MEMBAHAS ISU SENSITIF AGAMA
MEMBAHAS ISU SENSITIF AGAMA
Sebagaimana kemarin, saya hari ini juga akan menulis tentang isu negatif agama. Sudah dua aspek yang saya bahas kemarin. Maka hari ini akan saya tulis aspek yang ketiga. Aspek yang ketiga tersebut adalah isu relasi antar agama, khususnya Islam di Indonesia. Dan sebagaimana tulisan saya kemarin bahwa masalah ini sesungguhnya juga menjadi problem di Malaysia.
Problem tersebut adalah hubungan antara Islam yang berpaham sunni dengan mereka yang berpaham Syiah dan Ahmadiyah. Jika relasi dengan Ahmadiyah sudah memperoleh kejelasan, sebab jika yang dianut adalah Ahmadiyah Qadian, maka dipastikan bahwa ajaran ini adalah sesat, sebab mereka berkeyakinan bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi baru pasca kenabian Nabi Muhammad SAW. Padahal di dalam konsepsi Islam sunni bahwa nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir dan tidak ada nabi baru lainnya. Melalui keyakinan ini maka jelas bahwa ada penodaan terhadap agama Islam menurut keyakinan kaum sunni.
Di antara cara yang digunakan untuk mengerem kekerasan agama dalam kaitannya dengan Ahmadiyah, maka Gubernur Jawa Timur menerbitkan SK Gubernur dengan tema pelarangan kegiatan agama yang menyebabkan ketidaktenteraman masyarakat. Melalui SK in maka gubernur melarang simbol-simbol Ahmadiyah digunakan untuk kepentingan penyiaran agama. Melalui pengawasan yang kuat dari aparat dan masyarakat, maka kekerasan antar umat beragama dapat direduksi.
Namun demikian, yang tidak bisa dihalangi adalah kekerasan yang disebabkan oleh konflik antara penganut Syiah dan penganut sunni, khususnya di Jawa Barat dan Jawa Timur. Memang tidak semuanya seperti ini, akan tetapi genderang konflik memang tak terelakkan. Bahkan kekerasan tersebut menyebabkan terusirnya peganut Syiah dari daerahnya sendiri. Dalam konflik ini maka penganut Syiah harus diungsikan ke rumah susun di Sidoarjo. Hingga kini belum ada penyelesaian yang berarti terhadap permasalahan ini.
Semula kasus ini terjadi karena pertentangan antar keluarga. Ada satu keluarga yang memiliki paham agama berbeda. Satu penganut Syiah dan satu membalut Syiah. Hubungan kakak beradik ini tentu saja tidak harmonis. Apalagi, Tajul yang menjadi penganut Syiah sering membuat masalah dengan menyatakan bahwa sahabat nabi (Umar, Utsman dan Abubakar adalah orang yang merebut kekuasan dari Ali. Akibatnya sering terjadi gesekan demi gesekan yang tidak terelakkan.
Sesungguhnya gesekan ini merupakan konflik keluarga. Antara kakak dan adik. Namun demikian, akhirnya terjadilah konflik ini meluas, sebab melibatkan ulama-ulama sunni lainnya. Sejumlah ulama sunni yang tergabung di dalam Bassra, Badan silaturahmi ulama-ulama se Madura, mendukung untuk mengenyahkan kaum Syiah. Kaum Syiah harus dikeluarkan dari Madura sebab banyak melakukan penodaan agama. Akhirnya Tajul memang dihukum dan seluruh jamaah Syiah juga dilarang kembali ke kawasan Sampang.
Masalah ini memang belum bisa diselesaikan dengan memadai. Sementara kaum Syiah ingin kembali ke Sampang, sementara itu pula kaum Sunni ingin agar mereka dikeluarkan dari Madura. Kyai Bassra meminta persyaratan agar mereka bertaubat dan kembali kepada Islam Sunni. Persyaratan inilah yang sulit untuk dipenuhi oleh kaum Syiah karena di dalam pandangannya bahwa mereka bukan orang yang musyrik sebab baginya bahwa mereka adalah umat Islam. Hanya saja mereka berpaham Syiah. Silang sengkarut ini kiranya belum akan segera selesai mengingat bahwa keduanya masih belum bertemu paham untuk menyelesaikan problem utamanya.
Terhadap kasus Ahmadiyah, kiranya pendekatan kekuasan politik akan menuai penyelesaian. Melalui pelarangan aktivitas Ahmadiyah yang bisa menyebabkan kekerasan sosial, kiranya bisa menjadi penyelesaian yang tepat. Bahkan terhadap kelompok Ahmadiyah yang kembali kepada Islam Sunni, sebagaimana yang terjadi di Tasikmalaya, juga dapat dilakukan pendekatan ekonomi, misalnya dengan pemberian lapangan pekerjaan, pembiayaan pendidikan, pendirian madrasah dan pelatihan untuk kepentingan mengakses kegiatan ekonomi.
Dengan demikian, ada tiga pendekatan yang bisa dilakukan untuk mengeliminasi terhadap masalah agama yaitu pendekatan politik kekuasan, pendekatan ekonomi dan pendekatan hukum. Dengan demikian, maka penyelesaian masalah isu sensitif agama ini akan dapat ditangani secara memadai.
Wallahualam bisshawab.