilkan teori sosial yang menjadi grand theory, yaitu teori konflik dan teori keteraturan sosial.

Bagi umat manusia, sebenarnya yang dibutuhkan adalah keteraturan sosial. Siapapun orangnya tentu tidak ingin ada suasana seperti di Afghanistan, Irak, dan dan negara lain  yang berada di dalam nuansa konfliktual. Bagi orang yang memiliki nurani tentang kerukunan, keharmonisan dan keselamatan berbasis pada etos keagamaan dan kedamaian.

Untuk meraih keadaan seperti ini, maka peran pemimpin menjadi sangat besar. Secara historis dapat diketahui tentang bagaimana contoh Nabi Muhammad saw membuat Piagam Madinah, yang merupakan contoh kongkrit tentang bagaimana membangun kehidupan masyarakat yang plural dan multikultural dalam satu ikatan kepemimpinan yang memberi keteladanan dan perdamaian. Ada hak dan kewajiban dari masing-masing kabilah atau suku yang berbeda tersebut dalam koridor kesepahaman di antara mereka.

Dalam lingkup Indonesia, kita juga memiliki contoh tentang pemimpin bangsa yang berhasil merumuskan Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Keberagaman sebagai pilar kebangsaan. Melalui pilar kebangsaan sebagaimana yang dirumuskan para pemimpin bangsa tersebut, maka kita sekarang menikmati kehidupan bernegara yang aman, tertib dan damai. Makanya, sudah saatnya jika kita bersyukur atas nikmat kebangsaan yang kita raih sekarang. Tanpa usaha untuk mepersatukan bangsa sebagaimana yang sudah dirumuskan oleh para pendiri bangsa, mungkin kita sekarang sudah tercerai berai. Jadi, kiranya memang ada relevansi antara keteladanan pemimpin dengan keteraturan sosial di dalam suatu negara.

Wallahu a’lam bi al shawab.

KENDALA DAN SOLUSI PENGEMBANGAN UMK

Di kota Yogyakarta terdapat sebuah organisasi yang kemudian dikenal sebagai Forum Komunikasi UMKM yang didirikan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan.  Organisasi ini  sekarang memiliki sebanyak 14 kelompok dengan anggota sebanyak 30-60 orang. Menurut Forkom, bahwa perlu ada kebijakan yang memihak atau pro UMK.  Sebagai contoh, dalam hal pemasaran, maka UMK juga tidak memiliki daya tawar yang kuat, misalnya untuk masuk ke Mall, maka Mall memiliki otoritas penuh untuk menerima atau menolak. Hal ini tentu saja terkait dengan standar yang ditetapkan oleh Mall itu. UMK yang belum memiliki brand yang kuat dengan desain dan produk yang sangat bagus, tentu  tidak akan pernah bisa bersaing untuk masuk ke Mall. Standarnya sangat tinggi, sementara itu banyak UMK yang tidak bisa memenuhi. Melalui kesulitan pemasaran lewat jalur formal ini, maka pengusaha UMK lalu harus mencari pasar sendiri.

Di dalam hal bahan baku, maka juga sering para pengusaha UMK berhadapan dengan para pengusaha besar. Contohnya bahan baku kulit, maka sering para pengusaha besar dari luar daerah mempermainkan harga kulit tersebut. Belum lagi ketika mendapatkan order yang diperoleh lewat pengusaha, maka biasanya  bahan baku juga mereka yang menyediakan. Akibatnya, pengusaha UMK hanya menjadi pekerja untuk para pengusaha perantaranya. Mereka yang lebih berkuasa menentukan harga bahan baku, harga jual dan yang memasarkannya. Jadi dalam banyak hal, pengusaha UMK hanya menjadi pekerja saja.

