• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

AL QURAN DAN PESAN UNIVERSAL

AL QURAN DAN PESAN UNIVERSAL
Dalam acara pembukaan The Second International Competition of Quranic Recitation, yang diselenggarakan di Kantor Kementerian Agama Republik Indonesia, 11/09/2013, Wakil Presiden RI, Prof. Dr. Boediono, menyampaikan hal yang sangat mendasar, yaitu tentang bagaimana AL Quran yang memiliki pesan-pesan global harus disikapi dan dipahami dalam konteks lokal. Acara ini didatangi oleh Menteri Agama, Dr. Suryadharma Ali, pejabat eselon satu dan dua di Kementerian Agama dan kantor Wapres, dan juga kontingen dari utusan qari internasional yang mengikuti kompetisi ini.
Al Quran memang diturunkan secara berangsur. Hal ini memberikan gambaran bahwa AL Quran memiliki konteks khas dengan zamannya. AL Quran meskipun memiliki kandungan yang sangat universal, akan tetapi sebenarnya memiliki keterkaitan secara langsung dengan suasana zamannya. Melalui penurunan AL Quran secara berangsur dan bukan sekaligus tersebut jelas memberikan gambaran nyata kepada kita bahwa AL Quran memang memiliki kontekstualitasnya sendiri. AL Quran merupakan jawaban terhadap persoalan-persoalan yang khusus maupun umum terkait dengan masalah kehidupan umat manusia.
AL Quran adalah kitab suci umat Islam yang tidak akan berubah di dalam teksnya, sebab Allah akan menjaga keautentikannya. Mengutip Muhammad AL Ghazali, intelektual Mesir, wakil Presiden menyatakan bahwa AL Quran sebagai kitab suci tidak akan mengalami perubahan. Hal ini disebabkan karena Allah akan menjaganya. Akan tetapi penafsiran AL Quran akan selalu terkait dengan zamannya. AL Quran akan ditafsirkan oleh para ahlinya sesuai dengan kemampuan dan pemahaman umat Islam dalam berbagai tempat dan zaman. Oleh karena itu, penafsiran dan pemahaman tentang AL Quran akan bisa berubah sesuai dengan zamannya.
Penafsiran AL Quran bisa saja mengenal konteks sosial dan zaman yang sedang berlangsung. Makanya, teks AL Quran tidak akan mengalami perubahan akan tetapi pemahaman dan penafsiran para ahli tafsir akan mengalami perubahan sesuai dengan konteks sosial dan zamannya itu. Namun bukan berarti bahwa orang dapat secara bebas menafsirkan AL Quran sebab tentunya ada pendekatan, metode dan cara-cara tertentu atau bahkan juga persyaratan untuk menjadi penafsir AL Quran. Tidak sembarang orang bisa menafsirkan AL Quran sebab tentunya ada persyaratan akademis maupun etika dan sebagainya ketika seseorang menafsirkan AL Quran.
AL Quran dengan pesannya yang bercorak universal tentu akan terus relevan dengan zaman. AL Quran akan selalu update. Tidak akan ketinggalan zaman. AL Quran yang diturunkan pada zaman nabi Muhammad SAW akan terus berguna dan berfungsi bagi zaman sekarang maupun yang akan datang. Oleh karena itu tentu tidak akan ada keraguan tentang kebenaran AL Quran.
AL Quran, meskipun memiliki pesan-pesan yang sangat universal dan kebenarannya sangat mengikat, akan tetapi AL Quran tidak bisa disalinghadapkan dengan budaya lokal atau kearifan lokal. Al Quran sebagai kitab suci yang mengandung kebenaran dari Allah SWT tentu tidak akan berada di dalam suasana saling berhadapan dengan lokalitas. Sebab AL Quran dengan ajarannya itu akan bisa untuk relevan dengan lokalitas dan zaman yang memang diciptakan Tuhan dengan aneka ragam. Oleh karena itu, maka AL Quran akan bisa menjadi pedoman manusia di manapun dan bangsa apapun. AL Quran adalah pedoman umat manusia.
