• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Sore hari, jam 14.00 sampai Jam 16.30 waktu Johor, tanggal 27 Agustus 2013, kami berbagi informasi tentang pengalaman penyelenggaran pendidikan di Indonesia dan di Malaysia. Program ini dikemas dalam ceramah tunggal, di mana saya sebagai nara ssumbernya.
Sebagai Dirjen Pendidikan Islam, tentu saja saya bercerita tentang visi, tujuan dan program pendidikan Islam yang diselenggarakan di Indonesia. Di dalam tulisan ini tentu kami tidak akan membahas seluruh yang saya ceramahkan sebab sudah banyak tulisan saya tentang program pendidikan Islam di Indonesia.
Tentu saja di dalam kesempatan bertemu dengan para akademisi di UTM ini saya harus sampaikan bahwa sesungguhnya pendidikan di Indonesia sudah maju juga, sebab memang wilayah jangkauan dan sumber daya manusia sangat variatif di dalam banyak hal. Ada tiga hal yang ingin saya bahas di dalam tulisan ini sesuai dengan topik pembicaraan di dalam meeting dengan akademisi UTM.
Pertama, tentang akses pendidikan yang menjadi program Pemerintah bahkan sampai tahun 2020. Penguatan akses ini tentu harus dibarengi dengan pemerataan pendidikan. Dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Tidak ada akses kecualinya dipacu dengan pemerataan pendidikan. Oleh karena itu Pemerintah Indonesia berpacu dengan waktu untuk mengembangkan keduanya ini. Memberikan tambahan bangunan ruang kelas, menambah unit sekolah atau madrasah baru, mengembangkan pendidikan 12 tahun melalui program Pendidikan Menengah Universal dan sebagainya. di Kementerian Agama, maka diwujudkan dengan mendirikan 16 unit madrasah baru, MAN Insan Cendekia di 16 provinsi di Indonesia.
Pemerataan pendidikan juga diberikan melalui cara pemberian Bantuan Siswa Miskin (BSM) kepada sebanyak 16,6 anak miskin yang sekolah di sekolah umum ataupun yang sekolah di Madrasah. Semuanya diberikan di dalam kerangka agar anak miskin di manapun bisa memperoleh kesempatan untuk mengenyam pendidikan. Di dalam kerangka peningkatan kualitas pendidikan, maka Pemerintah juga memberikan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diberikan berdasarkan jumlah siswa di sekolah ataupun di madrasah. Melalui BOS ini maka lembaga pendidikan dapat memperoleh akses untuk pendanaan yang sebelumnya tidak didapatkan.
Upaya yang lain adalah Perubahan Kurikulum 2013. Perubahan kurikulum ini dilakukan di dalam kerangka untuk menyongsong Indonesia Emas tahun 2045 atau 100 tahun Indonesia merdeka. Perubahan kurikulum ini yang paling mendasar adalah perubahan di dalam proses pembelajaran dan muatan kurikulumnya. Yaitu yang disebut sebagai pendekatan tematik integratif. Pendekatan ini diterapkan pada pembelajaran terutama adalah klas 1 sampai 3, di mana di dalamnya tidak didapati mata pelajaran kecuali temanya saja yang didekati dengan seluruh mata pelajaran. Misalnya tema keluargaku, maka bisa didekati dengan matematika, biologi, fisika, kimia, pendidikan kewarganegaraan dan sebagainya.
Pada acara ini ada sebuah pertanyaan yang sangat menggelitik disampaikan oleh Dr. Miftahul Rohman, yaitu tentang keberlangsungan penerapan kurikulum pendidikan di Indonesia. Kebijakan perubahan kurikulum tahun 2013 apakah tidak akan berakhir juga dengan berakhirnya masa jabatan Mendikbud yang sekarang. Sebab berdasarkan pengalaman selama ini bahwa setiap ganti menteri maka ganti pula kebijakan penetapan kurikulum.
Di dalam hal ini tentunya kita tidak menginginkan bahwa setiap ganti menteri lalu ganti kurikulum. Oleh karena itu perlu ada kebijakan yang mengikat terhadap penerapan kurikulum ini. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Mendikbud, Prof. Muhammad Nuh, bahwa kurikulum 2013 sebenarnya adalah kurikulum berbasis kompetensi (KBK) hanya yang dipertajam adalah tentang pendekatan dan content kurikulumnya. Pendekatan yang baru tersebut adalah yang disebut sebagai pendekatan tematik integratif. Melalui pendekatan ini diharapkan bahwa akan terjadi akumulasi pengetahuan yang integratif. Yaitu setiap tema akan didekati dengan berbagai macam ilmu pengetahuan.
