KARYA AKADEMIS DOSEN
KARYA AKADEMIS DOSEN
Sesungguhnya kita berharap banyak dari para dosen terutama dalam kaitannya dengan karya akademis. Sebab ditangani dosenlah sebenarnya karya akademis tersebut akan lahir, tumbuh dan berkembang.
Perkembangan Ilmu pengetahuan sangat tergantung kepada aktivitas para dosen di dalam meneliti dan menulis. Artinya, semakin banyak penelitian yang dilakukan dan kemudian tulisan tersebut dipublikasikan, maka akan semakin besar peluang perkembangan ilmu pengetahuan.
Dunia perguruan tinggi adalah dunia akademis dan dunia akademis itu bermakna dan terkait dengan dosen atau kaum akademisinya. Oleh karena itu jika kaum akademisinya banyak menulis berbasis pada penelitian ilmiah, maka dunia akademis tersebut akan menjadi eksis dan kemudian berkembang. Di dalam hal ini peran dosen menjadi sangat penting.
Dunia akademis tanpa hiruk pikuk hasil penelitian kiranya seperti rumah tanpa penghuni. Dia akan menjadi sepi dan tidak bermakna. Maka agar dunia akademis menjadi ramai dan bermakna. Maka para dosen harus melakukan penelitian dan menulis. Perguruan tinggi yang kaum akademisinya memiliki kesibukan penelitian dan menuliskannya melalui jurnal atau laporan penelitian yang baik, maka dunia kampus itu akan menjadi terkenal. Dunia akademis diidentikkan dengan nama guru besar yang memiliki kemampuan akademis unggul dan reputasi yang sangat tinggi.
Berpikir, meneliti dan menulis adalah tiga serangkai yang tidak bisa dipisahkan. Ketiganya merupakan pilar bagi kaum akademisi untuk mengembangkan lembaga pendidikannya. Jika sebuah perguruan tinggi tidak memiliki tradisi berbasis pada tiga hal itu, maka hakikatnya perguruan tinggi itu telah mati.
Jika sebuah perguruan tinggi tidak ingin disebut sebagai perguruan tinggi yang mati, maka harus ada yang menghidupkannya. Dan yang menghidupkan itu adalah karya akademis para dosen. Dengan terus berpikir, meneliti dan menulis maka perkembangan perguruan tinggi tersebut secara akademis akan menonjol. Jadi, peran para akademisi memang sangat urgen di dalam pengembangan dunia kampus.
Saya akan mengambil contoh perguruan tinggi di Singapura. Negeri ini tidak memiliki banyak kampus sebagaimana negeri lainnya. Hal ini tentu saja terkait dengan luas wilayah dan jumlah penduduk yang sedikit. Namun demikian melalui dua kampusnya yang hebat banyak karya akademis dosen yang dihasilkannya. Dua kampus itu adalah National Uniiversity os Singapore (NUS) dan Nanyang Technological University (NTU). Melalui dua universitasnya ini, maka dunia akademis di negara Singapura menjadi sangat menonjol.
Di antara yang unggul dari perguruan tinggi ini adalah publikasi ilmiahnya. Bahkan dua perguruan tinggi ini bisa mengalahkan beberapa negara tetangganya yang jumlah perguruan tingginya jauh lebih banyak. Artinya bahwa tidak ada korelasi antara banyaknya jumlah perguruan tinggi dengan publikasi ilmiah yang dihasilkan. Mengambil contoh perguruan tinggi di Singapura, maka jawaban sederhananya menyatakan memang tidak ada korelasi.
Cobalah kita lihat gambaran berikut berdasarkan atas jumlah artikel yang dipublikasikan dan masuk dalam daftar The Institute for Sientific information (ISI), maka diperoleh catatan: Jepang menempati ranking pertama dengan 1.702.775 buah, India dengan 452.205, Singapura dengan 81.255 artikel, Thailand dengan 37.376 artikel, Malaysia dengan 24.626 buah, Bangladesh dengan 9.336 buah artikel, Indonesia dengan 9.019 artikel dan Vietnam dengan 1.072 buah artikel.
Data ini memberikan gambaran kepada kita bahwa aktivitas menulis para dosen di Singapura tentu luar biasa. Dibandingkan dengan jumlah perguruan tinggi di Indonesia sebanyak hampir 3000 buah, maka tentunya bisa dipahami jika aktivitas menulis para dosennya jauh lebih rendah dibandingkan dengan para dosen di Singapura.
Mungkin saja problemnya adalah para dosen di Indonesia tidak menulis untuk kepentingan jurnal internasional atau jurnal yang diakui oleh ISI. Oleh karena itu jumlah artikel yang ada di jurnal yang ditulis para dosen meskipun banyak tidak dianggap sebagai karya akademis yang standart.
Mestinya dengan angka kasar setiap PT di Indonesia memiliki jurnal terakreditasi, maka akan terdapat sebanyak 3000 jurnal. Jika setiap jurnal terdapat sebanyak 10 tulisan, maka akan ada sebanyak 30.000 karya akademis. Jika jurnal tersebut terbit dua kali dalam setahun berarti akan ada sebanyak 60.000 karya akademis. Hanya sayangnya bahwa belum semua PT memiliki jurnal akademis terakreditasi, sehingga situasinya menjadi berbeda.
Makanya ke depan mesti harus ada upaya untuk mempercepat langkah di dalam mendorong para dosen untuk menulis di jurnal yang terakreditasi internasional. Dengan cara ini maka karya akademis para dosen tersebut akan dapat diakui sebagai karya akademis outstanding, dan dengan begitu maka jumlah karya akademis yang dihasilkan oleh para dosen akan menjadi kentara dan meningkat secara signifikan.
Jika untuk menjadi profesor diwajibkan menulis di jurnal internasional atau jurnal yang terakreditasi internasional, maka sesungguhnya di sinilah letak pentingnya. Kita ingin ke depan PT kita menjadi terkenal karena karya akademis para dosennya dan bukan karena tindakan anarkis yang ditonjolkannya.
Wallahualam biasshawab.