AL Quran tidak bisa diterjemahkan atau ditafsirkan dengan kebebasan akal. Penafsiran AL Quran meski harus ditafsirkan dengan menggunakan kaidah-kaidah yang ketat. Dengan kaidah yang ketat di dalam menerjemahkan atau menafsirkan AL Quran, maka tidak akan terjadi kesalahan atau kejanggalan di dalam penerjemahan dan penafsiran AL Quran tersebut. Di dalam hal ini, maka selalu ada orang atau sekelompok orang yang selalu mencermati dan memberikan arahan tentang bagaimana seharusnya AL Quran tersebut dipahami atau diterjemahkan.
Memang harus diakui bahwa keautentikan AL Quran terus terjaga hingga saat ini. Pada ulama dan masyarakat Islam akan terus menjaga keaslian teks AL Quran. Di setiap negara muslim akan selalu ada sebuah tim yang akan menjaga terhadap keaslian teks AL Quran itu. Tim lajnah pentashih al Quran akan terus bekerja agar keaslian AL Quran akan terus dipertahankan. Itulah sebabnya tidak akan ada sedikitpun keraguan tentang AL Quran tersebut.
AL Quran tidak hanya dipahami atau ditafsirkan sebagai pedoman untuk melakukan tindakan bagi umat muslim. Akan tetapi AL Quran juga dikompetisikan untuk kepentingan membangun silaturahmi dan persaudaraan. Dengan membangun kompetisi untuk membaca AL Quran ini, maka akan terjadi saling mengenal dan memahami antara satu bangsa dengan bangsa lainnya. Oleh karena itu, para qari ini adalah duta bangsanya masing-masing untuk saling mengenal antara satu dengan lainnya.
Melalui MTQ internasional ini, maka akan terjalin ukhuwah Islamiyah antar sesama bangsa dan antar bangsa. Dengan saling mengenal tersebut maka akan terjalin hubungan antar bangsa yang baik dan hal tersebut akan menjadi bekal utama persahabatan antar bangsa.
Ditekankan oleh wakil Presiden bahwa agar semua peserta MTQ bisa memaksimalkan kemampuannya di dalam ajang kompetisi internasional ini, sehingga akan bisa menjadi juara.
Wallahualam bisshawab.

TANTANGAN ISLAM DAN MODERNITAS

TANTANGAN ISLAM DAN MODERNITAS
Kemodernenan tentu saja tidak bisa ditolak kehadirannya. Makanya umat Islam harus menyikapi modernitas tersebut dengan kearifan. Inilah tema yang saya sampaikan di dalam pengajian di masjid Intan Abu Bakar di Skudai Johor Bahru Malaysia. Tema ini sengaja saya pilih untuk memberikan pemahaman tentang bagaimana seharusnya umat Islam, baik di Malaysia maupun di Indonesia harus bersikap dan bertindak.
Modernitas selalu terkait dengan liberalisme dan Hak Asasi Manusia. Dua hal ini adalah anak kandung modernitas yang tidak bisa ditolak kelahirannya. Makanya ketika seseorang membicarakan tentang modernitas, maka pastilah akan membicarakan tentang liberalisme. Dan di sisi lain juga membicarakan tentang HAM yang secara konseptual dikaitkan dengan barat yang modern. Dengan demikian bicara modernitas juga mesti dikaitkan dengan barat.
Liberalisme sebagai bagian dari proyek modernitas tentunya merupakan tantangan yang sangat serius kepada agama. Sebab agama dianggap sebagai perwujudan dari tradisionalisme yang momot dengan keterbelakangan, ketertinggalan dan kemiskinan yang sangat kentara. Oleh karena itu ketika masyarakat ingin meninggalkan dunia tradisionalnya, maka yang pertama diambil adalah liberalisme atau kebebasan untuk melakukan sesuatu dalam konteks pragmatisme.
Liberalisme kemudian tidak hanya menjadi gaya hidup yang menghinggapi kebanyakan orang yang ingin dianggap modern akan tetapi juga menjadi pedoman unggul di dalam semua perilakunya. Ajaran agama yang momot dengan ajaran yang membatasi kebebasan lalu ditinggalkan dan dianggap sebagai penghalang kemajuan. Agama dianggap sebagai penyebab ketidakmajuan sebuah masyarakat. Agama dianggap sebagai candu masyarakat, agama dianggap sebagai kabar angin dari langit dan sebagainya.