Selain itu kebijakan tentang sertifikasi guru juga sangat penting. Melalui program ini maka para guru dan dosen dapat memperoleh penghasilan yang layak. Jika sebelumnya para guru sering mengeluh dengan gaji dan tunjangannya yang sedikit, maka sekarang sudah lebih baik. Hanya saja untuk guru pesantren memang harus dilakukan upaya percepatan sebab banyak guru di pesantren yang belum memenuhi persyaratan. Makanya, diperlukan kebijakan pendidikan untuk mengakselerasi kualifikasi pendidikan guru di pesantren sehingga mereka juga bisa disertifikasi sebagai haknya.
Dengan demikian, sesungguhnya sudah ada kemajuan demi kemajuan yang dialami oleh pendidikan di Indonesia meskipun kemajuan tersebut kelihatan lambat. Disparitas kualitas pendidikan antar satu wilayah dengan wilayah lainnya tentu menjadi sebab mengapa laju peningkatan kualitas tersebut terasa belum memenuhi harapan kita semua.
Wallahualam bisshawab.

KERJASAMA PENDIDIKAN DI UTM

KERJASAMA PENDIDIKAN DI UTM
Hari Selasa pagi, 27 Agustus 2013, kami bertemu dengan para pejabat di Fakulti Tamaddun Islam atau yang disingkat FTI. hadir di ruang meeting itu, dekan FTI, Prof. Dr. Hussein bin Salamun, Wakil Dekan bidang Akademik, Prof. Dr. Ramli bin Awang, Prof. Qamarul Zaman, Dr. Miftahul Rohman, Prof. Dr. Mifedwild Jandra dan seluruh pejabat struktural di FTI. Pertemuan dengan FTI UTM ini membahas tentang rencana kerja sama antar universitas yang dirancang antar Kementerian Agama, yaitu Direktorat Jenderal Pendidikan Islam dengan FTI atau institusi lain yang relevan.
Di antara kerjasama yang dirancang adalah mengenai penulisan jurnal internasional. Kerja sama jurnal antar perguruan tinggi menjadi penting. Dewasa ini, memang sedang menjadi kebutuhan yang luar biasa untuk penulisan jurnal internasional ini. Bagi mereka yang akan profesor, maka menjadi kewajiban untuk menulis di jurnal internasional. Tulisan itu salah satunya harus berbasis pada riset akademis yang telah teruji dan kemudian diterbitkan di dalam jurnal internasional ini.
Termasuk juga yangbharus dipikirkan dindalam ketjasama ini aalah adanya kesenjangan antara dosen PTAIN dengan PTAIS. Kesenjangan ini juga harus dihilangkan atau setidak-tidaknya dikurangi. makanya akan menjadi sangat penting jika Kementerian Agama dapat memfasilitasi kerjasama yang juga melibatkan dosen PTAIS. Melalui kerjasama ini, diharapkan agar Kementerian Agama memberikan ruang kepada dosen swasta untuk belajar di UTM. Agar melalui kerjasama ini, maka Kementerian Agama dapat mengirim tenaga dosen swasta ke perguruan tinggi di Malaysia.
Baik Indonesia maupun Malaysia sesungguhnya sedang menghadapi persoalan dikhotomi ilmu pengetahuan. Ada ilmu agama dan ada ilmu umum. Dikotomi ilmu di Indonesia dan juga di Malaysia harus diakhiri. Tentu tidak mudah untuk mengakhiri pandangan dari banyak akademisi tentang dikhotomi ilmu tersebut. Masih banyak para profesor yang memandang bahwa ilmu agama dan ilmu umum adalah entitas yang berdiri sendiri dan otonom. Keduanya tidak dapat diintegrasikan atau sekurang-kurangnya diinterkoneksikan. Melalui jaringan yang kuat antar UTM dan PTAI di Indonesia kiranya langkah untuk mempercepat program ini akan bisa diselesaikan. Ada jaringan yang kuat di UTM baik dengan dunia barat maupun dunia Islam.
