• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

SURVEY TETAP PENTING

Sebagaimana diketahui bahwa sebagai metode penelitian, maka survey dapat dijadikan sebagai metode untuk mendeskripsikan suatu fenomena secara akurat dan valid. Survey hanya dapat dipakai untuk menggambarkan suatu fenomena yang bercorak deskriptif.
Sebagai metode penelitian deskriptif, maka yang akan digambarkan adalah deskripsi tentang fenomena yang relevan untuk disurvey. Untuk kepentingan analisis biasanya digunakan analisis persentase atau sejauh-jauhnya analisis tabel silang.
Pertanyaannya adalah sejauh manakah perlunya survey untuk kepentingan politik, sosial, atau juga untuk pelayanan publik. Sesungguhnya survey memiliki urgensi yang mendasar di tengah minimnya informasi tentang sesuatu yang dibutuhkan. Misalnya, ketika ada seseorang yang ingin mencalonkan diri sebagai calon bupati atau walikota atau bahkan gubernur atau presiden, maka survey akan dapat dijadikan sebagai ukuran untuk mengetahui popularitasnya.
Makanya banyak yang menggunakan jasa lembaga survey untuk memahami bagaimana tingkat popularitas dirinya di tengah calon lainnya dan juga bagaimana tingkat keterpilihan yang bersangkutan di dalam pemilu atau pemilukada. Berdasarkan survey tersebut, maka akan diketahui prediksi tentang apa dan bagaimana posisi diri seorang calon di dalam pertarungan politik.
Pada saat akan dilaksanakan Pilihan Gubernur Jawa Timur, saya dan kawan-kawan menyelenggarakan survey tentang calon gubernur Jawa Timur. Survey ini memang secara khusus dilakukan terhadap santri-santri di pesantren di Jawa Timur. Mulai dari Banyuwangi sampai Lirboyo. Ada sebanyak 10 pesantren yang diteliti. Di dalam survey ini ternyata menempatkan Pak De Karwo sebagai calon yang populer. Makanya, kemudian juga ada yang menduga bahwa survey itu didanai oleh calon gubernur. Padahal survey ini didanai sendiri dengan tujuan untuk memperoleh masukan tentang bagaimana pengetahuan santri tentang pilihan gubernur. Makanya ada seorang pendukung lawan politik Pak De Karwo yang menyatakan bahwa survey ini tidak valid atau santri di mana dan gang berapa, sehingga menghasilkan kesimpulan seperti itu.
Sebagai penelitian yang bercorak politik, maka kemudian didiskusikan di IAIN Sunan Ampel dan diblow up secara besar-besaran oleh media. Makanya kemudian menjadi berita yang eksklusif. Padahal sebenarnya survey tersebut hanya akan dijadikan sebagai input informasi tentang pilihan gubernur.
Akan tetapi bagi saya yang lebih penting adalah temuan penelitian yang menyatakan bahwa ketaatan santri pada kyai memudar dalam urusan politik. Hampir 50 persen santri tidak mematuhi pilihan politik kyainya. Namun demikian santri tetap mematuhi ajaran kyai dalam bidang keagamaan. Hampir 90 persen santri patuh ada aspek keagamaan kyai.
Akan tetapi sesungguhnya yang lebih mendasar adalah pentingnya survey untuk mengetahui pelayanan publik. Melalui survey ini, maka akan diketahui tingkat kepuasan masyarakat atau kepuasan pelanggan tentang pelayanan publik yang dilakukan oleh lembaga swasta atau lembaga pemerintah. Misalnya dapat dilakukan survey tentang pelayanan pemerintah tentang pelaksanaan haji, pelayanan pemerintah tentang rumah sakit, pelayanan pemerintah tentang transportasi darat, laut atau udara dan sebagainya.
Melalui survey yang akurat, maka akan dapat diketahui secara obyektif tentang apa dan bagaimana respon pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan oleh pelayan publik. Instansi seperti dinas pelayanan pajak dalam berbagai jenis layanannya akan sangat perlu untuk menggunakan layanan jasa lembaga survey terutama untuk mengetahui kualitas pelayanannya dan bagaimana tingkat kepuasan pelanggannya.
Dengan memahami hasil survey yang dilakukan secara memadai dan bertanggung jawab, maka akan dihasilkan solusi dan kebijakan yang tepat. Melalui jasa survey yang benar tentu akan dihasilkan problem solving yang memadai. Jadi apapun kenyataannya, lembaga survey yang berintegritas akan sangat penting peranannya.
Wallahu a’lam bi al shawab.