Liberalisme juga memasuki kawasan pemikiran agama. Ada banyak pikiran seksi tentang penafsiran agama. Ada banyak anak muda yang berusaha untuk menafsirkan agama dengan konteks sosial yang sedang terjadi. Begitu kentalnya pemahaman tantang konteks sosial ini, maka teks yang selama ini dianggap penting bahkan seperti ditinggalkan. Jika ada teks yang dianggapnya sudah tidak relevan dengan zaman, maka teks itu harus ditinggalkan. Begitulah mereka menafsirkan ajaran agama dalam framework yang mereka kembangkan.
Menghadapi tantangan liberalisme dan modernisasi ini, maka ada tiga sikap yang menghinggapi umat Islam, yaitu: menerima tanpa ada kritisisme sedikitpun. Apa yang ada di barat itulah yang dilakukannya. Apa yang datang dari barat adalah sebuah kebaikan. Barat adakah identik dengan kemajuan dan kehebatan. Jadi agar menjadi modern maka harus mengikuti seluruh tradisi yang datang dari barat. Kehidupan yang serba permisif juga menjadi trennya.
Lalu menolak apa saja yang datang dari barat. Semua yang dari barat harus ditolak dan disingkirkan. Tidak ada kebaikan sedikitpun yang datang dari barat. Sikap ini mendasari terjadinya berbagai sikap keras atau fundamental di dalam agama. Sikap mengutuk barat dengan seluruh budayanya adalah sikap yang melazimi terhadap sikap dan tindakan kaum fundamentalis. Barat harus diperangi dengan segala kekuatan. Tidak ada alasan untuk tidak memerangi barat yang dianggap sebagai perusak moral dan terjadinya dekandensi moral di kalangan umat Islam. Pornografi dan pornoaksi, narkoba dan tindakan permisiveness yang melanda masyarakat dewasa ini harus ditimpakan kepada pengaruh barat yang tidak bisa dilawan. Maka tidak ada kata lain yang patut digunakan kecuali “lawan”. Meskipun tidak imbang perlawanan tersebut, akan tetapi kaum fundamentalis lalu mengembangkan perlawanan melalui teror dan sebagainya,
Kemudian, sikap yang diambil oleh sebagian masyarakat lainnya adalah menerima dengan sikap kritis. Ada anggapan bahwa ada budaya barat yang positif dan ada budaya barat yang negatif. Makanya, di dalam tindakan yang diambil adalah dengan mengambil budaya barat yang positif dan membuang budaya barat yang negatif. Handphone adalah produk budaya barat yang lebih banyak positifnya. Dengan HP maka jarak tidak lagi menghalangi orang untuk berkomunikasi satu dengan lainnya. Bisa orang berbicara tentang hal-hal yang santai sampai urusan bisnis internasional dihandle dengan teknologi HP tersebut.
Namun demikian, tidak selamanya HP itu positif. Kalau yang disimpan di dalam HP adalah perkara kemungkaran, maka yang terjadi adalah kejelekan. Akan tetapi kalau yang disimpan di dalam HP tersebut adalah ayat AL Quran, dan AL Quran itu dibaca pastilah HP memiliki sifat menguntungkan atau bermanfaat. Oleh karena itu masyarakat harus memilih mana yang dianggap manfaat dan mana yang dianggap mudarat. Jadi tetap saja ada yang manfaat dan ada yang mudarat dari budaya barat yang kita lihat sekarang.
Oleh karena itu, maka umat Islam harus cerdas mengambil sikap di tengah modernisasi yang tidak bisa dilawan. Masyarakat Islam harus menjadi modern tetapi harus tetap berada di dalam koridor ajaran Islam yang selalu mengagungkan terhadap penetapan norma-norma yang selalu berguna bagi umat manusia.
Wallahualam biasshawab.

HAM DAN KEBEBASAN BERAGAMA

HAM DAN KEBEBASAN BERAGAMA
Di dalam ceramah saya di masjid Ar Rahman Kulai Johor saya ungkapkan mengenai tantangan umat Islam terkait dengan kecenderungan akhir-akhir ini ditengah globalisasi dan modernisasi, yaitu persoalan Hak Asasi Mnusia atau HAM yang sering dijadikan sebagai pembenaran terhadap tindakan beragama, khususnya yang menyimpang dari ajaran agama yang benar.