Bahkan menurut Prof. Dr. Qamarul zaman, bahwa kerja sama ini tidak hanya antar Universitas atau Direktur Jendral Pendidikan Islam, akan tetapi kiranya kerjasama antar menteri. Agar ada kerjasama antara menteri pendidikan dan menteri agama untuk pengembangan pendidikan. Di dalam hal ini FTI dapat memfasilitasi kerja sama itu. FTI menyediakan draft yang disepakati bersama. Oleh karena itu kiranya diperlukan merumuskan draft MoU antar dua menteri dan kemudiN disepahami bersama. namun demikian, MoU antar UTM dengan PTAIN penting sebab di sini ada program sains halal. Melalui program kerjasama antar universitas ini, maka juga akan dihasilkan produk pendidikan yang lebih baik.
Melalui bangunan kerjasama antar universitas ini, maka program integrasi ilmu akan bisa diteruskan. Di Indonesia ada enam Universitas Islam Negeri yang memiliki kewenangan untuk mengelola program pendidikan yang terdiri dari Ilmu keislaman, Ilmu sosial dan humaniora serta sains dan teknologi melalui kekuatannya masing-masing maka akan dapat disinergikan. Ada dua kekuatan ilmu agama serta sains dan teknologi. Bisa dikembangkan untuk mengkaji mengenai ilmu keislaman integratif. Diharapkan akan terjadi kerjasama yang mantap tentang kerjasama akademik, misalnya pertukaran mahasiswa, pertukaran dosen, pertukaran penelitian dan pengabdian masyarakat, program pendidikan lanjutan bagi para dosen dan sebagainya.
Bahkan juga agar bisa dilakukan program kelas riset yang dilakukan di Indonesia.
Selain MoU antara menteri dengan menteri pendidikan tinggi untuk urusan pendidikan tinggi, lalu bisa juga dengan menteri besar Johor untuk pendidikan dasar dan menengah dan pendidikan agama. Menteri besar sama kedudukannya dengan gubernur di Indonesia. Memang untuk urusan pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan agama menjadi kewenangan menteri besar untuk mengaturnya dan mengelolanya. Oleh karena itu di dalam peningkatan kualitas pendidikan dasar dan menengah kiranya diperlukan kerjasama tersebut. Atau bisa juga kerjasama antara menteri besar dengan Direktur Jenderal Pendidikan Islam saja, sebab ruang lingkupnya akan lebih tepat.
Kerjasama agar dirancang lebih kongkrit. misalnya tentang riset harus dituangkan riset macam apa yang akan dilaksanakan. Penyelidikan tentang Islam di Malaysia dan Indonesia kiranya bisa dibiayai oleh kerjasama, misalnya terkait dengan Orang Jawa di Malaysia. Bagaimana penelitian BI bisa diselenggarakan. Supaya ada penelitian yang kongkrit. Mestinya ada anggaran khusus yang disediakan oleh kementerian kebudayaan untuk hal ini.
Dari pertemuan ini sesungguhnya banyak hal yang bisa dikerjasamakan antar institusi pendidikan di Malaysia dan di Indonesia. Hanya yang perlu adalah memantapkan program apa yang bisa dilakukan bersama.
Wallahualam bisshawab.

SUATU SORE DI UNIVERSITI TEKNOLOGI MALAYSIA

SUATU SORE DI UNIVERSITI TEKNOLOGI MALAYSIA
Senin, 26 Agustus 2013 saya berangkat ke Malaysia dengan pesawat Air Asia. Biasanya kalau saya ke luar negeri pasti dengan rombongan, tetapi kali ini saya berangkat sendiri. Tidak enak juga pergi sendirian. Lebih enak kalau ada kawannya, sehingga bisa bercakap-cakap untuk mendiskusikan sesuatu. Tetapi alhamdullilah bahwa saya sampai di UTM Johor dengan selamat.
