HAM DAN KEBEBASAN BERAGAMA
HAM DAN KEBEBASAN BERAGAMA
Di dalam ceramah saya di masjid Ar Rahman Kulai Johor saya ungkapkan mengenai tantangan umat Islam terkait dengan kecenderungan akhir-akhir ini ditengah globalisasi dan modernisasi, yaitu persoalan Hak Asasi Mnusia atau HAM yang sering dijadikan sebagai pembenaran terhadap tindakan beragama, khususnya yang menyimpang dari ajaran agama yang benar.
Hak asasi manusia (HAM) muncul dan menguat seirama dengan menguatnya reformasi di Indonesia. Meskipun sebelumnya terdapat banyak gagasan tentang pentingnya penetapan HAM di Indonesia terutama didalam menghadapi kekuasaan Pemerintah yang otoriter. Namun demikian, pembicaraan tentang HAM menjadi semakin menguat pasca reformasi menyelimuti masyarakat Indonesia.
Ada pergerakan yang sangat kuat untuk menjadikan HAM sebagai panglima di dalam proses mengatur masyarakat.
Kehadiran HAM seakan menjadi dewa baru di dalam kehidupan masyarakat. Semua hal yang terkait dengan kehidupan masyarakat selalu dilihat dari aspek HAM. Ketika ada kekerasan terhadap sebuah komunitas oleh komunitas lainnya, maka pastilah yang dilihat pertama adalah mengenai pelanggaran HAM. Ketika ada orang yang tidak diakui keberagamaannya dan dianggap sebagai menyimpang, maka juga dinyatakan melanggar HAM. Jadi HAM adalah segala sesuatu yang terkait dengan pembelaan terhadap orang lain yang dianggap sebagai kelompok tidak berdaya.
Dengan demikian yang paling penting di dunia ini tidak ada lain adalah HAM. Dia adalah instrumen sekaligus senjata yang digunakan untuk menjadi mata pisau untuk membedah tentang ada atau tidak adanya kebebasan itu. Hanya sayangnya bahwa HAM yang diusung seringkali adalah yang HAM dalam pengertian kebebasan mutlak. Artinya bahwa HAM berada di atas semua yang ada, Termasuk mengenai peraturan perundangan yang berlaku.
Seharusnya bahwa yang memiliki kemutlakan itu hanyalah Allah saja. Tidak ada yang memiliki kemutlakan yang melebihinya. Oleh karena itu maka HAM juga mesti berada di dalam kerangka ketuhanan itu. Sebab yang mutlak hanyalah Allah, maka semuanya juga mesti berada di bawah keberadaannya. HAM sebagai instrumen dan tujuan tentu harus berada di dalam koridor kebebasan bertanggung jawab. Dalam pengertian bahwa tidak ada kebebasan mutlak karena dibatasi oleh tanggung jawab sosial itu.
Makanya, beragama pun juga berada di dalam kerangka ini. Tidak ada kebebasan mutlak di dalam beragama. Tidak ada penafsiran bebas terhadap teks- teks agama. HAM dijadikan sebagai pembenaran terhadap kebebasan beragama. Agama apa saja asalkan dijadikan sebagai pedoman kehidupan dianggap benar sebab ada hak asasi manusia di situ. Makanya orang boleh untuk beragama apapun tanpa harus ada campur tangan siapapun.
Di dalam kenyataannya, maka kemudian muncullah berbagai macam aliran keagamaan yang menguat di sana sini. Muncullah aliran-aliran keagamaan yang bisa saja mencederai terhadap keberagamaan lainnya. Misalnya muncul aliran agama yang melakukan jual beli surga, melakukan shalat dengan bahasa Indonesia, mengubah syahadat yang sudah baku dan diyakini kebenarannya. Semua ini menggambarkan bahwa ada tindakan kaum beragama yang sesungguhnya melecehkan terhadap agama yang diyakini kebenarannya oleh umat Islam.
Jika menggunakan ukuran hak asasi manusia, maka tindakan agama yang seperti itu juga harus dibiarkan karena beragama adalah hak asasi manusia yang tidak boleh dicampuri oleh orang lain atau komunitas lain bahkan negara. Jika menggunakan logika ini, maka tindakan untuk menghakimi terhadap kelompok semacam ini tentu dianggap sebagai pelanggar HAM. Bagi mereka ini, bahwa siapapun bisa bebas mengekspresikan keberagamaannya tanpa ada aturan apapun yang menghalanginya. Jika logika ini yang dijadikan ukuran, maka berarti orang bisa sebebas-bebasnya untuk beragama.
Tetapi seharusnya ada logika lain yang digunakan di dalam menanggapi terhadap persoalan ini. Yaitu logika pelecehan agama dan penistaan terhadap umat beragama lain. Agama adalah persoalan The ultimate concerns. Artinya bahwa beragama bukan sekedar keyakinan akan tetapi melibatkan seluruh dunia kehidupan manusia. Oleh karena itu ketika ada seseorang yang melakukan pelanggaran terhadap agama dan melakukan pelecehan terhadap agamanya yang diyakini kebenarannya dan kesahihannya, maka orang akan bisa marah dan tidak terkendali.
Kekerasan agama bisa saja terjadi sebagai akibat pelecehan agama ini. Oleh karena itu maka diperlukan aturan untuk mengatur tentang hubungan antar umat beragama dan Intern umat beragama. Aturan tersebut dijadikan sebagai pedoman agar antar dan Intern umat beragama saat memahami mana yang dianggap sebagai pelanggaran dan penistaan terhadap agama akan dapat diidentifikasi.
Oleh karena itu, maka aturan yang terkandung di dalamnya yang terkait dengan pengaturan dan penetapan terhadap relasi antar dan Intern umat beragama selayaknya diapresiasi dan kemudian ditegakkan agar tidak terjadi pelecehan, penistaan dan pelanggaran terhadap agama dan masyarakat beragama. Dengan demikian, maka keberadaan peraturan tersebut perlu didukung oleh segenap masyarakat beragama agar keteraturan sosial akan bisa terjaga sedemikian rupa.
Wallahualam biasshawab.