Hak asasi manusia (HAM) muncul dan menguat seirama dengan menguatnya reformasi di Indonesia. Meskipun sebelumnya terdapat banyak gagasan tentang pentingnya penetapan HAM di Indonesia terutama didalam menghadapi kekuasaan Pemerintah yang otoriter. Namun demikian, pembicaraan tentang HAM menjadi semakin menguat pasca reformasi menyelimuti masyarakat Indonesia.
Ada pergerakan yang sangat kuat untuk menjadikan HAM sebagai panglima di dalam proses mengatur masyarakat.
Kehadiran HAM seakan menjadi dewa baru di dalam kehidupan masyarakat. Semua hal yang terkait dengan kehidupan masyarakat selalu dilihat dari aspek HAM. Ketika ada kekerasan terhadap sebuah komunitas oleh komunitas lainnya, maka pastilah yang dilihat pertama adalah mengenai pelanggaran HAM. Ketika ada orang yang tidak diakui keberagamaannya dan dianggap sebagai menyimpang, maka juga dinyatakan melanggar HAM. Jadi HAM adalah segala sesuatu yang terkait dengan pembelaan terhadap orang lain yang dianggap sebagai kelompok tidak berdaya.
Dengan demikian yang paling penting di dunia ini tidak ada lain adalah HAM. Dia adalah instrumen sekaligus senjata yang digunakan untuk menjadi mata pisau untuk membedah tentang ada atau tidak adanya kebebasan itu. Hanya sayangnya bahwa HAM yang diusung seringkali adalah yang HAM dalam pengertian kebebasan mutlak. Artinya bahwa HAM berada di atas semua yang ada, Termasuk mengenai peraturan perundangan yang berlaku.
Seharusnya bahwa yang memiliki kemutlakan itu hanyalah Allah saja. Tidak ada yang memiliki kemutlakan yang melebihinya. Oleh karena itu maka HAM juga mesti berada di dalam kerangka ketuhanan itu. Sebab yang mutlak hanyalah Allah, maka semuanya juga mesti berada di bawah keberadaannya. HAM sebagai instrumen dan tujuan tentu harus berada di dalam koridor kebebasan bertanggung jawab. Dalam pengertian bahwa tidak ada kebebasan mutlak karena dibatasi oleh tanggung jawab sosial itu.
Makanya, beragama pun juga berada di dalam kerangka ini. Tidak ada kebebasan mutlak di dalam beragama. Tidak ada penafsiran bebas terhadap teks- teks agama. HAM dijadikan sebagai pembenaran terhadap kebebasan beragama. Agama apa saja asalkan dijadikan sebagai pedoman kehidupan dianggap benar sebab ada hak asasi manusia di situ. Makanya orang boleh untuk beragama apapun tanpa harus ada campur tangan siapapun.
Di dalam kenyataannya, maka kemudian muncullah berbagai macam aliran keagamaan yang menguat di sana sini. Muncullah aliran-aliran keagamaan yang bisa saja mencederai terhadap keberagamaan lainnya. Misalnya muncul aliran agama yang melakukan jual beli surga, melakukan shalat dengan bahasa Indonesia, mengubah syahadat yang sudah baku dan diyakini kebenarannya. Semua ini menggambarkan bahwa ada tindakan kaum beragama yang sesungguhnya melecehkan terhadap agama yang diyakini kebenarannya oleh umat Islam.
Jika menggunakan ukuran hak asasi manusia, maka tindakan agama yang seperti itu juga harus dibiarkan karena beragama adalah hak asasi manusia yang tidak boleh dicampuri oleh orang lain atau komunitas lain bahkan negara. Jika menggunakan logika ini, maka tindakan untuk menghakimi terhadap kelompok semacam ini tentu dianggap sebagai pelanggar HAM. Bagi mereka ini, bahwa siapapun bisa bebas mengekspresikan keberagamaannya tanpa ada aturan apapun yang menghalanginya. Jika logika ini yang dijadikan ukuran, maka berarti orang bisa sebebas-bebasnya untuk beragama.
Tetapi seharusnya ada logika lain yang digunakan di dalam menanggapi terhadap persoalan ini. Yaitu logika pelecehan agama dan penistaan terhadap umat beragama lain. Agama adalah persoalan The ultimate concerns. Artinya bahwa beragama bukan sekedar keyakinan akan tetapi melibatkan seluruh dunia kehidupan manusia. Oleh karena itu ketika ada seseorang yang melakukan pelanggaran terhadap agama dan melakukan pelecehan terhadap agamanya yang diyakini kebenarannya dan kesahihannya, maka orang akan bisa marah dan tidak terkendali.