PERLU INDEPENDENT SURVEY

Hari-hari ini dunia media diributkan oleh hasil survey tentang Calon Presiden Republik Indonesia tahun 2014. Ada banyak survey yang dilakukan oleh Lembaga survey tentang siapa yang paling layak untuk menjadi Presiden Republik Indonesia pasca Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Survey dengan bermacam-macam lembaga dengan hasil yang bermacam-macam pula.
Anehnya antara satu lembaga survey dengan lembaga survey yang lain hasilnya bukan hanya berbeda tetapi bertolak belakang. Masing-masing lembaga survey juga menghasilkan temuan yang berbeda tentang hasil surveynya itu. Dalam contoh, bahwa Lembaga Survey yang satu menempatkan Megawati di urutan teratas, akan tetapi lembaga survey yang lain menempatkan Megawati sebagai calon terbawah.
Tentu ada alasan mengapa terjadi perbedaan seperti itu. Bisa saja yang satu beralasan bahwa survey dilakukan di daerah basis PDIP sehingga menghasilkan temuan seperti itu, sementara yang lain menyatakan bahwa survey tersebut tidak berbasis daerah konstituen.
Kehadiran lembaga survey memang dibutuhkan. Artinya, bahwa melalui survey tersebut akan dapat diketahui seberapa kekuatan calon presiden tersebut memperoleh dukungan massa. Demikian pula seberapa tingkat popularaitas calon, aksesibilitas, akseptabilitas calon dan juga derajat keterpilihan calon dimaksud. Melalui survey, maka akan diketahui peluang yang bersangkutan.
Hanya saja bahwa lembaga survey di Indonesia kebanyakan merangkap tim sukses. Lingkaran Survey Indonesia (LSI) dan Lembaga Survey Indonesia, atau Pusdeham adalah lembaga survey yang sekaligus juga tim sukses calon yang akan bertarung di Pilkada atau Pilpres. Dalam banyak hal, maka lembaga-lembaga survey tersebut menjadi tim sukses dari calon yang akan bertarung di dalam pemilihan umum atau pemilukada.
Banyak tudingan tentang lembaga survey tersebut, misalnya bahwa lembaga survey lebih menyuarakan kepentingan pemberi dana dari pada obyektivitas pelaku survey. Di dalam hal ini, maka lembaga survey sama halnya dengan lembaga-lembaga lain yang juga berbalut dengan kepentingan yang membayarnya. Jika aksesibilitas Megawati lebih tinggi dari yang lain, maka hal itu dikaitkan dengan dana yang diterimanya dari parpol tertentu. Demikian pula ketika Abu Rizal Bakri yang bertengger di atas juga dikaitkan dengan partai yang dipimpinnya tersebut.
Lembaga survey sesungguhnya memiliki manfaat terkait dengan gambaran mikro tentang apa yang disurvey. Bahkan di dalam banyak hal, maka hasil survey bisa mempengaruhi terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh otoritas policy maker. Hal ini menandakan bahwa survey memiliki kekuatan yang cukup besar di dalam percaturan kebijakan publik. Bahkan juga ketika seseorang akan mencalonkan diri pada jabatan politik, maka terlebih dahulu juga mengukur popularitasnya dari survey yang dilakukan oleh lembaga survey. Survey tentang pelayanan publik tentu sangat powerfull di dalam mempengaruhi kebijakan yang akan ditentukan.
Oleh karena peran strategisnya ini, maka kehadiran lembaga survey menjadi sangat penting. Hanya saja yang dibutuhkan adalah lembaga survey yang independen dan mengedepankan kejujuran dan integritas yang tinggi. Di negara maju, maka kehadiran lembaga survey sangat dibutuhkan. Dan yang juga penting untuk dicatat bahwa lembaga-lembaga survey tersebut sangat mengedepankan profesionalisme. Mereka tidak larut dengan kepentingan yang mendanainya. Bahkan juga jangan sampai merugikan yang mendanainya dengan bersikap tidak obyektif.
Melalui survey yang independen ini, maka akan diketahui secara jelas apa dan bagaimana posisi seseorang di dalam kerangka peta politik nasional atau politik lokal. Maka tidak ada alasan untuk berkata yes saja tanpa memperdulikan obyektivitas data yang dihasilkannya.
Agar bisa menjadi independen, maka para peneliti atau surveyor-nya juga harus memiliki mentalitas independen. Dan saya yakin bahwa melalui mentalitas independen, maka akan dihasilkan produk survey yang akan membawa kemanfaatan bagi yang membutuhkannya.
Wallahu a’lam bi al shawab.