Problem yang paling berat adalah terkait dengan ekspor produk UMK. Di dalam hal ini, para pengusaha UMK benar-benar menjadi kelompok pengusaha yang sangat tergantung kepada pemberi kerja. Belum lagi problem di jalanan yang sering juga mengganggu, misalnya ketika pengiriman barang ke Semarang –harus melalui transportasi laut—maka di jalan juga banyak tarikan yang harus ditanggung oleh pengusaha. Meskipun jumlahnya kecil-kecil, akan  tetapi jumlah  banyak, sehingga jika dikalkulasi juga bisa memberatkan terhadap pengusaha UMK. Selain itu juga kualitas teknologi terapan yang dimiliki oleh pengusaha juga sering ketinggalan zaman, sehingga kualitas produk juga kurang memadai. Akibat lebih jauh adalah ketidaksiapan produk UMK untuk bersaing dengan pasar dalam negeri sendiri maupun pasar internasional.

Seorang pengusaha UMK juga menyatakan tentang  problem yang menyangkut CSR. Kebanyakan  BUMN/BUMD juga mengalokasikan CSR-nya hanya untuk kepentingan ke dalam. Misalnya untuk kepentingan koperasi karyawan. Jadi yang dialokasikan untuk masyarakat, misalnya untuk UMK nyaris tidak ada. Jika kita meminta kepada BUMN untuk membantu terhadap kepentingan UMK, maka juga nyaris tidak memperoleh jawaban yang memadai. Jadi CSR hanya untuk kepentingan internal perusahaan.

Ke depan kita juga akan menghadapi AFTA. Namun demikian respon terhadap hal ini juga belum nampak mengedepan. Dengan adanya AFTA,  maka akan semakin banyak pengusaha UMK yang akan mati. Persaingan dengan barang-barang dari luar negeri misalnya Cina, Taiwan dan sebagainya yang secara bebas akan memasuki Indonesia, maka jelas akan mematikan usaha-usaha kecil dan mikro. Selain karena faktor harga yang lebih murah, juga barang dari luar negeri tersebut  diproduksi secara masal dan menggunakan teknologi modern, sehingga kualitas produknya jauh lebih baik. Jadi kita menghadapi persaingan harga, persaingan kualitas dan persaingan massal dengan produk luar negeri. Jika tidak diperhatikan tantangan AFTA ini, maka ke depan akan semakin banyak pengusaha UMK yang gulung tikar.

Menurut Triharso Wibowo, bahwa sekarang ini kondisi pengusaha UMK itu membuat produk sendiri dan menjual sendiri. Harus bisa buat,  bisa jual. Padahal problem utama dari UMK adalah mengenai bahan baku. Bahan baku menjadi sangat langka karena dikuasai oleh pedagang besar dan mereka menetapkan standart harga yang tinggi, akibatnya tidak mampu terjangkau oleh kemampuan pengusaha UMK. Kotagede dahulunya dikenal sebagai daerah pengrajin perak, akan tetapi sekarang sudah tidak ada lagi, sudah mati.

Itulah sebabnya ada yang semula pengusaha menjadi pekerja. Dalam kasus perdagangan ekspor dengan luar negeri, maka seharusnya pembayaran itu dilakukan dengan skema 50 persen dan 50 persen. Jadi down payment-nya mestinya 50 persen dari total pesanan. Akan tetapi yang terjadi hanya 30 persen dan kemudian ketika barang dikirim maka dibayar 20 persen lagi, dan sisanya menunggu sampai berbulan-bulan untuk mendapatkan pembayaran sampai 100 persen. Di sinilah akan berakibat para pengusaha UMK akan kesulitan modal, sebab uang yang seharusnya bisa ditanam kembali untuk berusaha ternyata nyantol di luar negeri.