Terminal Udara Senai Johor Bahru termasuk terminal udara yang baru saja beroperasi. Kira-kira dua tahun yang lalu. Akan tetapi sekarang sudah ramai dengan penumpang dari dan ke Indonesia. Bandar udara ini kira-kira sama dengan terminal udara di Semarang atau Surakarta. Meskipun demikian, bangunannya lebih minimalis moderen. Bangunannya mirip dengan lapangan udara di Makasar, hanya lebih kecil. Ada tiga ruang untuk turun dari bandara ini, yaitu for foraigner, untuk penduduk asli Malaysia dan untuk second home. Saya tentu memilih yang kedatangan bagi para pendatang bukan penduduk Malaysia. Saya dijemput oleh Prof. Mifedwil Jandra, dosen UIN Jogjakarta yang sudah setahun mengajar di Fakulti Tamaddun Islam UTM. Beliau adalah sahabat saya sewaktu bersama-sama menjadi muridnya Prof. Dr. Parsudi Suparlan, antropolog terkenal Universitas Indonesia, untuk belajar mengenai etnografi dalam program Program Pelatihan Penelitian Agama (PLPA) pada tahun 1990.
Jarak antara bandar udara dengan UTM tentu tidak jauh. Jalanan yang serba tol tentu juga menyebabkan perjalanan menjadi lebih cepat. Saya harus akui bahwa kualitas jalan di Malaysia memang lebih baik dibanding kualitas jalan di Jakarta. Jalan yang serba tol tentu membuat perjalanan lebih nyaman. Jalan menuju ke UTM juga jalan tol. Makanya laju kendaraan juga sangat cepat, kira-kira 120 km perjam. Dengan kendaraan Proton yang menjadi kendaraan wajib bagi pejabat di Malaysia, termasuk di universitas, maka kami menuju ke Schoolar In, hotel yang dimiliki oleh university.
Sebagaimana jalanan di Malaysia, maka di kiri dan kanan jalan tumbuh dengan subur pohon-pohon sawit dan juga pepohonan lainnya yang menghijau. Maklum bahwa di wilayah Johor ternyata masih sering hujan. Selama seminggu saya di sini, maka ada dua kali hujan dengan sangat deras. Makanya pepohonan juga masih sangat menghijau dan kelihatan sangat subur.
Kampus UTM yang sangat luas itu kelihatan bersih dan dikelilingi oleh pohon-pohon yang beraneka ragam. Saya tidak tahu nama-nama pohon itu. Tetapi saya sungguh menikmati sebuah kampus dengan lingkungan yang indah dan asri menghijau. Agak susah saya menemukan kampus seperti ini di Indonesia. Posisi tanahnya yang berbukit-bukit dengan bangunan yang didesain mengikuti posisi tanahnya menambah keasrian dan keindahan kampus ini.
Kampus yang semula didesain untuk pengembangan teknologi ini dirancang untuk menjadi perguruan tinggi berbasis kebudayaan Melayu. Makanya, struktur bangunannya juga dibuat untuk menggambarkan budaya Melayu yang berbasis agama. Masjid ditempatkan di tengah bangunan kampus, kemudian dilingkari oleh jalan yang diberi nama Lingkar Ilmu, dengan pintu masuk masjid yaitu pintu Iman, Islam dan sebagainya. Di sebelahnya adalah Fakulti Matematika, Fisika dan Kimia serta rektorat. Hal ini menggambarkan bahwa yang ingin dibangun oleh university ini adalah integrasi ilmu, ilmu yang berbasis pada masjid dengan keimanan dan ketakwaan.
Disebabkan oleh rindangnya pepohonan di dalam kampus ini, maka kampus UTM juga menjadi tempat singgah dan menetap burung-burung liar. Jika sore hari maka ada banyak burung yang beterbangan di sekitar hotel kampus. Ada burung Jalak hitam, burung emprit, burung gereja, burung derkuku, burung dara, burung kepodang yang warnanya kuning dan sebagainya. Saya tidak bisa mengenali semua nama burung ini kecuali yang dahulu pernah saya kenal ketika saya masih remaja dan tinggal di pedesaan. Tempat tinggal saya dahulu adalah sebuah desa di wilayah Kabupaten Tuban. Nama burung itu tentu dipengaruhi oleh pengetahuan saya mengenai nama-nama burung tersebut.
Saya menjadi terkenang dengan pengalaman saya ketika masih tinggal di desa dan sewaktu kecil saya. Di desa dulu juga sama, ada banyak burung dengan aneka namanya. Tetapi akhir-akhir ini burung-burung tersebut sudah tidak ada lagi. Akibat banyak orang yang menggunakan senapan angin untuk menembak burung, maka burung tersebut banyak yang tidak bisa lagi berkembangbiak. Sungguh merupakan peristiwa kelam di mana manusia merusak sendiri lingkungannya. Di Malaysia masyarakat dilarang menembak burung. Jika ketahuan, maka akan dihukum dengan hukuman yang berat. Oleh karena itu maka masyarakat tidak mengusik kehidupan burung dan bahkan menjaganya.