MENCERMATI PEMIHAKAN PEMERINTAH PADA UKM

Saya kira sudah banyak aturan perundang-undangan yang dibuat untuk mengatur segala aspek kehidupan di negeri ini. Sebagaimana aturan, maka ia tentu dimaksudkan untuk menjadi pedoman di dalam mengatur tertib masyarakat. Di dalam kehidupan ini memang diperlukan aturan agar tertib sosial bisa berjalan sesuai dengan keinginan bersama.
Peraturan adalah pedoman yang dijadikan sebagai tolok ukur untuk menilai tindakan yang dilakukan oleh sekelompok orang atau masyarakat dalam kategori tertentu. Oleh karena itu setiap peraturan mestilah memiliki tema atau subyek tindakan yang akan dinilai. Jika kita menggunakan konsepsi Geertzian, maka aturan adalah pedoman untuk melakukan tindakan atau pattern for behavior.
Kali ini, saya ingin melihat aturan tentang pemberdayaan yang dilakukan oleh pemerintah, khususnya terhadap pembinaan pasar tradisional. Saya memang bukanlah ahli hukum, sehingga analisis yang saya lakukan bukanlah menggunakan analisis hukum yang mendasar, akan tetapi hanyalah analisis permukaan saja dan bersifat more or less.
Yang akan saya lihat adalah Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Nomor: 53/M-DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Peraturan menteri ini terkait dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.
Sebagaimana peraturan yang lazim, maka peraturan menteri ini juga diawali dengan memperkenalkan definisi tentang pasar, pasar tradisional, pusat perbelanjaan, toko, toko modern dan hal-hal lain yang terkait dengan keberadaannya. Akan tetapi terkait dengan UMKM, maka saya hanya akan menyoroti trntang pasar tradisional.
Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan skala usaha kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar.
Jadi sesungguhnya yang perlu untuk digarisbawahi dalam kaitannya dengan aturan ini adalah tentang pembinaan terhadap dan pemberian perlindungan kepada pasar tradisional, dan lainnya sebab disinilah sesungguhnya tempat untuk berusaha dan mencari nafkah tersebut sangat mengedepan. Di pasar tradisional inilah berkumpul sejumlah orang yang berusaha untuk mencari nafkah di dalam menghidupi keluarganya. Makanya, aturan pembinaan dan pengembangan mereka yang sesungguhnya penting untuk dikedepankan.
Secara umum, peraturan menteri ini sudah cukup komprehensif, artinya bahwa tentang bagaimana pendirian pasar tradisional, mart, hipermart, toko, toko modern dan sebagainya sudah diatur. Demikian pula dimana dan pada tempat macam apa hal tersebut bisa didirikan juga sudah diatur secara mendasar. Bahkan analisis sosial ekonomi juga sudah dirumuskan, misalnya tentang struktur penduduk, kepadatan penduduk, pendapatan ekonomi rumah tangga, pertumbuhan penduduk, kemitraan dengan UKM lokal, penyerapan tenaga lokal, ketahanan dan pertumbuhan pasar tradisional sebagai sarana UMKM, keberadaan fasilitas sosial dan umum, dampak positif dan negatif yang diakibatkan oleh jarak hypermart dengan pasar tradisional, dan juga CSR. Semua ini perlu dilakukan sebelum seseorang atau perusahaan mendirikan jenis usaha tersebut.
Yang juga diatur dalam kaitannya dengan UMKM adalah program kemitraan usaha. Di dalam hal ini, maka toko modern haruslah memiliki kemitraan dengan UMKM dalam bentuk kemasan, pemasaran produk dan penyediaan lokasi usaha bagi UMKM. Hanya saja bahwa standar untuk menentukan kelayakan pasokan barang sangat ditentukan oleh pemiliki toko modern. Agar mekanisme kemitraan ini dapat berlangsung dengan sangat memadai, maka juga diatur mekanisme potongan harga, dengan berbagai macam variannya.
Dari aspek pengaturan usaha, bisa saja peraturan ini sudah konprehensif. Namun demikian dari sisi konseptual, bahwa perlindungan tehadap pasar tradisional belum kelihatan menonjol bahkan untuk pemberdayaan pasar tradisional juga hanya diatur di dalam dua pasal, tentang pengelolaam pasar tradisional oleh BUMN, BUMD, koperasi, swasta, pemerintah maupun pemerintah daerah, serta perlunya pemberdayaan bersama untuk pasar tradisional.
Jadi rasanya pemihakan terhadap pasar tradisional sebagai tempat dunia usaha kaum pedagang kecil dengan modal kecil dan unit usaha lokal belum memperolah tempat yang memadai di dalam peraturan menteri perdagangan ini.
Wallahu a’lam bi al shawab.