Kekerasan agama bisa saja terjadi sebagai akibat pelecehan agama ini. Oleh karena itu maka diperlukan aturan untuk mengatur tentang hubungan antar umat beragama dan Intern umat beragama. Aturan tersebut dijadikan sebagai pedoman agar antar dan Intern umat beragama saat memahami mana yang dianggap sebagai pelanggaran dan penistaan terhadap agama akan dapat diidentifikasi.
Oleh karena itu, maka aturan yang terkandung di dalamnya yang terkait dengan pengaturan dan penetapan terhadap relasi antar dan Intern umat beragama selayaknya diapresiasi dan kemudian ditegakkan agar tidak terjadi pelecehan, penistaan dan pelanggaran terhadap agama dan masyarakat beragama. Dengan demikian, maka keberadaan peraturan tersebut perlu didukung oleh segenap masyarakat beragama agar keteraturan sosial akan bisa terjaga sedemikian rupa.
Wallahualam biasshawab.

MEMBAHAS ISU-ISU SENSITIF AGAMA

MEMBAHAS ISU-ISU SENSITIF AGAMA
Sebuah topik yang menarik untuk dibicarakan adalah sebagaimana yang tertuang di dalam topik ini. Oleh karena itu, maka difacebook maupun di dalam kampus dibuatkan maklumat tentang pengajian dengan topik dan pembahasan ini. Bahkan di masjid ar Rahman Taman Putri Skudai, juga dibuat brosur dengan topik tersebut.
Hari Rabu, 28 Agustus 2013, saya membahas tema ini di kampus UTM bersama sejumlah profesor dan mahasiswa kandidat doktor dan mahasiswa post graduate lainnya. Ada Profesor Dr. Hussin bin Salamun, Prof. Dr. Ramli bin Awang, Dr. Miftahurrahim, Prof. Dr. Mifedwil Jandra, dan lain-lain.
Tema ini juga saya bahas di masjid UTM di Kuala lumpur, pada hari Jumat, 30 agustus 2013. Tema ini memang dipilih oleh pihak UTM karena sesungguhnya problem ini juga sedang mendera masyarakat Malaysia. Jika di kampus UTM di Johor dilaksanakan melalui diskusi sehingga juga terdapat tanya jawab, akan tetapi di kampus UTM di Kualalumpur dikemas dalam majelis mudzakarah sebelum shalat Jumat dimulai. Di Malaysia memang menjadi tradisi untuk melakukan ceramah agama melalui majelis mudzakarah sebelum pelaksanaan shalat Jumat.
Isu sensitif tentang agama nampaknya bukan hanya terjadi di Indonesia. Akan tetapi juga terdapat di banyak negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Sebagaimana di Indonesia, maka isu sensitif agama juga menjadi persoalan yang tidak kalah serius. Itulah sebabnya masalah isu sensitif agama ini menjadi tema yang memantik banyak reaksi dari kaum muslimin.
Ada tiga hal yang merupakan isu sensitif agama tersebut. Berdasarkan pengalaman Indonesia, maka isu pertama adalah terkait dengan liberalisme yang berkorelasi dengan modernisasi dan Hak Asasi Manusia (HAM). Kenyataannya bahwa pemikiran liberal tersebut banyak menghinggapi masyarakat terutama dalam kaitannya dengan keinginan untuk membela kebebasan beragama. Bagi kelompok ini, maka semua orang bebas untuk beragama dan bahkan juga tidak beragama. Makanya, jika ada orang yang ingin beragama dengan caranya sendiri, ingin berTuhan sendiri, ingin menjadi nabi sendiri, maka hal itu harus dibenarkan sebab beragama adalah hak asasi yang tidak bisa diatur oleh negara sekalipun. Kaum liberal juga menafsirkan agama atas dasar pikiran bebas. Bisa jadi penafsiran mereka terlepas dari teks karena penafsiran harus sesuai dengan konteks zamannya. Teks yang tidak sesuai dengan zaman harus ditafsir ulang dan bahkan dianggap sudah tidak lagi berguna.