Saya kira memang pendidikan lingkungan saja tidak cukup. Dan kiranya juga harus ada law empowerment agar keseimbangan lingkungan akan terjaga. Saya rasa tidak ada salahnya kita belajar dari negara lain tentang pengelolaan lingkungan dan juga mengembangkan kesadaran agar masyarakat menjaga lingkungan.
Wallahualam bisshawab.

 

RISET APLIKATIF UNTUK PTAIN

RISET APLIKATIF UNTUK PTAIN
Dalam acara perhelatan PIONIR atau Pekan Ilmiah, Olah raga, Seni dan Riset yang dilaksanakan pada tanggal 19 sampai 24 Agustus 2013 di Banten, maka ada momen yang menarik yaitu pertemuan antara Menteri Agama RI, Dr. Suryadharma Ali, MSi dengan para rektor PTAIN SE Indonesia. Pertemuan tersebut membahas masalah riset yang seharusnya dilakukan oleh PTAIN.
Hadir di dalam pertemuan ini adalah Dirjen Pendidikan Islam, Prof. Dr. Nur Syam, Direktur Pendidikan Tinggi Islam, Prof. Dr. Dede Rosyada, Rektor IAIN Sultan Maulana Hasanuddin, Banten, Prof. Dr. Syibli Syarjaya, dan juga ketua Forum PTAIN, Prof. Dr. Farid Wajdi. Selain para rektor yang datang juga para ketua STAIN dan wakil rektor dan wakil ketua III STAIN.
Di dalam pertemuan ini dibahas secara mendalam tentang riset macam apa yang seharusnya menjadi konsern PTAIN. Menteri agama memulainya dengan suatu ungkapan yang sangat menarik, yaitu tentang pentingnya mengembangkan riset aplikatif selain tetap mengembangkan riset akademis. Mengapa harus mengembangkan riset aplikatif, maka menteri agama menyatakan bahwa ada banyak pernyataan yang mendiskreditkan tentang institusi kementerian agama. Ada banyak penelitian yang terkadang secara sengaja dikembangkan untuk membuat public opinion tentang Kementerian Agama.
Di antara yang menonjol adalah tentang pembentukan opini tentang isu meningkatnya intoleransi penganut agama di Indonesia. Misalnya ada penelitian dengan pertanyaan apakah Anda setuju kalau di wilayah Anda didirikan gereja? Ya maka jawabannya kebanyakan adalah tidak setuju. Lalu disimpulkan bahwa di Indonesia terjadi semakin meningkatnya intoleransi penganut agama. Pertanyaan semacam ini jika ditanyakan kepada umat Islam di mana saja jawabannya mestilah begitu. Sama halnya ketika pertanyaan itu berbunyi apakah Anda setuju jika didirikan masjid di daerah yang mayoritas beragama lain. Pastilah jawabannya akan tidak setuju. Jika pertanyaan ini dijadikan rujukan tentang meningkatnya intoleransi beragama tentu tidak cocok.
Perguruan tinggi mestinya memiliki kewajiban untuk melakukan konfirmasi tentang hal ini. Jadi perlu ada confirmatory research. Melalui penelitian ini maka seharusnya dijawab secara akademis apakah penelitian ini benar atau kurang tepat. Dengan begitu maka PTAIN akan memiliki jawaban akademis tentang hasil penelitian tentang meningkatnya atau tidak meningkatnya intoleransi umat beragama tersebut. Para rektor dan juga Badan Litbang harus menjawab secara akademis dan ilmiah tentang upaya untuk mendiskreditkan umat beragama di Indonesia tersebut.
Kalau di Indonesia terjadi intoleransi maka pelaksanaan MTQ di Ambon tentu tidak sukses sebagaimana yang kita ketahui. Bisa dibayangkan bagaimana kontingen Banten yang harus menginap di Kantor Keuskupan di Ambon. Di situ diselenggarakan shalat jamaah dan juga acara perlombaan tilawatil Qur’an. Juga dapat diketahuin bagaimana juga sambutan masyarakat Kristiani terhadap pelaksanaan MTQ. Kiranya kerukunan umat beragama di Indonesia sungguh tergambar di dalam peristiwa MTQ tersebut.