NGAYOGYOKARTO DAN PUSAT BUDAYA JAWA

Para antropolog sesuai dengan emic view yang berkembang di masyarakat, bahwa Yogyakarta adalah negarigung, yaitu pusat atau center dari kekuasaan dan budaya Jawa yang adiluhung. Sebagai negarigung, maka Yogyakarta adalah pusat dari kosmos kekuasaan yang ada di tanah Jawa. Kekuasaan tersebut direpresentasikan oleh raja yang tidak hanya menguasai persoalan duniawi yang profan akan tetapi juga religiositas.
Yogyakarta dikenal sebagai kota pendidikan, kota budaya dan kota tujuan wisata. Sebagai kota pendidikan, maka Yogyakarta dikenal dengan berbagai lembaga pendidikannya yang menjadi ikon pendidikan di Indonesia. Ada UGM yang memiliki ranking sangat baik di Indonesia dan juga reputasi internasional yang memadai. Kemudian juga lembaga pendidikan swasta yang unggul. Sebagai daerah dengan kualifikasi pendidikan yang unggul, maka dapat dipastikan bahwa Yogyakarta menjadi tujuan bagi sebagian masyarakat Indonesia yang mengidolakan anaknya untuk memperoleh pendidikan di Yogyakarta.
Oleh karena itu, maka pantaslah jika ada harapan akan lahirnya berbagai macam konsep pembangunan masyarakat dari ranah pendidikan ini. Diharapkan bahwa pendidikan akan menjadi salah satu pilar untuk membangun kesejahteraan masyarakat. Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan produk yang berkualitas pula. Tidak hanya dari alumninya, akan tetapi juga dari produk akademis yang dihasilkannya, misalnya hasil penelitian atau kajian.
Kemudian, Yogyakarta juga dikenal sebagai kota budaya. Sebagai pusat kerajaan yang memiliki sejarah panjang, maka juga sangat pantas jika Yogyakarta menjadi pusat budaya Jawa. Jika kebudayaan diartikan sebagai seperangkat pengetahuan yang dijadikan sebagai pedoman untuk melakukan tindakan dan hal-hal lain yang menyertainya, maka Yogyakarta tidak hanya menjadi kota seni, akan tetapi juga menjadi kota yang merupakan referensi tindakan. Ada filsafat kehidupan yang menjadi pedoman bagi warga masyarakat di sini yang bersumber dari ajaran para leluhur Orang Jawa. Ajaran tersebut secara terus menerus dilestarikan. Konsep tersebut terangkum di dalam ungkapan “Hamemayu hayuning bawana.”
Di dalam konsep ini terdapat pandangan bahwa tugas manusia, masyarakat dan negara adalah untuk menciptakan ketentraman, kenyamanan dan keindahan dunia. Untuk menciptakan hal ini, maka yang dilakukan oleh orang Jawa adalah dengan menjaga kerukunan, keharmonisan dan keselamatan bagi alam dan seluruh isinya. Yang diselamatkan tidak hanya dunia mikrokosmos, akan tetapi juga yang makro kosmos. Jika kerukunan dan keharmonisan dapat dilakukan, maka dipastikan akan didapatkan keselamatan.
Selain itu, juga ada produk budaya yang luar biasa di Yogyakarta. Ada candi, masjid, produk kesenian, produk kerajinan, dan sebagainya yang telah menjadi ikon kota ini. Saya kira jika kita berbicara dengan dunia budaya dan berbagai produknya, maka hanya ada tiga kota di Indonesia yang luar biasa, yaitu Denpasar, Yogyakarta dan Solo yang memiliki daya tarik luar biasa. Maka juga pantas jika Yogyakarta menjadi kota tujuan wisata nomor dua di Indonesia.
Jika saya boleh berimajinasi, maka sesungguhnya Indonesia itu sangat kaya dengan berbagai tujuan wisata. Hampir setiap daerah memiliki ikon wisatanya. Hanya saja yang belum dilakukan oleh masyarakat Indonesia dan juga pemerintah adalah keterpaduan antara pemerintah dengan masyarakat dan dunia usaha untuk mengembangkan pariwisata.
Coba seandainya keterpaduan itu sudah dilakukan, maka antara hotel, biro perjalanan dan dunia usaha akan bisa saling bahu membahu untuk mengembangkan pariwisata. Sebagaimana yang dilakukan di Thailand, maka sinergitas antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha itu telah terjalin dengan baik, sehingga peningkatan jumlah wisman terus meningkat.
Saya kira memang perlu ada pemihakan dari semua pihak untuk menggalang sinergi ini. Akan tetapi peran pemerintah sebagai inisiator sangatlah dibutuhkan.
Wallahu a’lam bi al shawab.