Liberalisme juga juga memantik reaksi keras dari fundamentalisme agama. Liberalisme yang serba barat, menyebabkan munculnya kontra liberalisme yang negatif. Misalnya munculnya terorisme dan kekerasan atas nama agama. Bom Bali I dan II adalah contoh bagaimana liberalisme menghasilkan tindakan keras untuk melawan barat dengan segenap kepentingan dan proyek duniawinya. Semua yang datang dari barat, baik pikiran maupun barang harus ditolak dengan kekerasan dan dengan teror yang berkepanjangan. Hingga sekarang teror tersebut terus saja terjadi di bumi Indonesia dengan pengalihan sasaran. Jika semula yang diserang adalah barat dengan representasinya, maka sekarang dialihkan kepada aparat keamanan yang juga dianggap melindungi terhadap kepentingan barat. Ada polisi yang diserang dan dibunuh. Semua ini mengindikasikan bahwa liberalisme memiliki musuh yang tidak patah arang.
Isu kedua, adalah lokalisasi agama. Melalui program demokratisasi dan keterbukaan, ternyata juga menghasilkan keturunan yang berupa lokalisasi agama. Ada orang yang secara sengaja mendirikan agama atas kemauannya sendiri. Mereka mengaku mendapatkan wahyua dari Tuhan dan kemudian menyebarkan ajarannya kepada masyarakat umum. Misalnya ajaran tentang shalat bahasa Indonesia yang terjadi di Malang Jawa Timur. Menurut pendiri ajaran ini bahwa shalat harus dilakukan dengan bahasa Indonesia agar masyarakat mengerti apa yang dilakukannya. Baginya percuma shalat dengan menggunakan bahasa Arab sebab mereka tidak tahu apa arti bacaan yang diucapkannya.
Kemudian juga ajaran tentang kesamaan agama-agama. Ada namanya Lia Eden yang mengajarkan bahwa semua agama itu sama saja. Baginya semua agama mengajarkan kebaikan sehingga semua agama itu sama. Pandangan seperti ini tentu bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya. Islam mengajarkan tentang dimensi teologis yang tentu saja berbeda dengan agama lainnya. Islam juga mengajarkan ritual keagamaan yang pasti berbeda dengan agama lainnya. Oleh karena itu jika ada orang yang menyatakan bahwa semua agama sama pastilah hal tersebut merupakan kesesatan.
Bahkan juga ada orang yang mengaku mendapat wahyu untuk memperjualbelikan surga. Baginya surga bisa dijual belikan dengan harga yang biasa terjangkau oleh masyarakat. Surga dapat dijual seharga 3 sampai 4 juga rupiah. Dan anehnya juga ada yang membeli surga ini. Orang yang membeli surga dapat diberi sertifikat yang nantinya dapat ditukarkan sebagai tiket ke surga. Ini merupakan hal aneh tetapi nyata.
Oleh karena itu, maka mestilah harus ada seperangkat aturan yang dapat digunakan untuk memberikan hukuman bagi mereka yang melakukan penodaan terhadap agama ini. Jadi memang diperlukan pendekatan hukum dengan ketegasan pelaksanaannya agar orang yang akan melakukan penodaan terhadap agama akan merasa enggan. Jika tidak seperti ini, maka orang akan dengan mudah untuk menyatakan mendapatkan wahyu dan kemudian mempengaruhi masyarakat untuk mengikutinya. Pendekatan hukum diperlukan agar terjadi keteraturan sosial.
Wallahualam bisshawab.

MEMBAHAS ISU SENSITIF AGAMA

MEMBAHAS ISU SENSITIF AGAMA
Sebagaimana kemarin, saya hari ini juga akan menulis tentang isu negatif agama. Sudah dua aspek yang saya bahas kemarin. Maka hari ini akan saya tulis aspek yang ketiga. Aspek yang ketiga tersebut adalah isu relasi antar agama, khususnya Islam di Indonesia. Dan sebagaimana tulisan saya kemarin bahwa masalah ini sesungguhnya juga menjadi problem di Malaysia.
Problem tersebut adalah hubungan antara Islam yang berpaham sunni dengan mereka yang berpaham Syiah dan Ahmadiyah. Jika relasi dengan Ahmadiyah sudah memperoleh kejelasan, sebab jika yang dianut adalah Ahmadiyah Qadian, maka dipastikan bahwa ajaran ini adalah sesat, sebab mereka berkeyakinan bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi baru pasca kenabian Nabi Muhammad SAW. Padahal di dalam konsepsi Islam sunni bahwa nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir dan tidak ada nabi baru lainnya. Melalui keyakinan ini maka jelas bahwa ada penodaan terhadap agama Islam menurut keyakinan kaum sunni.