Dijelaskan lebih lanjut oleh Heru, bahwa memang ada dua pola perdagangan dengan luar negeri atau ekspor, yaitu direct selling dan agency selling. Jika pengusaha UMK bisa melakukan jual beli langsung dengan pengusaha luar negeri melalui skema ekspor produk, maka pengusaha akan untung sebab akan bisa menikmati harga yang jauh lebih baik, akan tetapi jika melalui broker atau agensi, maka labanya menjadi mengecil bahkan nyaris  tidak ada. Satu kasus terkadang barang yang dikirim itu dianggap tidak memenuhi kualifikasi atau standar ekspor dan sudah dikirim, maka barang itu akan dikembalikan. Jika terjadi yang seperti ini, maka kerugian itu akan ditanggung oleh pengusaha. Jadi untuk ekspor produk memang mengalami banyak hambatan yang dialami oleh pengusaha UMK.

Suyadi,  pengusaha UMK juga menyatakan bahwa kenaikan harga terkadang dilakukan secara sepihak oleh pengusaha lainnya. Dalam kasus bahan baku, terkadang kenaikan harga barang itu dilakukan di tengah produksi sedang berlangsung. Padahal harga jual sudah disepakati, sehingga ketika terjadi kenaikan bahan baku secara mendadak, maka pasti pengusaha UMK akan kalang kabut.

Di dalam menghadapai kenyataan ini, maka mereka mengajukan beberapa Solusi, antara lain:

  1. 1.       Pemerintah memang harus hadir di tengah kesulitan yang dihadapi oleh para pengusaha UMK ini. Misalnya melalui payung regulasi yang memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada mereka. Payung regulasi ini penting agar  mereka  bisa berusaha dengan nyaman dan tenang,  sebab pemerintah memberikan jaminan keamanaan untuk berusaha.
  2. 2.       Pemerintah juga harus memperdulikan terhadap pengusaha UMK terkait dengan anggaran yang memihak kepada pemberdayaan UMK. Selama ini para pengusaha bermodalkan dengan kemampuan sendiri, menjual sendiri dan berusaha sendiri. Ke depan diperlukan program yang lebih menukik kepada kepentingan pengusaha UMK dan pemberdayaannya.
  3. 3.       Pemerintah juga harus memberikan proteksi terhadap bahan baku dan produk UKM. Jangan dibiarkan bersaing bebas, sebab dengan persaingan bebas, maka akan banyak pengusaha UMK yang gulung tikar.
  4. 4.       Untuk perdagangan ekspor produk UMK, maka sudah saatnya pemerintah terlibat di dalam  fasilitasinya. Misalnya dengan membuat jaringan dan kerjasama antar negara atau antar perusahaan dengan tujuan untuk  memberikan perlindungan kepada para pengusaha UMK.
  5. 5.       Aparat pemerintah juga harus diubah mindsetnya agar jangan menjadikan pengusaha UMK sebagai sapi perah di dalam  proses produksi dan pemasarannya. Banyaknya biaya tidak resmi atau biaya diluar ongkos produksi akan sangat membebani terhadap para pengusaha UMK, sehingga akan membuat harga barang tidak lagi bisa bersaing.   