PRAMBANAN DAN PUSAT WISATA

Saya mengenal nama Prambanan tentu ketika saya masih belajar di sekolah dasar. Guru saya namanya Pak Karsadi yang mengenalkan tentang nama-nama candi di Jawa Timur dan juga Jawa Tengah. Di dalam pengajaran mengenai sejarah bangsa, maka pastilah diperkenalkan tentang produk budaya baik di masa lalu maupun masa sekarang.
Pengetahuan tentang budaya tersebut kemudian dipekuat dengan cerita ketoprak yang memperkenalkan tokoh Bandung Bondowoso dan Loro Jongrang. Cerita ketoprak itulah yang kemudian meresap di dalam pengetahuan atau kognisi historis pada tahap berikutnya. Diperkenalkan tentang sayembara memperebutkan Loro Jongrang yang tentu sangat cantik pada masanya. Raja Bandung Bondowoso pun tertarik dan juga berebut cinta Si cantik Loro Jongrang.
Dikisahkan bahwa Loro Jongrang tidak mencintai atau bahkan menolak pinangan raja itu. Maka dibuatlah sayembara untuk membuat Candi seribu jumlahnya dalam waktu semalam. Untuk bisa mewujudkan hal ini tentu bukan hal mudah. Hanya orang yang sakti mandraguna saja yang bisa melakukannya. Kekuatan fisik semata tidak akan mampu untuk menghadirkan candi seribu dalam semalam.
Akan tetapi raja Bandung Bondowoso adalah raja yang sakti mandraguna. Dengan kekuatannya yang hebat, melalui bantuan para gandarwa, jin dan makhluk halus lainnya maka nyaris seribu candi itu akan dapat diwujudkan. Maka hebohlah pengikut Loro Jongrang sebab dia akan bisa dipersunting oleh Bandung Bondowoso yang tidak dicintainya. Dilakukanlah berbagai upaya untuk menggagalkan usaha Sang Raja.
Sebagaimana perjanjiannya bahwa seribu candi itu harus diselesaikan sebelum fajar menyingsing. Untuk menandainya adalah dengan berkumandangnya suara ayam jago berkokok. Dibuatkan sejumlah api unggun agar di jagat wetan kelihatan tanda pagi sudah menjelang. Suara gaduh para ibu rumah tangga yang memasak sehingga membangunkan ayam-ayam jantan untuk berkokok. Tanda pagi sudah datang.
Bandung Bondowoso tahu bahwa ini semua adalah ulah pengikut Loro Jongrang. Maka ketika Loro Jongrang menyatakan bahwa sayembara batal, sebab tidak dapat dipenuhinya seribu candi, maka marahlah Bandung Bondowoso sambil mengutuk dan bersumpah serapah. Maka berkat kesaktiannya, Loro Jongrang disumpah menjadi salah satu candi di situ. Sejumlah candi itulah yang kemudian dikenal sebagai Candi Loro Jongrang.
Yogjakarta memang dikenal sebagai daerah wisata. Dearah yang memang mengandung pesona luar biasa bagi wisatawan, baik dalam maupun luar negeri. Kunjungan wisata di Yogyakarta mungkin adalah nomor dua setelah Bali. Sayangnya saya belum memperoleh data tentang berapa banyak orang luar negeri yang berkunjung ke sini. Akan tetapi yang jelas bahwa banyaknya wisatawan tentu bisa menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD).
Sebagai daerah wisata dengan tradisi yang sangat kaya, tentu Yogyakarta harus seperti Bangkok. Yang saya maksud adalah membuat pusat pementasan kolosal yang menggambarkan sejarah Yogyakarta dari ma ke masa dan kemudian direlevansikan dengan keadaan sekarang. Jika dirunut secara historis, maka betapa kayanya khasanah budaya Yogyakarta itu. Jika dimulai dengan Raja Mataram dengan prakarsa membangun Candi Borobudur yang terkenal di Jawa Tengah dan kemudian dilanjutkan dengan Mataram fase berikutnya sampai kerajaan Ngayogyokarto Hadiningrat sekarang, maka akan menjadi khasanah budaya yang luar biasa.
Jika disendratarikan secara modern, maka akan menjadi tontonan kolosal yang luar biasa. Hanya sayangnya bahwa tempat untuk menyajikannya masih kurang kolosal. Jadi memang perlu dipersiapkan semacam pusat pementasan kolosal sebagaimana di Bangkok. Perlu untuk pemihakan tentang hal ini.
Wallahu a’lam bi al shawab.