Juga misalnya tuduhan tentang pelanggaran HAM. Ada pernyataan bahwa negara harus memberikan perlindungan dan memberikan kebebasan kepada umat yang mau membuat agama apa saja. Makanya, beberapa tahun yang lalu juga ada usaha dari sejumlah LSM untuk menghapus UU No 1 tahun 1965. Baginya mereka bahwa UU ini diskriminatif terhadap agama-agama lain. Mereka membuat opini bahwa umat Islam melanggar hak asasi manusia sebab tidak menoleransi terhadap berdirinya agama-agama baru. Kita harus beranggapan bahwa ketika ada kelompok yang menyatakan di dalam syahadatnya “asyhadu an la ilaha illallah wa asyhadu Anna pangeran anu Rasulullah” tentu harus ditolak sebab di sini ada penodaan terhadap agama. Sama halnya ketika ada umat mengaku sebagai umat Islam tetapi mengakui bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi setelah Nabi Muhammad SAW. Maka yang demikian ini tentu harus dikaji dan diteliti untuk menghasilkan rujukan akademis bahwa penodaan agama bukan untuk ditoleransi akan tetapi harus ditolak oleh umat Islam. Di sini PTAIN memiliki peran strategis untuk menghasilkan penelitian andal sebagai konfirmasi terhadap hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Tidak kalah menariknya juga tentang survei yang diselenggarakan oleh lembaga survei di Indonesia. Dewasa ini ada banyak lembaga survei yang berdiri untuk kepentingan politik. Lembaga survei ini secara sengaja digunakan oleh para politisi untuk meningkatkan popularitas. Makanya penelitian ini juga dapat dianggap sebagai penelitian pesanan dan untuk kepentingan yang memesan. Di dalam hal ini maka PTAIN sesungguhnya bisa menjadi lembaga penelitian yang berperan untuk menyangga kejujuran dan kebenaran sebuah fakta. Kita tidak berharap bahwa perguruan tinggi menjadi lembaga penelitian pesanan ini. Perguruan tinggi harus menjaga netralitas penelitian agar hasil penelitiannya menjadi lebih akurat dan tepercaya.
Di dalam konteks ini, maka kita semua berharap agar PTAIN dapat memberikan sumbangan kepada dunia akademis dan juga dunia nyata yang kita hadapi sehari-hari. Dengan demikian PTAIN akan dapat memiliki peran yang lebih besar bagi peningkatan kualitas masyarakat Indonesia.
Wallahualam biasshawab.

KARYA AKADEMIS DOSEN

KARYA AKADEMIS DOSEN
Sesungguhnya kita berharap banyak dari para dosen terutama dalam kaitannya dengan karya akademis. Sebab ditangani dosenlah sebenarnya karya akademis tersebut akan lahir, tumbuh dan berkembang.
Perkembangan Ilmu pengetahuan sangat tergantung kepada aktivitas para dosen di dalam meneliti dan menulis. Artinya, semakin banyak penelitian yang dilakukan dan kemudian tulisan tersebut dipublikasikan, maka akan semakin besar peluang perkembangan ilmu pengetahuan.
Dunia perguruan tinggi adalah dunia akademis dan dunia akademis itu bermakna dan terkait dengan dosen atau kaum akademisinya. Oleh karena itu jika kaum akademisinya banyak menulis berbasis pada penelitian ilmiah, maka dunia akademis tersebut akan menjadi eksis dan kemudian berkembang. Di dalam hal ini peran dosen menjadi sangat penting.
Dunia akademis tanpa hiruk pikuk hasil penelitian kiranya seperti rumah tanpa penghuni. Dia akan menjadi sepi dan tidak bermakna. Maka agar dunia akademis menjadi ramai dan bermakna. Maka para dosen harus melakukan penelitian dan menulis. Perguruan tinggi yang kaum akademisinya memiliki kesibukan penelitian dan menuliskannya melalui jurnal atau laporan penelitian yang baik, maka dunia kampus itu akan menjadi terkenal. Dunia akademis diidentikkan dengan nama guru besar yang memiliki kemampuan akademis unggul dan reputasi yang sangat tinggi.
