MAKNA BERKORBAN DAN BERSYUKUR
Hari raya Idul Adha (1432 H) ini saya memperoleh kesempatan untuk memberikan khotbah di Masjid Maryam Kota Surabaya. Yayasan masjid ini tidak hanya mengelola masjid saja, akan tetapi juga mengelola lembaga pendidikan mulai dari play group sampai SLTA. Bahkan menurut pengurus yayasan bahwa SLTA yang dikelolanya sudah berstandar nasional. Menurut pengurus yayasan, bahwa jumlah muridnya juga semakin bertambah dari tahun ke tahun.
Biasanya, saya selalu membuat naskah khotbah jika dimintai untuk menjadi khotib. Akan tetapi kali ini saya dengan sangat tepaksa tidak menyiapkan bahan tertulis untuk khotbah saya. Kesibukan observasi lapangan (OL) pada Diklatpim I di Yogyakarta menyebabkan saya tidak sempat untuk menulis naskah khotbah.
Akan tetapi berikut ini, saya ingin berbagi tentang konten khotbah yang saya sampaikan di Masjid Maryam tersebut. Berikut ini adalah pokok-pokok pikiran dari khotbah yang saya sampaikan.
Hari ini adalah hari yang sangat membahagiakan, sebab kita bisa berkunpul di masjid ini dalam rangka pengabdian kita kepada Allah swt. Kedatangan kita di masjid ini menandakan betapa kita pasrah kepada Allah untuk melakukan ibadah. Selain itu, pada hari ini jutaan umat Islam sedang melakukan ibadah haji. Yaitu muktamar terbesar umat manusia di dalam sejarah kehidupan dunia ini. Ada kurang lebih 5 juta orang berkumpul untuk melakukan ibadah haji. Mereka berkumpul di Arafah lalu Mina untuk menuntaskan ibadah haji.
Melaksanakan ibadah haji adalah bagian dari rukun Islam yang kelima dan hanya diberlakukan bagi orang Islam yang sudah memenuhi syarat dan rukun haji. Ibadah haji hanya diwajibkan untuk orang yang cukup kekayaannya. Maka yang tidak memiliki kekayaan ekonomi yang cukup, maka tidak diwajibkan untuk melakukannya. Oleh karena itu marilah kita berdoa kepada Allah, semoga sanak keluarga, handai taulan dan keluarga yang berangkat haji semoga dijadikan oleh Allah sebagai haji yang mabrur.
Pada kesempatan seperti ini, marilah kita bersyukur kepada Allah atas segala nikmat dan karunianya. Tanpa kenikmatan dan karunia Allah, maka kita ini tidak ada apa-apanya.
Kita harus bersyukur, sebab kita telah diberi kenikmatan oleh Allah berupa nikmat Iman dan Islam. Melalui kenikmatan iman dan Islam itulah maka Nabi Ibrahim bisa melaksanakan kurban dengan menyembelih anaknya yang akhirnya diganti oleh Allah dengan domba besar dari surga. Kita bayangkan bahwa tanpa Iman atau keyakinan yang luar biasa kepada Allah dan juga keislaman atau kepasrahan yang sangat tinggi hanya kepada Allah, maka tidak akan mungkin ada orang yang berkorban sedemikan besar untuk Tuhannya. Jadi nikmat Allah yang berupa keimanan dan keislaman adalah nikmat yang tiada taranya.
Hidayah Allah itu sesungguhnya diberikan kepada siapa saja. Tidak ada yang terkecuali. Semua hamba Allah itu diberinya hidayah. Hanya saja ada yang mampu menerimanya dan ada yang tidak mampu menerimanya. Ia laksana sinar matahari yang bisa menyinari apa saja. Hanya saja ada orang yang menutup atau membuka rumahnya agar sinar matahari tersebut masuk ke rumahnya. Makanya, ada sinar yang masuk dan ada sinar yang tidak masuk ke dalam rumah. Jika jendela atau pintu kamar dibuka lebar-lebar, maka sinar matahati itu pasti akan menghampiri rumahnya. Akan tetapi jika jendela dan pintu rumah ditutup dengan rapat, maka akan dapat dipastikan bahwa akan ada kegelapan di dalam rumah itu.
Hidayah Tuhan yang berupa Iman dan Islam adalah laksana rumah tersebut. Jika kita mau membuka jendela hati kita untuk menerima kebenaran Tuhan, maka akan dipastikan bahwa iman dan Islam itu akan masuk ke dalam dan terasa kuat di dalamnya. Akan tetapi jika kita menutup hati kita, maka cahaya iman itu juga tidak akan pernah masuk dan meresap di dalam hati kita. Itulah sebabnya kita harus bersyukur atas ni’mat al udzma ini dan semoga kita akan terus menerus memperoleh hidayahnya.
Semoga kita menjadi orang yang pandai bersyukur. Lain syakartum la azidannakum wa lan kafartum inna adzabi lasyadid.
Wallahu a’lam bi al shawab.