MENGEMBANGKAN UKM DI YOGYAKARTA

Beberapa hari yang lalu, kita mendiskusikan tentang pengembangan UKM di Yogyakarta. Mengapa hal ini diperlukan? Apa relevansinya dengan pemerintah di dalam pengembangan UKM ini?Adakah bahwa pengembangan UKM berpengaruh bagi kesejahteraan masyarakat?
Dari temuan lapangan, maka didapati adanya beberapa faktor yang melatarbelakangi rumitnya pengembangan UKM, yaitu adanya kebijakan pemerintah daerah yang kurang mendorong pengembangan UKM, adanya pola ekonomi yang berbasis rent seeking atau pola ekonomi rente, keterbatasan tentang pemasaran produk UKM, sumber daya UKM yang memang belum profesional dan juga kualitas produk yang belum memadai.
Memang harus diakui bahwa ada empat problem yang terkait dengan UKM yang ada semenjak dahulu hingga sekarang. Yaitu problem akses dana, problem kualitas produk, problem kualitas SDM dan problem pemasaran. Empat problem ini merupakan problem yang sistemik, artinya bahwa satu problem mempengaruhi terhadap yang lain. Misalnya problem SDM, maka akan berpengaruh terhadap problem kualitas produk dan berpengaruh terhadap pemasaran, demikian pula problem akses modal juga berpengaruh secara sistemik terhadap kualitas produk dan pemasaran. Demikian seterusnya.
Saya pernah melakukan pemetaan terhadap struktur home industry di Bojonegoro dan Ngawi di dalam kerangka Gerakan Kembali ke Desa (GKD) dengan konsep one village one product. Program ini sudah berlangsung pada waktu Gubernur Basofi Soedirman tahun 1990-an. Atau tepatnya tahun 1995-2000. Kala itu Pak Basofi hanya berkuasa selama satu periode yang diganti oleh pak Imam Oetomo. Problem home industry seperti ini sudah terlacak semenjak itu. Artinya, problem ini adalah problem akut yang hingga sekarang tetap menyejarah.
Akan tetapi hingga sekarang problem ini masih menjadi problem nasional. Berarti bahwa pengentasan kaum UMK tidak bergerak secara signifikan di tengah arus reformasi pembangunan. Menilik kenyataan ini, maka sebenarnya bisa dinyatakan bahwa perhatian pemerintah terhadap problem mendasar UKM belumlah maksimal.
Dalam kasus di Yogyakarta, ternyata bahwa problem utama ini juga belum secara maksimal disentuh oleh pemerintah. Berdasarkan pengakuan para responden yang sempat ditemui di Yogyakarta Fashion Week, ternyata mereka juga belum pernah memperoleh suntikan dana dari pemerintah. Sejauh yang diperoleh adalah sarana untuk mengikuti pameran saja dan pelatihan SDM untuk pengembangan kualitas produk UKM.
Memang sebagaimana yang diungkapkan oleh pejabat DIY, bahwa selama ini memang masih terbatas sentuhan program pada UKM. Memang ada kelompok-kelompok binaan yang disentuh melalui program yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pertanian yang berupa dana pembinaan kepada UMK, akan tetapi jumlahnya masih sangat kecil.
Itulah sebabnya beberapa pelaku bisnis UKM juga mengusulkan agar anggaran untuk UKM bisa dinaikkan. Hal ini mengingat bahwa DIY tidak memiliki sumber daya alam yang kuat selain pariwisata dan ekonomi kreatif. Itulah sebabnya para pengusaha UKM menginginkan agar sentuhan program terutama permodalan dapat ditingkatkan oleh pemerintah.
Kita memang tidak mengingkari bahwa sudah ada usaha yang dilakukan oleh pemerintah daerah, akan tetapi mungkin ke depan harus diperkuat lagi program pemberdayaan UKM. Untuk itu maka yang dibutuhkan adalah pemihakan pemerintah baik dari sisi payung regulasi atau program yang mengarah kepada sasaran langsung para pengusaha UKM.
Wallahu a’lam bi al shawab.