Di antara cara yang digunakan untuk mengerem kekerasan agama dalam kaitannya dengan Ahmadiyah, maka Gubernur Jawa Timur menerbitkan SK Gubernur dengan tema pelarangan kegiatan agama yang menyebabkan ketidaktenteraman masyarakat. Melalui SK in maka gubernur melarang simbol-simbol Ahmadiyah digunakan untuk kepentingan penyiaran agama. Melalui pengawasan yang kuat dari aparat dan masyarakat, maka kekerasan antar umat beragama dapat direduksi.
Namun demikian, yang tidak bisa dihalangi adalah kekerasan yang disebabkan oleh konflik antara penganut Syiah dan penganut sunni, khususnya di Jawa Barat dan Jawa Timur. Memang tidak semuanya seperti ini, akan tetapi genderang konflik memang tak terelakkan. Bahkan kekerasan tersebut menyebabkan terusirnya peganut Syiah dari daerahnya sendiri. Dalam konflik ini maka penganut Syiah harus diungsikan ke rumah susun di Sidoarjo. Hingga kini belum ada penyelesaian yang berarti terhadap permasalahan ini.
Semula kasus ini terjadi karena pertentangan antar keluarga. Ada satu keluarga yang memiliki paham agama berbeda. Satu penganut Syiah dan satu membalut Syiah. Hubungan kakak beradik ini tentu saja tidak harmonis. Apalagi, Tajul yang menjadi penganut Syiah sering membuat masalah dengan menyatakan bahwa sahabat nabi (Umar, Utsman dan Abubakar adalah orang yang merebut kekuasan dari Ali. Akibatnya sering terjadi gesekan demi gesekan yang tidak terelakkan.
Sesungguhnya gesekan ini merupakan konflik keluarga. Antara kakak dan adik. Namun demikian, akhirnya terjadilah konflik ini meluas, sebab melibatkan ulama-ulama sunni lainnya. Sejumlah ulama sunni yang tergabung di dalam Bassra, Badan silaturahmi ulama-ulama se Madura, mendukung untuk mengenyahkan kaum Syiah. Kaum Syiah harus dikeluarkan dari Madura sebab banyak melakukan penodaan agama. Akhirnya Tajul memang dihukum dan seluruh jamaah Syiah juga dilarang kembali ke kawasan Sampang.
Masalah ini memang belum bisa diselesaikan dengan memadai. Sementara kaum Syiah ingin kembali ke Sampang, sementara itu pula kaum Sunni ingin agar mereka dikeluarkan dari Madura. Kyai Bassra meminta persyaratan agar mereka bertaubat dan kembali kepada Islam Sunni. Persyaratan inilah yang sulit untuk dipenuhi oleh kaum Syiah karena di dalam pandangannya bahwa mereka bukan orang yang musyrik sebab baginya bahwa mereka adalah umat Islam. Hanya saja mereka berpaham Syiah. Silang sengkarut ini kiranya belum akan segera selesai mengingat bahwa keduanya masih belum bertemu paham untuk menyelesaikan problem utamanya.
Terhadap kasus Ahmadiyah, kiranya pendekatan kekuasan politik akan menuai penyelesaian. Melalui pelarangan aktivitas Ahmadiyah yang bisa menyebabkan kekerasan sosial, kiranya bisa menjadi penyelesaian yang tepat. Bahkan terhadap kelompok Ahmadiyah yang kembali kepada Islam Sunni, sebagaimana yang terjadi di Tasikmalaya, juga dapat dilakukan pendekatan ekonomi, misalnya dengan pemberian lapangan pekerjaan, pembiayaan pendidikan, pendirian madrasah dan pelatihan untuk kepentingan mengakses kegiatan ekonomi.
Dengan demikian, ada tiga pendekatan yang bisa dilakukan untuk mengeliminasi terhadap masalah agama yaitu pendekatan politik kekuasan, pendekatan ekonomi dan pendekatan hukum. Dengan demikian, maka penyelesaian masalah isu sensitif agama ini akan dapat ditangani secara memadai.
Wallahualam bisshawab.