Berpikir, meneliti dan menulis adalah tiga serangkai yang tidak bisa dipisahkan. Ketiganya merupakan pilar bagi kaum akademisi untuk mengembangkan lembaga pendidikannya. Jika sebuah perguruan tinggi tidak memiliki tradisi berbasis pada tiga hal itu, maka hakikatnya perguruan tinggi itu telah mati.
Jika sebuah perguruan tinggi tidak ingin disebut sebagai perguruan tinggi yang mati, maka harus ada yang menghidupkannya. Dan yang menghidupkan itu adalah karya akademis para dosen. Dengan terus berpikir, meneliti dan menulis maka perkembangan perguruan tinggi tersebut secara akademis akan menonjol. Jadi, peran para akademisi memang sangat urgen di dalam pengembangan dunia kampus.
Saya akan mengambil contoh perguruan tinggi di Singapura. Negeri ini tidak memiliki banyak kampus sebagaimana negeri lainnya. Hal ini tentu saja terkait dengan luas wilayah dan jumlah penduduk yang sedikit. Namun demikian melalui dua kampusnya yang hebat banyak karya akademis dosen yang dihasilkannya. Dua kampus itu adalah National Uniiversity os Singapore (NUS) dan Nanyang Technological University (NTU). Melalui dua universitasnya ini, maka dunia akademis di negara Singapura menjadi sangat menonjol.
Di antara yang unggul dari perguruan tinggi ini adalah publikasi ilmiahnya. Bahkan dua perguruan tinggi ini bisa mengalahkan beberapa negara tetangganya yang jumlah perguruan tingginya jauh lebih banyak. Artinya bahwa tidak ada korelasi antara banyaknya jumlah perguruan tinggi dengan publikasi ilmiah yang dihasilkan. Mengambil contoh perguruan tinggi di Singapura, maka jawaban sederhananya menyatakan memang tidak ada korelasi.
Cobalah kita lihat gambaran berikut berdasarkan atas jumlah artikel yang dipublikasikan dan masuk dalam daftar The Institute for Sientific information (ISI), maka diperoleh catatan: Jepang menempati ranking pertama dengan 1.702.775 buah, India dengan 452.205, Singapura dengan 81.255 artikel, Thailand dengan 37.376 artikel, Malaysia dengan 24.626 buah, Bangladesh dengan 9.336 buah artikel, Indonesia dengan 9.019 artikel dan Vietnam dengan 1.072 buah artikel.
Data ini memberikan gambaran kepada kita bahwa aktivitas menulis para dosen di Singapura tentu luar biasa. Dibandingkan dengan jumlah perguruan tinggi di Indonesia sebanyak hampir 3000 buah, maka tentunya bisa dipahami jika aktivitas menulis para dosennya jauh lebih rendah dibandingkan dengan para dosen di Singapura.
Mungkin saja problemnya adalah para dosen di Indonesia tidak menulis untuk kepentingan jurnal internasional atau jurnal yang diakui oleh ISI. Oleh karena itu jumlah artikel yang ada di jurnal yang ditulis para dosen meskipun banyak tidak dianggap sebagai karya akademis yang standart.
Mestinya dengan angka kasar setiap PT di Indonesia memiliki jurnal terakreditasi, maka akan terdapat sebanyak 3000 jurnal. Jika setiap jurnal terdapat sebanyak 10 tulisan, maka akan ada sebanyak 30.000 karya akademis. Jika jurnal tersebut terbit dua kali dalam setahun berarti akan ada sebanyak 60.000 karya akademis. Hanya sayangnya bahwa belum semua PT memiliki jurnal akademis terakreditasi, sehingga situasinya menjadi berbeda.
Makanya ke depan mesti harus ada upaya untuk mempercepat langkah di dalam mendorong para dosen untuk menulis di jurnal yang terakreditasi internasional. Dengan cara ini maka karya akademis para dosen tersebut akan dapat diakui sebagai karya akademis outstanding, dan dengan begitu maka jumlah karya akademis yang dihasilkan oleh para dosen akan menjadi kentara dan meningkat secara signifikan.
Jika untuk menjadi profesor diwajibkan menulis di jurnal internasional atau jurnal yang terakreditasi internasional, maka sesungguhnya di sinilah letak pentingnya. Kita ingin ke depan PT kita menjadi terkenal karena karya akademis para dosennya dan bukan karena tindakan anarkis yang ditonjolkannya.
Wallahualam biasshawab.