MAKNA BERKORBAN DAN BERSYUKUR

Hari raya Idul Adha (1432 H) ini saya memperoleh kesempatan untuk memberikan khotbah di Masjid Maryam Kota Surabaya. Yayasan masjid ini tidak hanya mengelola masjid saja, akan tetapi juga mengelola lembaga pendidikan mulai dari play group sampai SLTA. Bahkan menurut pengurus yayasan bahwa SLTA yang dikelolanya sudah berstandar nasional. Menurut pengurus yayasan, bahwa jumlah muridnya juga semakin bertambah dari tahun ke tahun.
Biasanya, saya selalu membuat naskah khotbah jika dimintai untuk menjadi khotib. Akan tetapi kali ini saya dengan sangat tepaksa tidak menyiapkan bahan tertulis untuk khotbah saya. Kesibukan observasi lapangan (OL) pada Diklatpim I di Yogyakarta menyebabkan saya tidak sempat untuk menulis naskah khotbah.
Akan tetapi berikut ini, saya ingin berbagi tentang konten khotbah yang saya sampaikan di Masjid Maryam tersebut. Berikut ini adalah pokok-pokok pikiran dari khotbah yang saya sampaikan.
Hari ini adalah hari yang sangat membahagiakan, sebab kita bisa berkunpul di masjid ini dalam rangka pengabdian kita kepada Allah swt. Kedatangan kita di masjid ini menandakan betapa kita pasrah kepada Allah untuk melakukan ibadah. Selain itu, pada hari ini jutaan umat Islam sedang melakukan ibadah haji. Yaitu muktamar terbesar umat manusia di dalam sejarah kehidupan dunia ini. Ada kurang lebih 5 juta orang berkumpul untuk melakukan ibadah haji. Mereka berkumpul di Arafah lalu Mina untuk menuntaskan ibadah haji.
Melaksanakan ibadah haji adalah bagian dari rukun Islam yang kelima dan hanya diberlakukan bagi orang Islam yang sudah memenuhi syarat dan rukun haji. Ibadah haji hanya diwajibkan untuk orang yang cukup kekayaannya. Maka yang tidak memiliki kekayaan ekonomi yang cukup, maka tidak diwajibkan untuk melakukannya. Oleh karena itu marilah kita berdoa kepada Allah, semoga sanak keluarga, handai taulan dan keluarga yang berangkat haji semoga dijadikan oleh Allah sebagai haji yang mabrur.
Pada kesempatan seperti ini, marilah kita bersyukur kepada Allah atas segala nikmat dan karunianya. Tanpa kenikmatan dan karunia Allah, maka kita ini tidak ada apa-apanya.
Kita harus bersyukur, sebab kita telah diberi kenikmatan oleh Allah berupa nikmat Iman dan Islam. Melalui kenikmatan iman dan Islam itulah maka Nabi Ibrahim bisa melaksanakan kurban dengan menyembelih anaknya yang akhirnya diganti oleh Allah dengan domba besar dari surga. Kita bayangkan bahwa tanpa Iman atau keyakinan yang luar biasa kepada Allah dan juga keislaman atau kepasrahan yang sangat tinggi hanya kepada Allah, maka tidak akan mungkin ada orang yang berkorban sedemikan besar untuk Tuhannya. Jadi nikmat Allah yang berupa keimanan dan keislaman adalah nikmat yang tiada taranya.
Hidayah Allah itu sesungguhnya diberikan kepada siapa saja. Tidak ada yang terkecuali. Semua hamba Allah itu diberinya hidayah. Hanya saja ada yang mampu menerimanya dan ada yang tidak mampu menerimanya. Ia laksana sinar matahari yang bisa menyinari apa saja. Hanya saja ada orang yang menutup atau membuka rumahnya agar sinar matahari tersebut masuk ke rumahnya. Makanya, ada sinar yang masuk dan ada sinar yang tidak masuk ke dalam rumah. Jika jendela atau pintu kamar dibuka lebar-lebar, maka sinar matahati itu pasti akan menghampiri rumahnya. Akan tetapi jika jendela dan pintu rumah ditutup dengan rapat, maka akan dapat dipastikan bahwa akan ada kegelapan di dalam rumah itu.
Hidayah Tuhan yang berupa Iman dan Islam adalah laksana rumah tersebut. Jika kita mau membuka jendela hati kita untuk menerima kebenaran Tuhan, maka akan dipastikan bahwa iman dan Islam itu akan masuk ke dalam dan terasa kuat di dalamnya. Akan tetapi jika kita menutup hati kita, maka cahaya iman itu juga tidak akan pernah masuk dan meresap di dalam hati kita. Itulah sebabnya kita harus bersyukur atas ni’mat al udzma ini dan semoga kita akan terus menerus memperoleh hidayahnya.
Semoga kita menjadi orang yang pandai bersyukur. Lain syakartum la azidannakum wa lan kafartum inna adzabi lasyadid.
Wallahu a’lam bi al shawab.