NGAYOGYOKARTO DAN PUSAT BUDAYA JAWA
Para antropolog sesuai dengan emic view yang berkembang di masyarakat, bahwa Yogyakarta adalah negarigung, yaitu pusat atau center dari kekuasaan dan budaya Jawa yang adiluhung. Sebagai negarigung, maka Yogyakarta adalah pusat dari kosmos kekuasaan yang ada di tanah Jawa. Kekuasaan tersebut direpresentasikan oleh raja yang tidak hanya menguasai persoalan duniawi yang profan akan tetapi juga religiositas.
Yogyakarta dikenal sebagai kota pendidikan, kota budaya dan kota tujuan wisata. Sebagai kota pendidikan, maka Yogyakarta dikenal dengan berbagai lembaga pendidikannya yang menjadi ikon pendidikan di Indonesia. Ada UGM yang memiliki ranking sangat baik di Indonesia dan juga reputasi internasional yang memadai. Kemudian juga lembaga pendidikan swasta yang unggul. Sebagai daerah dengan kualifikasi pendidikan yang unggul, maka dapat dipastikan bahwa Yogyakarta menjadi tujuan bagi sebagian masyarakat Indonesia yang mengidolakan anaknya untuk memperoleh pendidikan di Yogyakarta.
Oleh karena itu, maka pantaslah jika ada harapan akan lahirnya berbagai macam konsep pembangunan masyarakat dari ranah pendidikan ini. Diharapkan bahwa pendidikan akan menjadi salah satu pilar untuk membangun kesejahteraan masyarakat. Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan produk yang berkualitas pula. Tidak hanya dari alumninya, akan tetapi juga dari produk akademis yang dihasilkannya, misalnya hasil penelitian atau kajian.
Kemudian, Yogyakarta juga dikenal sebagai kota budaya. Sebagai pusat kerajaan yang memiliki sejarah panjang, maka juga sangat pantas jika Yogyakarta menjadi pusat budaya Jawa. Jika kebudayaan diartikan sebagai seperangkat pengetahuan yang dijadikan sebagai pedoman untuk melakukan tindakan dan hal-hal lain yang menyertainya, maka Yogyakarta tidak hanya menjadi kota seni, akan tetapi juga menjadi kota yang merupakan referensi tindakan. Ada filsafat kehidupan yang menjadi pedoman bagi warga masyarakat di sini yang bersumber dari ajaran para leluhur Orang Jawa. Ajaran tersebut secara terus menerus dilestarikan. Konsep tersebut terangkum di dalam ungkapan “Hamemayu hayuning bawana.”
Di dalam konsep ini terdapat pandangan bahwa tugas manusia, masyarakat dan negara adalah untuk menciptakan ketentraman, kenyamanan dan keindahan dunia. Untuk menciptakan hal ini, maka yang dilakukan oleh orang Jawa adalah dengan menjaga kerukunan, keharmonisan dan keselamatan bagi alam dan seluruh isinya. Yang diselamatkan tidak hanya dunia mikrokosmos, akan tetapi juga yang makro kosmos. Jika kerukunan dan keharmonisan dapat dilakukan, maka dipastikan akan didapatkan keselamatan.
Selain itu, juga ada produk budaya yang luar biasa di Yogyakarta. Ada candi, masjid, produk kesenian, produk kerajinan, dan sebagainya yang telah menjadi ikon kota ini. Saya kira jika kita berbicara dengan dunia budaya dan berbagai produknya, maka hanya ada tiga kota di Indonesia yang luar biasa, yaitu Denpasar, Yogyakarta dan Solo yang memiliki daya tarik luar biasa. Maka juga pantas jika Yogyakarta menjadi kota tujuan wisata nomor dua di Indonesia.
Jika saya boleh berimajinasi, maka sesungguhnya Indonesia itu sangat kaya dengan berbagai tujuan wisata. Hampir setiap daerah memiliki ikon wisatanya. Hanya saja yang belum dilakukan oleh masyarakat Indonesia dan juga pemerintah adalah keterpaduan antara pemerintah dengan masyarakat dan dunia usaha untuk mengembangkan pariwisata.
Coba seandainya keterpaduan itu sudah dilakukan, maka antara hotel, biro perjalanan dan dunia usaha akan bisa saling bahu membahu untuk mengembangkan pariwisata. Sebagaimana yang dilakukan di Thailand, maka sinergitas antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha itu telah terjalin dengan baik, sehingga peningkatan jumlah wisman terus meningkat.
Saya kira memang perlu ada pemihakan dari semua pihak untuk menggalang sinergi ini. Akan tetapi peran pemerintah sebagai inisiator sangatlah dibutuhkan.
Wallahu a’lam bi al shawab.